Budaya dan Modifikasi Teori Z di Indonesia

advertisement
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
Budaya dan Modifikasi Teori Z di Indonesia
Sigit Hermawan
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Email: [email protected]
Abstract
The purpose of the article is to know the culture roles and the modified of Z theory in
Indonesia. As a matter of fact, culture does influence the management style of a
nation and a business organization, and so does the productivity theories, such as X,
Y, and Z theories. The theories are influenced by certain culture of nation. The Z
theory is identically with Japanese culture that has high productivity. There are real
differences among the three theories related with workers motivation, workers
behavior, and the respons on their job. It is important to modify the Z theory in
Indonesia because of the difference of culture, era development, and globalization.
Key words: culture, the X theory, the Y theory, and the Z theory
PENDAHULUAN
Budaya suatu bangsa akan sangat mempengaruhi gaya menajemen yang
diterapkan pada organisasi atau perusahaan di negara tersebut. Demikian pula dengan
bangsa Jepang dengan kekhasan budayanya sehingga mampu bangkit pasca perang
dunia II (PD II). Seakan terlecut atas kehancuran kota Herosima dan Nagasaki, maka
bangsa Jepang bangkit dengan produktivitasnya yang sangat tinggi dan mengalahkan
produktivitas bangsa-bangsa lain di dunia. Produktivitasnya telah meningkat 400
persen bila dibanding dengan Amerika (Christiananta, 1994). Atas prestasi Jepang
tersebut, Prof. William Ouchi mengadakan penelitian dan mendapatkan teori Z
sebagai jawaban tingginya produktivitas bangsa Jepang. Teori Z ini seakan
melengkapi khazanah teori produktivitas yang ada sebelumnya yakni teori X dan teori
Y.
Budaya Jepang pastilah tidak sama dengan budaya Amerika, demikian pula
dengan budaya Indonesia. Perbedaan budaya tersebut tentunya akan membawa
konsekuensi logis atas penerapan teori produktivitas di masing-masing negara. Tetapi
sebagai teori yang telah sukses di suatu negara, maka Teori Z tentunya dapat
dimodifikasi sesuai dengan budaya suatu bangsa. Teori Z – pun telah dimodifikasi
untuk diterapkan di Amerika. Bagaimana dengan penerapannya di Indonesia ?
Tentunya bila ingin menerapkan teori Z di Indonesia butuh modifikasi sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia.
1
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
Artikel ini akan membahas tentang budaya dan modifikasi teori Z di Indonesia.
Pada awal pembahasan akan dijelaskan terlebih dahulu tentang budaya yang
membawa pengaruh pada gaya manajemen suatu bangsa. Setelah itu akan dibahas
tentang teori Z, perbandingan teori X, teori Y, dan teori Z. Pada akhir pembahasan
akan dijelaskan tentang modifikasi teori Z di Indonesia.
BUDAYA DAN MANAJEMEN
Seperti telah dijelaskan di awal bahwa budaya sangat mempengaruhi gaya
manajemen perusahaan di suatu bangsa. Demikian pula dengan teori Z yang telah
sukses di Jepang, juga bermula dari budaya Jepang. Dengan memahami budaya di
suatu negara maka nantinya dapat dirumuskan gaya manajemen atau teori yang akan
dianut. Apakah menganut teori X, teori Y, teori Z atau mungkin merumuskan sendiri
sesuai dengan karakteristik budaya di negara tersebut.
Pengertian Budaya
Hofstede (1991) mendefinisikan budaya sebagai ”pemrograman kolektif atas
pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori
lainnya”. Kata kunci dari definisi tersebut adalah pemrograman kolektif, yang
menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang sejak lahir. Budaya juga
digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang
dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka. Semua organisasi
mempunyai budaya meskipun pada organisasi-organisasi tertentu mudah diidentifikasi
dan mempunyai lebih banyak pengaruh (yaitu lebih kuat) baik terhadap personalia
maupun pelanggan daripada yang lain. Budaya organisasi dibangun dari kepercayaan
yang dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana organisasi seharusnya
dijalankan atau beroperasi. Budaya merupakan sistem nilai organisasi dan akan
mempengaruhi cara pekerjaaan dilakukan dan cara para pegawai berperilaku
(Cushway dan Ledge; 1993).
