dasar-dasar pengembangan wilayah untuk produksi

advertisement
DASAR-DASAR PENGEMBANGAN
WILAYAH
UNTUK PRODUKSI BIOMASSA



Prof.Dr.Ir. Azwar Maas
Ir. Susilo
Dr.Ir. Jamhari
Bahan Bacaan DPPW
UN., 1979. Guidelines for rural centre planning.
Economic and social commission for Asia and the
Pacific.
 UN Dev. Program, 1994. Rural-urban linkages.
Operational implementations for self-sustained
development.
 Nad Darga T., 1999. Aspek pengaturan penguasaan
dan penatagunaan tanah dalam rangka penataan
ruang menuju efisiensi penggunaan dan pemerataan
penguasaan tanah. PPN.
 Lutfi N. 1995. Kebijakan pertanahan nasional.
Pengalaman masa lalu, tantangan dan arah ke masa
depan.
 Santun Sitorus. 1985. Evaluasi sumberdaya lahan.
Tarsito Bandung
 Johara T.J. 1999. Tataguna Tanah dalam
perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah.
Penerbit ITB Bandung.

Course Contents
Introduction
 Theory of rural development planning
 Process of rural development strategy

Grouping of rural areas in Indonesia based on
geo-system concept

Stakeholders involved in rural development
planning
Link between RTRW with rural development
planning in the district and among the districts.

Issues in rural development

Social pressure: poorness, population growth,
labor availability and quality, etc.

Land degradation

National, regional and district policies/strategies.










Feasibility for rural development

Physical aspect: actual and potential capability, propose
land use and its possibility for development.

Social economic aspect: actual and potential capability;
need and ability.
Socio cultural aspect: inherited ethnic habit, culture and
religion rules/law, education
Rural infr-structure

Accessibility and trafficability

Marketing system
Organization structure for planning, and planning
information system
Economic aspect in rural planning
Source of capital: Banking system, credits etc.
Extension program of rural planning development
Farmer and key person participations.
Demplot, demfarm etc.
Analytical methods, evaluation and monitoring for rural
development
Law enforcement and legality
Agropolitant concept and its possible implementation.
LAHAN

Lahan adalah suatu mintakat darat (terrestrial zone) yang
merupakan kesatuan gejala atmosfer, pedosfer, biosfer,
hidrologi, geologi, dan antroposfer, yang membentuk suatu
keadaan yang berpengaruh penting atas penggunaan suatu
wilayah oleh manusia waktu lalu, kini dan mendatang.

Tata ruang memberikan konotasi pekerjaan memetak-petak
lapangan. Di dalam istilah ini tidak tersirat jawaban
bagaimana mengatur penggunaan lahan untuk memperoleh
manfaat total sebaik-baiknya berdasarkan penilaian semua
gatranya selaku suatu sumberdaya.

Tataguna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan
kebijakan umum (public policy) dan program tata ruang untuk
memperoleh manfaat total sebaik-baiknya secara sinambung
dari kemampuan total lahan yang tersediakan. Tata ruang
akan menempatkan tiap-tiap kegiatan penggunaan lahan
pada bagian lahan yang berkemampuan serasi untuk kegiatan
masing-masing. Maka tataguna lahan ialah manfaat total
sebaik-baiknya dari kemampuan total lahan secara
sinambung.
Batasan Pengertian




Pembangunan: Merekayasa (membuat, mengatur,
mengadakan) sesuatu yang belum ada
Pengembangan: Memajukan, memodifikasi/memperbaiki
(mengubah ke arah yang lebih baik), atau meningkatkan
sesuatu yang telah ada
Wilayah: Batasan geografis karakter fisik dan sosial-budaya
(termasuk sejarah dan peradaban), ekonomi yang
mempunyai kesamaan
Perencanaan: Pemikiran ke depan, pengelolaan, membuat
keputusan atau prosedur formal (terintegrai) untuk
menghasilkan sesuatu secara nyata.
Meliputi:



Analisis data/informasi (fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik?)
Kebijakan 
Rancangan/rumusan.
Dasar-Dasar Pertimbangan Dalam
Perencanaan
RTRW
 Tujuan Peruntukan
 Kondisi Saat Ini

 Kelayakan
Aktual X Kebutuhan
 Lingkungan: - Fisik dan - Sosial

Potensi/Kelayakan Pengembangan
Sumberdaya
 Alam/SDA
 Aktual
 Potensi
 Peluang

Manusia/SDM  Jumlah, distribusi, struktur
(umur, gender, budaya, agama, kesehatan,
pendidikan, angkatan kerja, mata pencaharian dan
pendapatan, dll.)

Kemampuan
Kebiasaan warisan
 Kemauan adopsi


Budaya
Aspek kemitraan tradisional (misalnya gotong royong)
 Kepastian hasil, minimal risk



Administrasi & Legalitas
Prasarana-sarana




Sarana produksi, manipulasi air (pengairan)
Asesibilitas
Trapibilitas
Pasar, Prospektif

Integrasi/Keterkaitan dengan Peruntukan Lain



Legalitas/Kepastian Hukum/Keamanan







Sesama instansi (Pertanian)
Dinas di luar instansi (Kehutanan, Tambang,
Pariwisata dll.)
Kebijakan regional (dalam OTDA, lintas OTDA, atau
lintas Propinsi
Keamanan sangat terkait dengan berbagai
pertimbangan
Analisis Ekonomi (lokal, regional, nasional, dan
multi nasional)
Ketersediaan Dana
Ketersediaan Waktu
Pertimbangan Lain
Sistem monitoring dan evaluasi
Nilai dan Alokasi Tanah

Nilai Ricardian (Ricardiant Rent): Mencakup
kualitas tanah tersebut sesuai dengan jenis
penggunaan yang diinginkan.

Nilai Lokasi (Locational Rent): Mencakup
nilai suatu tanah bila digunakan untuk
suatu penggunaan, berkaitan dengan
lokasinya.

Nilai Lingkungan (Environmental Rent):
Mencakup nilai suatu tanah sebagai bagian
dari ekosistem bila suatu jenis penggunaan
tanah diterapkan di daerah tersebut.
Alokasi Penggunaan Tanah

Alokasi penggunaan tanah oleh pemerintah
melalui peraturan perundangan

Alokasi penggunaan tanah berdasar
mekanisme pasar.

Alokasi penggunaan tanah berdasar
kombinasi antara pengaturan pemerintah
dan mekanisme pasar.
PERTIMBANGAN PENATAAN LAHAN

Tidak mengarah kepada memaksimumkan hasil
interaksi dalam setiap pasangan kegiatan dengan
lahan, akan tetapi mengoptimalkan jumlah
manfaat yang dapat diperoleh dengan sumbangan
dari semua pasangan kegiatan dengan lahan.

Tidak diperuntukkan semata-mata bagi individu
pengguna lahan, juga tidak semata-mata bagi
masyarakat sebagai kumpulan individu,
melainkan bagi keduanya secara berimbang.

Pelestarian fungsi sumberdaya.

Pelaksanaan hanya boleh bergeser dalam batasbatas yang telah ditentukan oleh suatu program
pemanfaatan sumberdaya lahan berjangka
panjang.
Penataan Lahan Dalam Pembangunan Nasional

Mengembangkan ekonomi nasional dengan
maksud meningkatkan keluaran komoditi dan
layanan jasa, serta memperbaiki efisiensi
ekonomi secara nasional.

Meningkatkan mutu lingkungan dengan jalan
perlindungan, pengelolaan, pengawetan,
pelestarian (preservation), penciptaan,
pemugaran, atau perbaikan mutu sumberdaya
alamiah atau budaya tertentu, dan ekosistem.

