studi pola pengelolaan sub das siduung

advertisement
STUDI POLA PENGELOLAAN SUB DAS SIDUUNG
KABUPATEN BERAU BERDASARKAN
PENDEKATAN KONDISI BIOFISIK DAN
HIDROOROLOGI
Study on the Management of Siduung Sub Watershed in Berau District,
Based on Biophysical Condition and Hydrological Approaches
Charlie Novianry Panjaitan1), Marlon Ivanhoe Aipassa1) dan
Sigit Hardwinarto1)
Abstract. The purposes of this research were to identify the biophysical
characteristics of Siduung Sub Watershed to identify the discharge and the
amount of suspended sediment concentration, to determine the critical land units
by predicting the levels of erosion rate and to determine the management
patterns of Siduung Sub Watershed. The data were analyzed by applying
descriptive analysis with empirical and evaluative approaches, determining the
internal aspects as the part of Strength, Opportunity, Weakness and Threat
(SWOT) method in order to find out the policy and implementation of
watershed management program, improving the pattern of watershed
management, applying prescriptive analysis using normative approach and
determining the external aspects as the part of SWOT method. The research
revealed that the discharge fluctuation based on the water regime index was
categorized as fair, whereas the suspended sediment concentration in some
sampling points categorized as good. The result of erosion rate calculation in
each land unit ranged between 0.73–2,217.76 tons/ha/year with 151.32 ha
categorized as very critical, 10,064.62 ha categorized as rather critical and
4,596.64 ha categorized as potentially critical. The result of SWOT analysis
indicated that the threats and weaknesses factors were very dominant.
Therefore, the strength and opportunity factors in strategy analysis are necessary
to minimize the threat factors and maximize the strength factors as well as to
minimize the weaknesses, so that they will not become barriers in the future.
The alternative pattern of Siduung Watershed management can be implemented
by the following efforts: optimalization of planning program, erosion control on
the higher levels of erosion rate on the land units, watershed management by
approaching an ecosystem, improving supervision for each activity, law and
regulation enforcement, policy consistency, socialization activity and
transparency community.
Kata kunci: sedimen, erosi, biofisik dan hidroorologi, analisis SWOT
___________________________________________________________________
1) Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda
9
10
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
Kerusakan hutan dan lahan dapat mengakibatkan bencana alam, bahkan pada
akhir-akhir ini kecenderungannya semakin meningkat, khususnya banjir, tanah
longsor dan kekeringan. Bencana tersebut telah menimbulkan kerugian besar
berupa kerusakan infrastruktur, berbagai aset pembangunan serta terganggunya tata
kehidupan masyarakat. Penyebab utama terjadinya bencana tersebut adalah
kerusakan lingkungan, terutama di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS)
sebagai daerah tangkapan air. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pengelolaan
DAS yang optimal untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS
dari bahaya kerusakan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Sub DAS Siduung pada Desa Siduung
Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Pengumpulan data dan
informasi diperoleh melalui kombinasi teknik studi dokumentasi dan telaahan
observasi lapangan. Analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu
analisis deskriptif dengan pendekatan empiris dan valuatif dengan aspek internal
sebagai bagian dari metode Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT)
untuk mengetahui kebijakan dan implementasi program pengelolaan DAS. Untuk
upaya penyempurnaan pola pengelolaan DAS digunakan analisis preskriptif
menggunakan pendekatan normatif dengan aspek eksternal sebagai bagian dari
metode SWOT.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Debit Limpasan Air Sungai dan Konsentrasi Sedimen Melayang
Debit Limpasan Air Sungai
Pengukuran debit limpasan air sungai dilakukan pada 3 lokasi di Sub DAS
Siduung yakni: di bagian hilir, tengah dan hulu. Selama periode pengukuran debit
air (10 Juli sampai 19 Agustus 2005) diperoleh besarnya debit limpasan air sungai
pada bagian hilir sungai berkisar antara 65,00143,42 m3/dtk (Qrataan = 105,04
m3/detik), di bagian tengah berkisar antara 45,86101,62 m3/dtk (Qrataan = 71,95
m3/detik) dan di bagian hulu sungai berkisar antara 37,2759,60 m3/detik (Qrataan =
48,40 m3/detik). Perbedaan debit limpasan air sungai tersebut dimungkinkan oleh
perbedaan kondisi topografi, penyebaran curah hujan dan keadaan tutupan lahan.
