MODEL KELUARGA KOMPAK MELALUI PENGEMBANGAN KOMUNIKASI TERPADU ANTARA ORANG TUA DAN ANAK UNTUK MENGATASI PERILAKU SEKS PRANIKAH REMAJA DI PURWOKERTO SELATAN Rr. Setyawati Fakultas Psikologi – Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAKSI. Penelitian ini untuk merancang model keluarga kompak melalui pengembangan komunikasi terpadu antara orang tua dan anak untuk mengatasi perilaku seksual pranikah remaja. Penelitian ini merupakan penelitian dengan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan desain penelitian pengembangan. Subjek penelitian ini adalah keluarga remaja (suami istri) yang bertempat tinggal di Purwokerto Selatan. Sampel/cuplikan dengan teknik purposive yaitu 10 keluarga yang mempunyai anak usia 11-13 tahun, komposisi keluarga lengkap (ada suami dan istri). Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner,wawancara,Focus Group Discussion untuk merancang model keluarga KOMPAK. Model Keluarga Kompak dapat diterapkan melalui pengembangan komunikasi terpadu antara orang tua pada anak yaitu komunikasi dapat dilakukan antar anggota keluarga, apabila pesan jelas, lengkap, singkat, benar dan sopan maka diharapkan komunikasi akan berhasil seperti yang diharapkan. Komunikasi terpadu memiliki karakteristik sikap empatik, membuka pintu hati dan mendengar aktif. Kata Kunci: Model Keluarga Kompak,Komunikasi terpadu PENDAHULUAN Perilaku seksual remaja di Purwokerto Selatan pada khususnya dalam beberapa tahun belakangan ini menimbulkan kekhawatiran berbagai kalangan. Wilayah Purwokerto Selatan merupakan tempat persinggahan dari berbagai latar belakang individu. Di wilayah ini selama berpuluh-puluh tahun menjadi terminal Kota Purwokerto dan adanya tempat-tempat tertentu bagi para pekerja seks komersial. Lingkungan di Purwokerto Selatan menjadi lebih rentan bagi para remajanya untuk melakukan imitasi pada perilaku yang terjadi di sekelilingnya. Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Informasi yang diperoleh remaja tentang masalah seksual sudah seharusnya mulai diberikan dari pihak orang tua, agar remaja tidak mencari informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian informasi masalah seksual menjadi penting Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 72 terlebih lagi mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif, karena berkaitan dengan dorongan seksual yang dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri (Aaro ,1997). Memasuki milenium baru ini sudah selayaknya bila orang tua bersikap lebih tanggap dalam menjaga dan mendidik anak dan remaja agar ekstra berhati-hati terhadap gejala-gejala sosial, terutama yang berkaitan dengan masalah seksual, yang berlangsung saat ini. Seiring perkembangan yang terjadi sudah saatnya pemberian penerangan dan pengetahuan masalah seksualitas pada anak dan remaja ditingkatkan. Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah mereka menikah sehingga dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka, nampaknya secara perlahan-lahan harus diubah. Sudah saatnya pandangan semacam ini harus diluruskan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan membahayakan bagi anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin, dan lain lain adalah contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas. Permasalahan yang diungkapkan di atas menunjukan bahwa remaja di Purwokerto menghadapi persoalan yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari dampak yang semakin meluas yang dapat mengancam ketahanan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara mengingat remaja adalah generasi penerus di masa depan. Untuk itu diperlukan formulasi penanganan dan upaya pencegahan masalah remaja secara tepat dan berkesinambungan, agar persoalannya tidak semakin akut. Di sini keluarga sebagai tempat bernaung dan berlindung bagi seluruh anggota keluarga termasuk anak remaja, memiliki peran dan kedudukan yang strategis dalam ikut serta menangani persoalan yang dihadapi para remaja, paling tidak untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkannya. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi tumbuh kembang anak remaja, sementara lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Keluarga, terutama orangtua merupakan tokoh yang ditiru oleh anak dan remaja, maka seharusnya orangtua memiliki kepribadian yang baik menyangkut sikap, kebiasaan, perilaku dan Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 73 tatacara hidupnya. Hasil temuan Septiningsih dan Naimah (2004) menunjukkan orang tua terutama ibu sering merasa bersalah bila kurang memperhatikan anaknya sehingga menjadi anak yang bermasalah. Hal tersebut di dukung oleh penelitian dari Setyawati dan Yulistika (2007) yang menemukan bahwa keluarga merupakan satu sistem yang mempunyai peranan dalam menjaga kualitas hidup anggotanya. Masa pra-pubertas (12 – 13 tahun) disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja. Di samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat juga terjadi pada fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai “hero” atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut (Papalia & Olds,2001). Perilaku seksual pranikah adalah segala macam tindakan seperti bergandengan tangan, berciuman, bercumbu, sampai dengan bersenggama yang dilakukan dengan adanya dorongan hasrat seksual, yang dilakukan sebelum ada ikatan pernikahan yang sah (Simanjuntak,2005). Terjadi atau tidak terjadi perilaku seks pranikah sangat tergantung pada wawasan mereka tentang perilaku tersebut. Remaja mampu mempunyai wawasan dan berkepribadian yang mantap sangan dipengaruhi oleh pola asuh atau cara pendidikan yang diterapkan dalam keluarga. Anak yang dididik dengan cara yang baik akan melahirkan remaja dengan moral yang baik pula (Ancok,dalam Faturochman,1999). Basri (1995) mengatakan bahwa secara psikologis perkawinan/berkeluarga adalah disatukannya dua pribadi melalui ikatan pernikahan yang hidup bersama dalam satu atap,yang berinteraksi dan berkomunikasi, yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu dan yang akan melakukan pemeliharaan kebudayaan bersama dalam masyarakat yang kompleks. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 74 Selain itu Hawari (1997) mengatakan bahwa keluarga merupakan suatu matriks sosial atau organisasi organobiologik-psikoedukatif-sosial budaya yang berfungsi untuk : 1) melayani perkembangan mental intelektual dan mental emosional, 2) melayani tumbuh kembang anak secara kejiwaan yang perkembangannya dapat dipengaruhi oleh sikap, cara dan kepribadian orang tua dalam mendidik, 3) melayani tumbuh kembang anak dalam proses pembentukan kepribadian di kemudian hari. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya menemukan model keluarga KOMPAK sebagai bentuk komunikasi terpadu antara orang tua dan anak dalam mengatasi masalah perilaku seks bebas remaja sebelum menikah. Komunikasi yang dilakukan orang tua pada anak-anaknya menjelang remaja dapat menimbulkan permasalahan merenggangnya hubungan orang tua anak atau anak menganggap orang tua telah menjatuhkan harga dirinya. Kekhasan remaja yaitu sebagai individu yang sedang mencari identitas diri memerlukan pengarahan dari orang tua. KOMPAK merupakan bentuk perpaduan dari empat macam model komunikasi yang telah ada sebelumnya yaitu model triadik, model membuka pintu, model mendengar aktif dan model komunikasi empatik. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan desain penelitian pengembangan. Subyek Penelitian Populasi penelitian ini adalah keluarga remaja (suami istri) yang bertempat tinggal di Purwokerto Selatan. Sampel/cuplikan dengan teknik purposive yaitu 10 keluarga yang mempunyai anak usia 11-13 tahun, komposisi keluarga lengkap (ada suami dan istri). Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara, Focus Group Discussion untuk merancang model keluarga KOMPAK. Subyek yang terlibat FGD berjumlah 10 informan yang terdiri dari orang tua dan guru. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 75 Analisis Data Analisis data dalam penelitian menggunakan analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan untuk menganalisis pemahaman anak tentang kematangan seksualitasnya. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kuantitatif dengan prosentase dan tabulasi silang. Analisis data kualitatif dilakukan untuk menganalisis data tentang bentuk komunikasi yang dilakukan orangtua anak. Analisis dilakukan dengan model interaktif dari Hubermans melalui tahapan reduksi data, sajian data dan verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menemukan beberapa informasi yang berkaitan dengan komunikasi tentang seksual antara Orang tua dan anak untuk mencegah perilaku seks pra nikah. Hal-hal yang berkaitan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Bentuk Komunikasi Orang Tua dan anak tentang masalah seksualitas Berdasarkan olah data kuesioner yang dibagikan pada orang tua menunjukkan bahwa orang tua menganggap seks adalah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan dengan anak secara terbuka. Orang tua menunggu sampai anak bertanya tentang seks