Manfaat budaya bagi sebuah organisasi atau perusahaan dijelaskan oleh Robbins
(1996) dalam bukunya ”Organizational Behavior”, dengan mengungkapkan bahwa
budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam organisasi, antara lain sebagai berikut :
1. budaya memiliki peran dalam menetapkan tapal batas, yang artinya bahwa budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi
lainnya;
2
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
2. budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi;
3. budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan-kepentingan individual seseorang;
4. budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial;
5. budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu
dan membentuk sikap serta perilaku para anggotanya.
6. budaya sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk yang harus dikatakan dan
dilakukan oleh anggota organisasi.
Peranan Budaya dalam Manajemen
Budaya sangat berpengaruh dalam kaitan membentuk karakteristik organisasi
maupun gaya manajemen. Seperti dinyatakan oleh Pramita (1988), bahwa organisasi
hakekatnya merupakan kebudayaan pada tingkat mikro yang bekerja dalam
lingkungan budaya makro nasional. Oleh karena itu, kebiasaan-kebiasaan yang umum
terjadi pada organisasi, sesuatu yang telah menjadi tradisi merupakan cikal bakal
tumbuhnya suatu budaya organisasi (Amirullah dan Haris, 2004). Kedua satuan
kebudayaan dapat saling mempengaruhi, rendahnya hasil kerja dan kerjasama dalam
suatu organisasi bisnis sebagian besar disebabkan oleh adanya kurang keserasian
antara budaya di tempat kerja dengan sifat pekerjaan dan atau dengan teknologi yang
dipergunakan yang berasal dari kebudayaan bangsa lain yang berbeda dengan
kebudayaan bangsa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai yang diperoleh dan
dimiliki individu. Bahkan dapat dinyataan bahwa pengaruh kebudayaan terhadap
seseorang dimulai sejak individu itu lahir ke dunianya secara sadar ataupun tidak
dipengaruhi oleh lingkungannya yang mengajarkannya nilai-nilai secara terus
menerus yang merupakan bagian yang integral dari suatu sistem kemasyarakatan
(Dalimunthe, 2003). Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang acap kali sering dipilih
untuk menghadapi situasi tertentu. Demikian halnya dengan seorang pimpinan pada
suatu organisasi dalam setiap mengambil keputusan selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang dimilikinya. Sehingga pemimpinlah yang menjadi sumber tradisi budaya yang
paling kuat dalam sebuah organisasi. Bila pimpinan selalu menularkan kebiasaan jelek
seperti datang terlambat, maka karyawanpun senang untuk datang terlambat. Jadi
3
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
prinsip-prinsip dan filosofi pimpinan atau pendiri selalu identik dengan budaya
organisasi.
Adanya budaya perusahaan ini bertujuan untuk menciptakan rasa memiliki jati
diri dari para pekerja, sehingga ada keterkaitan pribadi dan perusahaan, membantu
perusahaan, memotivasi kerja para karyawan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Suatu perusahaan memiliki budaya kerja yang sangat erat dengan budaya masyarakat
ataupun bangsa dimana organisasi itu berada. Budaya bangsa (national culture)
intinya adalah merupaan nilai-nilai yang dianut suatu negara ataupun bangsa tertentu.
Setiap negara memiliki budaya masing-masing. Kenyataan yang ada menunjukkan
bahwa budaya antara suatu bangsa berbeda dengan bangsa yang lain.
Pengaruh budaya terhadap kinerja organisasi dapat dilihat dari dimensi
manajemen, anggota secara kelompok, dan anggota secara individual. Budaya
organisasi merupakan determinan bagi perilaku manajemen, disamping struktur,
kepemimpinan, dan lingkungan eksternal. Dari sudut anggota secara kelompok,
budaya organisasi akan memberikan arah (direction) dalam menemukan cara-cara
untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi dapat memberikan
pengaruh positif atau negatif, tergantung kecocokan (compatible) atau tidaknya
budaya tersebut dengan perkembangan lingkungan internal maupun eksternal. Selain
itu, budaya organisasi yang tersebar merata pada semua anggota organisasi, akan
memberikan citra mengenai lembaga tersebut di mata customer. Secara individual,
budaya organisasi yang meresap dengan kita pada masing-masing anggota, akan
menumbuhkan komitmen, sebagaimana dicontohkan suatu sekte keagamaan dapat
mempengaruhi pengikutnya untuk melakukan bunuh diri secara sukarela. Komitmen
di sini diartikan sebagai suatu kondisi di mana anggota organisasi memberikan
kemampuan dan loyalitas tertingginya kepada organisasi, yang dengan itu mereka
mendapatkan kepuasan.
