MODUL PERKULIAHAN SOSIOLOGI KOMUNIKASI Komunikasi Massa Sebagai Sistem Sosial Dan Pranata Sosial Fakultas Program Studi Ilmu Komunikasi Hubungan Masyarakat Tatap Muka 07 Kode MK Disusun Oleh 85005 Yuliawati, S.Sos., M.Ikom Abstract Kompetensi Konsep sistem sosial dan pranata sosial menjadi peta konsep yang dapat digunakan untuk mengerti jalinan relasi antara lembaga media dengan masyarakat Memahami dan menjelaskan sistem sosial dan sistem media Pembahasan Ada tiga konsep yang perlu dipahami untuk dapat mengerti realitas komunikasi massa yaitu Media massa, sistem sosial, dan pranata sosial. Media massa merupakan institusi sosial, melalui lembaga ini terdapat pekerja media yang berkarya memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Masyarakat selaku konsumen berita memperoleh informasi melalui perusahaan media. Interaksi keduanya hanya dapat berlangsung melalui sistem sosial. Sebabnya, sistem sosial tidak lain merupakan pedoman yang mengatur perilaku setiap anggota masyarakat. Tanpa sistem sosial, maka kehidupan masyarakat manusia akan mengalami kekacauan. Pernah disebut Ernst Casirrer kalau manusia itu Animal Symbolicum, yang artinya hanya manusia saja selaku hewan yang memiliki keterampilan menciptakan dan mengelola simbol dan kemampuan ini tidak dimiliki hewan lain. Manifestasi simbol salah satu perwujudannya berupa sistem sosial sebagai pedoman mendasar tentang cara hidup yang dibuat manusia untuk mengatur bagaimana setiap orang dapat memenuhi ragam keperluan bertahan hidup melalui institusi sosial Sebagai lembaga atau organisasi, institusi media tidak berdiri sendiri (otonom), keberadaannya dipengaruhi entitas institusi sosial lain. Dalam praktek produksi isi pesan, lembaga media dipengaruhi institusi politik dan ekonomi. Pada negara dengan ideologi Otoritarian, monopoli penguasa demikian kuat dalam membentuk wacana melalui penguasaan alat-alat komunikasi massa. Tidak sama halnya pada negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal, monopoli pemberitaan dikuasai lembaga media yang mempertimbangkan kekuatan ekonomi pasar. Institusi media terikat dengan institusi sosial yang berada di dalam lingkungan lembaga media. Lembaga media mengelola organisasinya dalam menghasilkan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, tabloid, jaringan radio dan televisi. Keseluruhan produk komunikasi direalisasikan oleh lembaga-lembaga; riset media unit publikasi dan hubungan masyarakat unit penyedia tulisan dan gambar bagi surat kabar, radio dan televisi unit biro iklan kantor berita dan pers. Sebagai kumpulan orang yang terorganisir dalam lembaga media, setiap anggotanya terinstitusionalisasi oleh nilai-nilai baku organisasi media yang membentuk standarisasi profesional kerja situasional hingga menghasilkan produk media sesuai citra kultur lembaga medianya. 2015 2 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Institusi media berfungsi menyediakan informasi bagi publik. Agenda peran yang demikian menetapkan lembaga media sedianya dapat menjalankan fungsi sosialnya sesuai dengan ekspektasi masyarakatnya. keperluan terpenuhinya kebutuhan sosiologis dan psikologis menjadi garis besar kebutuhan yang diperlukan khalayak dalam mengkonsumsi informasi. Media massa mencukupi dorongan sosiologis melalui informasi faktual yang dapat membawa pengetahuan individu pada kehidupan dunia di luar dirinya. Sementara dorongan psikologis, materi dasar informasi yang dapat disediakan lembaga media berupa materi non-faktual seperti film, musik, telenovela, dan iklan muatan informasi ini memiliki kekuatan dalam pembentukan jati diri anggota masyarakat. Pertautan lembaga media dengan masyarakat dan, relasi internal di dalam organisasi media muaranya pada adanya aturan yang mengatur interaksi kedua belah pihak, yaitu sistem sosial. komposisi isi media disusun merujuk kepentingan politis dan ekonomi pemilik