Modul Pendidikan Agama Islam [TM13].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Pendidikan
Agama Islam
Islam dan Demokrasi
 Tradisi Islam dalam demokrasi
 Pandangan Islam tentang pluralisme
 Kedudukan wanita dalam Islam
Fakultas
Program Studi
Psikologi
Psikologi
Tatap Muka
12
Kode MK
90002
Abstract
1
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Dian Febrianingsih, M.S.I
Kompetensi
Sistem demokrasi yang dianut masyarakat
modern adalah bersumber dari semboyan yang
dibawa Revolusi Perancis yaitu liberte, egalite,
dan fraternite. Di Indonesie, gagasan demokrasi
dan demokratisasi terus bergulir seiring
dinamiks politik. Bagi kalangan neo-modernis
Islam, demokrasi dan agama sesungguhnya
layak dipertemukan. Demokrasi dipandang
sebagai aturan politik yang paling layak,
sementara agama diposisikan sebagai wasit
moral dalam aplikasi demokrasi.
2015
Disusun Oleh
- Mampu memahami tradisi Islam dalam
demokrasi
- Mampu menjelaskan pelaksanaan praktek
demokrasi di Madinah sebagai contoh
pelaksanaaan demokrasi dalam Islam
- Mampu menguraikan implementasi
demokrasi Islam dalam bentuk kehidupan
sosial kemasyarakatan
- Mampu menjelaskan pandangan Islam
tentang pluralisme
- Mampu menjelaskan pandangan Islam
tentang kedudukan wanita
- Mampu memahami pelaksanaan demokrasi
pada negara Islam
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Tradisi Islam dalam demokrasi
Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata demos yang berarti rakyat dan
kratein yang berarti pemerintahan ataupun kratos yang berarti pemerintah atau penguasa.
Gabungan dari kedua kata dimaksud, berarti pemerintahan oleh rakyat, atau pemerintahan
yang dilaksanakan oleh rakyat. Berikut adalah beberapa definisi dari demokrasi:
1. Menurut Hedar Nashir: Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demokratia.
Demos artinya rakyat (people) dan kratos artinya pemerintahan atau kekuasaan
(rule).
2. Menurut Giddens: demokrasi mengandung arti suatu sistem politik yang
kekuasaan tertingginya dipegang oleh rakyat, bukan kekuasaan oleh raja atau
kaum bangsawan
Amien Rais dalam Peter Calvert mengemukakan bahwa sedikitnya terdapat tiga
alasan dasar mengapa banyak negara setelah perang Dunia II menilai demokrasi sebagai
sistem politik yang tepat, yaitu:
1) Demokrasi merupakan bentuk vital dan terbaik bagi suatu pemerintahan yang
mungkin diciptakan, yang merupakan doktrin luhur pemberi manfaat bagi
kebanyakan negara
2) Demokrasi sebagai sistem politik dan pemerintahan dianggap mempunyai akar
sejarah yang panjang, sehingga ia tahan banting dan dapat menjamin
terselenggaranya suatu lingkungan politik yang stabil
3) Demokrasi dipandang sebagai suatu sistem yang paling alamiah dan manusiawi,
sehingga semua rakyat dalam suatu negara akan memiliki demokrasi bila ia
diberi kebebasan untuk melakukan pilihannya.
Islam dan Demokrasi
Masyarakat modern menurut analisis Haekal adalah masyarakat yang yakin akan
kemampuan dan kebebasan dirinya, dengan tanggung jawab sosial sebagai faktor asasi
dalam kehidupan bersama. Oleh karena itu, melalui pemerintahan yang demokratis,
peradaban manusia akan lebih berkembang. Selain, masyarakat modern lebih menyukai
pemerintahan demokratis. Sistem demokrasi yang dianut masyarakat modern adalah
bersumber dari semboyan yang dibawa revolusi Perancis, yaitu liberte, egalite dan fraternite
(kebebasan, persamaan dan persaudaraan) yang ternyata telah membawa perubahan
mendasar bagi peta sosial politik.