lebih dahulu. Dari olah data kuesioner menunjukkan pula pengetahuan orang tua tentang masalah seks masih rendah sehingga menyebabkan pada saat anak menanyakan masalah yang berkaitan dengan seksual,orang tua mengalami kesulitan untuk menjawab dengan tepat. Dari diskusi dengan beberapa orang tua menghasilkan temuan penelitian bahwa pada dasarnya anak-anak sudah menunjukkan keinginan untuk terbuka tentang masalah perubahan tubuhnya, baik laki-laki maupun perempuan. Hanya saja ibu seringkali terhambat dalam merespon keinginan anak pada “rasa” yaitu rasa sungkan atau malu. Responden menganggap penting komunikasi dalam keluarga tetapi mereka terhambat pada metode atau ‘caranya bagaimana’. Mereka mempertanyakan apakah cara yang dilakukan selama ini betul atau tidak, jadi para orang tua masih belum memiliki keyakinan bahwa penyampaian masalah seksual sudah benar atau tepat untuk anak-anaknya. Para orang tua menjelaskan masalah pacaran, kesehatan wanita, hubungan pertemanan dengan lawan jenis, alat kontrasepsi, perubahan fisik. Orang tua menjelaskan setelah ditanya oleh anak-anaknya. Hambatan yang dialami orang tua saat Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 76 menyampaikan masalah seksual pada anak-anak adalah budaya Timur masih menganggap tabu untuk membicarakan tentang seksual secara terbuka, tidak mampu memilih kata-kata yang tepat dan metode yang sesuai untuk anak-anak. Apabila dibandingkan antara anak laki-laki dan anak perempuan maka orang tua lebih terbuka membicarakan masalah seksual dengan anak perempuan daripada dengan anak laki-laki. Metode atau cara yang dilakukan selama ini adalah menunggu anak bertanya tentang kondisi dirinya baru ibu menjawab sebisanya, memenggal pertanyaan anak jika tidak bisa menjawab, mengalihkan jawaban ke bapaknya jika tidak bisa menjawab, belum bisa memulai melakukan dialog dengan anak tentang seksualitas. Melakukan komunikasi dengan anak jika kebetulan saat menonton televisi bersamaan adegan yang menurut orang tua tidak pantas untuk dilakukan. Orang tua belum melakukan komunikasi seksual pada anak-anaknya secara terbuka,utuh,jelas dan lengkap. Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi secara efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkinlah seseorang melakukan komunikasi yang sebenar-benarnya efektif. Ada banyak hambatan yang bisa menyebabkan komunikasi mengalami kegagalan (Effendy, 2003). Jadi bentuk komunikasi yang dilakukan orang tua pada anak masih defensif yaitu meniadakan keterbukaan karena orang tua cenderung pada pikirannya sendiri,bersifat satu arah. Sikap yang ditunjukkan superior, dominan dan ingin mengendalikan isi bicara anak. Hal tersebut berdasarkan kutipan wawancara pada seorang ibu saat ditanya anaknya mengapa di celana dalamnya ada lendir,lengket,warnanya kuning hingga basah. Ibunya memberikan reaksi dengan cara menyuruh anaknya untuk ganti celana dalam saja tanpa memberikan penjelasan apapun mengenai kejadian yang dialami anak tersebut. Selain itu dari informan yang lain diperoleh reaksi yang sama yaitu mengabaikan anak saat mengalami hal yang berkaitan dengan kematangan organ reproduksinya. Anak bertanya pada ibunya mengapa payudaranya terasa sakit saat kena bola waktu olah raga;kasus lainnya pada anak laki-laki yang merasa malu pergi ke sekolah karena tumbuh bulu di kakinya. Pada dasarnya proses komunikasi meliputi berbagai hal termasuk masalah seksual sehingga dapat diartikan komunikasi seksual adalah adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan kepada anak melalui komunikasi efektif dua arah, sejak ia Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 77 mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri, dan perkawinan (Ulwan, 2002). Dalam hal ini orangtua menyediakan waktu kapan saja untuk menguraikan topik seksual secara terbuka, dimana orangtua seyogyanya memberikan jawaban-jawaban yang edukatif yaitu dengan cara memberikan jawaban yang sederhana, singkat, dan jelas serta mudah dimengerti anak. Selain itu, pembicaraan hendaknya tidak hanya terbatas pada fakta biologis, melainkan juga tentang nilai-nilai moral, emosi dan jiwa. 2. Pola Pendidikan seksualitas orang tua pada anak Dari hasil olah data kuesioner,wawancara dan diskusi ditemukan bahwa tidak ada pendidikan seks yang diberikan secara utuh dan lengkap pada saat anak menjelang pubertas. Menurut Mu’tadin pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Informasi yang diperoleh anak berkaitan dengan masalah seksual diperoleh di sekolah walaupun tidak diberikan secara tersendiri