Berdasarkan data debit limpasan air sungai kemudian dilakukan perhitungan
Indeks Rejim Air (Water Regime Index) yang diperoleh dengan membandingkan
debit air maksimum dan minimum. Indeks Rejim Air pada masing-masing bagian
sungai sebesar 2,21 untuk di bagian hilir, di bagian tengah sebesar 1,60 dan di
bagian hulu sebesar 2,21. Berdasarkan standar kualitas lingkungan yang digunakan
Anonim (1988), maka rataan nilai Indeks Rejim Air sebesar 2,00 berada pada
rentang 1,66 sampai <2,50 dan termasuk kategori sedang.
Perbandingan antara nilai Q maksimum dan Q minimum dapat digunakan
sebagai salah satu indikator penilaian kondisi suatu DAS. Nilai Indeks Rejim Air
yang ekstrim dari tahun ke tahun merupakan indikasi bahwa DAS tersebut
terganggu (Asdak, 1995).
Panjaitan dkk. (2007). Studi Pola Pengelolaan Sub Das Siduung
11
Konsentrasi Sedimen Melayang
Bersamaan dengan pengukuran debit limpasan air, juga dilakukan
pengambilan sampel air untuk menduga kandungan konsentrasi sedimen melayang
yang terangkut bersama aliran air, selanjutnya dilakukan analisis di Laboratorium.
Hasil rataan pengukuran konsentrasi sedimen melayang pada bagian hilir sungai
adalah 33,94 gr/ltr, tengah sungai 24,64 gr/ltr dan di hulu sungai adalah 20,62
gr/ltr. Bila merujuk pada standar Skala Kualitas Lingkungan menurut Anonim
(1988), konsentrasi sedimen melayang termasuk kategori baik.
Menurut Hardwinarto (1996), pada saat-saat tertentu, masa muatan sedimen
melayang di saluran sungai tergantung pada jumlah bahan endapan yang tercuci
oleh limpasan permukaan, sehingga meskipun debit air kecil namun bila tersedia
bahan endapan yang tercuci oleh limpasan permukaan, maka konsentrasi sedimen
melayang tersebut dapat menjadi lebih besar. Ketersediaan sedimen melayang yang
terangkut oleh aliran sungai selain sebagai hasil proses erosi yang terjadi pada
lahan yang berada di atasnya, dapat pula terjadi sebagai hasil proses erosi tebing
sungai.
Potensi Erosi pada Berbagai Satuan Lahan
Klasifikasi unit-unit lahan
Klasifikasi unit-unit lahan dilakukan dengan cara tumpangsusun (overlay)
antara peta kelas lereng, peta jenis tanah dan peta penutupan lahan berdasarkan
kesamaan/kemiripan kondisi dan karakteristik kekritisannya yang terdapat pada
Sub DAS Siduung. Berdasarkan hasil analisis penentuan unit-unit lahan pada Sub
DAS Siduung ditemukan sebanyak 55 unit lahan dengan kisaran luas unit-unit
lahan antara 0,02–21.939,69 ha. Jenis-jenis penutupan lahan pada masing-masing
unit lahan bervariasi atau merupakan kombinasi dari jenis-jenis penutupan lahan,
seperti semak belukar, perladangan, perkebunan, tanah terbuka dan hutan alam.
Prediksi laju erosi tanah
Prediksi laju erosi tanah pada masing-masing unit lahan di Sub DAS Siduung
dihitung dengan pendekatan persamaan USLE, yang dikembangkan oleh
Wischmeier dan Smith (1978) sebagai berikut:
A = R x K x Lx S x C x P, yang mana A = laju erosi tanah (ton/ha/tahun), R =
indeks erosivitas hujan, K= indeks erodibilitas tanah, L = indeks panjang lereng, S
= indeks kemiringan lereng, C= indeks penutupan vegetasi, P = indeks pengolahan
lahan atau tindakan konservasi tanah. Berdasarkan nilai faktor atau indeks penentu
laju erosi tersebut, maka hasil prediksi laju erosi tanah (A) yang terjadi pada
masing-masing unit lahan di Sub DAS Siduung dapat ditentukan dengan cara
mengalikan indeks penentu tersebut.