2015
2
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Di dalam masyarakat Islam, terdapat petunjuk yang cukup kuat bahwa sebagian dari
para ulama dan para penguasa politik berpandangan bahwa dalam Islam tidak ada tempat
bagi paham demokrasi. Secara harfiah, demokrasi berarti kekuasaan berada dalam
genggaman rakyat. Doktrin Islam mengatakan bahwa hanya Tuhan yang memiliki
kekuasaan. Lebih dari itu, sebagian ulama juga mengklaim bahwa Islam adalah agama yang
serba lengkap, yang mengatur seluruh aspek kehidupan, maka tak ada aturan hidup kecuali
yang telah diputuskan Allah swt dalam al Qur’an dan sunnah Rasul. Oleh karena itu,
demokrasi dari mayoritas rakyat tidak bisa diberlakukan. Justru sejarah menunjukkan bahwa
para Rasul Tuhan selalu merupakan kekuatan minoritas yang melawan arus suara
mayoritas.
Dapat disimpulkan bahwa ada dua problem tentang hubungan agama dan demokrasi
yaitu sebagai berikut:
1. Problem filosofis yaitu jika klaim agama terhadap pemeluknya sedemikian total
maka akan menggeser otonomi dan kemerdekaan manusia yang berarti juga
menggeser prinsip-prinsip demokrasi
2. Problem historis-sosiologis, ketika kenyataannya peran agama tidak jarang
digunakan oleh penguasa untuk mendukung kepentingan politiknya.
Bagi kalangan neo-modernis Islam, demokrasi dan agama sesungguhnya dapat
dipertemukan. Demokrasi dipandang sebagai aturan politik yang paling layak, sementara
agama diposisikan sebagai wasit moral dalam aplikasi demokrasi.
Demokrasi dalam Islam tertumpu pada empat prinsip berikut:
1. Al musawah (persamaan)
Semua warga negara adalah sama hak, kewajiban dan kedudukannya, baik hak
politik, hak agama, hak pekerjaan dan hak pengajaran. Dalam istilah Barat one
man one vote, satu orang satu suara, entah itu perempuan, laki-laki, tua, muda.
2. Al ‘adalah (keadilan)
Keadilan merupakan landasan demokrasi, dalam arti terbukanya pekuang
kepada semua orang untuk mengatur hidupnya sesuai dengan apa yang
diinginkan. Masalah keadilan penting dalam arti seseorang mempunyai hak untuk
menentukan jalan hidupnya. Selain itu, orang tersebut harus dihormati haknya
dan diberi peluang serta kemudahan untuk mencapainya. Sebuah negara akan
sejahtera dan dapat eksis jika prinisp yang diusungnya adalah keadilan sekalipun
negara itu kafir. Sebaliknya, sebuah negara akan hancur jika prinsip yang
diusungnya kedzaliman sekalipun negara itu Islam. Islam menekankan sekali
bahwa keadilan harus ditegakkan.
2015
3
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Al syuura (musyawarah)
Islam disini tidak mengambil konsep Barat yaitu voting, sebaliknya menekankan
musyawarah, karena dalam musyawarah mampu melindungi hak-hak minoritas.
Hasil dari musyawarah mengakomodir kepentingan-kepentingan minoritas. Kalau
kepentingan tidak terakomodir dalam musyawarah, bukan musyawarah lagi tetapi
memaksakan kehendak. Yang menang yang diuntungkan, yang kalah tidak
terakomodir. Musyawarah itu dapat juga diartikan sebagai bentuk atau cara
memelihara
kebebasan
dan
memperjuangkan
keadilan
lewat
jalur
permusyawaratan.
4. Al hurriyat (kebebasan)
Prinsip kebebasan merupakan prinsip Islam yang paling mulia sejak agama ini
muncul ke dunia, dan dalam kebebasan ini, bentuk kebebasan yang tersurat dan
tersirat dalam revolusi Perancis adalah yang terpenting yaitu kebebasan berfikir
dan mengeluarkan pendapat.
