Bab 7 : Masalah Utama Perlintan pada tanaman hortikultura (Buah, Sayur, Tanaman Hias, dan Tanaman Obat) PENDAHULUAN Tanaman hortikultura adalah tanaman yang dibudidayakan secara intensif dan digunakan oleh manusia sebagai makanan, obat, dan sebagai hiasan. Jadi ada dua kata kunci yang disebut sebagai tanaman hortikultura yaitu dibudidayakan secara intensif dan penggunaannya oleh manusia baik sebagai makanan, obat, maupun sebagai hiasan. Istilah buah dan sayur juga dibedakan berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan penggunaannya oleh manusia dan berdasarkan nomenklatur botani. Misalnya tomat dan mentimun disebut sayur berdasarkan penggunaannya oleh manusia, sedangkan secara nomenklatur botani keduanya disebut buah (USDA). Tanaman hortikultura merupakan tanaman yang rentan terdapat serangan OPT baik hama, patogen dan juga gulma. Serangan OPT tidak terbatas ketika tanaman masih dalam proses produksi di lapang namun juga ketika produksinya telah di panen, buah-buahan, sayuran dan bunga-bungaan tidak lepas dari kerusakan baik secara biotik oleh OPT maupun oleh faktorfaktor abiotik seperti suhu dan kelembapan udara. Pada bab ini khusus akan dibahas mengenai hama dan penyakit serta gulma penting pada beberapa tanaman hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. a. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura Pisang merupakan tanaman buah tropika terpenting yang produksinya menempati urutan pertama di Indonesia. Di dunia internasional produksi pisang Indonesia menempati urutan ke 6 terbesar (FAO Stat). Walaupun produksinya cukup tinggi, namun eksport pisang masih terkendala oleh rendahnya produksi yang disebabkan oleh serangan berbagai patogen termasuk jamur, bakteri, dan virus. Akibat serangan ketiga golongan patogen tersebut kerugian dapat mencapai di atas 60% dan pada beberapa lahan produksi bahkan mengalami kerusakan total. Penyakit karena jamur yang terpenting pada pisang adalah Fusarium oxysporum fsp cubense (Foc). Penyakit ini menyebabkan kelayuan yang dimulai dengan menguning kemudian mengeringnya daun-daun di bagian bawah dan meluas pada daun-daun yang muda dan akhirnya tanaman mati. Ketika pohon sakit dipotong melintang atau membujur tampaktitik-titik atau garis-garis membujur berwarna kecoklatan pada batang semu akibat terinfeksinya jaringan silem oleh Foc. Ketika tanaman yang terinfeksi sudah mampu membentuk buah maka buah pisang tidak mengalami pembusukan. Foc merupakan patogen tular tanah dan klamidosporanya mampu bertahan di dalam tanah tanpa tanaman inangnya selama lebih dari 10 tahun. Cabai merupakan sayuran terpenting di Indonesia dan selalu dibutuhkan dalam menu makanan sehari-hari sebagai sayuran segar dan juga dibutuhkan dalam industri pengolahan makanan. Indonesia adalah producer cabai ke 4 terbesar dunia dengan produksi mencapai 1332360 ribu ton pada tahun 2010 (Fao Stat). Kendala produksi cabai terbesar sekitar 10 tahun terakhir ini adalah penyakit virus kuning atau penyakit bule yang bisa menyebabkan kehilangan hasil mencapai 20-100 persen. Gejala umumnya muncul pada daun-daun muda atau pucuk berwarna kuning cerah atau bercampur dengan warna hijau, helaian daun keriting atau mengkerut, menebal, dan ukuran mengecil. Dengan tumbuhnya tanaman gejala menguning dan keriting muncul pada semua tunas dan daun-daun muda yang berkembang. Di lahan kemunculan tanaman sakit mula-mula terjadai pada beberapa tanaman secara sporadic kemudian menjadi semakin banyak dan bahkan meluas dengan cepat pada semua tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh kelompok Virus Gemini dengan asam nukleat infeksiusnya berupa DNA dan mempunyai kisaran inang yang cukup luas tidak terbatas tanaman dari keluarga Solanaceae seperti cabai, tomat, tembakau, dll. tetapi juga buncis, kacang panjang kedelai dan gulma Ageratum spp. atau bandotan. Penularan virus ini terjadi melalui