MODUL PERKULIAHAN 13 ISLAM DAN DEMOKRASI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Tatap Muka 13 Kode MK Disusun Oleh 90002 Srijanti Purwanto S.K. Wahyudi Pramono Abstract Kompetensi Islam merupakan agama yang menghormati demokrasi. Tradisi demokrasi dalam Islam telah dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW dalam kepemimpinannya tercermin dalam setiap tindakan beliau menyelesaikan persoalan kemasyarakatan dan persoalan yang mempunyai dampak luas pada masyarakat senantiasa bertindak secara demokratis. Kalau ada selama ini paradigma bahwa Islam tidak relevan dengan kehidupan demokrasi merupakan paradigma yang keliru. Karena tidak terdapat konflik antara Islam dan Demokrasi bahkan Islam menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Mahasiswa diharapkan memahami tradisi Islam dalam Demokrasi Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pelaksanaan praktik Demokrasi di Madinah sebagai contoh pelaksanaan demokrasi dalam Islam. Mahasiswa mampu menjelaskan uraian implementasi demokrasi Islam dalam bentuk kehidupan sosial kemasyarakatan. Mahasiswa mampu menjelaskan pandangan Islam tentang Pluralisme dan perlunya menghormati perbedaan sebagai rahmat Allah. Mahasiswa mampu menjelaskan pandangan Islam mengenai kedudukan wanita dan isu bias gender dalam kehidupan sehari-hari Memahami pelaksanaan demokrasi pada negara-negara Islam. 2015 1 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Islam dan Demokrasi 11.1. PENGANTAR : TRADISI DEMOKRASI DALAM ISLAM Apakah ada konflik antara Islam dan demokrasi ? dan apakah Islam sesuai dengan demokrasi? Pertanyaan ini banyak diajukan oleh berbagai kalangan, apakah ilmuan dari Barat atau dari kalangan Islam sendiri. Kalau selama ini ada nada sinisme terutama dari beberapa ilmuan dari kalangan Barat yang menyatakan bahwa Islam tidak relevan dengan kehidupan demokrasi. Ternyata tidak semua orang berpendapat dengan kelompok yang sinis dengan Islam. Bahkan mereka baik dari kalangan non-muslim (individual dan institusi) yang menilai bahwa tidak terdapat konflik antara Islam dan demokrasi dan mereka ingin melihat dunia Islam dapat membawa perubahan dan transformasi menuju demokrasi. Robin Wright, pakar Timur Tengah dan dunia Islam yang cukup terkenal menulis di Journal of Democracy (1996) bahwa Islam dan budaya Islam bukanlah penghalang bagi terjadinya modernitas politik. Menurut Merriam, Webster Dictionary, demokrasi dapat didefinisikan sebagai "pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh mayoritas; pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau kesewenang-wenangan". Realitasnya adalah bahwa Islam tidak hanya kompatibel dengan aspekaspek definisi atau gambaran demokrasi di atas, tetapi yang lebih penting lagi, aspek-aspek tersebut sangat esensial bagi Islam. Apabila kita dapat melepaskan diri dari ikatan label dan semantik, maka akan kita dapatkan bahwa pemerintahan Islam, apabila disaring dari semua aspek yang korelatif, memiliki setidaknya tiga unsur pokok, yang berdasarkan pada petunjuk dan visi Al-Qur'an di satu sisi dan preseden Nabi dan empat Khalifah sesudahnya (Khulafa al-Rasyidin) di sisi lain. Setelah 13 tahun Nabi Muhammad SAW membangun landasan tauhid sebagai dasar tatanan masyarakat di Mekkah, Allah SWT memberinya petunjuk untuk hijrah ke Yatsrib. Sesampai di sana, oleh beliau, Yatsrib diubah namanya menjadi Madinah (kota). Di Madinah itulah, Nabi Muhammad SAW beserta kelompok-kelompok masyarakat, secara konkret, meletakkan dasar-dasar masyarakat madani dengan merumuskan ketentuan hidup bersama, yaitu Mitsacf alMadinah (Piagam Madinah). Upaya Nabi SAW tersebut, secara tidak langsung, adalah sebuah pernyataan atau proklamasi untuk mendirikan dan membangun sebuah komunitas negara-kota yang beradab (Al Madinah Al Munawarah), sebagai lawan terhadap masyarakat jahiliyah di