Dari empat prinsip tersebut di atas, Islam dapat beriringan dengan demokrasi. Adapun seluk
beluk demokrasi banyak berlandaskan pada Al Qur’an yang meliputi:
a. Kebebasan dan tanggungjawab individual, sesuai dengan QS Al An’aam (6): 94
b. Kebebasan eksperimen, sesuai dengan QS Al Kahfi (18): 29
c. Kebebasan beragama, sesuai dengan QS Yunus (10): 99
d. Keadilan, sesuai dengan QS Al Maidah (5): 58 dan QS An Nisa (4): 135
e. Musyawarah, sesuai dengan QS Ali Imran (3): 159 dan Asy Syuura (42): 38
Nilai-nilai fundamental tersebut menjadi pesan mendasar dalam Al Qur’an yang menuntut
kaum muslim mampu mengoperasionalkannya.
Sistem politik demokrasi dapat berjalan sealur dengan misi agama. Demokrasi
bahkan dapat disebut yang paling baik dan paling tepat, karena dengan mekanismenya
yang wajar, demokrasi bisa menghindarkan adanya tirani baik mayoritas maupun minoritas.
Kekuatan demokrasi terletak pada:
1) Jaminan berlangsungnya checks and balances antara mereka yang sedang
berkuasa dan mereka yang sedang tidak berkuasa (pemerintah dan rakyat).
2) Jaminan kebebasan asasi, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan
berserikat, kebebasan beragama dan kebebasan dari rasa takut.
3) Dalam sistem politik yang demokratis berlaku prinsip the people control the
leaders, lawan the leaders control the mass yang menjadi prinsip otoriterisme.
4) Dalam alam demokrasi, ada kesediaan sharing of power atau kesediaan
membagi kekuasaan dengan pihak lain agar tercapai keseimbangan harmonis
antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
2015
4
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Perbedaan Hukum Barat dan Hukum Islam
Perbedaan paling mendasar antara sistem hukum Barat dan sistem hukum Islam
terletak pada sumbernya masing-masing. Seperti diketahui civil law dan common law yang
dikenal sebagai buatan manusia (man made law). Sebaliknya dua sumber primer hukum
Islam adalah Al Qur’an dan Sunnah. Berikut adalah perbedaan-perbedaan fundamental
antara hukum Islam dan hukum manusia:
1. Hukum manusia tergambar dari namanya adalah kreasi dari manusia, sementara
syariah berasal dari wahyu Tuhan. Jadi keduanya merefleksikan kualitas
perbuatannya masing-masing. Hukum manusia tersebut tidak sempurna dan
tidak dapat mencapai kesempurnaan hingga manusia itu sendiri menjadi
sempurna.
Hukum Tuhan merefleksikan kesempurnaan dan keagungan
penciptanya dan cahaya dari Yang Maha Mengetahui.
2. Hukum manusia yang aturan-aturannya sementara dan tidak abadi, suatu
masyarakat menetapkan untuk mengatur urusan-urusannya dan memenuhi
kebutuhannya. Akan tetapi aturan-aturan tersebut tidak memimpin masyarakat,
melainkan tumbuh dalam derajat yang sama dengan masyarakat. Syariat Islam
adalah kumpulan dari aturan-aturan di mana Allah telah menentukan aturan bagi
urusan-urusan masyarakat manusia sepanjang waktu. Syariat Islam abadi dan
tidak memungkinkan perubahan. Karakter itu hanya dalam syariat Islam.
3. Masyarakat
menyusun suatu hukum
dan mencetaknya
sesuai dengan
kebiasaan, tradisi dan latar belakang sejarahnya. Syariat Islam bukan produk
masyarakat manusia dan bukan pula hasil perkembangan berikutnya. Syariat
berasal dari Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu. Allah telah
menjadikannya suatu model kesempurnaan.
