POLA PARENTING IBU DALAM MENGATASI

advertisement
POLA PARENTING IBU DALAM MENGATASI MASALAH KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA PUTRI TUNA GRAHITA DI PURWOKERTO
Nurul Yaumaddina
Suwarti
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ABSTRAKSI. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana pola parenting
ibu dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja putri tunagrahita.
Penelitian dilakukan di Purwokerto dengan subjek ibu yang mempunyai remaja
putri tuna grahita dan bersekolah di SLB Yakut C Purwokerto. Pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara mendalam (indepth interview), dan
dokumentasi. Informan terdiri dari duabelas orang informan, yaitu enam informan
primer dan enam informan sekunder. Validitas dilakukan dengan tringulasi
sumber data dan tringulasi teknik. Reliabilitas menggunakan metode keterbukaan
dan diskursus. Analisis data menggunakan metode analisis data model interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola parenting ibu dalam mengatasi
masalah kesehatan reproduksi remaja putri tunagrahita bervariasi yaitu untuk
informan SR, AR dan SM menerapkan pola parenting pada putrinya dengan
bentuk authoritative parenting style. Pada informan SN dan EN menggunakan
pola parenting gabungan antara authoritative dan permisive indulgent. Pada
informan MR menerapkan pola parenting gabungan antara authoritarian dan
permissive indulgent. Dapat diambil kesimpulan bahwa informan SN, EN, dan
MR tidak konsisten dalam menerapkan pola parenting terhadap putrinya karena
sikap konsisten dalam pola parenting sangat penting untuk memberikan
kepastian pada anak tentang aturan yang harus diikuti dan tidak boleh diikuti.
Kata kunci : pola parenting, remaja putri tunagrahita dan kesehatan reproduksi.
PENDAHULUAN
Pada hakekatnya setiap orang tua selalu mengharapkan kehidupan yang
bahagia. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat
dan normal baik secara fisik maupun mental. Tetapi tidak sedikit orangtua yang
dikaruniai anak yang tidak normal dalam hal ini adalah orangtua yang dikaruniai
anak yang mengalami tuna grahita. Memiliki anak yang tidak normal, orangtua
seharusnya menerima segala kondisi anak tuna grahita apa adanya tanpa harus
merasa tertekan, sedih, malu bahkan terguncang sekalipun karena kondisi yang
demikian. Selain itu para orang tua juga masih menganggap bahwa mempunyai
anak tuna grahita merupakan suatu aib sehingga para orang tua tersebut takut
dikucilkan masyarakat jika aib tersebut diketahui oleh orang lain. Kondisinya
akan berbeda saat para orang tua mempunyai anak yang normal. Orangtua
diasumsikan tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam membesarkan anak
yang normal jika dibandingkan ketika mereka harus membesarkan anak yang
mengalami tuna grahita,
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
83
American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM,
mendefinisian Tunagrahita/retardasi mental sebagai kelainan: yang meliputi
fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke
bawah berdasarkan tes muncul sebelum usia 16 tahun menunjukkan hambatan
dalam perilaku adaptif. Ciri-ciri anak tunagrahita adalah penampilan fisik tidak
seimbang misalnya kepala terlalu kecil/ besar, tidak dapat mengurus diri sendiri
sesuai usia, perkembangan bicara/bahasa terlambat, tidak ada/kurang sekali
perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong), koordinasi gerakan
kurang (gerakan sering tidak terkendali), sering keluar ludah (cairan) dari mulut
(ngiler).
Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan
norma lingkungan, oleh karena itu anak tunagrahita sering melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana anak tuna grahita berada.