Berdasarkan hasil perhitungan dapat ditunjukkan bahwa hasil prediksi laju
erosi tanah di Sub DAS Siduung berkisar antara 0,73–2.217,76 ton/ha/tahun atau
bila didasarkan pada luas unit-unit lahan terkecil sampai terbesar berkisar antara
0,13–4.115.640,10 ton/tahun. Nilai rataan laju erosi Sub DAS Siduung sebesar
185,55 ton/ha/tahun. Berdasarkan hasil rataan ini, maka laju erosi pada Sub DAS
Siduung termasuk dalam kategori berat.
12
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
Tingkat bahaya erosi
Kategori tingkat bahaya erosi pada masing-masing unit lahan ditentukan
berdasarkan hasil prediksi laju erosi tanah dan tingkat kedalaman solum tanah,
yang kategorinya dilakukan dengan cara mengacu pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat bahaya erosi berdasarkan laju erosi dan kedalaman tanah
Erosi
Kelas bahaya erosi
III
IV
V
Kedalaman solum
Erosi (ton/ha/tahun)
(cm)
<15
>480
15–60
60–180
180–480
Sangat dangkal <30
B/III
SB/IV
SB/IV
SB/IV
SB/IV
S/II
B/III
SB/IV
SB/IV
SB/IV
Dangkal 30–60
R/I
S/II
B/III
SB/IV
SB/IV
Sedang 60–90
Dalam >90
SR/0
R/I
S/II
B/III
SB/IV
Sumber : Anonim (1993). SR/0 = Sangat Ringan. B/III = Berat. R/I = Ringan. SB/IV = Sangat Berat.
S/II = Sedang.
I
II
Berdasarkan penelitian Mantel (1998) dan Anonim (1983) tingkat kedalaman
solum tanah pada sembilan jenis tanah yang terdapat di Sub DAS Siduung berkisar
antara 20–85 cm, 85–150 cm dan >150 cm. Hasil analisis Kategori Tingkat Bahaya
Erosi pada masing-masing unit lahan di Sub DAS Siduung dapat diklasifikasikan
bahwa yang termasuk kategori sangat berat sebanyak 4 unit lahan, kategori berat
sebanyak 8 unit lahan, kategori sedang sebanyak 9 unit lahan, kategori ringan
sebanyak 14 unit lahan dan kategori sangat ringan sebanyak 20 unit lahan.
Secara rinci hasil analisis pengkategorian kekritisan unit-unit lahan pada Sub DAS
Siduung dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kategori sangat berat, ada 4 unit lahan dengan vegetasi penutup lahan
didominasi berupa semak belukar sebesar 151,32 ha. Hal ini menunjukkan bahwa
baik pada areal semak belukar tersebut cenderung menimbulkan perluasan
keterbukaan lahan terbuka, sehingga, perluasan lahan terbuka ini bila tidak
diimbangi dengan upaya meminimalkan perluasan lahan tersebut, maka areal-areal
tersebut akan rentan terhadap kemungkinan terjadinya peningkatan laju erosi tanah
maupun limpasan permukaaan. Apalagi didukung oleh dominasi kelas kelerengan
yang relatif curam yang berkisar antara 25–40 %. Oleh karena itu, perpaduan
pengaruh dari parameter-parameter tersebut akan semakin membahayakan kondisi
fisik unit-unit lahan bila tidak segera diupayakan tindakan pengendaliannya.
2. Kategori berat, ada 8 unit lahan dengan vegetasi penutup lahan didominasi
berupa semak belukar dan perkebunan sebesar 10.064,62 ha dan kelas kelerengan
yang agak curam berkisar antara 8–25 %. Serupa dengan kategori sangat berat
pengendalian yang optimal diperlukan untuk meminimalkan laju erosi yang terjadi
akibat kecenderungan keterbukaan lahan.
3. Kategori sedang, ada 9 unit lahan dengan vegetasi penutup lahan didominasi
berupa semak belukar, perladangan dan perkebunan sebesar 4.596,64 ha dengan
kelas kelerengan landai yang berkisar antara 0–8 %. Kondisi topografi demikian
memang sangat cocok untuk pemanfaatan areal perladangan dan perkebunan.
Panjaitan dkk. (2007). Studi Pola Pengelolaan Sub Das Siduung
13
Namun yang perlu diperhatikan terutama permasalahan penyiapan lahan,
pemeliharaan sampai pemanenan, bila tidak memperhatikan potensi lahannya
maupun dalam pelaksanaannya kurang berwawasan lingkungan, maka pada unitunit lahan ini tidak menutup kemungkinan akan dapat meningkat kategorinya
menjadi berat.