2015
5
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pembentukan Negara Madinah
Pada periode Madinah, Islam merupakan suatu kekuatan politik. Ajaran Islam yang
berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad saw
mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai pemimpin agama/ kepala agama, tetapi juga
sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi, terkumpul dua kekuasaan, yaitu
kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis
merupakan kepala negara. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru
Madinah, Nabi Muhammad segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat yaitu:
1. Pembangunan masjid
Tujuan utama adalah untuk tempat shalat. Selain itu, juga sebagai sarana
penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka,
disamping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah
yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi, berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
2. Ukhuwah islamiyah
Persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan
muhajirin dan anshar. Diharapkan setiap muslim merasa terikat dalam suatu
persaudaraan dan kekeluargaan. Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti
menciptakan suatu bentuk persaudaraan baru yaitu persaudaraan berdasarkan
agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.
3. Hubungan persahabatan dengan pihak lain yang tidak beragama Islam
Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam, juga terdapat golongan
masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek
moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Rasulullah
mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin
kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dikeluarkan.
Perjanjian ini dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan
Konstitusi Madinah/ Piagam Madinah/ Madinah Charter.
Piagam Madinah berisikan beberapa hal berikut ini:
a. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan
keagamaan
b. Kemerdekaan beragama dijamin
c. Seluruh anggota masyarakat berkewajiban untuk mempertahankan keamaan
negeri dari serangan luar
d. Pengangkatan Rasulullah sebagai kepala pemerintahan berkaitan dengan
otoritas mutlak kepada beliau tentang peraturan dan tata tertib umum.
e. Meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia.
2015
6
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Menurut analisis Suyuti Pulungan, naskah Piagam Madinah mengandung beberapa prinsip:
a. Prinsip persatuan dan persaudaraan
b. Persamaan
c. Kebebasan
d. Tolong menolong
e. Membela yang teraniaya
f.
Hidup bertetangga
g. Keadilan
h. Musyawarah
i.
Pelaksanaan hukum dan sanksi hukum
j.
Kebebasan beragama dan hubungan antar pemeluk agama
k. Pertahanan dan perdamaian
l.
Amar ma’ruf nahi munkar
m. Kepemimpinan
n. Tanggungjawab pribadi dan kelompok
o. Ketakwaan/ ketaatan
Dasar politik negeri Madinah adalah:
1) Prinsip keadilan yang harus dijalankan kepada setiap penduduk tanpa pandang
bulu.
2) Prinsip musyawarh untuk memecahkan segala macam persoalan
Lebih jauh, keputusan politik yang diambil Nabi dilakukan dengan empat cara yaitu:
a) Mengadakan musyawarah dengan kalangan sahabat senior
b) Meminta pertimbangan kalangan profesional
c) Melemparkan masalah-masalah yang biasanya berdampak luas bagi masyarakat
ke dalam forum yang lebih besar
d) Megambil keputusan sendiri
Langkah-langkah Rasulullah dalam menjalankan pemerintahan di negara Madinah:
1) Menjadi hakim yang mengadili perkara-perkata yang terjadi di tengah masyarakat
2) Membentuk lembaga hisbah yang bertugas melakukan penertibban atas perilaku
perdagangan di pasar-pasar
3) Mengangkat para gubernur atau hakim untuk pemerintahan daerah
4) Mengelola zakat, pajak, dan harta rampasan perang/ ghanimah untuk
kesejahteraan penduduk
5) Mengorganisasi militer, mengumumkan perang dan langsung memimpin
peperangan serta mengangkat panglima perang/ komandan.
6) Menjalankan hubungan diplomatik dengan negara-negara sahabat
7) Mengangkat duta-duta ke negara-negara sahabat
2015
7
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pelaksanaan demokrasi pada negara Islam
Pemerintahan Islam (khilafah) tidak mengenal adanya lembaga tertinggi dalam
pemerintahan (mewakili rakyat), akan tetapi rakyat secara langsung membaiat khalifah.
Struktur pemerintahan dalam kekhalifahan langsung penentu kebijakannya adalah khalifah
dengan mekanisme rakyat yang langsung menyetujui kebijakan. Lain halnya kepemimpinan
presiden di Indonesia bahwa kebijakan harus mendapat persetujuan DPR/ MPR.