Anak yang mengalami tuna grahita atau retardasi mental, secara akademik
sangat tertinggal tetapi secara fisik anak tuna grahita berkembang layaknya
seperti anak normal lainnya. Sama halnya dengan perkembangan seksual anak
tuna grahita. Jika tidak dibimbing dengan benar tentu saja hal tersebut akan
menjadi suatu masalah, dimana anak tersebut tidak dapat mengendalikan diri
untuk melakukan sesuatu hal termasuk juga dalam masalah sekitar kesehatan
reproduksi.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam
semua hal yang berkaitan dengan system reproduksi, serta fungsi dan prosesnya
(Depkes, 2001). Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi akan memberikan
wawasan bagi remaja putri tentang kondisi tubuhnya, hal-hal yang harus dijaga
serta resiko yang dapat timbul jika remaja tidak berhati-hati dengan tindakannya.
Selain itu remaja juga mampu membedakan hal-hal yang bersifat mitos tentang
kesehatan reproduksi dan mampu membedakannya dengan fakta, sehingga
tidak terjebak pada kepercayaan dan tindakan yang salah dalam kaitannya
dengan proses reproduksi remaja tersebut. Dengan adanya pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi, remaja putri diasumsikan dapat lebih bertanggung
jawab dan mampu mempertimbangkan konsekuensi dari perilakunya sehingga
menghindari perilaku seksual pranikah (Prastawa, 2009).
Secara luas ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi: kesehatan ibu
dan bayi baru lahir, pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
84
(ISR) termasuk PMS-HIV/AIDS, pencegahan dan penanggulangan komplikasi
aborsi, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan infertilitas,
kanker pada usia lanjut dan osteoporosis serta berbagai kesehatan reproduksi
lainnya (Widyastuti, 2009).
Permasalahan kesehatan reproduksi remaja termasuk pada saat pertama
anak perempuan mengalami haid/menarche yang bisa beresiko timbulnya
anemia, perilaku seksual yang mana bila kurang pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi dapat tertular penyakit hubungan seksual, termasuk HIV/AIDS serta
kehamilan yang tidak diinginkan.
Remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi
antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif dan sosial emosional (Santrock, 2003). Remaja dan kesehatan
reproduksi sangat penting dibahas. Pertama kita melihat resiko dan konsekuensi
yang mungkin terjadi. Konsekuensi yang harus ditanggung adalah dari segi
medis,
psikologis,
sosial
dan
ekonomis.
Remaja
seiring
dengan
perkembangannya mulai bereksplorasi dengan diri, nilai-nilai identitas peran dan
perilakunya. Dalam masalah seksualitas sering kali remaja bingung dengan
perubahan yang terjadi pada dirinya. Ketika remaja memasuki masa puber,
remaja mengalami perubahan fisik yang cepat, dan sudah memiliki kemampuan
reproduksi. Tetapi justru banyak fenomena yang memperlihatkan sebagian
remaja belum mengetahui dan memahami tentang kesehatan reproduksinya,
misal tentang masa subur, menstruasi, serta kehamilan yang tidak diinginkan.
Terutama bagi remaja putri yang mengalami tuna grahita, justru harus mendapat
perhatian yang lebih karena remaja putri yang mengalami tuna grahita kurang
dalam informasi seputar kesehatan reproduksi bahkan tidak mengerti sama
sekali.
Khusus bagi remaja putri tuna grahita, mereka kekurangan dan bahkan
tidak mengetahui informasi mengenai kesehatan reproduksi dengan baik.
Program kesehatan reproduksi remaja (KRR) perlu makin diperluas dan
diintensifkan, supaya keluarga dan kelompok sebaya (peer group) mampu
memberi pencerahan dan pemberdayaan pada remaja, terutama terhadap
remaja putri yang mengalami tuna grahita, agar mereka memiliki kemampuan
bina diri, sehingga dapat mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam
penelitian ini
peneliti memilih
subjek adalah ibu dari remaja putri yang
mengalami tuna grahita, karena masalah kesehatan reproduksi yang dialami
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
85
remaja putri lebih kompleks daripada remaja laki-laki. Dalam artian baik masalah
tentang kesehatan reproduksi maupun organ reproduksi wanita lebih rumit
dibanding dengan masalah maupun organ reproduksi laki-laki. Oleh karena itu
peran orang tua sangat penting khususnya seorang ibu yang harus memberikan
penjelasan tentang arti pentingnya kesehatan reproduksi kepada putrinya yang
mengalami tunagrahita sehingga remaja putri yang mengalami tuna grahita dapat
mengurus diri sendiri serta dapat mengatasi masalah yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksinya dengan baik serta dapat terhindar dari orang-orang
yang tidak bertanggung jawab.
Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dan anak adalah pola
parenting yang diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Menurut Diana
Baurmind (1972) ( dalam Desmita, 2008) ada tiga tipe parenting yang dikaitkan
dengan aspek-aspek yang berbeda dalam tingkah laku sosial anak, yaitu
otoritatif, otoriter dan permisif. Parenting yang bersifat permisif terdiri dari dua
macam, yaitu permisif yang bersifat memanjakan (indulgent) dan permisif yang
bersifat tidak peduli/penelantar (indifferent) (Santrock, 2003). Desmita (2008),
merekomendasikan
tiga
tipe
pengasuhan:
(1)
Pengasuhan
otoritatif
(authoritative parenting), adalah salah satu pengasuhan yang memperlihatkan
pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi orang tua juga
bersikap responsive, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan serta
mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan. (2) Pengasuhan Otoriter
(Authoritarian parenting), adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan
menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Orang tua yang
otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang bagi
anak-anak untuk mengemukakan pendapat. (3) Pengasuhan
permisif, yang
terdiri dari dua macam, yaitu permisif yang bersifat memanjakan (indulgent) dan
permisif yang bersifat tidak peduli/penelantar (indifferent) (Santrock, 2003).
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan SR yang memiliki
putri berumur 18 tahun berinisial DT dan saat ini duduk di bangku SMA di SLB
Yakut C Purwokerto menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi informan
tentang putrinya berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi adalah
putrinya tidak mau menggunakan pembalut saat menstruasi, melepas pembalut
disembarang tempat, jika dirumah masih menggunakan celana dalam saja, serta
tidak mau menggunakan bra jika dirumah. Informan selanjutnya adalah MR yang
memiliki putri berumur 16 tahun berinisial HN dan saat ini duduk di bangku SMP
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
86
kelas satu di SLB Yakut C Menurut informan saat ini putrinya belum mandiri
dalam hal menstruasi, sehingga putrinya tersebut masih sangat tergantung
dengan informan. Pada saat pertama kali menstruasi putrinya mengira bahwa
dirinya sedang diare, putrinya juga belum memiliki rasa malu karena tidak malu
jika tidak memakai baju didepan ayah dan kakaknya. Selanjutnya informan SN
yang memiliki putri berumur 18 tahun berinisial MR dan saat ini duduk di bangku
SMA di SLB Yakut C Purwokerto. Menurut informan saat putrinya pertama kali
menstruasi, putrinya tidak menerima karena merasa risih dan informan berusaha
menjelaskan dengan memberi penjelasan bahwa saudaranya yang perempuan
juga mengalami menstruasi, sehingga jika sedang menstruasi putrinya tidak mau
berangkat sekolah. Pada saat putrinya memakai bra awalnya putrinya juga
menolak karena risih. Informan selanjutnya adalah
AR yang memiliki putri
berumur 15 tahun berinisial SV dan saat ini duduk di bangku SMP di SLB Yakut
C Purwokerto. SV belum memiliki rasa malu sehingga terbiasa dimandikan oleh
kakeknya.
Dapat disimpulkan bahwa masalah yang dihadapi remaja putri yang
mengalami tunagrahita dalam hal kesehatan reproduksi, yaitu tidak bisa menjaga
kebersihan saat menstruasi, tidak memiliki penjagaan diri yang baik sehingga
pernah terjadi kasus perkosaan yang mengakibatkan kehamilan, tidak mau
menggunakan pembalut saat menstruasi, melepas pembalut disembarang
tempat, masih menggunakan celana dalam saat dirumah padahal sudah
memasuki usia remaja, tidak mau menggunakan bra jika dirumah, belum memiliki
rasa malu karena tidak malu jika tidak memakai baju didepan ayah dan
kakaknya.