media yang bersinggungan dengan ideologi sistem politik negaranya, dan ideologi negara manifestasinya pada realitas kehidupan sistem sosial masyarakatnya.. PENGERTIAN SISTEM SOSIAL Kehidupan manusia berlangsung melalui adanya ‘campur tangan kekuatan’ yang berada di luar dirinya. Kekuatan ini tidak kita sadari namun mampu mempengaruhi cara hidup kita, dan kekuatan ini telah dikenal jauh lama semenjak Manusia Modern Homo Sapiens diidentifikasi Paleoantropologi. “Setiap tindakan individu selalu dihambat tindakan orang lain. Ini yang dinamakan ‘kontrak sosial’. Tanpa disadari, setiap orang mematuhi kontrak sosial yang telah disepakati oleh leluhur kita dahulu” (Thomas Hobbes, Leviathan,1902, dalam Saifuddin, 2007:56) Hobbes menyebut ‘kontrak sosial’ analog sistem sosial, mengatur cara manusia saling berinteraksi dengan sesama manusia dengan tidak saling menyakiti satu sama lain sesuai perjanjian yang telah dibuat nenek moyang. Muatan konsep sistem sosial Hobbes tampak taken for granted. Padahal aturan-aturan, adatistiadat, norma-norma, dan nilai-nilai yang jadi pedoman orang banyak hasil kontruksi orang 2015 3 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id banyak yang terus-menerus diperbaharui melalui interaksi karena setiap anggota warga saling merajut aturan secara bersama-sama. “Manusia adalah mahluk sosial dan interaksi antar manusia dibangun jauh dari sekedar kontrak sosial. Interaksi masyarakat diibaratkan organ tubuh melalui mana setiap bagiannya memiliki fungsi status-peran” (Auguste Comte, Systeme de Politique Positive, 1838, dalam Ritzer dan Goodman, 2007:19) Sistem sosial inti struktur sosial. Setiap orang dapat saling terhubung, bergantung pada sistem sosial, sebagaimana tubuh baru akan hidup ketika ada organ pembentuknya yaitu ruh dan sistem fisiologi. Chaos bisa terjadi ketika sistem sosial tidak beroperasi sebagaimana mestinya, ibarat tubuh akan sakit ketika ada bagian anggota tubuh terserang virus penyakit. Pengertian Sistem Sosial. Cara hidup sehari-hari kita; aturan berbicara, mengelola waktu antara pekerjaan dengan perkuliahan, kapan waktu membanting tulang dan shopping windows, mau makan apa saat jeda istirahat kantor. Semua perilaku tersebut wujud kebudayaan manusia. Kebudayaan abstrak sifatnya dan yang tampak oleh kita realisasi dari hasil kebudayaan. Talcott Parsons dan rekan sejawatnya, A.L. Kroeber menyarankan kita perlu adakan perbedaan antara wujud kebudayaan sebagai ‘sistem sosial’ dan wujud kebudayaan sebagai ‘kompleks tindakan’ (kroeber dan Parsons, 1958, dalam Koentjaraningrat, 1990:186). Kita akan mengerti sistem sosial ketika memahami dahulu gejala kebudayaan. Ngobrol dengan orang lain memerlukan proses pertimbangan. Siapa yang kita ajak bicara dan issue apa yang hendak disampaikan patokannya pada status dan peran diri kita dan pihak lawan bicara. Selainnya itu, dalam perjumpaan antara komunikator dan komunikan, kedua pihak saling menginterpretasi simbol verbal maupun non verbal untuk kelancaran interaksi selanjutnya. Hal yang sama, mekanismenya kita ulangi lagi pada orang yang berbeda, karena kita telah tahu teknis berkomunikasi yang efektif dan pola komunikasi yang tidak efektif. Deskripsi di atas adalah fenomena gejala kebudayaan, digambarkan melalui kasus “budaya komunikasi atau interaksi sosial”. Setiap manusia yang hidup pastinya akan melakukan 2015 4 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id beragam aktifitas, aktifitas yang ditujukan untuk kepentingan dirinya sendiri (komunikasi intrapersonal) dan yang diorientasikan pada individu lain (komunikasi antarpersonal). Kesemua aktifitas manusia ini mencerminkan gejala kebudayaan, menurut Honigman keseluruhan kegiatan manusia baru akan dikatakan sebagai gejala kebudayaan ketika memuat tiga proses : (1). Ideas (kompleks ide atau cultural system) Wujud kebudayaan manifestasinya pada kumpulan