Syariat Islam tidak menentukan sistem pemerintahan, apakah bentuk kerajaan,
demokrasi atau lainnya diserahkan dalam musyawarah umat, namun yang terpenting adalah
bahwa dalam pemerintahan itu haruslah terwujud keadilan. Karena dengan tidak
terwujudnya keadilan, maka Islam mewajibkan untuk mengganti pemerintahan itu karena
sudah terjebak dalam kezaliman yang dimurkai Allah swt.
Masyarakat Madani
Penggagas teori tentang masyarakat madani adalah hasil pengamatan dari Ibnu
Khaldun pada masyarakat nomad di Arab yang hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat
ke tempat yang lain dan selanjutnya teorinya tentang masyarakat perkotaan (madani). Ia
berpendapat bahwa masyarakat ini merupakan hadarah sebagai kebalikan dari badawah.
Masyarakat hadarah merupakan masyarakat yang beradab (memiliki peradaban) dan
bersifat sekuler (dapat memisahkan antara yang sakral dan bukan sakral).
Perbedaan lainnya yang terlihat pula antara masyarakat madani dan bukan madani,
terlihat dalam anggapan bahwa alam menurut masyarakat madani dipengaruhi oleh
peradaban manusia, sedangkan pada masyarakat bukan madani, alam tidak berpengaruh
pada kehidupan manusia dan alam mempunyai kekuatan (totem, manna).
Masyarakat madani menurut pandangan Ibnu Khaldun, dapat mewujudkan
ketakwaan karena dapat memisahkan antara yang sakral dan yang bukan sakral, sehingga
dengan perilaku sekuler ini mereka dapat mewujudkan ketakwaan hakiki seperti yang
pernah dicontohkan Rasulullah ketika membangun masyarakat Madinah. Teori Ibnu Khaldun
ini merujuk adanya pemikiran Al Qur’an yaitu QS Al A’raaf: 96
Keadilan yang bersifat universal yang mewujudkan ketakwaan bagi masyarakat
madani seperti keadilan yang dikehendaki oleh Allah swt. Berbeda dengan keadilan parsial
yang merupakan wujud sifat kezaliman yaitu memperbedakan hak dan kewajiban
masyarakat antara muslim dan nonmuslim.
2015
8
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pandangan Islam tentang Pluralisme
Umat Islam di Indonesia mempunyai wadah dalam menyelesaikan segala macam
persoalan umat Islam termasuk tentang pluralisme. Wadah tersebut adalah Majelis Ulama
Indonesia (MUI). MUI pada musyawarah nasional MUI VII pada 26-29 Juli 2005 telah
mengeluarkan fatwa MUI tentang pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama.
Rujukan fatwa tersebut adalah:
1. QS Ali Imran (3): 85
2. QS Ali Imran (3): 19
3. QS Al Kafirun (109): 6
4. QS Al Ahzab (33): 36
5. QS Al Mumtahanah (60): 8-9
6. QS Al Qashash (28): 77
7. QS Al An’aam (6): 116
8. QS Al Mu’minun (23): 71
Fatwa MUI tersebut menyatakan:
1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama
adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu,
setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang
benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan
bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu
terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3. Pluralisme, sekulerisme dan liberalisme agama adalah paham yang bertentangan
dengan ajaran agama Islam.
4. Umat Islam haram mengikuti paham pluralisme, sekulerisme dan liberalisme agama.
5. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas
agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat
Islam bersifat inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk
agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Hakekat kebersamaan dalam pluralitas beragama meliputi dua hal yang menjadi pokok
kajian yaitu:
1) Kerukunan umat beragama
Kerukunan umat beragama adalah kesepakatan untuk hidup bersama dalam
mengamalkan ajaran agama bagi masing-masing pemeluk agama yang
mendiami negara Indonesia.
2015
9
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Kerjasama antarumat beragama/ tasamuh (toleransi)
Toleransi dalam ajaran Islam adalah toleransi sosial kemasyarakatan dan bukan
toleransi di bidang aqidah dan atau keimanan atau keyakinan. Islam mempunyai
keyakinan yaitu agama Islam adalah satu-satunya agama Allah swt yang benar
lagi sempurna, sesuai dengan QS Ali Imran (3): 85. Sikap sinkretisme dalam
agama yang menganggap bahwa semua agama adalah benar tidak sesuai
dengan keimanan seorang muslim dan tidak relevan dengan pemikiran yang
logis. Tasamuh atau toleransi berfungsi sebagai penertib, pengaman, pendamai
dan pemersatu dalam komunikasi dan interaksi sehingga terpelihara kelestarian
lingkungan hidup dan terwujudnya hubungan baik pada masyarakat.