Mengembangkan wilayah dengan tujuan
meningkatkan pendapatan dan kesempatan
kerja, pengagihan penduduk, memperbaiki
landasan ekonomi dan kesempatan memperoleh
pendidikan, berolah budaya serta rekreasi, dan
meningkatkan lingkungan.


Kemampuan lahan adalah mutu lahan yang dinilai
secara menyeluruh, merupakan suatu pengenal
majemuk (complex attribute) lahan, yang dalam
mempengaruhi kesesuaian lahan untuk suatu macam
penggunaan tertentu bertindak berbeda secara nyata
dengan tindakannya dalam mempengaruhi kesesuaian
lahan untuk macam penggunaan yang lain. Nilai
kemampuan lahan berbeda untuk penggunaan yang
berbeda.
Dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan
manusia, kemampuan lahan terjabarkan menjadi
pengertian daya dukung lahan. Konsep daya dukung
melibatkan spesifikasi tentang: (1) Aras penggunaan
lahan, yang akan mengijinkan (2) Pemeliharaan mutu
lingkungan secara sinambung pada tingkatan tertentu,
di dalam suatu (3) Sistem pengelolaan, yang ruang
lingkup dan arasnya ditetapkan dengan
mempertimbangakan (4) Biaya pemeliharaan mutu
sumberdaya sampai pada suatu aras tertentu, yang
masih mendapatkan kepuasan kepada pengguna
sumberdaya.
Kesesuaian menunjuk kepada suatu mutu lahan yang
berkenan dengan imbangan permintaan dengan
penawaran dalam suatu lingkup kepentingan khusus.
Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu jenis lahan
tertentu untuk suatu macam penggunaan tertentu.
 Pada dasarnya pengharkatan lahan adalah
pembandingan mutu lahan dengan persyaratan yang
diminta oleh kegiatan penggunaan lahan, dan menaksir
berapa banyak dari permintaan itu yang secara teori
dapat dipenuhi, harkat lahan makin tinggi.
 Meningkatkan mutu lingkungan dengan jalan
perlindungan, pengelolaan, pengawetan, pelestarian
(preservation), penciptaan, pemugaran, atau perbaikan
mutu sumberdaya alamiah atau budaya tertentu, dan
ekosistem.
 Mengembangkan wilayah dengan tujuan meningkatkan
pendapatan dan kesempatan kerja, pengagihan
penduduk, memperbaiki landasan ekonomi dan
kesempatan memperoleh pendidikan, berolah budaya
serta rekreasi, dan meningkatkan lingkungan.

SDA, SDM, dan Kelembagaan





Kemampuan lahan dan agihannya di setiap
kawasan pembangunan.
Ketercapaian (accessibility) dan keterlintasan
(trafficability) setiap satuan wilayah kemampuan.
Teknologi pengelolaan lahan dan teknologi
produksi yang tersediakan dalam masyarakat.
Kelembagaan masyarakat yang berpengaruh atau
penggunaan lahan.
Tujuan pembangunan nasional, dan peranan yang
diberikan kepada kawasan pembangunan masingmasing.
Kelembagaan Dalam Perencanaan Tataguna
Tanah







Departemen Kehutanan dan Perkebunan: Rencana Tataguna
Hutan Kesepakatan (TGHK), lebih dari 70 persen wilayah
Indonesia dinyatakan sebagai wilayah kehutanan.
Departemen Kimpraswil: Rencana Tata Ruang di beberapa
propinsi atau beberapa wilayah khusus yang obyeknya
adalah tanah sehingga identik juga dengan perencanaan
Tataguna Tanah.
Departemen Dalam Negeri, DitJen PUOD melakukan
pembinaan teknis dan pengarahan dalam menyusun Master
Plan Kota yang sebenarnya sama dengan Rencana Tataguna
Tanah Perkotaan.
Badan Pertanahan Nasional menyusun penggunaan Tanah
Berencana untuk setiap kabupaten/kotamadya Dati II
Departemen Pertambangan dengan Wilayah Kuasa
Pertambangannya,
Departemen Perindustrian dengan Industrial Estatenya,
Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup dengan koordinasinya dalam perencanaan Tata Ruang
untuk beberapa wilayah khusus.
Evaluasi Pemanfaatan Lahan (FAO, 1986)






Status pengelolaan lahan saat ini, kemungkinan
kerusakan bila cara tersebut dikerjakan terus menerus
Perbaikan apa yang perlu dilakukan terhadap cara
pengelolaan sekarang
Peluang pemanfaatan lain yang relevan dari segi
ekonomis
Diantara peluang-peluang tersebut pilihan harus juga
mempertimbangkan “produk lestari” dan keuntungan
lainnya.
Dampak negatif secara fisik sosial dan ekonomi
terhadap masing-masing penggunaan lahan tersebut
Masukan apa yang diperlukan untuk mendapatkan
produksi yang diinginkan untuk menekan hal-hal yang
merugikan
Perencanaan Tataguna Tanah oleh BPN
















Peta Penguasaan Tanah (HGU, hak milik, hutan lindung,
dsb.)
Peta Lereng
Peta Ketinggian Tempat
Peta Jenis Tanah
Peta Kemampuan Tanah (jeluk mempan, tekstur, erosi,
drainasi)
Peta Kerusakan Tanah dan Banjir
Peta Konservasi Tanah
Peta Penggunaan Tanah
Peta Geologi
Peta Iklim
Peta Potensi Wilayah
Peta Status Tanah
Peta Pengusahaan Hutan
Peta Kepadatan Penduduk
Peta Pendapatan Penduduk
Peta Pendidikan Penduduk
PP 26 tahun 2008
Rencana Tata Ruang Nasional
Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian lingkungan hidup
Pasal 7



menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;
mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu
wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan
kondisi ekosistemnya; dan
mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan
lindung yang telah menurun akibat pengembangan
kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan
memelihara keseimbangan ekosistem wilayah
Pelestarian dan Peningkatan daya dukung lingkungan hidup
Pasal 9






menetapkan kawasan strategis nasional berfungsi lindung;
mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis
nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung
kawasan;
membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis
nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung
kawasan;
membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam
dan di sekitar kawasan strategis nasional yang dapat
memicu perkembangan kegiatan budi daya;
mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di
sekitar kawasan strategis nasional yang berfungsi sebagai
zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung
dengan kawasan budi daya terbangun; dan
merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun
akibat dampak pemanfaatan
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan

kawasan hutan lindung;

kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40% (empat
puluh persen); atau

kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit 2.000 (dua ribu) meter
di atas permukaan laut.




kawasan bergambut;

ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau
rawa.




pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;
ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan
hutan dan tutupan vegetasi; dan
pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi penduduk
asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah
pengawasan ketat.
pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;
ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi merubah tata air dan ekosistem
unik; dan
pengendalian material sedimen yang masuk ke kawasan bergambut melalui badan air.
kawasan resapan air.

kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan
sebagai pengontrol tata air permukaan.



pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya tidak terbangun yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada;
dan
penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang
diajukan izinnya.
RTRW TK II