Memahami Keanekaragaman Budaya
Keanekaragaman budaya bukanlah sesuatu yang akan hilang pada waktu
mendatang, yang memungkinkan untuk merencanakan strategi berdasarkan asumsi
saling memahami (Lewis, 1996). Asumsi itu sendiri merupakan suatu fenomena
dengan kekayaannya sendiri, eksplorasi yang dapat menghasilkan keuntungan yang
tidak terhitung, baik dari segi visi yang lebih luas maupun kebijakan dan kegiatan
yang lebih menguntungkan. Orang-orang dari budaya yang berbeda berbagi konsep
4
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
dasar, tetapi memandang konsep tersebut dari sudut dan perspektif yang berbeda,
yang menyebabkan mereka berperilaku dengan cara yang dianggap irasional atau
bahkan bertentangan oleh pihak yang lain.
Perilaku orang-orang dengan budaya yang berbeda bukanlah sesuatu yang kacau
balau. Ada kecenderungan, urutan, dan tradisi yang jelas. Reaksi yang serupa dari
orang Amerika, Eropa, dan Asia dapat diramalkan, biasanya dibenarkan dan pada
umumnya diatur. Bahkan negara-negara yang perubahan ekonomi dan politiknya
cepat dan sampai ke akar-akarnya (Rusian, Cina, Hungaria, Polandia, Korea,
Malaysia, dan lain-lain), sikap dan kepercayaan yang berurat akar akan menentang
transformasi nilai yang tiba-tiba bila ditekan oleh pembuat perubahan (reformist),
pemerintah, atau konglomerat multinasional.
Dengan memfokuskan akar budaya perilaku nasional, baik dalam masyarakat
maupun bisnis, maka dapat diramalkan dan diperhitungkan derajat ketepatan orang
lain akan bereaksi terhadap rencana yang akan terjadi, dan dapat dibuat asumsi
tertentu mengenai pendekatan yang akan dilakukan.
Pengetahuan praktis yang
memadai mengenai ciri dasar budaya lain (termasuk budaya sendiri) akan
memudahkan untuk dapat merumuskan gaya seseorang atau kelompok dalam
mengelola suatu organisasi atau perusahaan. Hal tersebut berkaitan dengan
manajemen organisasi atau perusahaan di suatu negara didasarkan pada aspek budaya
antar negara yang berbeda.
TEORI X, TEORI Y DAN TEORI Z
Budaya dan manajemen telah dijelaskan di atas dengan simpulan yang dapat
diambil adalah memang budaya akan sangat mempengaruhi gaya manajemen di suatu
daerah atau bangsa. Tetapi walaupun berbeda-beda tetapi pasti ada kecenderungankecenderungan yang dapat dikelompok-kelompokkan. Demikian pula dengan teori X,
teori Y, dan teori Z. Teori-teori ini mencoba mengelompokkan kecenderungankecenderungan berdasarkan karakteristik orang atau karyawan yang bekerja di suatu
organisasi atau kelompok. Teori X, misalnya berasumsi bahwa karyawan memiliki
karakteristik yang malas, menghindari tanggung jawab maka harus di awasi,
diarahkan dan dikendalikan dengan sangat tinggi. Teori Z berasumsi karyawan
memiliki karaktertistik yang mandiri, memiliki motivasi sendiri tentang kerja
sehingga tidak perlu di awasi, tidak perlu diarahkan. Teori Z berasumsi bahwa
karyawan akan lebih meningkat produkivitasnya bila dijadikan bagian dari suatu
5
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
organisasi. Karyawan diajak berpikir tentang organisasinya, diajak untuk membuat
keputusan bersama, diajak untuk memiliki tanggung jawab bersama sehingga dengan
demikian rasa memiliki akan semakin besar. Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan
masing-masing teori, baik teori X, teori Y, dan teori Z
Teori X
Pada tahun 1960, Douglas McGregor mengidentifikasi dua sudut pandang
tentang manajemen, yang dianut dalam tingkatan yang bervariasi oleh sebagian besar
manajer. Dua sudut pandang itu disebut Teori X dan Teori Y. Teori X memandang
manusia sebagai pemalas, yang lebih suka diberi arahan secara detail tentang apa yang
harus dilakukan, menghindari tanggung jawab, memiliki sedikit ambisi, Dan di atas
semuanya, manusia menginginkan rasa aman (security). Seorang pimpinan
perusahaan yang memandang stafnya seperti itu akan percaya, agar pekerjaan bisa
tuntas, karyawan harus dikontrol, dipaksa, diancam dengan disiplin, dan dihukum.