Untuk itulah perlu dikaji lebih dalam bagaimana pola parenting ibu terhadap
masalah kesehatan reproduksi pada remaja putri yang mengalami tuna grahita,
agar para remaja putri yang mengalami tuna grahita dapat mengurus diri sendiri
serta dapat mengatasi masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya
dengan baik.
METODE PENELITIAN
Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada bagaimana
pola parenting ibu dalam
mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja putri tunagrahita di Purwokerto.
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
87
Subjek Penelitian
Subjek penelitian terdiri
dari informan primer dan informan sekunder,
informan primer merupakan ibu rumah tangga yang memiliki anak remaja putri
yang mengalami tunagrahita di Purwokerto. Dan informan sekunder merupakan
orang yang mengenal informan primer dengan baik dan tinggal disekitar
lingkungan tempat tinggal informan primer, seperti keluarga (suami, kakak, adik),
guru, atau tetangga informan primer.
Metode Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi.
Wawancara yaitu mengumpulkan informasi untuk mendapatkan pemahaman
tentang
fenomena
yang
akan
diteliti.
Observasi
adalah
proses untuk
mengungkap data atau keterangan yang dilakukan melalui pengamatan dan
pencatatan gejala-gejala yang nampak pada objek penelitian yang dilaksanakan
secara langsung pada tempat dimana suatu peristiwa, keadaan atau situasi yang
sedang berlangsung Sugiono (2008). Observasi dalam penelitian ini dilakukan
secara partisipan karena dalam situasi dimungkinkan sekali orang-orang yang
diajak bicara dan yang sedang diamati tidak menyadari bahwa sebenarnya
mereka sedang diwawancarai secara sistematis untuk penggalian data.
Validitas dalam dalam penelitian ini dilakukan dengan uji kredibilitas
dilakukan dengan tringulasi sumber data dan tringulasi teknik. Dalam penelitian
ini digunakan metode keterbukaan dan diskursus untuk meningkatkan reliabilitas
penelitian.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data model
interaktif (interactive model of analysis) yaitu analisis data yang dilakukan dengan
cara aktivitas dari data reduksi, penyajian data dan gambaran kesimpulan
dilakukan dalam bentuk interaksi dengan proses pengumpulan data berproses
secara siklus (Sutopo, 1988).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Profil Informan Penelitian
Dalam penelitian ini informan primer terdiri dari ibu yang memiliki remaja
putri yang mengalami tunagrahita yang
memiliki tingkat pendidikan yang
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
88
berbeda yaitu ada yang pendidikannya SMA/SMK serta lulusan SD. Lebih
jelasnya profil tentang informan primer dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1
Profil Informan Primer
Informan
Usia
(Tahun)
Pendidikan
Pekerjaan
SR
43 tahun
SMA
-
Usia
Remaja
Putri
18 tahun
SN
52 tahun
SD
Buruh cuci
18 tahun
MR
41 tahun
SMK
-
16 tahun
AR
40 tahun
SMA
-
15 tahun
SM
42 tahun
SMA
Buruh
18 tahun
EN
45 tahun
SMK
Penjahit
20 tahun
Berikut ini adalah tabel tentang profil informan sekunder :
Tabel 2
Profil Informan Sekunder
Inform
an
Usia
(tahun)
Pendidikan
Jenis
kelamin
Relevansi
Informan
CT
TR
RS
17
28
47
SMA
SMK
SMK
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
AW
45
SMA
Laki-laki
KN
EL
21
23
SMA
D3
Perempuan
Perempuan
Anak informan 1
Anak informan 2
Suami informan
3
Suami informan
4
Anak informan 5
Anak informan 6
2. Pola Parenting Ibu
a. Metode membimbing (remaja putri tunagrahita).
Dari hasil penelitian ditemukan hampir semua informan mengemukakan
bahwa sebenarnya mereka sudah menerapkan bagaimana cara mendidik
putrinya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya sendiri-sendiri.