Rencana (Umum) Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kotamadya dan disusun oleh Pemda Tk. II.
Merupakan kebijakan pemerintah yang menetapkan
lokasi dan pengelolaan kawasan lindung, kawasan
budidaya, pola jaringan prasarana, dan wilayahwilayah yang diprioritaskan pengembangannya.
Rencana ini digambarkan dalam peta dengan skala
minimal 1:100.000 (kabupaten), 1:50.000 (Kotamadya),
dan berlaku selama 10 tahun dengan evaluasi setiap 5
tahun.
Pembuatannya mengacu pada Rencana Struktur Tata
Ruang Wilayah Propinsi dan menjadi pedoman bagi
Pemda Tingkat II dalam menetapkan lokasi dan
pemanfaatan ruang dalam menyusun program
pembangunan lima tahun dan tahunan.
Juga digunakan sebagai dasar untuk memberikan ijin
lokasi pembangunan.
Galian Informasi
Data Biofisik:
 Tanah, iklim, fauna dan flora
 Topografi dan landform – kelerengan dan
ketinggian tempat, orientasi terhadap matahari,
arah dan keceptan angin.
 Air dan Hidrologi
 Organisme – tanaman, hewan, mikroorganisme,
organisme perairan
 Praktek penggunaan lahan dan sistem
usahatani
Data Biofisik SDM:
 Profil kependudukan: jumlah dan struktur penduduk,
kategori rumah tangga, kelompok etnik, pola migrasi
 Komposisi rumah tangga dan ketersediaan tenaga kerja
 Pendapatan rumah tangga dan asalnya, urutan
kesejahteraan
 Jender
 Agama, kepercayaan, adat kebiasaan dan tradisi
 Faktor-faktor ekonomi: infra struktur, pasar, pelayanan
dan jasa (kredit, pengadaan saprotan, penelitian dan
penyuluhan)
 Preferensi terhadap tanaman pangan, tanaman
perdagangan dan kalender tanam
 Penguasaan dan status penguasaan lahan, resolusi
konlik
 Masalah-masalah sosial (misalnya berkaitan dengan
kesehatan, pendidikan, aksesibilitas, ketentraman
masyarakat, penebangan liar, tebang-bakar, dll.)
 Organisasi dan kelembagaan lokal, dinamika
kepemimpinan.
Sumberdaya
Teknologi
Manusia
Kemampuan
Daya Dukung
tidak
efisien
Keperluan
Kepentingan
Keinginan
Kesesuaian
Kelayakan
tidak
efektif
Kemanfaatan
Lewat
Daya
Dukung
Sepadan
Daya
Dukung
Di Bawah
Daya
Dukung
Hakekat
kemampuan,
daya
kesesuaian,
kemanfaatan,
Gb. 1. Hakekat
kemampuan,
daya dukung,
dukung, kesesuaian,
kemanfaatan,
dan kelayakandan
dalam
tataguna
lahan
kelayakan
dalam
tataguna
lahan
G
Harkat
lahan
meningkat
3
C
B
A
harkat
aktual
F
garis keseimbangan daya
dukung dengan beban
penggunaan
D
1
a
2
5
E
4
6
f
harkat
potensial
e
d
c
b
Permintaan penggunaan
lahan bertambah
1 - 6 peningkatan harkat lahan dengan masukan teknologi tertentu
a - f perubahan progresif penggunaan lahan
A - G silih tataguna lahan
Kesesuaian Lahan untuk Produsi Biomassa Pertanian
1. Ketersediaan air dan oksigen
2. Daya tanah memegang nutrisi dan ketersediaannya
3. Salinitas dan alkalinitas
4. Toksisitas dan kemasaman tanah
5. Ketahanan terhadap erosi
6. Kemudahan diolah
7. HPT yang berhubungan dengan tanah
8. Suhu, dan kelembaban
9. Radiasi matahari
10. Banjir dan kekeringan, lama periode kering untuk pematangan,
panen
Bersifat Given, Tidak Dapat Dikelola:
Rejim Radiasi: panjang penyinaran dan lamanya dalam setahun,
a. Rejim Suhu: Rerata tahunan, rerata bulan dingin dan rerata bulan
panas
b. Rejim Kelembaban Udara
c. Terrain/Potensi Mekanisasi
Pengelolaan Tinggi:
a. Ketersediaan Air
b. Kemudahan Diolah
c. Retensi Nutrisi, Kegaraman
d. Media Perakaran
e. Bahaya Erosi, Banjir, Kekeringan
Tanaman Semusim
1. Berumur pendek, umumnya 3 – 4 bulan
2. Kebutuhan hidup: masa vegetatif dan masa generatif
3. Lingkungan yang dibutuhkan (kesesuaian lingkungan)
a. pH
b. Hara
c. Udara dan Air
4. Proteksi terhadap gangguan tanaman
5. BNC dapat segera dihitung. Cost bersifat lebih tetap,
benefit dapat berubah di masa panen
6. Hukum risk selalau ada: high yielding akan high cost dan
high uncertainty, environment cost ?
Tanaman Tahunan
1. Berumur panjang, subsidi dikerjakan sampai masa
produktif
2. Kebutuhan hidup: masa vegetatif tergantung dari umur,
berbeda macam dan dosisnya dengan masa produktif
3. Lingkungan yang dibutuhkan (kesesuaian lingkungan):
idem dengan tanaman semusim
4. Proteksi terhadap gangguan tanaman, cukup resisten
5. BNC tidak dapat segera dihitung.
6. Benefit lebih dapat diperhitungkan karena ada post
harvesting process.
7. Pelestarian lingkungan cenderung OK.
Konservasi Mutu Lahan

Mekanis:

Irigasi dan Drainasi
Pengolahan
Perbaikan lereng: teras, gulud
Konservasi secara vegetatif

Subsoiling




Kimiawi



Pemupukan: organik, mineral
Ameliorasi: kapur, dolomit, organik
Biologi:


MVA, Rhizobium
Pergiliran Tanaman, cover crop
Peralatan Uji Tanah dan Lahan
• Peralatan pembuatan profil tanah
• Peralatan pengambilan contoh tanah
• Alat ukur kualitatif di lapangan
• bahan kimia (HCl, H2O2, aa bipiridil, NaF dll.)
• meteran, kompas, klinometer, altimeter, penetrometer, loupe,
• perabaan
• warna dengan munsell soil color card
• Alat ukur kualitatif di laboratorium
Kompas Geologi, untuk mengetahui arah dan orientasi serta kemiringan lereng
lapisan; clinometer, untuk menghitung kemiringan lereng permukaan lahan,
penetrometer saku untuk mengukur secara cepat taraf kemampatan tanah.
Buku Munsell Soil Color Chart, untuk membandingkan warna tanah, berdasar
pada spektrum warna (hue); tingkat gelap-terang (value) dan intensitas warna
(chroma)
pH meter Hanna dan pH stick, untuk mengukur tingkat kemasaman tanah atau
reaksi tanah; pH meter umumnya lebih teliti dibandingkan dengan pH stick; pH
stick lebih praktis dan cepat dalam penggunaan; air:tanah = 2,5:1
(1 gram tanah dalam 2,5 ml aquadest)
DHL meter atau EC meter untuk mengukur tingkat salinitas tanah
Bor tanah sawah/tanah yang melumpur, dimasukkan dan kemudian dicabut
dan dipotong bagian sampi ngnya dengan belati untuk diamati perlapisannya
SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling
berkorelasi menjadi satu kesatuan untuk mewujudkan
suatu tujuan tertentu secara bersama.

Informasi merupakan data yang telah diorganisikan ke
dalam bentukl yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Geografis merupakan bagian dari suatu spasial
(keruangan) yang mengandung suatu persoalan
mengenai bumi: permukaan dua atau 3 dimensi.

SIG dapat ditakrifkan sebagai suatu sIstem komputer
digunakan dalam teknologi informasi yang mampu
memasukkan, menyimpan, memeriksa,
mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan
memetakan informasi spatial berikut data deskriptif
dengan akurasi kartografi.
Land unit dan unit capability

Satuan lahan yang dibatasi secara geografi, yang
secara nisbi bersifat seragam dalam hal bentuk
lahan, macam dan pola agihan tubuh tanah, iklim,
sumberdaya air, vegetasi potensial, dan ragam
umum pertanian.