4. Kategori ringan dan sangat ringan, merupakan kategori yang memiliki unitunit lahan terbanyak yaitu 14 dan 20 unit lahan dengan luas 55.160,70 ha dan
25.523,49 ha dengan tingkat kelerengan yang bervariasi antara landai sampai
curam dan didominasi oleh vegetasi hutan alam dan semak belukar. Umumnya
unit-unit lahan ini berada pada kawasan hulu sungai. Untuk sementara kawasan ini
tidak diperlukan usaha pengelolaan, tetapi dengan kondisi lahan yang curam
sampai sangat curam di wilayah hulu bila tidak disertai pemanfaatan lahan yang
berwawasan lingkungan berpotensi untuk menimbulkan bahaya erosi dan banjir.
Setiap tahunnya pada musim hujan kawasan sungai Siduung meluap, hal ini
lebih dikarenakan kondisi topografi kawasan hulu yang curam sehingga aliran air
limpasan cepat turun dan frekuensi curah hujan yang tinggi. Daerah hulu DAS
dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: kerapatan drainase lebih tinggi, kemiringan
lereng yang lebih besar (>15 %) (Asdak, 1995).
Tutupan lahan berupa hutan alam memiliki tingkat bahaya erosi yang sangat
rendah, hal ini disebabkan karena adanya tajuk pohon yang mampu menahan
tumbukan air hujan dan peranan akar pohon yang mampu menahan tanah di
tempatnya, menyimpan air hujan dalam bentuk air tanah, sehingga volume aliran
permukaan dapat berkurang, begitu juga serasah yang ada di lantai hutan akan
berkurang jika terjadi tumbukan hujan yang besar.
Beberapa peranan vegetasi dalam kaitannya dengan proses erosi menurut
Sudarmadji (1997) adalah sebagai berikut:
a. Penutupan vegetasi menghalangi tumbukan langsung butiran curah hujan
yang sangat potensial untuk memecahkan atau bahkan menghancurkan agregat
tanah;
b. Dedaunan dan bagian vegetasi lainnya yang gugur dan menutupi permukaan
tanah dapat berfungsi untuk menekan sekaligus mengurangi kecepatan
limpasan permukaan serta melindungi permukaan tanah dari daya kikis dan
daya angkut limpasan permukaan.
c. Sistem perakaran tanaman yang berkembang akan meningkatkan porositas
tanah sehingga memperbesar laju dan kapasitas infiltrasi tanah.
d. Pasokan bahan organik dari bagian-bagian vegetasi yang gugur dan menutup
permukaan tanah akan meningkatkan aktivitas jasad renik tanah, yang
selanjutnya sangat potensial untuk memperbaiki porositas tanah dan stabilitas
agregat serta sifat-sifat kimia tanah.
Pola Pengelolaan DAS di Wilayah Sub Das Siduung
Strategi pengelolaan sub DAS Siduung
Analisis SWOT dilakukan untuk menyusun strategi bagi pengelolaan Sub
DAS Siduung, sehingga dicapai tujuan yang optimal (Horn, 1994). Langkah awal
yang diperlukan untuk melaksanakan metode ini adalah mengenali keadaan terkini
14
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
serta menetapkan kondisi yang diinginkan. Kondisi yang diharapkan merupakan
cermin dari kondisi saat ini yang belum optimal. Kondisi pola pengelolaan Sub
DAS Siduung tersebut berdasarkan pada faktor internal dan eksternal dari unsur
biofisik pada wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya, maka pelu dilakukan
peninjauan terhadap faktor internal dan eksternal sebagai berikut:
a. Faktor internal. Faktor internal yang diidentifikasi adalah menyangkut
keadaan biofisik Sub DAS Siduung. Faktor internal dapat bersifat kekuatan atau
kelemahan, tergantung pada karakteristik masing-masing faktor yang meliputi
antara lain:
a.1. Kekuatan
a.1.1. Kelas kelerengan. Kelerengan pada Sub DAS Siduung memiliki
karakteristik datar sampai landai hampir 50,46 % dan kelas curam sampai sangat
curam sekitar 44,31 % dari luas wilayah Sub DAS Siduung. Oleh karena itu pada
bagian tengah dan hilir Sub DAS yang didominasi kelas kelerengan datar sampai
landai terdapat permukiman, perkebunan dan perladangan masyarakat setempat
yang memanfaatkan lahan tersebut sebagai mata pencarian dan tempat tinggal.
a.1.2. Keadaan penutupan lahan. Kawasan Sub DAS Siduung didominasi oleh
hutan alam sekitar 93,52 %, diikuti oleh perladangan dan semak belukar sekitar
5,27 % dari luas seluruhan kawasan Sub DAS Siduung.
a.1.3. Debit limpasan air sungai. Debit limpasan air sungai Sub DAS Siduung pada
bagian hulu, tengah dan hilir berkisar antara 37,27 m3/det sampai 143,42 m3/det.