Dari enam remaja putri yang ibunya menjadi informan primer, lima diantaranya
sudah mandiri dalam hal menjaga kesehatan reproduksi dari bagaimana cara
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
89
memakai pembalut, mencuci pembalut yang kotor kemudian dibungkus dengan
plastik serta membuang pembalut tersebut ketempat sampah, dan mencuci
celana yang kotor dengan sabun, membersihkan vagina terutama saat mens
dengan air bersih dan rajin mengganti pembalut saat mens, yaitu putri dari
informan (SR, SN, AR, SM, dan EN). Berdasarkan data diatas maka hal tersebut
termasuk dalam pola parentimg authoritative parenting style, dimana ibu
berusaha memandirikan anaknya agar tidak tergantung dengan orang, informan
bersikap hangat dan membesarkan hati putrinya, mendorong putrinya untuk
bebas namun tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan
putrinya. Sedangkan pada informan MR temasuk dalam pola parenting
permissive indulgent, dimana ibu terlibat dalam kehidupan anak namun
cenderung membiarkan perilaku anak berbuat semaunya sendiri dan bersikap
tidak memandirikan anaknya.
b. Metode menghukum anaknya jika berbuat salah
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa semua informan memberikan
hukuman kepada putrinya jika putrinya melakukan perilaku yang dianggap
kurang baik. Namun, hukuman yang diberikan ada yang dalam bentuk fisik
maupun hanya secara lisan saja. Informan yang memberikan hukuman secara
lisan
yaitu informan SR, SN, AR, SM dan EN. Sedangkan informan yang
memberikan hukuman dalam bentuk fisik yaitu informan MR. Menurut Baurmind
(Santrock, 2003) model parenting yang diterapkan oleh informan MR termasuk
dalam kategori authoritarian parenting style. Dalam metode parenting ini ibu
menerapkan disiplin dengan menggunakan kekerasan, dengan menghukum
secara fisik dan ancaman. Sedangkangkan model parenting yang diterapkan
oleh informan SR, SN, AR, SM dan EN termasuk dalam kategori authoritative
parenting style. Dalam metode parenting ini ibu menerapkan pengawasan ekstra
ketat tehadap tingkah laku anaknya, tetapi juga bersifat responsif, menghargai
dan menghormati pemikiran, perasaan anak.
c. Metode memberi reward jika anaknya berbuat baik
Berdasarkan hasil temuan penelitian menunjukan bahwa tidak semua
informan menganggap penting memberikan reward kepada anak. Informan MR
tidak memberikan reward terhadap anak, karena faktor ekonomi. Informan
mengatakan bahwa tidak ada biaya untuk memberi. Menurut Desmita (2008)
pola pengasuhan seperti itu termasuk dalam kategori permissive indulgent
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
90
parenting style, dimana ibu tidak mendukung maupun mengawasi perilaku anak.
Dalam temuan penelitian berikutnya bahwa informan SR, SN, AR, SM dan EN
memberikan reward. Menurut Desmita (2008), pola parenting seperti ini termasuk
dalam kategori authoritative parenting
style, dimana reward yang diberikan
bertujuan untuk mendukung perilaku anak, bahwa perilaku yang diperbuat sesuai
dengan aturan yang ada tanpa melanggar peraturan. Pada pola ini orang tua
khususnya ibu menerapkan pengawasan ekstra ketat tehadap tingkah laku
anaknya.
d. Metode memberikan informasi tentang arti penting kesehatan reproduksi
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa informan memberikan
informasi tentang arti penting kesehatan reproduksi mengenai menstruasi
kepada putrinya yaitu tentang bagaimana cara memakai pembalut yang benar
dan membersihkannya, dimana hal tersebut dilakukan oleh informan SR, SN,
AR, SM dan EN, namun pada informan MR putrinya sampai saat ini belum
mandiri,
dan
cenderung
membiarkan
putrinya
tergantung
serta
tidak
memandirikan putrinya. Berdasarkan temuan diatas pola parenting yang
digunakan oleh informan SR, AR dan SM termasuk dalam pola parenting
authoritative parenting style, dimana ibu memberikan pengawasan terhadap
putrinya, namun tetap menghargai perasaan dan apa yang dilakukan putrinya.