serangga vector Bemisia tabaci yang kisaran inangnya sangat luas lebih dari 500 spesies tanaman. Serangga ini juga dikenal dengan nama kutu putih atau kutu kebul. Anggrek adalah tanaman hias terpenting Indonesia dan anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) ditetapkan sebagai puspa pesona Indonesia dari ketiga bunga nasional lainnya bersama bunga melati (Jasmium sambac) sebagai puspa bangsa dan bunga bangkai (Rafflesia arnoldi) sebagai puspa langka. Pada budidaya anggrek khususnya Phalaenopsis spp), salah satu kendala terpenting adalah penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh bakteri Pectobacterium carotovorum subsp. carotovorum Gejala biasanya muncul berupa bercak bundar berwarna gelap atau hijau keabu-abuan yang meluas dengan cepat, dan jaringan yang terserang menjadi lembek hancur berwarna kecoklatan dan bau tidak sedap. Infeksi terjadi pada daun dan juga pada bagian-bagian tanaman yang lain termasuk batang dan akar. Penyakit ini menular lewat aliran atau percikan air, alat pemotong dll. Dan penyebarannya dapat terjadi sangat cepat dalam beberapa hari ketika suhu udara hangat dan kelembaban tinggi. b. Hama tanaman hortikultura Jeruk merupakan tanaman buah yang memiliki jumlah hama sangat banyak. Ebeling (1959) mencatat terdapat hama golongan serangga dan tungau sebanyak 875 jenis, sedangkan hama utama hanya kurang dari 10% dari total yang ada. Hama jeruk penting di Indonesia diantaranya adalah Diaphorina citri Kuwayama sebagai vector pathogen penyebab huanglongbing (citrus greening disease). Hama ini pertama kali dideskripsi dari Taiwan dan dilaporkan asli berasal dari Asia yang saat ini telah meyebar ke berbagai Negara di dunia seperti Saudi Arabia, Amerika Selatan, dan Karibia (Halbert & Nunez, 2004; Mead, 2011). Di Indonesia hama ini telah menyebabkan kerugian dalam banyak hal, tidak hanya kerugian hasil panen jeruk tetapi juga hilangnya beberapa kultivar jeruk asli daerah seperti keprok punten, keprok padang, dan beberapa kultivar jeruk potensial asli daerah tertentu di Indonesia. Pengendalian di beberapa Negara seperti India dilakukan dengan menggunakan insektisida kimia, tetapi oleh karena akhirakhir ini residu pestisida kimia menjadi kendala perdangan internasional maka pengendalian dengan memanfaatkan musuh alaminya sangat dianjurkan. Terdapat beberapa jenis musuh alami D. citri yaitu predator meliputi lalat apung (syrphidae), sayap jala (Chrysopidae), kumbang kubah (Coccinellidae) dan parasitoid yaitu tawon kecil (Hymenoptera). Mangga juga merupakan komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Hama mangga diantaranya adalah penggerek buah yang terdiri dari tiga jenis, yaitu lalat (Diptera), ngengat (Lepidoptera), dan kumbang (Curculionidae). Golongan lalat terdiri dari tiga jenis yaitu Bactrocera papaya Drew & Hancock, B. carambolae Drew & Hancock, dan Atherigona orientalis Schiner, golongan ngengat juga ada tiga jenis yaitu Citripestis eutraphera (Meyrick), C. sagittiferella (Moore), dan Deanolis albizonalis (Hampson), sedangkan golongan kumbang adalah Sternochetus frigidus (Fabricius) (Suputa et al., 2010). Pengendalian hama-hama ini dilakukan secara komprehensif baik secara mekanik, sanitasi, dan kimia yang diapadukan dengan paraferomon dan juga teknik jantan mandul dengan radiasi nuklir khususnya untuk hama golongan lalat (lalat buah). Sanitasi dilakukan dengan cara membersihkan lingkungan sekitar dari sampah organik dan gulma yang menjadi tempat singgah bagi hama, selain itu juga membuat buah mangga tidak saling menempel antara yang satu dengan yang lain (Gambar 1) untuk menghindari ngengat meletakkan telur. Gambar 1. Gejala serangan ngengat akibat buah saling menempel antara satu buah mangga dengan buah yang lain (Suputa et al., 2010). Tugas: Buatlah tulisan mengenai perlindungan buah mangga gedong gincu di Indramayu yang menggunakan system Area Wide