Area produksi potensial adalah suatu agregat
tubuh tanah individual beserta iklim mikro yang
berserikat, yang berada dalam suatu satuan lahan,
yang bersifat cukup serbasama dalam hal
ketersesuaian (adaptability), potensi, produktivitas
dan persyaratan pengelolaan tanaman, sehingga
dapat digambarkan secara terandalkan dengan
taksiran agronomi dan ekonomi yang khas bagi
perencanaan dan analisis nasional serta regional.
Peta Kerusakan Lahan

Suatu sistem evaluasi kerusakan
lahan hutan di upland secara umum
dapat disidik dari faktor-faktor
sebagai berikut:
 Faktor
iklim
 Faktor lereng
 Indeks tindakan konservasi tanah dan air
 Faktor land use atau kondisi hutan
 Faktor tanah (PP 150 th. 2000)
 Faktor kebanjiran
Penilaian Kerusakan Lahan
Kriteria SK MENLH No. 43/MENLH/1O/1996 disesuaikan dengan
peruntukan lahan tersebut.
Penilaian berdasar Interaksi dari berbagai gatra:
Iklim: Hujan  erosifitas
Bentuk lahan dan tindakan konservasi  lereng, teras-gulud
Vegetasi  kanopi, intesepsi, aliran permukaan
Dakhil tanah  PP 150/2000
Banjir  tinggi dan lama genangan
Masing-masing gatra diberi bobot sesuai dengan perannya
Faktor Tanah (PP 150/2000)
Tebal
 Kebatuan
 Koloid dan kandungan kuarsa
 Berat volume
 pH
 DHL

Pengembangan Model Penilaian
Kerusakan Lahan Kering
Penilaian Kerusakan Lahan di Sulawesi
Pusreg Sumapua, Makasar
Kabupaten
 Kabupaten
 Kabupaten
 Kabupaten
 Kabupaten