Makkah. Dalam dokumen itu, umat manusia untuk pertama kalinya, diperkenalkan wawasan kebebasan, keadilan, pluralisme dan toleransi. Semua unsur masyarakat tanpa membedakan agama dan suku (SARA) ikut terlibat 2015 2 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id merumuskan aturan kemasyarakatan tersebut. Semuanya terhimpun dalam umat yang satu (ummah wahidah) dengan hak dan kewajiban yang sama. Peristiwa tersebut telah mengubah peta baru dalam sejarah Islam dan menjadi tonggak awal menata komunitas masyarakat yang maju dan beradab. Dari sinilah, konstruksi masyarakat madani, yang dibangun oleh Nabi SAW sejak hijrah ke Madinah, punya arti penting bagi perkembangan demokrasi, sebagai ciri khas dari negara bangsa modern. Keberhasilan Nabi SAW untuk hijrah, dari masyarakat jahili menuju masyarakat madani, tidak lepas dari ajaran tauhid yang dibawanya. Dalam hal ini, doktrin tauhid la ilaaha illa Allah (tiada tuhan selain Allah), seperti diungkap John Obert Voli, adalah bentuk manifestasi penolakan terhadap segala bentuk loyalitas kelompok dan kesewenang-wenangan para elite Makkah saat itu. Prinsip inilah yang melandasi pembentukan masyarakat madani generasi Muslim awal, yang punya implikasi komitmen manusia kepada Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan hidup dan sumber nilai. Dengan semangat inilah, Nabi SAW berhasil mempersatukan berbagai unsur masyarakat Madinah yang pluralistik ke dalam satu kekuatan sosial politik, yang oleh Robert N Bellah, disebut sebagai lompatan yang luar biasa untuk masa itu. Hal ini tercermin dari komitmen, keterlibatan dan partisipasi yang tinggi dari anggota masyarakat, serta penghargaannya terhadap hak-hak individu. Dari sini, agaknya sikap fanatisme atau sentimen SARA yang berlebihan, yang kini dipertontonkan oleh masyarakat kita, khususnya lapisan bawah (grassroot), kiranya menjadi perhatian yang sangat serius. Karena sikap-sikap seperti ini tidak sekadar sebagai bentuk persaingan yang akan menetaskan konflik vertikal. Fanatisme tersebut bisa menjadi bumerang yang merugikan semua pihak (horisontal) bagi keberadaan masyarakat kita sekarang. Efeknya lebih berbahaya lagi bagi perjuangan politik yang berakar pada identitas sektarian dan partikularistik, seperti agama, etnisitas, ras dan kelas. Ini jelas bertentangan dengan pesan semangat demokrasi yang dicontohkan Nabi Muhammad. 11.2. PRAKTEK BERDEMOKRASI DI MADINAH Agama Islam, sejak kemunculannya di Mekah tahun 611 M dan disebarkan oleh Nabi Muhammad sudah harus bersentuhan dengan kekuasaan politik. Ajaran tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad membawa dampak sosial, budaya dan politik, karena menawarkan agama tauhid, persamaan derajat manusia dan keadilan, kepada masyarakat jahiliyah yang sudah memiliki kepercayaan menyembah banyak dewa, memberlakukan perbedaan status manusia dan penumpukkan harta pribadi. Dalam ajaran tauhid, setiap orang harus tunduk pada Allah, bukan kepada manusia. Manusia bukanlah sumber kebenaran melainkan tidak lebih dari hambaNya semata. Oleh sebab itu bagi elite-elite Mekah, ajaran Nabi Muhammad mengancam kekuasaan dan ekonomi yang mereka miliki dan sudah terbangun. Bagi mereka ajaran Islam merupakan gerakan yang mengancam kedudukan mereka, 2015 3 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sehingga mereka menolak dan menggalang kekuatan untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad. Setelah kegagalan Nabi Muhammad berdakwah di Thaif, daerah luar kota Mekkah, terjadilah peristiwa yang menggembirakan bagi kemajuan penyebaran agama yang dibawanya. Kemajuan datang dari adanya keinginan beberapa pendudukan dari suku Aus dan Khazraj, dua suku mayoritas penduduk Tatsrib. Mereka membenarkannya sebagai Nabi dan utusan Tuhan, mereka menyampaikan sumpah setia serta meminta Nabi Muhammad untuk datang ke kota Yastsrib