Management! Anggrek merupakan tanaman hias yang sangat diminati oleh para penghobi tumbuhan hutan. Ketersediaan beberapa spesies anggrek Indonesia telah hampir punah oleh karena kerusakan habitat. Budidaya anggrek telah lama dilakukan dan dipasarkan hingga ke manca negara, beberapa petani anggrek di Batu, Malang bahkan sering menjuarai lomba anggrek di tingkat Internasional. Kendala yang dihadapi beberapa petani anggrek adalah adanya kumbang pemakan bunga (Oulema pectoralis Baly). Kumbang ini sangat aktif memakan bunga anggrek dan kadang-kadang imagonya juga makan daun yang masih muda. Larva berwarna agak coklat menyerupai kotoran burung sehingga tidak terlihat jelas seperti serangga, baik larva maupun imago keduanya memakan mahkota bunga anggrek (Gambar 2). Gambar 2. Kumbang anggrek (a) larva, (b) imago dan gejala kerusakan yang ditimbulkan. Pengendalian sebaiknya secara mekanis dengan mengambil langsung larva, pupa, dan imago yang ada pada bunga anggrek kemudian memusnahkannya. Belum ada laporan mengenai musuh alaminya. Kumbang ini mempunyai kekhasan cara menyerang, yaitu satu individu kumbang betina akan meletakkan telur pada tanaman yang sama dengan induknya dahulu ketika meletakkan telur. Jadi satu individu dalam keturunannya cenderung menyerang tanaman yang sama, hal ini diduga berhubungan dengan aroma tanaman dan kesesuaian dengan enzim spesifik pada tubuh serangga. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman obat yang banyak dibudidayakan oleh petani dan dibutuhkan oleh pabrik jamu (obat tradisional). Kebutuhan akan temulawak semakin meningkat seiring diketahuinya kandungan temulawak yang dapat mengobati berbagai penyakit berat seperti liver, gangguan lambung, dll. Hama temulawak seringkali dijumpai berupa ulat pemakan daun, namun sebenarnya hama utama temulawak yang banyak ditanaman oleh petani di Sumowono, Semarang adalah lalat rimpang (Mimegralla coeruleifrons Macquart) yang menggerek bagian rimpang temulawak (Gambar 3). Lalat ini meletakkan telur pada bagian bawah tanaman, kemudian larvanya masuk menggerek rimpang. Pengendalian lalat rimpang dapat dilakukan dengan cara menggunakan perangkap kuning berperekat, penanaman kultivar tahan hama atau memanfaatkan musuh alaminya, yaitu parasitoid pupa (Trichopria sp.). Perpaduan antara kultivar tahan dan pemanfaatan parasitoid ini dilaporkan sangat efektif untuk mengendalikan serangan lalat rimpang dibandingkan dengan perangkap kuning berperekat. Gambar 3. (a) Larva dan (b) imago lalat rimpang penggerek temulawak. Kentang merupakan tanaman sayur yang cukup banyak dibudidayakan didataran tinggi di Indonesia. Sebenarnya kentang juga menghasilkan buah tetapi yang dipanen adalah ubinya. Budidaya kentang dihadapkan pada permasalahan hama yang cukup serius yaitu pengorok daun kentang (Liriomyza huidobrensis Blanchard). Hama ini baru masuk ke wilayah Indonesia pada tahun 1990-an melalui perdagangan bunga krisan (Suputa, 1998). Pengendalian yang dilakukan adalah menggunakan perangkap berperekat kuning, penyemprotan insektisida kimia yang bersifat sistemik dan translaminar, dan pemanfaatan musuh alami. Ketiga cara ini dirasa cukup efektif digunakan sebagai cara-cara pengendalian khas petani, perangkap kuning dipasang saat pengorok daun fase imago, insektisida disemprotkan saat pengorok fase imago dan larva, dan musuh alami diaugmentasikan saat pengorok daun fase telur dan larva. Musuh alami yang efektif adalah burung wallet dan parasitoid larva (Hemiptarsenus varicornis (Girault)). Hama ini asalnya dari Amerika bagian selatan masuk ke Indonesia diduga melalui Singapura (Suputa, 1998). Pengendalian dengan perundang-undangan melalui karantina juga perlu dilakukan khususnya untuk hama-hama yang belum ada di Indonesia. Salah satu contoh hama yang perlu diwaspadai dan dikendalikan dengan karantina adalah Colorado Potato Beetle (Leptinotarsa decemlineata (Say)) yang