Sedangkan pola parenting yang digunakan oleh informan SN, MR dan EN
termasuk dalam pola parenting permissive indulgent. Dimana ibu terlibat dalam
kehidupan anak, namun tidak melakukan pengendalian terhadap perilaku anak
dan cenderung membiarkan anaknya melakukan apa yang diinginkan, tidak
berusaha memandirikan seperti yang dilakukan oleh informan MR.
e. Metode memberikan penjelasan tentang cara bergaul dengan teman lakilaki atau orang yang baru dikenal agar tidak mudah terpengaruh
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa informan SR, SN, AR, SM dan EN
memberikan penjelasan kepada putrinya untuk selalu bersikap hati-hati dengan
orang yang baru dikenal agar putrinya agar tidak mudah terpengaruh oleh orang
lain
dan
menghindari
supaya
tidak
terjadi
pelecehan
seksual
yang
mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Sedangkan informan MR juga
menjelaskan hal tersebut, tetapi putrinya terkadang susah untuk diberi tahu.
Berdasarkan temuan penelitian tersebut maka keseluruhan metode
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
91
parenting yang dilakukan informan dapat dikategorisasikan pada pola parenting
authoritative, pola parenting authoritarian dan pola parenting permisif. Adapun
kategoriasinya dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 4
Kategorisasi Pola Parenting Ibu dalam Mengatasi Masalah Kesehatan
Reproduksi remaja Putri Tunagrahita
ASPEK
METODE PARENTING
Membimbing
1.
2.
Pemberian
Hukuman
1.
2.
Pemberian
Reward
1.
2.
Memberi
informasi
tentang
kesehatan
reproduksi
1.
2.
KATEGORI POLA PARENTING
1
2
Menjelaskan
dan Authoritative
memberi
contoh parenting
kepada putrinya serta
berusaha
memandirikan putrinya
Permissive
Tidak
memandirikan
indulgent
anak
parenting
Memberi
hukuman Authoritative
berupa
hukuman parenting
verbal, fisik dengan
konsisten
Authoritarian
Memberi hukuman fisik
parenting
tanpa
menjelaskan
kepada anak tentang
permasalahan
Memberi hadiah ke Authoritative
anak
jika
anak parenting
berperilaku baik, dalam
bentuk benda atau
verbal/lisan
Permisive
Tidak
memberi
indulgent
penghargaan/hadiah
parenting
anak karena faktor
ekonomi, pemikiran ibu
hadiah hanya dalam
dalam bentuk benda
Menjelaskan tentang Authoritative
masalah
seputar parenting
kesehatan reproduksi,
seputar
menstruasi,
pertumbuhan fisik dan
bagaimana
cara
merawat vagina
Permisive
Tidak
memberikan
indulgent
penjelasan
tentang
parenting
masalah
seputar
kesehatan reproduksi,
seputar
menstruasi,
pertumbuhan fisik dan
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
92
bagaimana
cara
merawat vagina
Menjelaskan
1. Menjelaskan
harus Authoritative
cara
bergaul
bersikap
hati-hati parenting
agar
tidak
dengan orang yang
mudah
lain atau baru dikenal
terpengaruh
dengan orang
2. Menjelaskan
namun
lain
tidak
bersikap
memandirikan
Permisive
indulgent
parenting
Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga pola
parenting yang digunakan ibu dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi
remaja putri tunagrahita yaitu authoritative parenting style,authoritarian parenting
style dan permissive parenting style. Pada informan SR, AR dan SM cenderung
menggunakan
metode
pengasuhan
yang
masuk
kategori
Authoritative.