seraya menjadi penengah di antara mereka. Pada 622 M, Nabi Muhammad sampai di kota Yatsrib setelah melewati proses yang melelahkan dan mencekam di bawah ancaman pembunuhan elite-elite Qureisy. Nama Kota Yatsrib kemudian diubah Nabi Muhammad menjadi Madinah Munawwarah (kota yang memancarkan cahaya). Kedatangan Nabi Muhammad pun disambut penduduk Madinah dengan suka cita dan di Madinah ini kedudukan Nabi tidak lagi seperti di Mekkah. Di Madinah, Nabi bukan saja sebagai sebagai kepala agama yang memiliki wewenang dan kedudukan sebagai Rosul tetapi juga kepala negara yang memiliki kekuasaan mengurusi soal-soal keduniaan. Nabi dihadapkan oleh fakta bahwa di internal masyarakat Madinah terdiri dari beberapa suku yang selama ini kurang harmonis dan saling bermusuhan seperti suku Arab, suku Aus, suku Khazrai, dan penganut agama Yahudi. Begitu juga dengan di eksternal Madinah, Nabi dihimpit oleh kekuasaan sekelilingnya. Di Mekah berdiri kekuasaan Quraisy, di Barat terdapat imperium Romawi dan di Timur Imperium Persia. Dalam kontek sikap demokratis yang ditunjukkan Nabi Muhammad dalam memimpin kota Madinah adalah keinginan dari masyarakat di Madinah agar Nabi mempersatukan mereka dan memulihkan ketertiban dan keamanan bagi masyarakat Madinah karena di antara suku utama penduduk Madinah, Aus dan Khazraj, terdapat permusuhan yang dalam, sehingga seringkah terjadi peperangan di antara mereka. Terdapat beberapa upaya Nabi Muhammad dalam menyelesaikan perseteruan diinternal suku di Madinah dan eksternal Madinah secara demokratis seperti: 1. Nabi Muhammad menjadikan institusi masjid sebagai wadahi memperkenalkan ikatan berdasarkan agama (Ukhuivivah Islamiyah), mengantikan ikatan lama yang berdasarkan suku dan keturunan. Nabi membentuk masyarakat sosial yang didasarkan pada solidaritas sesama Muslim dan kesetiaan pada Wahyu. Nabi mempersaudarakan kaum Muslimin Mekkah yang hijrah (Muhajirin) dan kaum Muslimin Madinah yang membantu (Anshor). Nabi telah mempersatukan kekuatan bangsa Arab di bawah landasan dan motivasi keimanan, yang karena itulah dalam tahap sejarah kemudian bangsa Arab menjadi terhormat, padahal sebelumnya mereka sebagai bangsa yang terbelakang di dunia. 2015 4 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Setelah melakukan kontrak sosial pertama sesama warga Madinah, kemudian Nabi memperluas kontraknya melalui penyelenggaraan perjanjian dengan warga Kota Madinah di luar kaum MusUmin, yaitu Kaum Yahudi. Perjanjian tersebut dinamakan Piagam Madinah yang ditujukan kepada Kaum Muhajirin, Kaum Ansor, dan Kaum Yahudi. Ada dua landasan bagi kehidupan bernegara yang diatur dalam Piagam Madinah, yaitu: a. Semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun berbeda suku b. Hubungan antara masyarakat muslim dan nonmuslim didasarkan pada prinsip: (i) bertetangga baik; (ii) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; (iii) membela mereka yang teraniaya; (iv) menasehati, (v) menghormati kebebasan beragama. Menurut ahli sejarah, piagam ini adalah naskah asli yang tidak diragukan kebenarannya. Secara sosiologis, piagam tersebut merupakan antisipasi dan jawaban terhadap kenyataan dimasyarakat. Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk Madinah. Walaupun mereka heterogen, kedudukannya sama, masing-masing memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan melaksanakan aktivitas dalam bidang sosial dan ekonomi. Setiap pihak memiliki kewajiban yang sama untuk membela Madinah, tempat tinggal mereka. Secara strategis, piagam ini bertujuan untuk menciptakan keserasian politik dengan mengembangkan toleransi sosial-agama dan budaya seluas-luasnya. Piagam ini bersifat revolusioner karena menentang tradisi kesukuan orangorang Arab pada saat itu. Piagam ini adalah karya Nabi Muhammad yang secara demokratis berusaha menjadikan suku-suku di Madinah selama ini