Berdasarkan perhitungan perbandingan nilai debit maksimum dan minimum dari
ketiga bagian sungai tersebut termasuk dalam kategori sedang.
a.1.4. Nilai konsentrasi sedimen melayang. Nilai konsentrasi sedimen melayang
pada ketiga bagian Sub DAS Siduung termasuk dalam kisaran 0–100 yang artinya
bila mengacu pada skala kualitas lingkungan termasuk dalam kategori baik.
a.2. Kelemahan
a.2.1. Keadaan sistem lahan. Satuan sistem lahan Teweh (TWH) dan Pendreh
(PDH) meliputi hampir semua kawasan yaitu sekitar 54,99 % dari luas kawasan
Sub DAS Siduung. Sistem lahan ini memiliki karakteristik tanah Haplic Acrisol
yang cocok untuk kegiatan perkebunan dan perladangan namun rentan terhadap
erosi tanah.
a.2.2. Prediksi laju erosi tanah. Nilai laju erosi rataan Sub DAS Siduung sebesar
185,549 ton/ha/tahun. Berdasarkan hasil rataan ini maka tingkat bahaya erosi pada
Sub DAS Siduung termasuk dalam kategori sedang yang bila tanpa dilakukan
pengelolaan yang optimal bisa berubah menjadi kategori berat.
a.2.3. Curah hujan rataan. Rata-rata curah hujan tahunan di kawasan Sub DAS
Siduung mencapai 3258,13 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun.
Bulan basah (curah hujan bulanan >200 mm) terjadi pada bulan Oktober sampai
Juni. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sampai September.
a.2.4. Adanya lahan kritis dalam kawasan Sub DAS Siduung. Berdasarkan hasil
analisis Kategori Tingkat Bahaya Erosi pada masing-masing unit lahan di Sub
DAS Siduung, yang termasuk kategori sangat berat sebanyak 4 unit lahan, kategori
berat sebanyak 8 unit lahan, kategori sedang sebanyak 9 unit lahan, kategori ringan
sebanyak 14 unit lahan dan kategori sangat ringan sebanyak 20 unit lahan.
Panjaitan dkk. (2007). Studi Pola Pengelolaan Sub Das Siduung
15
a.2.5. Adanya tumpang tindih peruntukan lahan. Adanya tumpang tindih berbagai
kepentingan pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat adat yang bermukim di
wilayah Sub DAS Siduung dan tidak jelasnya batas kawasan dan peruntukannya.
Secara rinci dapat digambarkan berbagai faktor internal terhadap hubungannya
dengan kekuatan dan kelemahan seperti disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Matriks analisis kekuatan dan kelemahan program pola pengelolaan pada sub DAS
Siduung
Faktor
Kekuatan (S)
Internal a. Kelas kelerengan datar sampai landai
b. Keadaan penutupan lahan dominan hutan
alam
c. Debit limpasan air sungai dalam kriteria
sedang
d. Nilai konsentrasi sedimen melayang yang
baik
Kelemahan (W)
a. Keadaan sistem lahan
b. Prediksi laju erosi tanah dalam tingkat
berat
c. Curah hujan rataan relatif tinggi
d. Adanya lahan kritis dalam kawasan Sub
DAS Siduung
e. Adanya tumpang tindih peruntukan lahan
Berdasarkan Tabel 2 di atas, maka dapat dilihat beberapa faktor yang
diidentifikasi berpengaruh secara internal (kekuatan dan kelemahan) terhadap
strategi dalam pola pengelolaan Sub DAS Siduung, selanjutnya dengan
menggunakan teknik komparasi diperoleh bobot masing-masing faktor
sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis Faktor Internal
No.
