PENANGKAPAN DAN PENGOLAHAN KEPITING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI SULAWESI SELATAN Liestiaty Fachrudin dan Musbir Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar. ABSTRACT The blue swimmer crab, Portunus pelagicus, is an emerging a commercial fishing species throughout the Indo-Pacific region. In addition, the species forms an important fisheries industry and is currently a targeted species in South Sulawesi. The current study was performed to determine catching, production, production value, processing of swimming crab. The crab was caught with bottom gill net with mesh size 2-4 inch and caught also with bottom trap. Production of the crab was fluctuating annually. The lowest was 2,522 ton with value Rp Rp 27.006000,-. in 2006, but the highest was 4.066 ton with value Rp 70.862.000,- in 2007. Production came from Makasar Strait, Flores Sea and Bone Bay. The result of crab porcessing consist of body meat (lump), femur meat (jumbo), special meat and claw meat that consist of solid claw, merrous claw, claw meat. Key Word: blue swimmer crab, catching, production, processing. ABSTRAK Kepiting rajungan telah menjadi salah satu spesies komersial di seluruh wilayah Indo Pasifik. Bahkan spesies ini telah menjadi komoditas penting pada industri perikanan dan menjadi spesies target di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeterminasi penangkapan, produksi, nilai produksi, dan pengolahan kepiting rajungan di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepiting rajungan ditangkap dengan jaring insang dasar dengan ukuran mata jaring 2-4 inci serta juga ditangkap dengan bubu dasar. Produksi kepiting rajungan di Sulawesi Selatan berfluktuasi setiap tahun dimana terendah 2.522 ton dengan nilai Rp 27.006000,-. tahun 2006 dan tertinggi 4.066 ton dengan nilai Rp 70.862.000,- tahun 2007. Distribusi produksi berasal dari perairan Selat Makassar, Laut Flores, dan Teluk Bone. Hasil pengolahan daging kepiting rajungan terdiri atas daging badan (lump), dan daging paha (jumbo), daging spesial atau serpihan badan dan paha (lump) serta daging capit yang terdiri atas pangkal capit (solid claw), daging tengah capit (merrous claw ), daging ujung capit biasa (claw meat). Kata Kunci: kepiting rajungan, penangkapan, produksi, nilai produksi, pengolahan. ================================================================== Contact Person: Musbir Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Mobile Phone : 081 355 065 465 e-mail : [email protected] PENDAHULUAN Kepiting rajungan adalah dan merupakan komoditas ekspor Indonesia. Kepiting rajungan (Portunus pelagicus) adalah salah satu hasil laut yang bernilai eknomis penting, merupakan makanan populer dan makanan lezat yang banyak digemari oleh masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan, yang juga merupakan komoditas ekspor Indonesia. Menurut data Departemen Kelautan dan Perikanan 2007, bahwa pemintaan rajungan dari pengusaha restoran seafood Amerika Serikat mencapai 450 ton per bulan. Jepang sekitar 500 ton setiap bulan. Rajungan juga diekspor ke berbagai negara dalam bentuk segar yaitu ke Singapura dan Jepang, sedangkan dalam bentuk olahan kaleng diekspor ke Belanda. Disamping itu, beberapa negara lain yang membutuhkan kepiting rajungan adalah Malasyia, Hong Kong, Korea Selatan, China, Taiwan, dan negara-negara Eropa (Anonim, 2008). Hewan ini adalah merupakan kepiting perenang yang mendiami dasar Laut yang berlumur, pasir, pasir campur lumpur dan di pulau berakarang. Kepiting ini menempati habitat yang bermacam-macam seperti pantai berpasir, pantai pasir berlumpur, sekitar bakau. Kepiting ini didapatkan hampir seluruh periran laut Indonesia bahkan juga didapatkan di daerah sub-tropis. Salah satu wilayah yang memiliki potensi perikanan kepiting rajungan yang cukup penting adalah perairan laut Sulawesi Selatan. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk menanalisi penangkapan, produksi, nilai produksi, dan pengolahan kepiting rajungan di Sulawesi Selatan. Hasil dari penetian ini diharapkan dapt dijadikan rujukan bagi pengelolaan rajungan di alam tetap dapat dieksploitasi dan terjamin kelestarian populasinya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2010 sampai dengan September 2010 pada wilayah perairan Laut Sulawesi Selatan yang terbentang dari Selat Makassar, Laut Flores dan Teluk Bone. Data yang dikumpulkan teridiri atas data primer dan data sekunder. Data primer terdiri atas data tentang penangkapan kepiting rajungan yang diperoleh dengan mengukur langsung di lapangan, data pengolahan rajungandiperoleh dengan wawancara dengan pengolah kepiting rajungan. Data sekunder terdiri atas produksi dan nilai produksi yang diperoleh dari buku laporan statistik perikanan tangkap Sulawesi Selatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penangkapan Kepiting Rajungan Kegiatan penangkapan kepiting rajungan yang dilakukan oleh nelayan di Sulawesi Selatan umumnya mengunakan alat penangkapan gill net dan bubu. Gill net yang dioperasikan oleh nelayan di di Sulawesi Selatan terbuat dari monofilament, dengan ukuran mata jarring (mesh size) antara 2–4 inchi. Pengoperasiannya dilakukan dengan cara membentangkan lembaran gill net tersebut pada dasar perairan yang diperkirakan merupakan habitat rajungan. Setting dilakukan pada pagi hari dan hauling dilakukan pada siang atau sore hari. Kepiting rajungan tergolong sebagai jenis perenang cepat “Swimming crab“ sehingga ia akan terjerat dengan jaring karena kakinya terbelit-belit pada jaring dan sukar untuk melepaskan diri kembali pada saat tertangkap. Bentuk bubu yang digunakan nelayan untuk menangkap kepiting rajungan di Sulawesi Selatan adalah berbentuk sangkar. Bahan yang digunakan dari jaring. Bubu besifat perangkap, yaitu dengan bantuan umpan yang ada dalam bubu menyebabkan kepiting rajungan tertarik masuk ke dalam bubu dan tidak dapat keluar lagi dan akhirnya tertangkap. Jenis umpan yang digunakan antara lain perut ayam atau ikan mujair. Produksi Kepiting Rajungan Dengan tingginya permintaan kepiting rajungan dari luar negeri maka nelayan di Sulawesi Selatan menangkap biota laut tesebut denga intensif. Akan tetapi produksinya tidak memperlihatkan kenaikan setiap tahun tetapi mengalami fluktuasi. Produksi kepiting rajungan di Sulawesi Selatan disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Produksi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) di Sulawesi Selatan (Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Selatan). Pada Gambar 1 terlihat bahwa total produksi kepiting rajungan di Sulawesi Selatan pada tahun 2003 adalah sebesar 2886 ton dan mengalami peningkatan pada tahun 2004 dan tahun 2005 yang mencapai 3.622 ton. Kemudian mengalami penurunan sampai 2.522 ton pada tahun 2006. Kemudian meningkat lagi menjadi 4.066 ton pada tahun 2007. Distribusi Daerah Produksi Kepiting Rajungan Daerah penyebaran rajungan itu diseluruh perairan Indonesia, dengan kecenderungan kepadatan dan potensi yang tinggi pada daerah sekitar pantai. Rajungan menyenangi perairan dangkal, dengan suhu perairan rata-rata 35 o C dan salinitas antara 4–37 ppt. Rajungan dapat hidup di berbagai ragam habitat mulai dari tambak, perairan pantai (in-shore) hingga perairan lepas pantai (off-shore) dengan kedalaman mencapai 60 meter (Moosa dan Juwana (1996). Distribusi daerah produksi kepiting rajungan di Sulawesi Selatan ditampilkan pada Gambar 3. Gambar 3. Distribusi Daerah Produksi Kepiting Rajungan Tahun 2007 Setiap Kabupaten di Sulawesi Selatan (Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Selatan). Pada Gambar 3 terlihat bahwa produksi kepiting rajungan (Portunus pelagicus) di Sulawesi Selatan ditangkap oleh nelayan di perairan Selat Makassar, Laut Flores, dan Teluk Bone. Kepiting rajungan hasil tangkapan nelayan di Selat Makassar didaratkan di daerah Pangkep, Maros, Pinrang, Makassar. Hasil tangkapan dari Laut Flores didaratkan di daerah Jeneponto.Bantaeng, Sinjai, Selayar. Sebaliknya Hasil tangkapan dari Teluk Bone didaratkan di daerah Wajo, Bone, Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur, Luwu. Penyebaran rajungan sangat luas dan dapat hidup di berbagai habitat mulai dari tambak, peraian pantai (in-shore) hingga perairan lepas pantai (off-shore) dengan