Teori X ini berakar pada pendekatan “scientific management,” yang
dikembangkan oleh Frederick Taylor. Menurut Taylor (1947), sebagian besar orang
menganggap kerja pada dasarnya tidak menyenangkan. Oleh karena itu, uang yang
akan mereka peroleh adalah motivasi utama karyawan mau menghabiskan waktu
berjam-jam untuk kerja.
Asumsi-asumsi Teori X adalah sebagai berikut :
1. orang tidak suka bekerja dan mencoba menghindarinya;
2. orang tidak suka bekerja, sehingga manajer harus mengontrol, mengarahkan,
memaksa, dan mengancam karyawan agar mereka bekerja ke arah tujuan-tujuan
organisasi;
3. orang lebih suka diarahkan, untuk menghindari tanggung jawab, untuk
memperoleh rasa aman. Mereka hanya mempunyai sedikit ambisi
Teori Y
Teori Y memandang secara berbeda. Teori ini memandang upaya fisik dan
mental sebagai bagian yang penting dan alamiah (natural) dari aktivitas manusia.
Teori Y mengasumsikan, orang akan melakukan control diri (self-control) dan
mengarahkan dirinya sendiri (self-direction), jika mereka berkomitmen pada tujuantujuan pekerjaan mereka. Bagi para pekerja yang menerima Teori Y, pengembangan
6
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
dan pemeliharaan lingkungan kerja yang memuaskan adalah sangat esensial, untuk
meraih kinerja staf yang tinggi.
Teori Y muncul dari hasil karya Elton Mayo (1953) dan rekan-rekannya, dan
sering disebut “pendekatan hubungan manusiawi” (human relations approach). Sudut
pandang ini menekankan pentingnya peran proses sosial di tempat kerja. Ia
mengasumsikan bahwa karyawan ingin merasa berguna dan penting, dan bahwa
menjadi bagian dari sebuah kelompok sosial itu punya arti signifikan. Selain itu,
imbalan-imbalan yang bersifat non-finansial sering lebih penting ketimbang uang,
dalam memotivasi karyawan untuk jangka panjang.
Banyak karyawan yang menerima Teori Y ini. Pada karyawan tersebut akan
berbicara tentang kegairahan dan tantangan dalam pekerjaan, tentang spirit yang
mereka bagi dengan rekan-rekan kerja (termasuk atasannya), serta tentang standar
mereka sendiri dan hasrat untuk melakukan pekerjaan secara baik. Semua itu
dipandang sebagai pendorong utama, yang memotivasi para karyawan. Mereka juga
mencatat bahwa memenangkan sebuah penghargaan utama atau mendapat penugasan
yang dipilihnya, sering terasa lebih berarti daripada sekadar kenaikan gaji.
Asumsi-asumsi Teori Y adalah sebagai berikut :
1.
Orang pada hakikatnya bukannya tidak suka bekerja. Kerja adalah bagian
alamiah dari hidup mereka.
2.
Orang secara internal termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan, terhadap mana
mereka telah berkomitmen.
3.
Orang berkomitmen terhadap tujuan-tujuan, sampai ke tahap di mana mereka
menerima imbalan personal ketika mereka mencapai tujuan-tujuan itu.
4.
Orang akan mencari dan menerima tanggung jawab di bawah kondisi-kondisi
yang menguntungkan (favorable).
5.
Orang memiliki kapasitas untuk menjadi inovatif, dalam memecahkan problemproblem organisasi.
6.
Orang itu cemerlang, namun di bawah sebagian besar kondisi perusahaan,
potensi mereka menjadi tidak termanfaatkan
Teori Z
Teori Z adalah teori yang lebih menekankan pada peran dan posisi pegawai atau
karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi nyaman,
betah, senang dan merasa menjadi bagian penting dalam perusahaan. Dengan
7
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien dalam
melakukan pekerjaannya. Teori Z ini pertama kali diusulkan oleh William Ouchi
(1981), muncul dari hasil observasi terhadap perbedaan-perbedaan, antara bekerja di
perusahaan Jepang dan di perusahaan Amerika Serikat. Teori Z menganggap, rasa
aman (security) secara khusus punya arti penting.
Dalam sistem manajemen Jepang, keamanan itu terjamin karena sebagian besar
pekerja memiliki masa kerja seumur hidup (lifetime employment) di satu perusahaan.