merupakan hama yang sangat ganas menyerang kentang dan belum terdapat di Indonesia. Tugas: Buatlah tulisan mengenai perlindungan tanaman kentang di Indonesia terhadap Colorado Potato Beetle! c. Gulma tanaman hortikultura Tumbuhan gulma pada pertanaman hortikultura sangat kompetitif apabila tidak dikendalikan semenjak awal. Penggunaan pupuk kandang dari kotoran sapi khususnya banyak mengandung biji-biji gulma khususnya rumput-rumputan. Berbagai jenis gulma yang sering ditemukan pada tanaman hortikultura antara lain adalah rumput teki (Cyperus rotundus), krokot (Portuaca spp.), bayam duri (Amaranthus spinosus), Ageratum conyzoides (bandotan), Centella asiatica, Euphorbia hirta, dsb. Gulma tersebut selain mengganggu tanaman hortikultura dengan cara kompetisi dalam penyerapan unsure hara sehingga pupuk yang diaplikasikan ke pertanaman sebagian diserap oleh gulma, juga dalam hal persaingan sinar matahari khususnya untuk gulmagulma berdaun lebar maka kanoponya dapat menaungi pertanaman hortikultura di sekitarnya. Lebih lanjut pertumbuhan gula di pertanaman hortikultura juga menyebabkan meningkatnya kelembaban mikro yang kondusif terhadap perkembangan OPT tanaman utama dan juga diantara gulma-gulma tersebut diantaranya merupakan inang pengganti dari berbagai patogen tanaman hortikultura sehingga menjadi sumber penularan kepada tanaman utamanya. Bab 16. Kemungkinan pendekatan bioteknologi dalam pengembangan PHT Pendahuluan Bioteknologi saat ini berkembang pesat dengan semakin banyaknya teknologi yang direkayasa untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan memecahkan berbagai permasalahan manusia dan lingkungan. Sumbangan Bioteknologi juga sangat signifikan terhadap perlindungan tanaman khususnya dengan memberikan teknologi yang tepat dan cepat untuk mendiagnosis penyakitpenyakit tanaman dan mengidentifikasi OPT, ilmu yang mendalam untuk pemahaman terhadap interaksi OPT dengan tanaman inang dan lingkungan, serta teknologi tepat guna untuk pengendalian OPT. Walaupun membawa banyak keunggulan perkembangan Bioteknologi juga diimbangi oleh perkembangan Biosafety yang memadai untuk mengurangi atau menghindarkan dampak negative dari perkembangan Bioteknologi. a. Perkembangan perangkat deteksi OPT secara molekuler untuk menunjang diagnosis penyakit atau kerusakan tanaman dan penegakan aturan-aturan karantina Untuk melakukan perlindungan terhadap tanaman diperlukan tindakan pencegahan terhadap infestasi atau infeksi OPT serta tindakan pengendalian OPT yang sudah terlanjur menyebar pada suatu wilayah pertanaman. Ketepatan identifikasi dan kecepatan deteksi terhadap OPT sangat dibutuhkan sehingga mendukung ketepatan dan kecepatan tindakan pencegahan atau pengendaliannya sebelum OPT terkait menyebar luas dan semakin merugikan. Identifikasi OPT secara konvensional dengan pengamatan morfologis ataupun dengan pengujian fisiologis biokemis membutuhkan waktu yang berminggu-minggu. Di lain pihak identifikasi dan deteksi OPT secara molekuler dapat berlangsung cepat beberapa jam atau beberapa hari saja. Ketika identitas molekuler telah diketahui maka urutan basa DNA spesifik terhadap OPT target dapat dirancang untuk analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) yaitu teknik mengamplifikasi fragment DNA spesifik OPT target. Dengan teknik ini sejumlah sekitar 500 sel bakteri patogen tanaman sudah dapat terditeksi keberadaannya menggunakan teknik PCR konvensional, sedangkan dengan teknik real-time PCR sel bakteri patogen kurang dari 10 sel sudah mamu diditeksi keberadaannya dari waktu ke waktu selama proses analisis yang hanya berlangsung beberapa jam saja. Dengan teknik PCR deteksi dini terhadao OPT seawal mungkin dapat dilakukan secara cepat dan akurat. Teknik molekuler ini sangat membantu institusi Karantina untuk melakukan inspeksi dengan sebaik-baiknya sehingga peraturan-peraturan Karantina untuk mencegah