ide-ide, gagasan, norma-norma, peraturan, adat-istiadat, hukum. Wujud pertama ini sifatnya abstrak sebab berada di dalam kepala setiap orang. Dengan sosialisasi atau inkulturasi, setiap manusia diajarkan nilai-nilai ideal yang dapat dijadikan pegangan dalam berhubungan dengan manusia lain. Aturan normatif ini berdiam di dalam pikiran namun dinamis sifatnya. Suatu nilainilai akan dipergunakan ketika operasional dalam praktik kehidupan sebaliknya ajaran budaya akan diabaikan digantikan dengan nilai-nilai budaya baru ketika cara ini dianggap up-to-date terhadap kebutuhan. Setiap gagasan saling bertalian dengan nilainilai aturan lainnya yang memberikan jiwa bagi pemilik gagasan menjadi satu kesatuan sistem budaya. Mengapa seseorang berbicara lugas? Bertemali dengan sistem nilai-nilai yang orang tersebut anut hingga mencerminkan kebudayaan dari yang empunya berbicara. (2). Actifities (kompleks aktifitas atau social system) Kompleks aktifitas dimaknai sebagai kumpulan tindakan manusia yang berpola dan tindakan ini konkritisasi dari apa yang ada di dalam kepala seseorang. Kita dapat mengetahui secara langsung aktifitas individu lain melalui kegiatan interaksi yang kita lakukan. Kemajemukan tindakan individu sumbernya pada cultural system, di mana perilaku tersebut dapat berubah merujuk pada nilai-nilai kebudayaan yang diyakininya. (3). Artifacts (kompleks kebudayaan fisik) Artefak budaya implementasi dari gagasan beserta hasil dari gagasan (tindakan). Perwujudannya fisik dari hasil pemikiran dan hasil tindakan membuahkan benda-benda kebudayaan. Seperti gelas, rumah, soto ayam, baju bodo, jembatan, dan sebagainya. (Honnigman, The World of Man, 1959, dalam Koentjaraningrat, 1990:186) Sistem sosial abstraksi dari sistem budaya. Sistem sosial sekalipun konkrit dapat ditangkap oleh mata namun hakekatnya abstrak, sebab tindakan seseorang digerakkan oleh sistem 2015 5 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id budaya yang diampunya dan hal ini adalah abstrak. Untuk lebih jelasnya, berikut ini dimuat uraian sistem sosial yang diajukan Talcott Parsons : “Sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam konteks lingkungan fisik dan non-fisik. Setiap aktor memiliki motivasi berupa kecenderungan mengoptimalkan kepuasan melalui interaksinya dengan aktor lain. Pengetahuan tentang kepuasan berinteraksi ini distrukturkan melalui kebudayaannya” (Parsons, The Structure of Social Action, 1937, dalam Ritzer dan Goodman, 2007:128). Sistem sosial, nyata dapat dilihat indra mata namun jalinan pembentuk sistem sosial abstrak sifatnya karena tindakan setiap individu sumbernya pada sistem kebudayaan yang tidak dapat ditangkap mata hanya bisa diinterpretasikan makna simboliknya mengacu pada rujukan kulturnya. Menurut Parsons, unit dasar sistem sosial adalah ‘status’ dan ‘peran’. Seseorang hanya bertindak terhadap orang lain dengan mempertimbangkan status posisi struktural dirinya dan orang lain dalam sistem sosial dan perannya mengacu pada konteks signifikansi fungsional. Jadi, setiap orang dalam interaksinya dengan orang lain tidak hanya memainkan satu status-peran melainkan beragam pola posisi yang dapat dipertunjukkan sebagaimana deskripsi Goffman tentang Dramaturgi. CIRI-CIRI SYSTEM Keberadaan sistem menentukan struktur keteraturan masyarakat, dan sistem memberikan pedoman bagi setiap orang bagaimana seharusnya menjalankan status-peran dalam rangka memelihara integrasi sosial. Untuk itu, Parsons menjelaskan asumsi-asumsi yang memperkuat argumentasi menyangkut sistem sosial : (1). (2). (3). (4). (5). Sistem memiliki properti keteraturan dan setiap bagiannya saling bergantung Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan setiap bagian sub sistemnya Sistem tampak statis atau senantiasa bergerak dalam prosesnya yang teratur Sifat dasar sistem berpengaruh terhadap sub sistem lainnya Sistem memelihara batas-batas