Organisasi gaya Jepang ini berkomitmen pada hubungan jangka panjang tersebut,
dengan tinjauan kinerja secara reguler dan tegas, yang memberikan umpan-balik yang
dituntut sebagian besar karyawan, agar bisa berfungsi efektif.
Teori Z juga menekankan perkembangan hubungan kepercayaan (trust
relationship) antara pemimpin dan yang dipimpin. Penekanan itu didasarkan pada
asumsi bahwa motivasi orang pertama-tama bersifat internal. Namun, perasaanperasaan itu harus diperkuat oleh komitmen jelas terhadap karyawan dari pihak
majikan atau pimpinan. Teori Z melihat pengambilan keputusan kolektif dan
tanggung jawab kelompok memberikan dukungan sosial yang diperlukan bagi
tercapainya kinerja puncak. Hal itu terjadi lewat penciptaan rasa aman, yang
memungkinkan para karyawan membangkitkan ide-ide baru tanpa takut ditolak atau
takut gagal.
Secara keseluruhan dan utuh teori Z diwujudkan dalam tujuh prinsip yakni :
(Christiananta, 1994)
1. Life Time Employment (Pekerjaan Seumur Hidup)
Di dalam hal bekerja, orang Jepang cenderung untuk bekerja seumur hidup pada
sebuah perusahaan saja dan tidak pernah berpikir untuk pindah apabila tidak ada
sebab-sebab yang luar biasa. Sebaliknya orang Amerika terkesan merasa malu
apabila dia tidak berpindah-pindah ke perusahaan – perusahaan lain dengan
kedudukan yang lebih tinggi (better achievement). Dari pihak perusahaan Jepang
sendiri tidak akan memutuskan hubungan kerja dengan karyawan (PHK) apabila
karyawan tidak
sengaja berbuat kriminal, anarkis, atau amoral. Perusahaan
Jepang dalam keadaan bermasalah lebih suka menurunkan upah daripada memPHK karyawan. Pada perusahaan Amerika adalah lebih lazim untuk melakukan
lay – off, apabila perusahaan tidak bisa beroperasi penuh. Jadi berorientasi jangka
pendek
2. Slow Promotion and Evaluation (Promosi yang lamban dan proses evaluasi)
8
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
Karena karyawan Jepang cenderung bekerja sampai pensiun dalam sebuah
perusahaan maka mereka menjalani promosi perlahan-lahan. Dalam waktu kerja
10 tahun pertama, biasanya karyawana Jepang belum mempunyai ”pangkat”
apapun, dalam masa tersebut terjadi kenaikan gaji dari waktu ke waktu yang tidak
didasarkan pada ”prestasi individual” tetapi lebih berdasarkan para rumus rata-rata
seluruh karyawan. Sebaliknya karyawan Amerika merasa terlambat dipromosikan
maka mereka segera mencari perusahaan lain yang dapat memberi gaji dan
pangkat lebih tinggi. Bagi orang Amerika, kesetiaan pada profesi lebih penting
daripada kesetiaan pada perusahaan.
3. Non Specialized Career Path (Tidak spesialisasi dan jalur karir luas)
Dalam manajemen Jepang, karyawan tidak akan menempuh satu jalur karir
dengan spesialisasi pada bidang tertentu saja. Yang lebih sering terjadi adalah job
rotation pada jabatan yang tingkatnya sama. Selain itu karena kebanyakan dari
mereka sudah pernah bertugas pada berbegai departemen, maka mereka saling
mengetahui kesulitan atau masalah-masalah dalam masing-masing departemen,
sehingga hal ini sangat membantu mereka dalam hal melakukan diskusi antar
departemen.
Sebaliknya dalam manajemen Amerika, jalur karir boleh dikatakan sangat sempit.
Spesialisasi sangat diutamakan dalam career planning. Seorang salesman,
misalnya, dalam karirnya ia akan bermuara pada jabatan sales manajer atau
marketing manajer. Seorang karyawan accounting pada akhirnya akan menduduki
karir sebagai financial manajer.
4. Concencual (Collective) Decision Making (Pengambilan Keputusan Bersama)
Banyak yang menilai bahwa orang Jepang terlalu lama dalam pengambilan suatu
keputusan karena setiap keputusan harus dirundingkan dahulu secara selektif.
Tetapi sekali keputusan itu diambil semua staf atau karyawan akan mendukung
dan menerima secara kompak (acceptance).