saling berkonfrontasi dapat hidup damai. Nabi Muhammad dalam menyelesaikan persoalan kemasyarakatan dan persoalan yang mempunyai dampak luas pada masyarakat senantiasa bertindak secara demokratis yaitu dengan cara bermusyawarah atau dengan cara yang melibatkan partisipasi orang lain. Bahkan Nabi pun bermusyawarah dalam masalah pribadi. Sehingga Abu Hurairah menuturkan: "Aku tidak pernah melihat seorang yang paling banyak melakukan musyawarah dengan rekan-rekannya melebihi Rosulullah". Nabi pun bila memanggil para pembantu dan pengikutnya sebagai shahabat, suatu kata yang telah diserap Bahasa Indonesia sebagai "sahabat" yang berarti teman. 11.3 KEPEDULIAN SOSIAL NABI MUHAMMAD CERMIN SIKAP BERDEMOKRATIS Menelaah karakter dan pribadi Nabi Muhammad SAW kita akan mendapati keteladanan tiada tara. Selama melaksanakan dakwahnya, Rosulullah menunjukkan kualitas moral paling baik dan sikap paling jujur dengan mengemukakan logika yang paling masuk akal. Beliau memperlakukan semua orang sebagai saudara dan sederajat, tidak pernah membeda-bedakan antara kawan dan orang asing, warna kulit dan keturunan. Di bidang hukum, beliau memberikan perlakuan sama terhadap tiap orang. Baik pada kelompok ningrat maupun rakyat kecil. Bahkan, terhadap 2015 5 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id keluarganya sendiri, dengan sabdanya, "Jika putriku Fatimah mencuri akan kupotong tangannya". "Nabi juga tidak pernah memperlakukan seseorang dengan hak-hak istimewa hingga yang bersangkutan melebihi yang lain. Beliau tidak duduk di singgasana atau di tempat duduk paling atas dalam majelisnya. Bila bepergian, beliau naik kendaraan tanpa upacara-upacara khusus. Apabila beliau menerima hadiah, beliau memberikan kelebihan kebutuhan pokoknya pada orang miskin. Sedangkan beliau sendiri kekurangan. Istrinya Aisyah mengatakan, "Perut beliau tidak pernah kenyang." Nabi juga seorang penyantun dan penyayang. "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Al-Qalam:4). Kepeduliannya terhadap orang miskin diperlihatkan ketika Nabi menegur seorang kaya yang datang di majelisnya. Orang ini menghindar duduk berdampingan dengan seorang fakir yang berpakaian kurang sempurna. Menurut akhlak Islam, siapa saja yang akan hadir ke suatu majelis, dia harus duduk di tempat kosong tanpa memandang status sosial dan pangkat. Nabi yang melihat hal itu menegurnya, "Apakah engkau khawatir kefakirannya akan menular kepadamu?" Dijawab, "Tidak ya Rosulullah." "Kamu takut pakaianmu akan kotor?" Dijawab, "Tidak ya Rosulullah." "Lalu kenapa kau menghindarinya?" Dijawab, "Aku mengaku keliru dan bersalah, ya Rosulullah." Islam tidak membenarkan seseorang memiliki sifat ghurur (berbangga diri), hanya karena dia dikaruniai harta benda. Beliau sendiri berulang kali menekankan pada umatnya, bahwa kaum Muslimin itu bersaudara dan tidak membenarkan seseorang menjauhkan diri dari saudaranya hanya karena berbeda status. Dalam kaitan solidaritas sosial yang dikumandangkan Islam sejak 15 abad lalu itu, perlu dapat perhatian semua pihak. Karena ketidakpedulian kaum berpunya terhadap kaum miskin merupakan bahaya terbesar bagi terciptanya stabilitas nasional yang dapat kita rasakan pada saat ini. Untuk mencegah hal ini Islam memerintahkan mereka yang berpunya untuk memberikan sebagian harta kekayaannya pada kaum miskin. Baik berupa zakat, infak, dan bentuk sedakah lainnya. 