lingkungannya (6). Keseimbangan sistem terpelihara melalui alokasi dan integrasi (7). Sistem senantiasa memelihara keseimbangan-diri-nya dan sub sistemnya, sistem sekaligus dapat mengendalikan perubahan sub sistem 2015 6 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id KOMPONEN-KOMPONEN KOMUNIKASI SEBAGAI SISTEM SOSIAL Tujuh asumsi sistem sosial Parsons tergambar pada masyarakat, selaku bagian dari sistem sosial. Masyarakat selaku bagian dari sub sistem sosial merupakan kumpulan anggota warga yang mandiri memfasilitasi kebutuhan kolektif dan individualnya dengan menciptakan rangkaian sub sistem pendukung keperluan dari sub sistemnya melalui : (1). Sistem ekonomi Mencukupi keperluan tenaga kerja, produksi, dan alokasi (2). Sistem pemerintahan atau sistem politik Sub sistem pengatur tujuan-tujuan kemasyarakatan dalam memobilisasi anggotanya mengejar tujuan (3). Sistem fiduciary Realitasnya berada pada keluarga dan sekolah. Sistem ini kedudukannya penting dalam transformasi patokan nilai-nilai yang dapat digunakan individu untuk mengembangkan interaksi (4). Sistem integrasi Bagian ini memuat aturan normatif berupa hukum yang memproses upaya pengendalian sosial bagi individu yang membangkang terhadap sistem KOMUNIKASI MASSA SEBAGAI PRANATA SOSIAL Kita bisa menyebut secara bergantian pranata sosial dengan istilah intitusi sosial. Secara awam, umumnya orang menyamakan institusi sosial yang juga lembaga sosial. untuk itu kita perlu membuat definisi institusi sosial dan lembaga sosial. “Intitusi sosial merupakan sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktifitas-aktifitas untuk memenuhi kebutuhan kompleks ataupun kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat ” (Koentjaraningrat, 1990:164) Warga masyarakat menciptakan satu perangkat konseptual yang mengarahkan anggotanya memenuhi keperluan hidup bermasyarakat. Mulai dari pemenuhan kebutuhan akan penerangan atau pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang menjadi cita-cita masyarakat. Institusi tidak lain semacam aturan dan muatannya abstrak sebab berada di dalam tataran konseptual dan abstraksinya ditampakkan pada lembaga mengoperasionalisasikan kompleks gagasan tentang kebutuhan utama manusia. 2015 7 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id yang “ Sebagai kerangka konseptual, institusi memuat sistem norma untuk mencapai tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat di pandang penting atau kebiasaan (tata kelakuan) yang berkisar pada kegiatan pokok manusia atau prosesproses berstruktur untuk melaksanakan kegiatan tertentu ” (Paul Horton dan Chester Hunt, dalam Sociology, 1984 dalam Kamanto, 1993:29) Institusi menjadi pedoman bagi lembaga sosial dalam upayanya merealisasikan bermacammacam kepentingan yang diperlukan orang banyak. Keperluan hidup manusia itu sangat banyak, namun kita bisa klasifikasikan menjadi delapan pokok pranata sosial yang dikutip dari Koentjaraningrat (1990: 166) : (1). Institusi kekerabatan Kindship atau domestic institutions. Pranata ini mencakup tugas dalam soal azas perkawinan, pengasuhan anak, sistem istilah kekerabatan, adab pergaulan antar kerabat, perceraian, dan sebagainya. (2). Institusi mata pencaharian hidup Economic institutions. Setiap kegiatan manusia dengan fokus aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi. Contoh dari sistem ini adalah; pertanian, industri, pasar swalayan, kapitalisme, dan lainnya. (3). Institusi penerangan Educational institutions. Keperluan penerangan dan pendidikan manusia sangat perlu diatur melalui pranata sosial. Mencakup pendidikan informal yang berlangsung dalam lingkup keluarga, seperti pengasuhan anak. Pendidikan formal, menciptakan kesiapan anggota masyarakat untuk dapat mencari nafkah. Pendidikan non-formal, sarana penerangan skunder yang dapat melengkapi proses sosialisasi in-formal maupun formal. Fasilitas penerangan diperoleh melalui perpustakaan umum, kursus keterampilan, dan media massa. (4). Institusi pengetahuan ilmiah Scientific institutions. Sumber pengetahuan berkisar pada soal teologis, metafisika, dan logika positip. Ketiga hal ini dapat dipenuhi melalui sistem keperluan ilmiah yang memberikan landasan pikir menyelami hal-hal di luar pengetahuan manusia untuk dipelajari dan digunakan dalam praktis kehidupan. 