Pada perusahaan Amerika, keputusan biasanya dibuat dengan cepat tetapi
biasanya justru akan menemui kesulitan dalam pelaksanaannya sebab tidak semua
staf dan karyawan mengerti dengan benar apa ”rationale” (fundamental reason) di
balik keputusan itu. Pada dasarnya bila seseorang merasa diikutsertakan dalam
proses pengambilan suatu keputusan maka ia akan mendukung sepenuh hati
pelaksanaannya.
5. Colective Responsibility (Tanggung Jawab Bersama)
9
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
Orang Jepang menekankan pentingnya tanggungjawab kelompok sedangkan orang
Amerika lebih menekankan pada tanggung jawab pribadi daripada pencapaian
target kelompok (Super tim VS Super star).
6. Implicit Control Mechanism (Mekanisme Pengawasan Melekat)
Sistem control dalam manajemen Jepang lebih bersifat “melekat” sedangkan di
Amerika cenderung untuk menyuratkan segala macam kontrol dengan rinci dan
tertulis. Dengan sistem kontrol yang melekat, memberi peluang bagi tiap
karyawan untuk juga mengontrol dirinya sendiri.
7. Wholistic Concern (Perhatian Menyeluruh Pada Karyawan)
Manajemen Jepang memandang karyawannya sebagai manusia seutuhnya,
sedangkan manajemen Amerika memandang karyawan dalam batas ikatan
formalnya saja. Untuk melaksanaan kebijakan wholistic concern, dibentuk
paguyuban-paguyuban yang memungkinkan atasan dan bawahan beserta
keluarganya bertemu di luar tugas formal dimana masalah-masalah kesejahteraan
keluarga karyawan dapat dibicarakan.
Pada contoh penerapannya, teori Z sering dilawankan antara budaya Jepang
dengan budaya Amerika. Hal tersebut sangat dimaklumi karena selain pencetus
idenya, William Ouchi, adalah orang Amerika yang melakukan penelitian di Jepang,
juga karena memang budaya Jepang dan Amerika sangat bertolak belakang. Bila
dikaitan dengan tujuh prinsip teori Z maka gaya Amerika akan sangat bertolak
belakang yakni :
1. Sistem kerja jangka pendek;
2. Evaluasi dan promosi cepat;
3. Sistem bonus dan upah berdasarkan produktivitas;
4. Karier berdasarkan spesialisasi;
5. Mekanisme pengawasan: hierarki;
6. Pengambilan kepusan oleh pimpinan;
7. Tanggung jawab individual
Perbedaan antara manajemen Jepang dan manajemen Amerika tidak hanya sampai
disitu tetapi juga dalam proses organisasi untuk menghasilkan produktivitas. Gambar
1 akan menjelaskan perbedaan antara versi Jepang dan versi Amerika dalam proses
organisasi menghasilkan produktivitas. Berikut disajikan gambar 1.
10
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
Japanese Version
American Version
Cultural Imperative
Managerial Decision
Corporate Philosophy
Creating Industrial Clan
Incentives
Life Time Employment,
Ect
Incentives
Long Term Employment
Flat Hirarchies, etc
Intimacy
Involvement
Cooperation
Closeness
TRUST
Employee Satisfaction And
Sense of Autonomy
Increased Productivity
Gambar 1
Perbandingan Gaya Amerika dan Gaya Jepang
(Sumber : Sullivan, 1983)
11
Work Groups
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
Gambar 1 di atas menjelaskan tentang perbedaan gaya Jepang dan gaya Amerika
dalam proses ogranisasi. Kalau menurut gaya Jepang, semua berawal dari imperatif
budaya, yang mampu menciptakan life time employment. Jepang dapat menciptakan
life time employment karena budaya di Jepang, bekerja seumur hidup, tidak mengenal
pindah-pindah kerja. Hal ini berbeda dengan gaya Amerika yang proses organisasi
diawali dengan managerial decision atau keputusan manajerial. Keputusan awal ini
datangnya bisa dari pemilik atau pendiri perusahaan. Keputusan ini akan
menghasilkan filosofi perusahaan yang kemudian menciptakan suku-suku dalam
industri. Pada gaya Amerika, setelah filosofi perusahaan terbentuk maka selanjutnya
menghasilkan pendorong untuk pekerjaan jangka panjang (long term employment).