Sebaliknya, informan SN dan EN menggunakan pola pengasuhan gabungan
antara authoritative dan permisive. pola permisive yang digunakan yaitu pola
Permisive-indulgent parenting dimana informan sangat terlibat dengan anaknya
tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan. Sedangkan pada informan
MR menggunakan pola parenting gabungan antara authoritarian dan permissive
indulgent. Dimana informan menggunakan pola parenting authoritarian pada saat
menghukum putrinya baik menggunakan fisik maupun verbal tanpa menjelaskan
duduk permasalahannya kepada anak, sedangkan menggunakan pola parenting
permissive indulgent saat membimbing putrinya serta saat memberikan informasi
seputar masalah kesehatan reproduksi dimana informan MR cenderung tidak
memandirikan putrinya saat menstruasi dan cenderung membiarkan putrinya
melakukan sesuatu sesuka hatinya jika permintaannya tidak dituruti. Inilah yang
menunjukkan bahwa informan mengatasi masalah anaknya sering tidak
konsisten, sehingga akan membingungkan anak dalam bersikap. Seperti yang
dikatakan Na’imah & Septiningsih (2010) konsistensi sangat diperlukan sekali
dalam pengasuhan karena akan memberikan kepastian anak tentang aturan
yang harus diikuti dan yang tidak boleh diikuti.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
pola
parenting yang digunakan orangtua bervariasi yaitu untuk informan SR, AR dan
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
93
SM menerapkan pola parenting pada anak-anaknya dengan bentuk authoritative
parenting style, karena informan cenderung menerapkan kedisiplinan dalam
mendidik dan membimbing anaknya, memberikan hukuman maupun hadiah/
pujian yang pantas pada anak sesuai dengan hasil perbuatannya. Pada informan
SN dan EN menggunakan pola pengasuhan gabungan antara authoritative dan
permisive. pola permisive indulgent parenting dimana informan sangat terlibat
dengan anaknya tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan mereka,
memanjakan, dan mengizinkan anak untuk melakukan apa saja yang mereka
inginkan. Sedangkan informan menerapkan pola parenting authoritative ketika
membimbing, menghukum serta dalam memberikan reward kepada putrinya.
Dalam hal ini informan tidak konsisten dalam memberikan pola parenting kepada
putrinyaada peraturan yang dibuat dalam keluarga. Sedangkan pada informan
MR menerapkan pola parenting gabungan antara authoritarian dan permissive
indulgent, dimana informan menggunakan pola parenting authoritarian pada saat
menghukum putrinya baik menggunakan fisik maupun verbal tanpa menjelaskan
duduk permasalahannya kepada anak, sedangkan menggunakan pola parenting
permissive indulgent saat membimbing putrinya serta saat memberikan informasi
seputar masalah kesehatan reproduksi.
Informan MR cenderung tidak
memandirikan putrinya saat menstruasi dan cenderung membiarkan putrinya
melakukan sesuatu sesuka hatinya. Sama halnya dengan informan SN dan EN,
informan MR tidak konsisten dalam menerapkan pola parenting dalam mengasuh
dan membimbing putrinya.
SARAN
1. Kepada para orang tua dapat memahami tentang bagaimana caranya
memberikan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi pada anaknya
yang mengalami tuna grahita serta menerapkan pola parenting yang tepat.
2. Kepada para guru agar dapat memberikan pembimbingan tentang masalah
seputar seksual dan kesehatan reproduksi.
3. Kepada lingkungan terdekat, seperti keluarga, maupun masyarakat sekitar
hendaknya
turut
membantu
dalam
memberikan
dukungan,
karena
bagaimanapun juga lingkungan sangat berpengaruh tehadap perkembangan
anak tunagrahita.
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
94
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Naimah, T & Septiningsih, DS., 2010, ”Studi Tentang Pola Parenting Wanita
Miskin dalam Mengatasi Masalah Psikososial Anak Akibat Kemiskinan di
Purwokerto”, Laporan Penelitian, LPPM UMP. Tidak diterbitkan.
Prastawa, DP dan Siti NFL. 2009. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dan
Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri. Jurnal Psikologi. Nomor 2.
Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Santrock. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Penerbit
Alfabet.
Sutopo. 1988. Pengantar Penelitian. Kualitatif (Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis).
Surakarta : Puslit UNS.
Widyastuti, Y ., Anita, R., dan Yuliastika E. P.. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta: Penerbit Fitramaya.
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
95
Download