KOLAKA UTARA
MAMUJU
GOWA
BOLANG MANGUNDOW
PARIGI MOUNTONG
PETA PENGGUNAAN LAHAN
KAB. KOLAKA UTARA TAHUN 2007
31500 0
3500 00
3850 00
28000 0
3500 00
3850 00
9695000
9695000
9695000
31500 0
9695000
28000 0
PETA KEMIRINGAN LERENG
KAB. KOLAKA UTARA TAHUN 2007
N
W
N
E
W
9660000
9625000
9625000
Skala 1 : 600.000
9590000
9555000
20
3500 00
40
9520000
9520000
31500 0
0
LEGENDA
Jalan utm
Kemiringan lereng
> 40
0-8%
15 - 25 %
25 - 40 %
8 - 15 %
3850 00
60
80Km
28000 0
20
9520000
9520000
28000 0
9555000
9555000
Penggunaan Lahan
Bera
Hutan
Kebun
Sawah
9590000
9590000
9555000
Kab. Kolaka Utara
9590000
Kab. Kolaka Utara
20
9660000
9625000
9625000
S
Skala 1 : 600.000
9660000
9660000
S
E
31500 0
0
20
3500 00
40
3850 00
60
80Km
PETA JENIS TANAH
KAB. KOLAKA UTARA TAHUN 2007
3500 00
3850 00
28000 0
9695000
9695000
31500 0
3500 00
3850 00
9695000
31500 0
N
9695000
28000 0
PETA KERUSAKAN LAHAN KAB. KOLAKA UTARA
TAHUN 2007
N
W
W
E
E
S
9660000
Skala 1 : 600.000
9660000
9660000
9660000
S
Skala 1 : 600.000
Pakue
9625000
Batas Kecamatan
Sungai
Jalan
KLH
Agak Rusak
Baik
Sangat Baik
K A B. K O L A K A U T A R A
Kab. Kolaka Utara
9590000
Mow ewe
9590000
9590000
9590000
Lasusua
9625000
9625000
9625000
LEGENDA
Wolo
Ladongi
9520000
KA B.
KOLAKA UTA RA
Watubangga
31500 0
0
9555000
Pomalaa
SU L AW ES I
9520000
28000 0
20
Tirawuta
Wundulako
9520000
9520000
LEGENDA
Jalan
Jenis Tanah
dystrodepts dan endoaquepts
Dystrudepts dan Hapludults
Endoaquepts dan dystrodepts
Endoaquepts dan Dystrudepts
Endoaquepts dan endoaquents
Endoaquepts dan Haplohemists
Endoaquepts dan udifluvents
Eutrudepts dan Udipsamments
Eutrudox dan Eutrudepts
Hapludalfs dan udorthents
Hapludox dan Dystrudepts
hapludults dan dystrudepts
hapludults dan haprendolls
Haplustepts dan dystrustepts
Hydraquents dan sulfaquents
udorthents dan eutrudepts
9555000
9555000
9555000
Kolaka
20
3500 00
40
3850 00
60
80Km
28000 0
20
31500 0
0
20
3500 00
40
3850 00
60
80Km
PETA KERUSAKAN LAHAN KAB. MAMUJU
TAHUN 2007
PETA PENGGUNAAN LAHAN KAB. MAMUJU
118°45'
119°00 '
119°15'
119°30 '
119°45'
120°00 '
119° 00 '
119° 15'
119° 30 '
119° 45'
120° 00 '
1°00'
1°00'
118° 45'
E
1°00'
1°00'
N
W
S
PETA KEMIRINGAN LERENG KAB. MAMUJU
1°15'
1°15'
Skala 1 : 700.000
119°15'
119°00 '
119°30 '
120°00 '
119°45'
1°15'
1°15'
118°45'
1°00'
1°00'
1°30'
1°30'
N
W
N
E
1°15'
Pasangkayu
Skala 1 : 700.000
1°30'
2°00'
2°15'
2°30'
2°00'
2°15'
1°45'
2°15'
2°15'
Kalukku
PETA PENGGUNAAN LAHAN KAB. MAMUJU
118°45'
119°00 '
119°15'
119°30 '
2°30'
2°30'
budong Budong
2°15'
2°45'
2°00'
2°45'
2°00'
2°30'
1°45'
2°15'
LEGENDA
Batas Kecamatan
Sungai
Jalan
KLH
Rusak
Agak Rusak
Baik
Sangat Baik
Rawa
1°30'
2°00'
Legenda
Jalan
Lereng
> 40 %
0-8%
15 - 25 %
25 - 40 %
8 - 15 %
1°45'
1°45'
1°15'
1°45'
Skala 1 : 700.000
1°45'
2°00'
S
1°30'
LEGENDA
Jalan
Penggunaan lahan
Air
Bera
Hutan
Kebun
Sawah
E
S
1°30'
W
Kalumpang
119°45'
120°00 '
SU L A W E S I
KABUPATEN
MAMUJU
119°00 '
119°15'
119°30 '
119°45'
120°00 '
1°00'
1°00'
2°30'
2°30'
118°45'
Mamuju
N
60
90
120Km
W
2°45'
30
E
S
Tapalang
Skala 1 : 700.000
1°15'
1°15'
2°45'
2°45'
118° 45'
119° 00 '
30
30
120°00 '
119°45'
1°30'
119°30 '
60
120Km
90
2°30'
2°30'
MAMUJU
2°15'
2°15'
2°00'
2°00'
1°45'
LEGENDA
Jalan
Penggunaan lahan
Air
Bera
Hutan
Kebun
Sawah
1°45'
0
2°45'
118°45'
30
119°00 '
0
119°15'
30
119°30 '
60
119°45'
90
120°00 '
120Km
119° 15'
30
1°30'
119°15'
119°00 '
118°45'
30
0
2°45'
0
2°45'
30
119° 30 '
60
119° 45'
90
120° 00 '
120Km
GOWA
119°30 '
119°40'
119°50 '
120°00 '
119° 30 '
119° 40'
119° 50 '
120° 00 '
PETA KEMIRINGAN LERENG
KAB. GOWA, SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007
PETA PENGGUNAAN LAHAN
KAB. GOWA, SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007
N
5°10'
5°10'
5°10'
5°10'
N
W
W
E
S
Som baopu
E
S
Som baopu
Bontom arannu
Bontom arannu
Palangga
Palangga
Tinggim oncong
5°20'
Bonto Nom po
LEGENDA
Bajeng
KABUPATEN GOWA
> 40 %
25 - 40 %
15 - 25 %
8 - 15 %
0-8%
Bungaya
5°30'
5°30'
5°30'
5°30'
Batas Kecamatan
Sungai
Jalan
Kemiringan Lereng
Bonto Nom po
Bungaya
Tom pobulu
5°20'
5°20'
KABUPATEN GOWA
LEGENDA
Batas Kecamatan
Sungai
Jalan
Penggunaan lahan
Air
Bera
Hutan
Kebun
Sawah
Tegal
5°20'
Bajeng
Tinggim oncong
Par ang Loe
Par ang Loe
Tom pobulu
SU LA WE S I
SU LA WE S I
4
0
4
8
12
4
16 Km
0
4
8
12
16
Km
Skala 1 : 250.000
Skala 1 : 250.000
KAB. GOWA
KAB. GOWA
119°30 '
119°40'
119°50 '
119° 30 '
120°00 '
119° 40'
119°30'
119°40'
119° 50 '
119°50'
120° 00 '
120°00'
PETA KERUSAKAN LAHAN
KAB. GOWA, SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007
119° 30 '
119° 40'
119° 50 '
120° 00 '
N
5°10'
5°10'
PETA JENIS TANAH
KAB. GOWA, SULAWESI SELATAN
TAHUN 2007
W
5°10'
5°10'
E
S
Som baopu
N
W
Bontom arannu
E
S
Som baopu
Palangga
Tinggim oncong
Par ang Loe
Bontom arannu
Palangga
Leg end a
Tinggim oncong
Ba tas K ec a ma tan
Su nga i
Ja la n
Je nis Tan ah
Dis t ro pe pts d an trop udu lts
Dis t ro pe pts , hap lo rt hox dan trop od ults
Dis t ro pe pts , hum it rope pts d an trop hoh um ults
Dys t ro pe pts d an Tropo hum ults
Dys t ro pe pts , h um it rope pts d an trop uda lf s
Dys t ro pe pts , t ropo dults , dan tro pot hen ts
Dyt rope pts , trop uda lf s dan tro pud ults
Hap lu st ults da n D is tro pep ts
Hap lu st ults , u st rope pts d an eu trorth ox
Hum it rope pts , dist rand ept s da n h yd ra nd ept s
Tro pa que pts d an trop ofluv e nts
Tro pu dults , d ys t ro pe pts d an Hap lo rtho x
Us tips am me nts d an trop aqu en ts
Us trop ept s dan Ha plus ta lfs
Us trop ept s, eu troth ox d an hap lu s tults
Us trop ept s, ha plus tults d an ha plu s talfs
Us trop ept s, pa le us tults d an ha plu s tults
Bajeng
5°20'
5°20'
KABUPATEN GOWA
Bonto Nom po
Agak Rusak
Baik
Sangat Baik
Bungaya
5°30'
Tom pobulu
5°30'
5°30'
Legenda
Sungai
Jalan
Batas Kecamatan
Kelas KLH
Sangat Rusak
Rusak
Bonto Nom po
5°30'
Bungaya
5°20'
5°20'
Par ang Loe
Bajeng
Tom pobulu
SU LA WE S I
4
0
4
8
12
16 Km
SU LA WE S I
4
0
4
8
12
16
Km
Skala 1 : 250.000
Skala 1 : 250.000
KAB. GOWA
KAB. GOWA
119°30'
119° 30 '
119° 40'
119° 50 '
120° 00 '
119°40'
119°50'
120°00'
5250 00
55000 0
575000
60 000 0
62500 0
BOLANG MANGUNDOW
650 00 0
6750 00
55000 0
575000
60 000 0
62500 0
650 00 0
100000
Poigar
Poigar
Bolang
Kaidipang
Bolang
Passi
Kaidipang
Bolang Itang
75000
Lolak
Kotamobagu
Singtombolang
Bintauna
75000
75000
75000
Passi
Bolang Itang
Lolak
Bintauna
Kotamobagu
Singtombolang
Modayag
Modayag
Kotabunan
Lolayan
50000
50000
50000
50000
Dumoga
Pinolosian
Pinolosian
Bolang Uki
575000
60 000 0
62500 0
650 00 0
25000
6750 00
5250 00
Legenda
N
PETA PENGGUNAAN LAHAN
KABUPATEN BOLAANGMANGUNDOW
TAHUN 2007
E
Su nga i
Ja la n
S
55000 0
575000
60 000 0
62500 0
Pe ngg una an Lah an
650 00 0
6750 00
Legenda
N
PETA KEMIRINGAN LERENG
KABUPATEN BOLAANGMANGUNDOW
TAHUN 2007
Ba tas K eca ma tan
W
25000
25000
Bolang Uki
25000
55000 0
Kotabunan
Lolayan
Dumoga
5250 00
6750 00
100000
100000
100000
5250 00
W
Jalan
Sungai
Batas Kecamatan
E
Kemiringan ler eng
S
0-8%
15 - 25 %
8 - 15 %
25 - 40 %
> 40 %
A ir
10
Skala 1 : 500.000
0
10
20
30
Be ra
Huta n
Ke bun
Pe rm ukim an
Sa wah
40 Km
10
Skala 1 : 500.000
5250 00
55000 0
575000
0
10
60 000 0
20
62500 0
650 00 0
575000
60 000 0
62500 0
650 00 0
6750 00
Poigar
100000
55000 0
40 Km
100000
5250 00
30
6750 00
Bolang
Kaidipang
Passi
Bolang Itang
100000
100000
Lolak
75000
Bintauna
Kotamobagu
Singtombolang
75000
Poigar
Modayag
Bolang
Kaidipang
Passi
75000
75000
Lolak
Dumoga
Kotamobagu
Singtombolang
Modayag
50000
50000
Bintauna
Kotabunan
Lolayan
Bolang Itang
Pinolosian
Kotabunan
Lolayan
BOL AANGM ANGODOW
50000
50000
Dumoga
Bolang Uki
SU L A W E S I
25000
25000
Pinolosian
25000
25000
Bolang Uki
5250 00
5250 00
55000 0
575000
60 000 0
62500 0
650 00 0
Skala 1 : 500.000
W
E
S
10
0
10
20
30
40 Km
575000
60 000 0
62500 0
6750 00
LE GE NDA
N
PETA KELAS TANAH
KABUPATEN BOLAANGMANGUNDOW
TAHUN 2007
55000 0
Ja lan
Sun ga i
Bata s K ec am atan
Je nis T an ah
D is tr op epts , hum i tr ope pts dan tr oph oh um u lts
D ys tro pep et s , T r opu du lts d an P ale odu lts
D ys tro pep ts , D y s tran dep ts d an tro paq ue nts
D ys tro pep ts , hu m itro pep ts d an tro pud alfs
D ys tro pep ts , trop od ults , d an tro po th ents
D ys tro pep ts , trop ud ults dan hum itr op epts
D ys tro pep ts , trop ud ults dan tr opo then ts
D ys tro pep ts , trop ud ults dan T rop ot he nts
D ytro pep ts , T ro pod ults da n H ap lor th ox
D ytro pep ts , tro pud alfs da n trop udu lts
Eutro pe pts
H um it ro pep ts , di s tr and ep ts da n hy d ran dep ts
Sul fa qu ents da n hy dr aqu en ts
Tr op aqu ents , fluv aq ue nts d an tro po hem is ts
Tr op aqu ents , tr op ofluv e nts dan fl uv aq uen ts
Tr op aqu epts da n trop oflu ve nts
Tr op odu lts d an D y s trop ep ts
tr opo s am m e nts dan tr opa que nts
Tr op othen s , tro po sa m m e nts d an tro pud alfs
tr opu du lts , D y s tr ope pts dan tr opa qu ents
U str ope pts dan H aplu s tults
650 00 0
Keterangan
N
PETA KERUSAKAN LAHAN
KABUPATEN BOLAANGMANGONDOW
TAHUN 2007
Skala 1 : 500.000
W
E
S
10
0
10
6750 00
20
30
40 Km
Batas Kecamatan
Sungai
Jalan
Kelas KLH
Agak Rusak
Baik
Sangat Baik
Rawa
PETA JENIS TANAH KAB. PARIGIMOUTONG
TAHUN 2007
120°15'
120° 30 '
120°45'
121°00'
PARIGI MOUNTONG
121°15'
0°45'
0°45'
120°00 '
Tomini
0°30'
0°30'
Moutong
K A B. P A R I G I M O U T O N G
0°15'
0°15'
N
W
E
PETA KEMIRINGAN LERENG KAB. PARIGIMOUTONG
TAHUN 2007
S
Tinombo
120°00 '
0°45'
0°00'
121°00'
121° 15'
0°30'
Tomini
Moutong
0°30'
K A B. P A R I G I M O U T O N G
PETA KERUSAKAN LAHAN KABUPATEN PARIGIMOUTONG
0°15'
PETA JENIS TANAH KAB. PARIGIMOUTONG
TAHUN 2007
N
E
120°45'
121°00'
121°15'
2100 00
2400 00
270 000
300 000
0°45'
0°00'
120° 30 '
0°00'
0°45'
0°45'
120°15'
0°45'
120°00 '
S
1800 00
10080000
W
Tinombo
150 00 0
10080000
0°30'
0°15'
0°15'
120°45'
0°15'
0°30'
120°30 '
0°00'
LEGENDA
Batas Kecamatan
Jalan
Sungai
Jenis Tanah
Dystrodepts dan Hapludults
Dystrudepts dan Endoaquepts
Endoaquepts dan Dystrudepts
Endoaquepts dan Udifluvents
Eutrudepts dan Hapludalfs
Hapludults dan Distrudepts
hapludults dan Dystrudepts
Hapludults dan Dystrudepts
Hapludults dan Haprendolls
Haplustepts dan haplustalfs
Haplustepts dan Haplustalfs
Haplusterts dan Endoaquepts
Hydraquents dan Sulfaquents
Ampibabo
120° 15'
0°45'
Skala 1 : 700.000
Skala 1 : 700.000
10050000
0°30'
121°15'
E
10020000
0°30'
121°00'
0°15'
0°15'
S
Tinombo
90
N
120 Km
121°00'
121° 15'
90
120 Km
9990000
9960000
0°15'
1°00'
120°15'
0
120° 30 '
30
120°45'
60
121°00'
90
121°15'
1°15'
120°00 '
9900000
LEGENDA
Jalan
KLH
Agak Rusak
Baik
Sangat Baik
Parigi
30
9930000
9930000
0°45'
Pa rig im out on g
Sulawesi
9900000
60
0°45'
120°45'
1°00'
120°30 '
30
Skala 1 : 700.000
9960000
120° 15'
0
S
0°30'
120°00 '
1°15'
0°30'
Ampibabo
E
0°15'
1°00'
Parigi
W
LEGENDA
Batas Kecamatan
Jalan
Sungai
Jenis Tanah
Dystrodepts dan Hapludults
Dystrudepts dan Endoaquepts
Endoaquepts dan Dystrudepts
Endoaquepts dan Udifluvents
Eutrudepts dan Hapludalfs
Hapludults dan Distrudepts
hapludults dan Dystrudepts
Hapludults dan Dystrudepts
Hapludults dan Haprendolls
Haplustepts dan haplustalfs
Haplustepts dan Haplustalfs
Haplusterts dan Endoaquepts
Hydraquents dan Sulfaquents
9990000
Pa rig im out on g
Sulawesi
30
0°00'
0°45'
0°00'
Skala 1 : 700.000
1°15'
60
0°45'
30
1°00'
0
1°15'
30
120 Km
9870000
9870000
1°00'
1°15'
120°45'
10020000
120° 30 '
0°30'
120°15'
1°15'
120°00 '
N
W
0°15'
Ampibabo
Moutong
K A B. P A R I G I M O U T O N G
0°30'
Parigi
Batas Kecamatan
Jalan
Sungai
Kemiringan Lereng
> 40 %
25 - 40 %
15 - 25 %
8 - 15 %
0-8%
0°15'
1°00'
Sulawesi
10050000
Tomini
Pa rig im out on g
150 00 0
1800 00
30
2100 00
0
2400 00
30
270 000
60
300 000
90Km
Keterandalan Peta