Kedudukan Wanita dalam Islam
Wanita muslim di tengah-tengah masyarakat Islam menempati kedudukan yang
tinggi dan terhormat; satu kedudukan yang dapat menjaga martabat, kemanusiaan dan
kesuciannya. Islam sama sekali tidak menganggap wanita sebagai suatu bakteri yang
mengandung penyakit sebagaimana persepsi orang-orang Yahudi dan Nasrani. Islam
mengakui kebenaran azali (eternal) yang dapat menghilangkan kehinaan. Islam beda
dengan agaman-agama lain yang cenderung aniaya kepada kaum wanita.
Islam datang untuk melepaskan wanita dari belenggu-belenggu kenistaan dan
perbudakan terhadap sesama manusia. Islam memandang wanita sebagai makhluk yang
mulia dan terhormat; makhluk yang memiliki beberapa hak yang telah disyariatkan oleh
Allah swt. Di dalam Islam, haram hukumnya berbuat aniaya dan memperbudak wanita. Dan,
Allah swt akan mengancam orang yang berani melakukan perbuatan itu dengan ancaman
siksa yang sangat pedih.
Dari aspek kemanusiaan, Islam memandang sama antara laki-laki dan perempuan,
dalam artian bahwa keduanya adalah sama-sama manusia, sesuai dengan QS Al Hujurat:
13. Islam menganggap mereka sama saja dalam soal memikul sebagian besar beban-beban
keimanan, sesuai dengan QS Al Buruuj: 10. Islam menganggap mereka sama dalam hal
menerima balasan akherat, sesuai dengan QS An Nisa: 124. Islam menganggap mereka
sama dalam hal saling tolong menolong, sesuai dengan QS At Taubah: 71
Allah swt juga menerangkan salah satu kedudukan wanita dalam Islam, dimana
kehormatan dan kemuliaannya dijaga demikian ketat, dalam QS An Nuur: 4. Dalam Islam,
kaum wanita berhak mendapatkan bagian sesuai kedekatannya dengan si mayit, yang
dinyatakan dalam QS An Najm: 22. Islam juga mengatur masalah perceraian, sesuai
dengan QS Al Baqarah: 229.
2015
10
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kepemimpinan gender wanita menurut Islam
Islam sebagai agama yang predikatnya rahmatan lil-‘alamin dalam pengertian bahwa
semua dalam alam dirahmati oleh Allah swt, sebagaimana dalam QS Al Anbiya: 107. Wanita
dan pria merupakan insan yang saling melengkapi antara satu dan lainnya, dan karenanya
Allah swt mengemukakan dalam QS Al Baqarah: 187. Ayat tersebut memperlihatkan bahwa
Allah memberikan kedudukan yang sama antara pria dan wanita. Terdapat anggapan bahwa
pria itu menjadi pimpinan wanita dengan merekomendasi pemikiran QS An Nisa: 34. Hadits
Rasulullah juga menyatakan bahwa tidak ada pelarangan kepemimpinan wanita bahkan
pertanggungjawab di bidang tugas masing-masing (pria dan wanita) memfungsikan
kesamaan dalam tanggung jawab di hadapan Allah swt.
2015
11
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Alim, Muhammad. 2011. Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Aminuddin, dkk. 2014. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia
Didin Saefuddin Buchori. 2009. Sejarah Politik Islam. Jakarta: Pustaka Intermasa
Haya binti Mubarok Al Barik. 1424 H. Ensiklopedi Wanita Muslimah. Jakarta: Darul Falah
www.mui.or.id
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Zainuddin Ali, Haji. 2012. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara
2015
12
Pendidikan Agama Islam
Dian Febrianingsih, M.S.I
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download