sebagai mata pelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Biologi dan BK di SMP 2 Karanglewas, anak-anak mendapat pendidikan seksual dari sekolah melalui mata pelajaran biologi pada saat kelas II dan kelas III. Materi yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia maupun kognitifnya. Kelas II mendapatkan materi tentang pertumbuhan fisik manusia yang di dalamnya membahas masalah proses menstruasi,ciri-ciri masa pubertas,perubahan hormonal,mimpi basah dan perawatan diri. Pada saat pelajaran berlangsung Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 78 anak-anak tidak ada yang bertanya tentang masalah seksual dan hanya tertawa saat dijelaskan materi tentang organ biologis manusia.Guru pembimbing menyampaikan bahwa informasi tentang seksual lebih banyak yang diperoleh anak-anak dari media internet melalui handphone berisi gambar atau video porno. Hal tersebut di atas menjadikan dasar bahwa pendidikan seks seyogyanya diberikan oleh orang tua sebagai unit pertama dan terdekat dengan anak-anak. Pendidikan seks dari orang tua dapat dilakukan apabila orang tua mempunyai pengetahuan yang benar tentang masalah seksual. 3. Model Keluarga KOMPAK (Komunikasi Terpadu antara Orang Tua dan Anak) Hasil temuan penelitian di atas dapat mendasari untuk pembuatan rancangan model keluarga kompak melalui pengembangan komunikasi terpadu antara orang tua dan anak. Rancangan ini menggambarkan komunikasi yang dilakukan orang tua dan anak berlangsung dua arah dan adanya jalinan komunikasi antara ayah dan ibu untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh anak secara langsung dan terbuka. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa komunikasi tentang seksualitas diberikan oleh ibu tanpa melibatkan peran ayah sehingga komunikasi yang dijalankan tidak memadukan semua anggota keluarga. Hal tersebut dapat mengakibatkan tanggung jawab yang diperoleh ibu menjadi lebih besar saat mempersiapkan anak memasuki masa pubertas. Model keluarga kompak memiliki rancangan bahwa komunikasi yang terpadu dibagun melalui kerangka model triadik yang di dalamnya mengandung unsur empatik, membuka pintu dan mendengar aktif. Esensi keluarga (ibu dan ayah) adalah kesatuarahan dan kesatutujuan atau keutuhan dalam mengupayakan anak untuk memiliki dan mengembangkan konsep diri sebagai manusia komunikan. Keluarga dikatakan “utuh”, apabila di samping lengkap anggotanya, juga dirasakan lengkap oleh anggotanya terutama anak-anaknya. Jika dalam keluarga terjadi kesenjangan hubungan, perlu diimbangi dengan kualitas dan intensitas hubungan sehingga ketidakadaan ayah dan atau ibu di rumah tetap dirasakan kehadirannya dan dihayati secara psikologis. Ini diperlukan agar pengaruh, arahan, bimbingan, dan sistem nilai yang direalisasikan orang tua senantiasa tetap dihormati, mewarnai sikap dan pola perilaku anak-anaknya. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 79 David (1992: 33-94) dalam (Sochib 2007: 19-21) mengkategorikan keluarga dalam pengertian sebagai keluarga seimbang adalah keluarga yang dtandai oleh keharmonisan hubungan (relasi) antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, serta ibu dengan anak. Dalam keluarga ini orang tua bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Setiap anggota keluarga saling menghormati dan saling memberi tanpa harus diminta. Orang tua sebagai koordinator keluarga harus berperilaku proaktif. Jika anak menentang otoritas, segera ditertibkan karena di dalam keluarga terdapat aturan-aturan dan harapan-harapan. Anakanak merasa aman, walaupun tidak selalu disadari. Diantara anggota keluarga saling mendengarkan jika bicara bersama, melalui teladan dan dorongan orang tua. Setiap masalah dihadapi dan diupayakan untuk dipecahkan bersama. Proses komunikasi akan berjalan terpadu apabila orangtua sebagai pengirim pesan mampu menggunakan isyarat dengan tepat yang diukung media untuk mempermudah penjelasan tentang seksualitas sehingga anak akan menangkap pesan dengan tepat. Dalam berkomunikasi, tidak lepas dari berbagai hambatan, hal ini disebabkan antara lain adanya gangguan baik yang berasal dari luar maupun dari diri orang yang sedang berkomunikasi. Gangguan tersebut dapat berbentuk kurangnya pengetahuan orang tua tentang seksualitas, nilai atau norma yang diyakini serta orang tua yang sibuk. Gangguan pada anak diperoleh dari teman atau pornografi dari media massa. Proses komunikasi antara orang tua dengan anak, sangat membantu anak memahami dirinya sendiri, perasaannya, pikirannya, pendapatnya dan keinginankeinginannya. Anak