masuknya OPT dari luar negeri atau tersebarnya OPT yang belum meluas di wilayah Indonesia dapat diterapkan dengan benar dan bertanggung jawab. b. Rekayasa molekular untuk mengembangkan agen pengendalian hayati yang handal Pengendalian hayati merupakan pilihan yang ramah lingkungan untuk mengendalikan OPT, namun demikian ketika agen hayati digunakan sebagaimana adanya secara alami maka efektifitas kinerjanya dalam menekan OPT sering berlangsung lambat. Selain itu ketika agen hayati didomestikasi dengan diperbanyak di lingkungan terkontrol di dalam laboratorium atau di rumah kaca maka keganasan atau virulensinya akan menurun atau bahkan hilang. Beberapa mekanisme agen hayati dalam menekan perkembangan OPT antara lain adalah dengan predatisme dan parasitisme (Hiperparasit), kompetisi nutrisi, antibiosis, degradasi dinding sel secara ensimatik, fumigasi, alkaloid, phenol, siderofor dan induksi resistensi. Diantara mekanisme – mekanisme tersebut efektifitasnya telah ditingkatkan melalui rekayasa genetika untuk menekan OPT. Rekayasa genetika yang diaplikasikan antara lain dengan cara: - Fusi protoplas antara dua agen hayati sejenis dengan kemapuan yang berbeda. Protoplas adalah sel organism misalnya jamur Trichoderma sp yang secara ensimatis didegradasi dinding selnya sehingga sel tersebut hanya terbungkus oleh membrane sel saja yang bersifat permeable dan fleksible sehingga bisa melebur menyatu dengan protoplas dari sel atau varian lainnya. Protoplat reesei yang berkemampuan membentuk ensim selulase sehingga mampu melakukan dekomposisi sisa-sisa tanaman menjadi humus difusi dengan T. harzianum, agen pengendalian hayati yang mampu membentuk ensim khitinase untuk merombak dinding sel jamur-jamur patogen. - Mutasi langsung menggunakan sinar ultra violet terhadap bakteri P. fluorescens untuk mampu meningkatkan produksi antibiotik, phenazine, pyrrolnitrin dan phloroglucinol sekaligus membentuk pigmen siderophore pigment untuk melawat patogen-patogen penyebab rebah bibit Fusarium solani, Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici dan Rhizoctonia solani - Modifikasi dan transformasi genetik sudah berhasil dilakukan terhadap strain-strain P fluorescens yang semula hanya mampu membentuk satu macam antibiotic saja dengan disipkan gen pembentuk antibiotic lainnya atau gen hiperparasit pada jamur patogen. c. Percepatan dalam rekayasa tanaman tahan OPT. Tanaman tahan OPTsecara tradisional dirakit dengan cara perkawingan silang dengan donor tanaman yang membawa gen tahan, namun tidak semua tanaman yang membawa gen tahan OPT dapat dikawin silangkan tidak sekerabat dengan tanaman penerima gen. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan cara fusi protoplas yang mampu menggabungkan dua induk yang bahkan berbeda jenis tanpa harus menunggu masing-masing induk untuk berbunga. Tanaman tahan OPT juga dapat dirakit dengan cara menyisipkan gen yang berkemampuan untuk mengendalikan OPT yang berasal dari berbagai organism lainnya. Gen Cry dari Bacillus turingiensis untuk membentuk protein Cry yang toksik terhadap beberapa jenis serangga dari ordo Lepidoptera dan Coleoptera telah berhasil ditransformasi ke berbagai tanaman pertanian seperti kapas, kedelai, jagung dbs sehingga tanaman-tanaman tersebut menjadi tahan terhadap serangga hama Lepidoptera dan atau Coleoptera. Lebih lanjut, beberapa tanaman seperti papaya dan kentang yang disisipi gen mantel protein virus menjadi tanah terhadap virus terkait dan virus-virus lain yang sekerabat. Tanaman yang membawa gen asing tersebut disebut dengan tanaman transgenic yang tahan OPT sehingga tidak perlu menggunakan pestisida untuk pengendalian OPT yang yang menjadi kendala dalam budidayanya. d. Mewaspadai potensi adanya dampak negatif produk bioteknologi. Walaupun bioteknologi memberikan sumbangan yang signifikan terhadap pemecahan permasalahan perlindungan tanaman, namun demikian