2015 8 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id (5). Institusi keindahan dan rekreasi Aesthetic and recreational institutions. Naluri dasar manusia tentang hal-hal yang indah dicukupi melalui sistem ini. Dapat dicontohkan melalui abstraksi seni suara, kesusastraan, olahraga, dan sebagainya. (6). Institusi religi Religious institutions. Manusia memiliki insting berupa kesadaran adanya kekuatan supranatural yang mengontrol ritme biologisnya maupun psikologisnya hingga keadaan ini perlu difasilitasi melalui pranata religi yang mengatur hal-hal menyangkut doa, upacara kematian, puasa, ilmu perdukunan, bertapa, dan sebagainya. (7). Institusi kenyamanan hidup Somatic institutions. Sebagai kebutuhan yang paling akhir dipenuhi melalui institusi somatik yang memuat pedoman tentang makna kenyamanan berkehidupan. Institusi ini dapat berupa pemeliharaan kesehatan, bedah estetik, wisata kuliner, clubbing, dan sebagainya. Semakin kompleks masyarakat maka keperluan institusinya juga mengikuti kebutuhan heterogen warganya. Tetapi, klasifikasi pranata sosial tetap berjumlah tujuh unit sistem hingga masa kehidupan manusia berakhir yang berkembang majemuk adalah sub intitusinya. Sepuluh tahun lalu, masyarakat kita tidak terlalu mementingkan memiliki alamat e-mail menjadi berbeda saat sekarang, e-mail menjadi identitas primer individu sebagaimana dimilikinya KTP (Kartu Tanda Penduduk). Istilah sistem sosial dan institusi sosial tampaknya nyaris tidak ada bedanya. Namun, dua konsep ini menyandang pengertian yang berbeda sekalipun kita dapat menggunakan dua istilah secara berdampingan untuk menjelaskan satu pokok realitas. Memuat makna sama ketika sistem sosial dan pranata sosial dijabarkan dengan karakteristiknya yang abstraknya baik sistem sosial maupun pranata sosial sama-sama tidak dapat kita lihat melewati mata. Karena ‘dia’ berada di alam pikiran manusia yang artinya kontruksi gagasan ini bersemayam dalam kepala-kepala manusia. Kesamaan berikutnya, keduanya memuat arti pedoman yang menata arus interaksi manusia sebagaimana ciri umum manusia mahluk sosial yang selalu butuh manusia lain dalam memenuhi kebutuhan kemanusiaannya. Keperluan-keperluan yang beraneka jenis ini hanya bisa diwujudkan 2015 9 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id melalui sistem dan pranata melalui mana, setiap anggota masyarakat diajarkan untuk memiliki kesadaran cara berpikir dan bertindaknya perlu mengikuti standarisasi kebudayaan masyarakatnya. Sistem sosial dan institusi sosial menjadi berbeda makna ketika institusi diibaratkan sel-sel pembentuk inti atom yaitu sistem sosial. Sistem sosial merangkum wadah yang melahirkan institusi sosial, melewati sistem sosial-lah berbagai pranata sosial diciptakan untuk memfasilitasi kebutuhan mandiri sub sistem masyarakatnya. Jadi, berbicara tentang sistem sosial pastinya mengikutkan pranata sosial dan masyarakat. Setiap unsurnya membentuk kesatuan sistem yang beroperasi membentuk tata kehidupan harmoni. Perlu kita sadari bersama sejak kita terlahir bernafas kali pertama di dunia dan meninggalkan dunia hidup kita diikat dalam kesatuan sistem sosial, perikatan ini menjadi semacam kontrak sosial yang wajib kita patuhi dalam rangkaiannya menciptakan ketertiban hidup bersamasama dengan warga lainnya dalam wadah sistem sosial. Wadah ini pada sifatnya memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan dari anggotanya melalui diciptakannya sub sistem sosial, yaitu institusi