Perbedaan
kedua
gaya
tersebut
sebenarnya
terletak
pada
bagaimana
menciptakan incentives pendorong pada masing-masing gaya. Tetapi setelah
incentives
terbentuk
(kerukunan),
maka proses berikutnya
involvement
(keterlibatan),
akan menghasilkan
cooperation
(kerjasama),
intimacy
closeness
(kedekatan). Apabila keempat hal ini dapat diwujudkan maka akan ada trust antara
pekerja dengan perusahaan, dan juga trust antara sesama pekerja. Dan ketika trust
(kepercayaan) tersebut tercapai pada suatu organisasi selanjutnya hasil yang akan
diperoleh adalah employee satisfaction (kepuasan pekerja) dan rasa memiliki. Untuk
selanjutnya hasil akhirnya adalah peningkatan produktivutas organisasi.
PERBANDINGAN TEORI X, TEORI Y DAN TEORI Z
Setelah memahami masing-masing teori baik teori X, teori Y dan teori Z maka
berikut akan disajikan perbandingan diantara ketiga teori tersebut. Perbandingan teori
didasarkan pada asumsi motivasi pekerja, sikap pekerja atas pekerjaannya, dan respon
pekerja. Berikut disajikan tabel 1 tentang perbandingan teori X, Y dan teori Z.
Asumsi
Motivasi
Pekerja
Tabel 1
Perbandingan Teori X, Teori Y, dan Teori Z
Teori X
Teori Y
Manajer teori X
Manajer teori Y berasumsi
berasumsi bahwa
bahwa pekerja dimotivasi
motivasi pekerja
untuk memenuhi
hanyalah
kebutuhan hidupnya,
uang
seperti kebutuhan sosial,
penghargaan, aktualisasi
diri, dan keamanan
12
Teori Z
Manajer teori Z berasumsi
bahwa pekerja dimotivasi
oleh rasa yang kuat atas
komitmen untuk menjadi
bagian yang tak terpisahkan
dari organiasi, dan juga
kebutuhan aktualisasi diri
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
Sikap pekerja Manajer teori X
atas kerjanya berasumsi bahwa
pekerja tidak suka
bekerja, menghindari
tanggung jawab
Manajer teori Y percaya
bahwa pekerja bekerja
secara alamiah dan akan
mencari kesempatan untuk
meningkatkan
tanggungjawabnya, dan
memahami tugasnya
Respon
pekerja
Manajer teori Y percaya
bahwa pekerja akan
memberi respon terbaik
untuk kondisi pekerjaan
yang disukainya tanpa
tekanan yang kuat
Manajer teori X
percaya bahwa hanya
akan merespon bila
ada paksaan, kontrol,
petunjuk apa yang
mereka kerjakan, dan
hukuman
Manajer teori Z percaya
bahwa pekerja tidak hanya
mencari kesempatan untuk
bertanggungjawab, tetapi
juga mengharapkan
kesempatan lebih tinggi, dan
belajar tentang perusahaan
mereka
Manajer teori Z percaya
bahwa pekerja akan belajar
tentang perusahaan melalui
berbagai macam
departement, dengan tahapan
karir yang lambat,
perusahaan akan
mendapatkan keuntungan
besar dari ”pekerjaan seumur
hidup”. Hasilnya akan
memiliki loyalitas yang
tinggi dan pembagian
tanggungjawab untuk
pengambilan keputusan
Sumber : Breden, 2000
MODIFIKASI TEORI Z DI INDONESIA
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa budaya Indonesia jelas berbeda dengan
budaya Jepang atau budaya Amerika. Karena itu apabila ingin menerapkan teori Z
dengan budaya Jepangnya yang kental ke dalam budaya Indonesia maka perlu
memodifikasi teori Z sehingga cocok dan sesuai dengan budaya Indonesia. Hal ini
juga menjadi rekomendasi Hermawan Kertajaya dalam Christiananta (1994) bahwa
untuk menerapkan teori Z di Indonesia perlu adanya teori Z aksen atau teori I
(Indonesia).
Sebagaimana dijelaskan Bob Widyahartono, (Christiananta, 1994), bahwa paling
tidak ada tiga ciri budaya Indonesia yang berbeda dengan teori Z yakni employment.
Kalau di Jepang, life time employment. Sedangkan di Indonesia, untuk wilayah
perkotaan lebih cenderung middle term employment, dan untuk wilayah pedesaan
lebih cenderung life time employment. Kedua, rasa tanggungjawab yang cenderung
individual seperti dalam organisasi Amerika. Sedangkan yang ketiga adalah
pembuatan keputusan yang lebih banyak berasal dari atas (pimpinan).