ditengarai adanya dampak negative yang mungkin ditimbulkannya antara lain: - berpindahnya gen asing yang disisipkan kepada tanaman yang bukan target melalui terhamburnya tepung sari dari tanaman transgenic yang ditanam di lahan bersama tanaman-tanaman non transgenic - Karena dalam proses pembuatan tanaman transgenic disipkan juga gen resistan antibiotic sebagai gen penanda telah berhasilnya transfer gen yang ditargetkan, maka dikhawatirkan gen resisten antibiotic tersebut akan lepas ke lingkungan dan berpindah ke organism-organisme patogen manusia sehingga menyebabkan patogen manusia tersebut resistan terhadap antibiotic dan tidak efektif dengan pengobatan oleh dokter terkait. - Tanaman transgenic akan membentuk protein tertentu yang besifat toksik terhadap OPT apabila terserang atau terinfeksi OPT terkait, namun demikian ketika tanaman transgenic dikonsumsi maka protein tersebut dapat menyebabkan alergi pada beberapa konsumen yang mengkonsumsi produk-produk tanaman transgenic. Potensi dampak negative yang tersebut diatas selanjutnya memberikan kesempatan terhadap para ilmuwan dan bioteknolog untuk melakukan perbaikan teknik pengembangan tanaman transgenik menggunakan teknik-teknik dan bahan-bahan yang lebih aman dan tepat yang digunakannya. Selain secara ilmiah dan teknis, potensi dampak negatif dari bioteknologi untuk pengembangan perlindungan tanaman juga dilakukan secara undang-undang atau peraturan yang ditetapkan di tingkat kementrian. Undang-undang No 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 856/Kpts/ HK.330/9/1997 tentang keamanan hayati dan keamanan pangan produk rekayasa genetik (PRG). e. Hambatan dalam pengembangan bioteknologi Perlintan di Indonesia. Pengembangan bioteknologi perlintan di Indonesia masih banyak mengalami hambatan antara lain adalah: - Berbagai macam alat dan bahan untuk pengembangan bioteknologi perlintan sudah dipatenkan oleh Negara-negara lain sehingga kebutuhan terhadap alat dan bahan tersebut harus diimport dengan harga dan biaya yang mahal - Import alat dan bahan yang baru maupun bekas layak pakai untuk pengembangan bioteknologi perlintan ke Indonesia masih belum mendapat kemudahan yang relevan dari pemerintah Indonesia - Modifikasi atau penyederhanaan alat dan bahan untuk pengembangan bioteknologi perlintan yang dilakukan oleh peneliti atau perakit di Indonesia belum memadai untuk pengembangkan bioteknologi di Indonesia - Koordinasi dan kerjasama di antara peneliti dan antara peneliti atau institusi penelitian dengan pebisnis masih belum harmonis dan sinergis untuk mendukung pengembangan bioteknologi perlintan di Indonesia. - Masih terbatasnya jumlah peneliti dan pengembang bioteknologi perlintan di Indonesia Daftar Pustaka Mead, F.W., 2011. Florida Department of Agriculture and Consumer Services, Division of Plant Industry; and T.R. Fasulo, University of Florida. Originally published as FDACS/DPI Entomology Circular No. 180. http://entnemdept.ufl.edu/creatures/citrus/ acpsyllid.htm Halbert, S.E.H & C.A. Nunez, 2004. Distribution of The Asian Citrus Psyllid,Diaphorina Citri Kuwayama (Rhynchota: Psyllidae) In The Caribbean Basin. Scientific Notes. Florida Entomologist. 87(3): 401-402. Suputa, Cahyaniati, A. Kustaryati, A. Hasyim, I.U. Hasanah, A.C. Ratnaningrum, M. Railan, S. Riyadi, B. Arga, & Suryanti, 2010. Pedoman Pengenalan & Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan pada Tanaman Mangga. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. Departemen Pertanian Indonesia. Suputa, 1998. Bionomi Pengorok Daun Kentang (Liriomyza huidobrensis Blanchard) di Sumberbrantas. Tesis. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. USDA. tth., USDA Definition of Specialty Crop. http://www.nifa.usda.gov/funding/pdfs/ definition_of_specialty_crops.pdf Ebeling, W., 1959. Subtropical Fruit Pests. University of California. Division of Agricultural Sciences.