Peta Iklim hanya berdasarkan atas data stasiun klimatologi
yang ada di tempat terdekat dengan wilayah kerja.
Dipertimbangkan pula ketinggian tempat.

Peta Lereng dibuat dari citra SRTM yang sebetulnya hanya
akurat untuk beda elevasi 90 m. Bila ada peta kontur skala 1 :
25.000 dengan beda tinggi 5 m akan lebih akurat dari sisi
parameter kelas lereng

Tindakann konservasi secara mekanik sulit untuk disidik
berdasar data sekunder (citra atu peta rupa bumi), hanya
dapat disidik dengan foto udara atau pengamatan langsung,
terlebih bila lahan dimiliki oleh masyarakat.

Peta Tataguna lahan kondisi aktual dapat disidik dari citra
landsat CTM+, meskipun peta Rupa Bumi skala 1 : 25.000
dapat dijadikan acuan awal (hanya ada di beberapa tempat,
dibuat oleh Bakosurtanal).

Peta Genangan dapat disidik dari lereng (0 – 8%) dan infromasi
sekunder tentang pengalaman banjir di suatu wilayah.

Peta tanah yang ada di Indonesia adalah skala Eksplorasi
atau Bagan (1 : 250.000 atau 1 : 1.000.000). hanya di
daerah yang pernah mengadakan survei tanah dapat
mempunyai peta skala Tinjau Mendalam (1 : 50.000).


Pada skala eksplorasi hanya dicantumkan nama dari kompleks
tanah dengan kerincian sampai pada Golongan Utama. Hanya
dapat untuk menduga pH, fraksi pasir dan kebatuan, DHL. Tidak
dapat dipakai untuk menduga tebal solum tanah
Peta Tinjau Mendalam dapat menentukan semua parameter
tanah, hanya saja sering bukan nama tunggal, melainkan nama
asosiasi atau kompleks yang jika berbeda karakter dalam
parameter tanah, sulit untuk memisahkannya.

Kawasan yang hanya punya peta tanah eksplorasi, maka
paameter tanah dikoreksi dengan tafsiran peta Geologi
dan Lereng.