dapat mengidentifikasikan perasaannya secara tepat sehingga membantunya untuk mengenali perasaan yang sama pada orang lain. Lama-kelamaan, semakin anak terlatih dalam mengenali emosi, tumbuh keyakinan dan sense of control terhadap perasaannya sendiri (lebih mudah mengendalikan sesuatu yang telah diketahui). Dalam pengertiannya bahwa diharapkan tidak akan terjadi disharmonis relation atau keterhambatan dan kegagalan komunikasi antara orang tua dan anak atau dengan anggota keluarga lain. Komunikasi terpadu antara orang tua dan anak akan terlaksana apabila orang tua mempunyai kemampuan sebagai berikut: a. Mendengarkan dengan cermat tentang masalah seksual yang dikatakan anak b. Memahami dan mengerti setiap informasi seksual yang ditanyakan c. Mengingat dapat menjelaskan kembali informasi seksual yang telah diterima Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 80 d. Memberikan umpan balik pada anak saat diskusi tentang seksual dan berikan kesempatan anak mengetahui bahwa orang tua memperhatikan masalahnya e. Mengevaluasi ide tanpa menghakimi atau menyalahkan setiap pesan tentang seksual yang disampaikan anak f. Mengartikan setiap makna dari perubahan pesan tentang seksual yang disampaikan anak KESIMPULAN Model Keluarga Kompak dapat diterapkan melalui pengembangan komunikasi terpadu antara orang tua pada anak yaitu komunikasi dapat dilakukan antar anggota keluarga, apabila pesan jelas, lengkap, singkat, benar dan sopan maka diharapkan komunikasi akan berhasil seperti yang diharapkan. Model Keluarga Kompak memiliki karakteristik di keluarga terdapat pola terbuka yaitu ungkapan orang tua yang memungkinkan anak untuk membicarakan lebih banyak tentang masalah seksualitas, mendorong anak untuk mendekat dan mencurahkan isi hatinya. Hal tersebut di dukung melalui teknik mendengar aktif, yaitu kemampuan orang tua untuk menguraikan perasaan anak dengan tepat, jadi orang tua mengerti perasaan anak, yang dikirim anak lewat bahasa verbal maupun nonverbalnya. Selain kedua hal tersebut terdapat prinsip komunikasi empatik yaitu orang tua berusaha mengerti lebih dahulu, baru dimengerti. Dalam mendengarkan empatik, orang tua berusaha masuk ke dalam kerangka pikiran, perasaan anak remaja. Orang tua, tidak hanya mendengar dengan telinga, tapi dengan mata dan hati. Hati kita merasakan, memahami, menyelami dan berintuisi dengan permasalahan yang sedang dialami oleh anak remaja. SARAN 1. Orang Tua Orang tua dapat merubah pola pendidikan seksual dan bentuk komunikasi pada anak-anak menjadi lebih terbuka sehingga anak tidak perlu mencari informasi tentang seksual yang tidak sesuai dengan perkembangannya di media massa tanpa pengawasan. 2. Pendidik Guru dapat menambah media pembelajaran dan merubah suasana pembelajaran menjadi lebih informal misalnya melalui diskusi di luar kelas, Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 81 pengajian dan menggunakan tayangan film tentang seksualitas dalam kemasan yang edukatif. 3. Peneliti Penelitian selanjutnya dapat mengkaji masa lalu pola pendidikan seksualitas orang tua serta kajian budaya tentang masalah seksualitas di daerah Banyumas. DAFTAR PUSTAKA Aaro, L.E. (1997). Adolescent lifestyle. Dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman, R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine (65-67). Cambridge University Press, Cambridge. Basri, H.,1995. Keluarga Sakinah, Tinjauan Psikologi dan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Effendy, Onong Uchajana, 2003, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti:Bandung. Faturochman. 1992. “Sikap Dan Perilaku Seksual Remaja Di Bali”. Dalam Jurnal Psikologi Volume 19,Nomor: 1 Desember 1992. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada:Yogyakarta Hawari, D.,1996. Al Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa Septiningsih, DS dan Naimah,T.2004. “Studi Tentang Wanita Berkeluarga yang Bekerja”. Laporan Penelitian. LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, tidak diterbitkan Setyawati, Rr.,dan Widodo, Eko Prapto. 2003. “Tinjauan Psikologis Dampak Abortus Provocatus”. Laporan Penelitian. LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto, tidak diterbitkan Simanjuntak. 2005. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung: Tarsito Sochib, M, 2000, Pola Asuh Orang Tua (Dalam Membantu Mengembangkan Disiplin Diri), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. anak Ulwan,A.N.2002.Pendidikan Anak dalam Islam Jilid I. Pustaka Amani:Jakarta Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 82