sosial. Lazimnya, seperti itulah realitas hidup manusia, selalu berinteraksi dengan institusi sosial dalam bangunan sistem sosial. Bersangkut paut dengan komunikasi massa, maka kita perlu menghadirkan kontruksi konsep institusi sosial untuk menjelaskan jika sistem komunikasi massa analog pranata sosial yang penting bagi terselenggaranya kehidupan manusia yang lekat dengan keperluan penerangan atau informasi. Mengapa kita begitu memerlukan institusi komunikasi massa? Fakta pertama, Interaksi dan informasi setiap orang perlu informasi sebagai dasar menjalin komunikasi yang ‘nyambung’ dengan pihak lain. Komunikasi dan kebudayaan adalah fakta kedua, jika konsistensi masyarakat manusia hanya akan lestari ketika proses komunikasi atau interaksi terus berlangsung antara manusia satu dengan manusia lainnya. Mengutip dari Edward T. Hall dalam The Hidden Dimension (Kamanto, 1993:46), bahwa komunikasi esensi dasar hubungan antar manusia, melalui pola komunikasi verbal maupun non-verbal memfasilitasi keperluan manusia mengidentifikasi gambaran diri maupun realitas objektif di luar dirinya kepada manusia lain. Proyeksi ini penting dalam rangkaianya menyampaikan 2015 10 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id aturan normatif yang diperlukan masyarakat manusia demi menjaga konsistensi integrasi hidup bersama. Rumusan Burhan Bungin berikut ini membantu kita menemukan pemahaman menyangkut institusi komunikasi massa, menurut Bungin institusi komunikasi massa didefinisikan sebagai: “Media massa dalam hal ini merupakan institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan lainnya dengan melalui produk media massa yang dihasilkan ” (Bungin, 2008:99) Sebagai lembaga yang merealisasikan keperluan akan produk media massa bagi khalayaknya, maka kita dapat mendeskripsikan abstraksi institusi media melalui lembaga medianya, yaitu : (1). Sebagai saluran produksi dan distribusi konteks simbolis (2). Sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada (3). Keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah seimbang (sukarela) (4). Menggunakan standar profesional dan birokrasi (5). Media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan Sesuai dengan kebutuhan fungsi dalam bangunan sistem sosial, maka lembaga media dalam konteks kelembagaan akan selalu memenuhi keperluan sub sistemnya (khalayaknya) dalam hal produk media. Bahwa situasi sosial budaya audience menentukan karakteristik produk media dan simbiosis mutualisme berlangsung antara media dengan khalayaknya yang secara bersama-sama terlibat produksi dan reproduksi isi media, yang mana kedua pihak berpotensi saling menganyam jalinan sistem sosialnya sesuai dengan fungsi struktur sosialnya dalam soal kebutuhan informasi. 2015 11 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka BUNGIN, Burhan.(2008). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Penerbit Prenada Media Group. COMTE, Auguste.(1838). Systeme de Politique Positive, Dalam Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbitan FE UI. HALL, Edward T. (1982). The Hidden Dimension, dalam Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. HOBBES, Thomas.(1902). Leviathan, dalam Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer, Suatu Pengantar Kritis Mengenai Pardigma, Cetakan Pertama, Jakarta: Penerbit Prenada. HORTON, Paul B. dan Chester L. Hunt. (1984). Sociology, dalam Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. HONIGMANN, J.J. (1959). The World of Man, dalam Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta. KOENTJARANINGRAT. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta. KROEBER, A.L., dan Parsons, Talcott.(1958). The Concept of Culture and of Social System, dalam Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta. 2015 12 Sosiologi Komunikasi Yuliawati, S.Sos., M.Ikom. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id