Khusus kawasan pasca tambang yang mengusik tanah
dan tataguna lahan, maka peta tanah asli tidak dapat
digunakan, keadaan aktual lebih tercermin dari tataguna
lahan/citra yang ditandai oleh kondisi bera/terbengkalai
yang umumnya kawasan tersebut mempunyai solum
Contoh: Perubahan beda tinggi garis kontur
50 m
25 m
12.5 m
Rawa
 terjadi
di daerah cekung  gambut
 tergenang air sepanjang tahun dengan
gerakan yang lambat
 suasana reduktif, di tempat
bersuasana tawar, bila salin  tanah
berpirit.
KARAKTERISTIK EKOSISTEM LAHAN GAMBUT
Budidaya
Konservasi
E1
E2
Elevasi muka air
di kanal
Tebal
Tanah GambutTanah Gambut
Gambut
Sungai
Tanah Mineral
Budidaya
PP 150 Th. 2000
Kriteria Kerusakan Tanah Untuk Lahan Basah (Rawa)
No.
Sifat Dasar Tanah
1
Subsidensi gambut
dari atas parit
Kedalaman lapisan
berpirit dari
permukaan tanah
2
3
4
5
6
7
8
Kedalaman air
tanah dangkal
Redoks (mV), untuk
tanah berpirit
Redoks (mV), untuk
gambut
pH (H2O) 1 : 2,5
Daya hantar listrik
(DHL)
Jumlah mikrobia
Ambang
Kritis
> 35 cm/5 th
< 25 cm pH
H2O2  2,5
> 25 cm
Metode
Pengukuran
Pengukuran
langsung
Reaksi oksidasi
dan pengukuran
langsung
> -100
Pengukuran
langsung
Tegangan listrik
> 200
Tegangan listrik
< 4,0; > 7,0
> 4,0 mS/cm
potensiometrik
Tahanan listrik
< 102 cfu/gr
tanah
Plating technique
Peralatan
Patok subsidensi
Cepuk plastik
H2O2 pH meter/pH
stick skala 1/2
satuan, meteran
Meteran
pH meter, elektroda
platina
pH meter,
elektroda platina
pH meter; pH stik
EC meter
Petridish, colony
counter.
o Untuk lahan basah yang tidak bergambut dan kedalaman pirit > 100 cm,
ketentuan kedalaman air tanah dan nilai redoks tidak berlaku.
o Tebal gambut, kematangan dan kedalaman lapisan berpirit tidak berlaku
ketentuan-ketentuannya jika rawa belum terusik/masih dalam kondisi
asli/alami/hutan alam.
PENILAIAN KERUSAKAN LAHAN
RAWA
PRINSIP DASAR
TIDAK MENGUBAH FUNGSI
EKOLOGIS RAWA
Parameter Penilaian
Iklim: hujan semakin banyak cenderung semakin baik
 Tipologi Luapan: Semakin dipengaruhi pasang surut
semakin baik. Ada yang dapat dijadikan tadah hujan
 Posisi Lahan: Semakin ke rawa belakang semakin
kurang baik
 Penggunaan Lahan: hutan, sawah, kebun  Kesesuaian
 Gambut tipis lebih baik dari gambut tebal
 Semakin dangkal keberadaan pirit semakin mudah
rusak
 Kualitas tanah: pH, DHL, Nilai redoks.

Evaluasi Kerusakan Lahan
Rawa
1. Hujan
2. Hidrologi
3. Land use
4. Tanah (PP 150/2000)
Gambut utk pertanian (Kal Bar)

Secara teoritis perbaikan gambut
ditujukan pada perbaikan:

Drainase sehingga dihasilkan
rhizosphere yg aerobik bagi
perakaran tanaman

Peningkatan pH, peningkatan basabasa (KB) (dg abu, kapur, pugas,
lumpurlaut dll)

Perbaikan ketersediaan hara N, P, K,
Ca, Mg,dan hara mikro (al. dg
pukan ayam, pugas, pupuk buatan,
pukan dll)

Memperkecil pengaruh meracun
asam organik ttt. (Abu, kapur dpt
menekan pengaruh tsb)
Jagung
No
Jumlah
Perbedeng
Harga/
ongkos
(Rp)
Jumlah
biaya
(Rp)
1 bdg = 10
m2
1.000
1.000
panen 90 hari Dikelola secara
intensif
A
Pengeluaran perbedeng
1
Olah tanah
2
Pemupukan dg pukan ayam
10 kg
150
1.500
3
Pemberian abu
10 kg
250
2.500
4
Pemberian kulit udang
3 kg
2.000
6.000
5
Pendangiran dan gulma
1 bdg
200
200
6
Panen, pemipilan, pengeringan
1 bdg
100
100
7
Bibit,Insktisida dan fungisida
1 bdg
200
200
Total biaya/ bedeng
11.50
0
B
Produksi jagung
10 kg
Setara 6.0
t/ha
1.500
15.00
0
Penanggulangan
Kerusakan Lahan Kering

Faktor bawaan alam: iklim, lereng asli dan
fraksi pasir kuarsa.




Iklim  Rekayasa Hujan Buatan. Mahal
Lereng  Teras, gulud, penanaman sejajar kontur,
rorak, sumur penampung hujan,
bendung/embung. Mahal
Pasir kuarsa  Jangan dibuka bila masih ada
vegetasinya, terutama di lahan rawa bergambut.
Mahal cost recovery nya
Kegiatan non pertanian: pertambangan
(mineral sub surface atau ekstraksi bahan tanah


Amdal sangat penting
Peruntukan sebelum tambang apa juga peruntukan
pasca reklamasi tambang

Faktor yang dikelola dengan subsidi: konservasi
lahan
teras atau gulud bila lereng < 15 %,
 tebal solum  sub soiling
 Kebatuan  tindakan mekanik pengambilan dan
penyingkiran batu (bila hanya ada di permukaan)


Faktor yang dapat direkayasa:
penggunaan lahan  crop canopy covering
 tindakan konservasi secara vegetatif
 pH  peningkatan atau penurunan pH.


Saprotan dapat dimasukkan sebagai faktor yang
lebih mudah direkayasa dan berfungsi sebagai
biaya produksi biomassa.



berupa pupuk
proteksi tanaman
pemeliharaan tanaman
Konservasi Mutu Lahan/Tanah


Air, Tanah, Flora, Fauna dan Jasad renik saling berperan dalam
konservasi lahan.
Mekanis:








Irigasi dan Drainasi
Pengolahan
Perbaikan daya resap air di dalam tanah
Memperkecil erodibiltas tanah (perbaikan sifat fisik tanah)
Perbaikan lereng: teras, gulud
Konservasi secara vegetatif
Subsoiling
Kimiawi:
Pengurangan leaching
Ameliorasi
 Pemupukan: organik, mineral
 Ameliorasi: kapur, dolomit, organik



Biologi:


MVA, Rhizobium
Pergiliran Tanaman, cover crop
Pemulihan



Umumnya kerusakan yang disebabkan bukan oleh alam
Tergantung peruntukan
Sangat tergantung dari faktor yang menyebabkan lahan
rusak
Solum: dengan menambah bahan organik, deep plowing
pH rendah: melalui pengapuran (hati-hati untuk gambut)
Daya pegang hara rendah: dengan penambahan bahan
organik dan clay.
 DHL yang tinggi: dengan drainasi
 Pencemar: dengan meningkatkan pH (logam berat);
dengan aerasi dan drainasi (kondisi reduktif akibat limbah
organik)