11.4. UNDANGAN PLURALISME DALAM ISLAM Mohammed Arkoun seorang intelektual Muslim terkemuka dari Aljazair, menyatakan. Islam akan meraih kejayaannya jika umat Islam membuka diri terhadap pluralisme pemikiran, seperti pada masa awal Islam hingga abad pertengahan. Pluralisme bisa dicapai bila pemahaman agama dilandasi paham kemanusiaan, sehingga umat Islam bisa bergaul dengan siapa pun. Arkoun mengungkapkan, paham kemanusiaan di Arab muncul pada abad ke-10 di Irak dan Iran, pada saat munculnya gerakan yang kuat untuk membuka diri terhadap seluruh kebudayaan di Timur Tengah yang didasarkan pada pendekatan kemanusiaan manusia. Para ahli teologi, hukum, ilmuwan, dan ahli-ahli filsafat berkumpul untuk berbicara dan bertukar pikiran.Namun, memasuki abad ke-13, umat Islam mulai 2015 6 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id melupakan filsafat maupun debat teologi. Dalam masa kejayaan Islam klasik para filosof dan ilmuan muslim ketika berdiskusi mereka didasarkan pada pendekatan keragaman budaya, keragaman pemikiran, dan keragaman filsafat sehingga terjadi perdebatan yang seru bagaimana menafsirkan makna ayat-ayat Al-Qur'an dan menuangkan menjadi produk hukum yang didasarkan pada teks suci. Dengan menjaga tradisi pemikiran pluralisme, seseorang akan tetap menjadi kritis. Pemahaman kepada konsep pluralisme inilah yang hilang dalam Islam. Islam harus mempertahankan kebebasan bagi setiap muslim untuk berpartisipasi dalam ijtihad. Pemahaman ini penting untuk membangun demokrasi di negara-negara Islam dan untuk memulihkan kembali kebebasan berpikir dalam Islam. Untuk melahirkan Muslim yang berpikir pluralisme dan berjiwa demokratis perlu menekankan pentingnya pendidikan yang didasarkan pada humanisme. Dalam kaitan itu, di perguruan tinggi perlu diajarkan multibahasa asing, sejarah, dan antropologi, serta perbandingan sejarah dan antropologi agama-agama agar mahasiswa terbuka pada semua kebudayaan dan terbuka pada semua pemikiran. 11.5 PANDANGAN ISLAM TERHADAP WANITA Mendiskusikan pandangan Islam terhadap peran dan kedudukan tak akan dapat di lepaskan dari pandangan Al-Qur'an sebagai petunjuk dari Allah yang lugas memaparkan hak asasi perempuan dan laki-laki yang sama, hak itu meliputi hak dalam beribadah, keyakinan, pendidikan, potensi spiritual, hak sebagai manusia, dan eksistensi menyeluruh pada hampir semua sektor kehidupan. Di antara 114 surat yang terkandung di dalamnya terdapat satu surat yang didedikasikan untuk perempuan secara khusus memuat dengan lengkap hak asasi perempuan dan aturan-aturan yang mengatur bagaimana seharusnya perempuan berlaku di dalam lembaga pernikahan, keluarga dan sektor kehidupan. Surat ini dikenal dengan surat An-Nisa', dan tidak satupun surat secara khusus ditujukan kepada kaum laki-laki. Lebih jauh lagi, Islam datang sebagai revolusi yang menghancurkan sikap dan pandangan yang diskriminatif dari kaum Jahiliyah atas perempuan dengan pemberian hak warisan, menegaskan persamaan status dan hak dengan laki-laki, pelarangan nikah tanpa jaminan hukum bagi perempuan dan mengeluarkan aturan pernikahan yang mengangkat derajat perempuan masa itu. Maka bergantilah era represif masa pra-Islam berlalu dengan kedatangan Islam yang mengembalikan perempuan sebagai manusia utuh setelah mengalami hidup dalam kondisi yang mengenaskan tanpa kredibilitas apapun dan hanya sebagai komoditi tanpa nilai. Penghargaan Islam atas eksistensi perempuan ditauladankan dalam sisi-sisi kehidupan Nabi Muhammad saw. Terhadap istri-istri beliau, anak maupun hubungan beliau dengan perempuan di masyarakatnya. Kondisi dinamis perempuan masa risalah tercermin dalam kajian-kajian yang dipimpin langsung Rosulullah yang melibatkan para sahabat dan perempuan dalam satu majelis. Terlihat jelas bagaimana perempuan masa itu mendapatkan hak untuk menimba ilmu, mengkritik, bersuara, berpendapat dan atas permintaan muslimah 2015 7 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sendiri meminta Rosul satu majelis terpisah untuk mendapat kesempatan lebih banyak berdialog dan berdiskusi dengan Rosulullah. Terlihat juga dari geliat aktifitas perempuan sahabat rosullullah dalam panggung bisnis, politik, pendidikan, keagamaan dan sosial, dan ikut serta dalam peperangan dengan sektor yang mereka mampu melakukan. Kisah kehidupan istriistri Rosul pun