kedalaman mencapai 60 meter (Kangas (2000; Khokiattiwong et al., 2000; Carlos et al., 2002; Dittel & Epifanio 2002). Daerah penangkapan kepiting rajungan di Indonesia yang terbesar berada di Selat Makassar, Laut Flores, Laut Banda dan Laut Sulawesi. Selain itu, kepiting ini juga terangkap di perairan laut. Selanjutya distribusi nilai produksi kepiting rajungan pada setiap kabupaten di Sulawesi Seltan disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Distribusi Nilai Produksi Kepiting Rajungan (Milyar Rupiah) Tahun 2007 Setiap Kabupaten di Sulawesi Selatan (Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Selatan). Pada Gambar 4 terlihat bahwa nilai produksi kepiting rajungan di Sulawesi Selatan adalah terbesar Kabupaten Wajo dengan nilai 24 milyar rupiah, disusul Bone 16 milyar rupiah, Pangkep 12 milyar rupiah, Maros 9 milyar rupiah, dan Jeneponto sebesar 4 9 milyar rupiah. Pengolahan Kepiting Rajungan Daging rajungan yang dihasilkan dari pengolahan setelah melalui proses pengupasan antara lain: Daging jumbo yang dihasilkan dari daging paha yaitu daging berwarna putih dua bagian yang terbesar yang berhubungan dengan capit. Daging lump dihasilkan dari daging badan yaitu daging berwarna putih berukuran besar berbentuk kembang dan berhubungan dengan kaki jalan. Daging spesial dihasilkan dari serpihan dari daging badan dan paha yaitu daging sisa atau serpihan sangat kecil yang tidak utuh lagi karena kerusakan saat pengupasan. Daging pangkal capit biasa disebut solid claw yaitu daging berwarna coklat kemerahan, Daging tengah capit biasa disebut merrous claw yaitu daging berwarna coklat kemerahan pada bagian capit ruas paling ujung. Daging ujung capit biasa disebut claw meat yaitu daging berwarna coklat kemerahan. Claw meat juga daging dari kaki jalan dan kaki renang. 1. 2. 3. 4. 1. 2. KESIMPULAN Penangkapan keiting rajungan di Sulawesi Selatan dilakukan dengan gill net dasar dan bubu jaring. Produksi kepiting rajungan di Sulawesi Selatan berluktuasi setiap tahun dimana terendah 2.522 ton dengan nilai Rp 27.006000,-. tahun 2006 dan tertinggi 4.066 ton dengan nilai Rp 70.862.000,- tahun 2007. Distribusi produksi kepiting rajungan di Sulawesi Selatan berasal dari perairan Selat Makassar, Laut Flores, dan Teluk Bone. Kabupaten yang termasuk lima besar produsen kepiting rajungan adalah Wajo 34 % (Teluk Bone), Bone 23,6 % (Teluk Bone), Pangkep 17.4 % (Selat Makassar), Maros 13 % (Selat Makassar ) dan Jeneponto 5,7 % (Laut Flores) . Hasil pengolahan kepiting rajungan di Sulawesi Selatan terdiri atas daging jumbo, lump, spesial, Daging Capit terdiri atas Daging solid claw merrous claw claw meat Claw meat SARAN Perlu dilakukan penelitian mendalam tentang keseimbangan bioekonomi kepiting rajungan di Sulawesi Selatan. Perlu dilakukan pengelolaan kepiting rajungan di Sulawesi Selatan agar menghasilkan produksi optimum yang berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008. Kepiting Rajungan. http://www.mangrove.nus.edu.sg/. Diakses 4 Agustus 2008). Carlos, A., C.Suarez, J.E. Conde. 2002. Local distribution and abundance of swimming crabs on a tropical arid beach - Callinectes spp. and Arenaeus cribrarius - Statistical Data Included. Fishery Bulletin, Vol. 23: 127-138 Departemen Kelautan dan Perikanan 2007. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. 2006. Jakarta. Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan. 2004-2008. Propinsis Sulawesi Selatan. Laporan Statistik Perikanan Dittel, A. I., Epifanio, C. E. (2002). Seasonal abundance and vertical distribution of crab in Delaware Bay. Estuaries 5: 197-202. Kangas, M I. 2000. Synopsis of The Biology and Exploitation of The Blue Swimming Crab, Portunus pelagicus Linnaeus, in Western Australia Fisheries Research Report No.121. http://www.fish.wa.gov.au Khokiattiwong, S.R., Mahon, W.Hunte. 2000. Seasonal abundance and reproduction of bluecrab, Portunus pelagicus. Environmental Bilogy of Fishes, 59: 43-60. Moosa, M.K, & S. Juwana. 1996. Kepiting suku Portunidae dari perairan Indonesia(Decapoda, Brachiyura). Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI, Jakarta : 118 hal.