Modifikasi memang perlu dilakukan. Untuk menambahkan rekomendasi Bob
Widyahartono, perlu dicermati pula tentang implicit control mechanism. Pada prinsip
13
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
ini control atau pengendalian tetap lebih besar peranannya di pimpinan atas. Hal ini
tidak mengherankan karena gaya paternalistik yang merupakan budaya bangsa
Indonesia, utamanya budaya Jawa.
Modifikasi juga perlu dilakukan terhadap teori Z karena adanya perkembangan
zaman yang berubah. Merujuk pada rekomendasi Pierce (1991) bahwa teori Y telah
berumur lebih dari 40 tahun, teori Z telah berumur lebih dari 20 tahun. Dengan
demikian mengikuti perkembangan zaman, maka teori Z juga harus dimodifikasi. Hal
tersebut sangat wajar karena bagaimanapun juga manajemen harus mengikuti
perkembangan zaman. Adanya globalisasi yang telah meruntuhkan batas-batas
wilayah dan negara juga harus dipertimbangkan. Globalisasi juga menghilangkan
batas-batas budaya di suatu daerah.
Padahal budaya sangat mempengaruhi gaya
manajemen suatu bangsa.
KESIMPULAN
Sebagaimana telah di jelaskan sebelumnya bahwa budaya akan mempengaruhi
gaya manajemen. Teori X, Y dan teori Z dibangun atas dasar budaya yang berbeda.
Teori X berasumsi bahwa karyawan atau pekerja malas menghindari tanggung jawab
sehingga harus diberi arahan, petunjuk dan di dikte. Teori Y berasumsi bahwa
karyawan atau pekerja memahami pekerjaannya, senang bekerja dan mencari
tanggung jawab sehingga tidak perlu diarahkan, diberi petunjuk dan tidak perlu
didikte. Teori Z menjadikan karyawan bagian dari perusahaan sehingga karyawan
merasa memiliki perusahaan atau organisasi tersebut.
Tujuh prinsip teori Z meliputi : 1) Life Time Employment; 2) Slow Promotion
and Evaluation; 3) Non Specialized Career Path; 4) Concencual (Collective) Decision
Making; 5) Colective Responsibility; 6) Implicit Control Mechanism; 7) Wholistic
Concern. Ketujuh prinsip teori Z tersebut dihasilkan dari budaya Jepang sehingga
menciptakan produktifitas yang tinggi. Dan bangsa Indonesia dapat memodifikasi
teori Z tersebut sesuai dengan budaya Indonesia sehingga menciptakan produktifitas
yang tinggi pula. Tetapi untuk memodifikasinya perlu penyesuaian sesuai budaya,
perkembangan zaman dan globalisasi.
14
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah dan Haris Budiyono. 2004. Pengantar Manajemen. Edisi Kedua Cetakan
Pertama. Penerbit Graha Ilmu Yogyakarta
Braden, Pamela A. 2000. Participative Management Styles : Theory Z – William
Ouchi. Parkersburg West Virginia University
Christiananta, Budiman. 1994. Teori Manajemen. Program Pascasarjana. Universitas
Airlangga
_____. 1994. Some Note of Teori Z. PPS Universitas Airlangga
Cushway and Lodge. 1995. Organizational Behavior and Design. (Terjemahan).
Penerbit Elex Media Komputindo
Dalimunthe, Ritha. 2003. Manajemen Indonesia. Digitized by USU digital library
Hofstede, Geert. 1991. Cultures and Organizations : Software of The Mind,
Intercultural Cooperation and its Importance for Survival. Maindenhead : Mc
Graw-Hill
Pierce, Gordon A. 1991. Management Philosophies : What Comes After Theory Z ?
Journal of System Management. Jun 1991. ABI/INFORM Global
Robbins, Stephen P. 1996. Organizational Theory ; Structure Design and Application,
3th Ed. Prentice Hall
Sullivan, Jeremiah J. 1983. A Critique of Theory Z. Academy of Management. The
Academy of Management Review. ABI/INFORM Global
Wilkins, A.L. 1983. The Culture Audit; A Tool For Understanding Organizations.
Organizational Dynamics
15
Jurnal BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), 2009, Vol 7 No 2, ___Sigit Hermawan
Biodata Penulis
Sigit Hermawan, adalah dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo. Menyelesaikan S2 di Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga
Surabaya. Buku ajar dan artikel penelitiannya telah banyak dipublikasikan di majalah
dan jurnal nasional. Minat pada penulisan ilmiah dan penelitian.
16
Download