mengindikasikan aktifitas di mana Ummul mukminin Khadijah ra. adalah salah satu konglemerat wanita pada masa itu, Aisyah ra. adalah perawi hadis dan banyak memberikan fatwa karena kecerdasannya. Bahkan semangat kesadaran peran wanitapun telah terdengar dari suara-suara protes dan pertanyaan yang diajukan Ummu Salamah ra. atas eksistensi perempuan. Dari sini terlihat bahwa era risalah telah mengubur masa dominasi kaum lakilaki atas wanita dan mengganti dengan masa yang lebih segar, bagi perjalanan hidup perempuan selanjutnya. Sejarah awal Islam telah memaparkan kenyatan bahwa Islam justru mendorong dan mengangkat kemuliaan perempuan yang belum pernah diberikan sebelumnya oleh suku bangsa manapun sebelumnya dan peradaban tua sebelum Islam. Meski demikian hal di atas tidak membebaskan Islam dari pandangan negatif oleh Barat tentang perlakuan Islam terhadap perempuan. Di mana seolah-oleh perempuan oleh Islam dikebiri hak asasinya untuk maju dan berkembang, melakukan aktifitas di luar rumah, mengaktualisasikan kemampuannya dan terhalangi oleh aturan-aturan kaku Islam yang justru mendorong perempuan untuk terjerat dalam mata rantai tugas-tugas domistik dari dapur, sumur, kasur, mengurus anak dan hal-hal yang jauh dari penghargaan. Terjadinya kasus tindak kekerasan yang menimpa kaum wanita, tidak adanya perlindungan kerja dan kecilnya peluang pertisipasi perempuan di sektor politik, pelayanan publik dan fasilitas khusus untuk perempuan dalam pendidikan, kesehatan, dan sosial. Ditambah lagi dengan himpitan kenyataan nasib kaum perempuan di banyak negara yang secara representatif mewakili dunia Islam seperti Saudi Arabia, Sudan, Pakistan, Bangladesh, Afghanistan, Iran dan lain sebagainya. Terhadap hal ini, telah terjadi kerancuan dalam memandang Barat terhadap Islam itu sendiri, karena pada saat Barat membicarakan tentang keberadaan perempuan dimasyarakat Islam yang mereka lontarkan adalah masalah yang berkaitan dengan kaitan perempuan dengan persoalan pernikahan, keluarga, perceraian, pakaian, hak waris, hak persaksian di pengadilan, dan pendidikan yang sesungguhnya sangat berkaitan dengan persoalan tradisi dan kebiasaan masyarakat bukan merupakan ajaran yang sesungguhnya dari Islam. Maka perlu mengembalikan cara pandang terhadap persoalan perempuan dalam frame yang benar. Sehingga Islam dilihat secara holistik bukan secara parsial yaitu bukan sekedar melihat kedudukan perempuan lewat fenomena yang terjadi di negara-negara Islam, sebaiknya melihat kedudukan perempuan dalam Islam lewat ajaran-ajaran dan sejarah Islam yang praktekkan dimasa Nabi Muhammad dan para sahabat. Tapi umat Islam pun tidak bisa menutup mata bahwa kenyataan yang ada akan melahirkan gambaran-gambaran negatif, karena nonsens bila keagungan 2015 8 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id aturan tidak dibarengi dengan pelaksanaan yang riil tentang keagungan ajaran Islam untuk keberadaan perempuan dari para penganutnya. Dan bila yang terjadi adalah kesalahan dalam membaca bahasa agama, dengan menginterpretasikan suatu aturan secara subjektif, menghilangkan pesan yang dibawa dan justru menyembunyikan maksud sebenarnya pesan Al-Qur'an dengan manipulasi ajaran diganti dengan budaya-budaya yang merugikan kaum perempuan itu sendiri. Telah dipaparkan di atas bagaimana sejarah Islam dan aturan yang dibawa Al-Qur'an dan As-Sunnah ingin memberikan hak dan kemerdekaan perempuan, mendorong perempuan untuk maju, berkarya mendapat perlindungan. Bila demikian tinggal bagaimana umat Islam benar-benar ingin tampil elegan dan menepis gambaran negatif yang ada dengan sikap proaktif atau santai saja. Lalu mengapa muslimah enggan maju? Masih adakah kungkungan psikologis dan kultur yang menghalangi? Bukankah Islam telah menancapkan kakinya sebagai suporter terbesar dan mempelopori gerakan penghargaan terhadap keberadaan