Lebih menekankan nilai lingkungan daripada nilai
ekonomis dalam usaha pemulihan  subsidi
Melibatkan masyarakat, Pemda, dan Pakar melalui
perencanaan yang matang
Pengelolaan Rawa





Lahan rawa potensial untuk produksi biomassa meliputi lahan
tipologi luapan A dan B, termasuk tipologi C dan D yang bebas dari
gambut dan tanah sulfat masam
Zona resapan air/kubah gambut perlu dipertahankan atau
dikembalikan fungsinya (30 – 40% dari jarak antar sungai utama)
Sebagian besar lahan yang sesuai telah dikembangkan, bahkan cukup
banyak lahan yang kurang sesuai juga terikut.
Pengembangan lahan rawa ke depan:
 lahan yang telah dibuka  sirkulasi air segar dapat sampai di
petak lahan dan inputan pada tanah sesuai dengan kebutuhan
tanaman.
 Rancangan ulang lahan bongkor (dimensi saluran dan kualitas
tanah)
 Rehabilitasi saluran dan ameliorasi tanah sama pentingnya untuk
lahan bongkor.
 Potensi pengembangan agribisnis, misalnya sagu, nipah
 Monitoring sistem tata air dan kualitas tanah perlu mendapatkan
perhatian selama proses reklamasi. Hal ini penting pula untuk
menentukan bentuk tata air yang tepat untuk suatu jenis
komoditas yang diterapkan secara “berkelanjutan”.
Perlu perumusan bersama siapa berbuat apa di lokasi dan waktu yang
sama (Deptan, PU, Kehutanan, KLH, Transmigrasi dan Pemda).
Terintegrasi dan terpola, misalnya kawasan eks PLG.
Pengembangan Agroforestri
Agrisilvikultur: perladangan berpindah,
budidaya lorong, pekarangan, slopping
land,
 Silvipastur: ternak digembalakan di kebun,
makanan ternak di lahan
 Agrisilvipastur: ternak unggas di
pekarangan
 Sistim dengan komponen khusus: entomoforestri (misal: lebah), aqua-forestry








Kawasan Biofisik
Agronomi
Peternakan &
Perikanan
Konservasi lingkungan
& Biodiversitas
Kehutanan
Hortikultur
Hidrologi, DAS
Ilmu Tanah





Pembelajaran
Agroforestry
Kawasan Sosial Ekonomi
 Antropologi, Etnografi,
Budaya lokal
 Ekonomi umum,
Ekonomi rumah tangga,
pasar
 Kesehatan dan Gizi
 Jender
 Kebijakan
 Sosiologi pedesaan,
tatanan social poverty
assessment
 Kelembagaan lokal
Metode dan Pendekatan Litbang
Embelajaran orang dewasa, komunikasi,
penyuluhan, psikologi
Hutan kemasyarakatan, perhutanan sosial,
pengelolaan hutan bersama
Analisis landscape, instrumen untuk diagnosa dan
perencanaan
Instrumen dan metode partisipatif
Analisis kebijakan
Kaitan Perencanaan dan Pengembangan
Agroforestri dengan Ilmu Lain
Pokok Pikiran Agroforestri

Diversifikasi produksi biomassa yang sinambung,
merupakan kombinasi antara pohon dan tanaman semusim
atau ternak yang bermanfaat untuk keuntungan sosial,
ekonomi, dan lingkungan.

Fungsi lingkungan (konservasi lahan, pencegahan erosi,
pemanen hujan, penahan badan tanah, banjir dan
kekeringan)

Zonasi ruang gerak keharaan tanaman, pendauran hara dari
subsoil ke topsoil. Pengurangan kompetisi keharaan
(pemilihan kombinasi tanaman, rotasi tanaman,
memperpendek pertemuan tanaman semusim dengan pohon,
pemangkasan pohon)

Perbaikan iklim mikro, terutama berkaitan dengan
kelembaban, evapotranspirasi, angin, radiasi matahari.
Kehidupan Rumah Tangga Pedesaan

Kayu sebagai sumber energi yang dipanen
sesuai kebutuhan dan sinambung, baik untuk
kebutuhan sendiri maupun untuk dipasarkan

Tanaman pangan sebagai sumber makanan
secara langsung ataupun tidak langsung.

Ternak sebagai sumber gizi atau sumber
pendapatan, di samping sumber bahan
organik untuk memperbaiki keharaan tanah

Sumber air yang tersedia secara sinambung.
Fungsi pemanenan hujan dan pengisian air
tanah atau pengaliran air sungai (DAS), air
digunakan untuk kebutuhan rumah tangga,
perikanan dsb.
Keunggulan Perencanaan Partisipatori

Tim multidisiplin: peneliti, penyuluh dan
perencana

Mendorong mobilisasi dan
pengorganisasian masyarakat lokal
mengenai isu yang dianggap penting,
kondisi saat ini dan hambatan serta upaya
pemecahan menurut masyarakat tersebut.

Masyarakat merasa dilibatkan dan ikut
memiliki dan bertanggung jawab terhadap
progam agroforestri.
Perancangan Intervensi Agroforestri

Tawaran untuk pembuatan dan penyebar-luasan
teknologi agroforestri, termasuk aspek pengolahan
pasca panen dan pasar

Inovasi kelembagaan, peran organisasi berbasis
petani

Pelatihan, peragaan (demplot), analisis usahatani.
Penyuluhan.

Tawaran kebijakan dan intervensi

Teknologi agroforestri harus tepat (belajar dan
bekerja bersama petani secara partisipatif

Kebijakan yang mendukung

Kelembagaan yang mampu memfasilitasi:
pengujian teknologi dan desiminasi teknologi.
Site
original
forest
Pit 2
Gentle sloping
Pit 3 flat area
Pit 4
Upper
Sloping
Depth (cm)
0 – 40 (A1)
40 – 120 (B)
120 – 160 (BC)
160 – 250 (C)
> 250 CR
0 – 35 (Ap)
> 35 (OB)
0 – 80 (Ap)
> 80 (OB)
pH
4.5
4.5
4.6
4.5
4.6
5.1
6.4
5.0
6.7
EC (uS)
60
30
30
20
30
200
1100
120
1320
0 – 25 (Ap)
> 25 (C)
5.9
4.5
260
30
0 – 50 (Ap)
> 50 (C/OB)
5.2
5.0
800
350
0 – 30/40
> 30/40
4.6
5.5
220
160
0 – 30 (Ap)
30 – 70 (ApOB)
> 70 (C)
4.1
6.5
6.8
230
540
500
Dumping Ap
+ B under
undisturbed
soil
Pit 7
Footslope to
concave shape
Pit 5 – Pit 6
Upper tailing
pond
Vegetation
meranti, belania, kedaung,
keruing. > 60 m, about 80 years
old
Akasia, better growth than
sengon. 4 years old
Akasia, sengon 1 – 1.5 years old.
Local: kedaung, gamelina good
growth much smaller.
Seepage water at Pit 3 (pH 7.8;
EC 100 uS)
Poor jati growth (1 year),
compact, less LCC growth
Good jati growth, full covered
CM
Akasia 3 – 4 years, > 30 m height
and  30 cm. Sengon  40 - 50
cm
Dumping material for road
construction upper original soil,
well drained and no OB
Sengon, kedawung, penaga.
Good growth.
Imperata during rany season and
CP in dry season (seasonal
flooding)
Good growth of sengon, fire on
2002, replanting with akasia and
sengon  10 - 25 cm, and
gamelina
Sengon buto better growth than
usual sengon.
No influence of lime or fertilizer.
At the hole plant (akasia 0.5 year)
pH 5.0; EC 240 uS
Download