perempuan dari era risalah hingga masa kini. Tentunya, kaum muslimin perlu upaya dan karya riil terhadap permasalahan ini. 11.6. PELAKSANAAN DEMOKRASI DI DUNIA MUSLIM Telah menjadi keyakinan universal bahwa demokrasi merupakan alternatif tunggal sistem politik, yang dapat mengantarkan kepada kesejahteraan umum. Demokrasi akan melahirkan sebuah tatanan pemerintahan yang lebih kuat atas dasar legitimasi populis dari rakyat, yang akan memberi kontribusi terhadap proses pembangunan di bidang lain: ekonomi, sosial, dan budaya. Keyakinan ini bahkan sudah menjadi kebenaran yang bersifat faktual, yang dalam banyak hal memang tak terbantahkan. Kita pun menyaksikan betapa sepanjang abad ke-20, fenomena gerakan demokratisasi telah menjadi gejala dunia dan merupakan puncak pencapaian tertinggi ketika satu demi satu sebuah negara dengan sistem politik totaliter berguguran dan berganti dengan sistem politik demokratis. Menurut sebuah survei, sebanyak 81 negara di dunia (29 di Sub-Sahara Afrika, 23 di Eropa, 14 di Amerika Latin, 10 di Asia, dan 5 di Arab) sedang berada dalam masa transisi menuju demokrasi (Human Development Report, 2002). Pada tataran formal atau kelembagaan, beberapa negara-negara muslim modern menganut sistem demokratis atau paling tidak semi demokrasi dalam arti negara muslim tersebut hanya memberikan setengah kebebasan. Ini karena dari 39 negara-negara Muslim, termasuk yang merdeka dari Rusia 1992, menganut sistem pemerintahan republik yang memiliki konstitusi dalam pengertian modern seperti Turki, Maroko, Kuwait, Yordania, Tunisia, Aljazair, Mesir, Syiria, Libanon, Irak, Yaman, Nigeria dan Sinegal dan lain-lain. Indonesia dan Praktek Demokrasi Di Indonesia tampaknya prospek demokrasi cukup baik, bahkan lebih bisa di harapkan. Rakyat dan bangsa Indonesia telah menorehkan sumbangsih mereka dalam sejarah demokrasi di Asia Tenggara. Sebagai salah satu agenda reformasi 2015 9 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id politik, pada 1999, rakyat Indonesia membuktikan kepada dunia bahwa rakyat dan bangsa Indonesia yang mayoritas Islam telah mampu melaksanakan pemilihan umum yang jujur sepanjang 30 tahun, Kemudian rakyat dan bangsa Indonesia juga membungkam keragu-raguan dunia soal kesanggupan rakyat dan bangsa Indonesia melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dengan jumlah pemilih terbesar dalam sejarah manusia yaitu 117 juta penduduk Indonesia secara bebas memilih. Tampaknya proses demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia dapat dilihat dari beberapa indikasi seperti: 1. Fungsi kontrol parlemen kepada pemerintah sudah bekerja cukup baik 2. Penerapan sistem multi partai 3. Adanya kebebasaan pers dan kebebasan akademik 4. Munculnya kelompok menengah yang berpendidikan dan kritis Di Indonesia muncul dukungan dari kaum intelektual muslim terhadap penerapan demokrasi di Indonesia diantaranya seperti alm Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid dan Amien Rais. Sebagai intelektual Muslim yang berpikir demokratis mereka senantiasa melihat ide-ide dan pencapaian demokrasi dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Qur'an dan tradisi Nabi Muhammad, bukan melihat Islam hanya sebatas suatu ajaran ibadah biasa tetapi sebagai inspirasi yang bernilai yang harus diimplementasikan. Mereka berpandangan bahwa, demokrasi merupakan barang kaum muslimin yang hilang beberapa waktu. Kenyataan itulah yang membuat Anders Uhlin berkesimpulan bahwa Islam di Indonesia khususnya bukanlah ancaman bagi demokrasi, tetapi justru menumbuhkembangkan demokrasi. Ia melihat demokrasi sebagai nilai-nilai yang bukan hanya milik Barat, tetapi juga milik Islam. Dukungan masyarakat yang relatif besar terhadap demokrasi. Paling tidak berdasarkan hasil sebuah penelitian bahwa sekitar 71 % masyarakat Indonesia yang setuju bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik. 11.7 KAJIAN KASUS: DUKUNGAN UMAT ISLAM MENSUKSESKAN PEMILU Indonesia Melangkah Lebih Percaya Diri... Kemampuan Indonesia menyelenggarakan tiga kali pemilihan umum dalam satu tahun, termasuk pemilihan presiden secara langsung tahun 2004, yang berjalan aman, lancar dan damai memang memberikan berkah yang besar pada tampilan Indonesia di mata dunia. Bangsa Indonesia kini bisa berbangga karena mampu menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Indonesia sudah mampu berdemokrasi dengan baik, jauh lebih baik dari kebanyakan negara berkembang di kawasan Asia Tenggara, bahkan di seluruh dunia. Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda menguraikan, pencapaian demokrasi itu merupakan aset, sebuah modal yang penting, tetapi tidak secara 2015 10 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id otomatis mengubah segalanya. "Pencapaian penting dalam hal demokrasi tidak secara langsung mengubah arah kebijakan. Tetapi dari penilaian kami, dengan arah demokrasi yang berkembang baik sebagai aset, kita terjemahkan itu misalnya dalam konteks ASEAN Security Community. Dalam plan of action-nya dari enam komponen utama, salah satunya adalah pembangunan masyarakat ASEAN yang demokratis. Itu refleksi dari demokrasi sebagai aset di dalam negeri," katanya. Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Phillips Jusario Vermonte, berpendapat bahwa pemilihan umum (pemilu) yang demokratis itu memang merupakan basis yang penting bagi diplomasi Indonesia. "Indonesia makin dilihat sebagai negara yang demokratis, sukses dengan transformasi politiknya yang berlangsung dengan cara yang damai dan dewasa. Ini menjadi basis penting bagi diplomasi Indonesia untuk berperan lebih luas. Dalam soal Myanmar, misalnya, Indonesia punya legitimasi kuat untuk mengajak pemerintah dan rakyat negeri itu melaksanakan transformasi politik secara damai, sebagaimana kita melakukannya. Ini akan memberikan sumbangan besar bagi perdamaian dunia," ungkapnya. Diplomat senior Ali Alatas, mengatakan partisipasi umat Islam sangat signifikan menunjang keberhasilan proses demokratisasi sehingga menimbulkan citra baru yang positif tentang Indonesia dimata dunia. Membangun sebuah citra baru yang lebih baik dari sebelumnya tentulah bukan upaya yang mudah. Dalam bisnis, perusahaan yang terpuruk karena melakukan kesalahan dalam aktivitasnya biasanya berusaha meraih pencitraan baru itu melalui brand-image yang baru, serta beriklan yang sangat gencar untuk mengampanyekan brand-image yang baru tersebut. Pemilu demokratis yang sukses diselenggarakan jelas memberikan suatu brand-image yang baru. Tetapi, bagaimana pengaruhnya sangat bergantung pada "produk/jasa" yang disajikannya, serta kesesuaian antara brand-image yang diiklankan secara gencar itu dan realitas di lapangan. Bagaimana posisi Indonesia di tengah perubahan dunia yang sangat cepat? Menurut Phillips, Indonesia tidak mempunyai pilihan lain selain semakin menjadi lebih kreatif untuk memberikan ide-ide dan lebih argumentatif dalam menawarkan ide-ide tersebut. Dengan menjalankan peran yang aktif seperti itu, Indonesia pun akan ikut berperan dalam perubahan dunia sehingga juga tidak terkaget-kaget melihat dan menyikapi berbagai perubahan yang cepat itu. -00OO00- DAFTAR PUSTAKA Al-Hufiy, A.M.,Keteladanan Akhlak nabi Muhammad SAW, Pustaka Setia, Bandung: 2000. Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama, Jakarta: 1971. 2015 11 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kamil S, 2002, Islam dan Demokrasi: Telaah Konseptualdan Historis, Gaya Media Pratama, Pamulang: 2002. Muzaffar, C., Muslim, Dialog dan Terror, Propetik, Bandung: 2004. Schimmel, A. Islam Interpretatif, Inisiasi Press, Depok: 2003. 2015 12 Pendidikan Agama Islam Dr. Achmad Jamil Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id