1
a
b
c
d
2
e
f
g
h
i
Faktor internal
Kelas kelerengan datarlandai
Keadaan penutupan lahan
dominan hutan alam
Debit limpasan air sungai
dalam kriteria sedang
Nilai konsentrasi sedimen
melayang yang baik
Keadaan sistem lahan
Prediksi laju erosi tanah
dalam tingkat sedang
Curah hujan rataan
relatif tinggi
Adanya lahan kritis
dalam kawasan
Sub DAS Siduung
Adanya tumpang tindih
peruntukan lahan
a
b
c
d
e
f
g
h
i
Jumlah
Bobot
(%)
Kekuatan (S)
x
b
a
a
a
a
g
a
i
5
11,36
a
x
b
b
e
b
b
h
i
4
9,09
c
c
x
c
e
f
c
c
i
5
11,36
d
d
d
x
Kelemahan (W)
e
b
c
e
e
f
d
d
i
5
11,36
x
e
g
e
i
4
9,09
f
f
c
d
f
x
f
f
f
6
13,64
a
g
g
g
e
g
x
g
i
5
11,36
h
h
h
h
h
h
h
x
h
8
18,18
a
b
c
Jumlah
d
e
i
g
i
x
2
44
4,55
100
b. Faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar
yang berfungsi sebagai pendukung pola pengelolaan DAS. Faktor eksternal dapat
16
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
berasal dari unsur sekitar wilayah Sub DAS, pemerintah, swasta maupun
masyarakat. Sifatnya dapat berupa peluang yang dapat dimanfaatkan serta
ancaman yang dapat mengganggu pola pengelolaan DAS di wilayah Sub DAS
Siduung, antara lain:
b.1. Peluang
b.1.1. Adanya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Adanya RTRW Kabupaten
Berau dan propinsi memperjelas status dan peruntukan kawasan yang termasuk ke
dalam wilayah Sub DAS Siduung, sehingga arah pengelolaan dan perencanaan Sub
DAS Siduung dapat saling mendukung demi lancarnya program pemerintah.
b.1.2. Program pengelolaan DAS. Adanya program pengelolaan DAS dari lembaga
pemerintah atau instansi terkait terhadap kawasan Sub DAS Siduung memberikan
dukungan yang sangat besar dalam rangka upaya menjaga kerusakan lingkungan
khususnya kawasan Sub DAS Siduung.
b.1.3. Adanya kelembagaan. Adanya lembaga pemerintah, LSM atau organisasi
non-pemerintah memberikan dukungan yang sangat besar dalam rangka upaya
pengelolaan DAS, pengorganisasian masyarakat dan pemberdayaan masyarakat
lokal.
b.1.4. Kebijakan dan peraturan yang berlaku. Adanya suatu kebijakan dan
peraturan pemerintah terhadap kawasan hutan dan DAS memberikan suatu
kekuatan hukum yang jelas terhadap suatu kawasan Sub DAS Siduung.
b.1.5. Aksesibilitas lokal. Aksesibilitas terhadap kawasan Sub DAS Siduung
memberikan suatu kemudahan dalam upaya pengawasan dan pengelolaan Sub
DAS Siduung. DAS ini dapat dicapai melalui jalan darat atau laut dari ibukota
kecamatan maupun kabupaten.
b.2. Ancaman
b.2.1. Banjir secara periodik. Banjir tahunan dapat dirasakan masyarakat sekitar
bantaran sungai Siduung pada saat musim hujan yang dapat mengganggu aktivitas
masyarakat setempat serta merusak areal perladangan dan perkebunan.
b.2.2. Tingginya bahaya kebakaran hutan dan lahan. Bahaya kebakaran secara
periodik pada musim kemarau dan pembukaan lahan untuk perkebunan dan
perladangan oleh masyarakat setempat dengan cara membakar dapat mengancam
kelangsungan dan kelestarian hutan disekitar kawasan Sub DAS Siduung.
b.2.3. Adanya perambahan lahan dan hutan. Perambahan lahan dan hutan yang
berdampak pada degradasi hutan dan menurunnya fungsi kawasan, terutama karena
meluasnya kawasan hutan yang terbuka menyebabkan ketidakseimbangan dan
kerusakan ekosistem wilayah DAS, terutama banjir dan erosi sungai yang
mengakibatkan pendakalan sungai.
b.2.4. Konversi lahan. Adanya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap tempat
tinggal dan perekonomian menyebabkan perubahan status lahan dari kawasan
hutan ke areal pemukiman, perladangan dan perkebunan.
b.2.5. Pengawasan dan kontrol kawasan yang lemah. Lemahnya pengawasan dan
kontrol baik secara fisik maupun hukum, sehingga berdampak kepada
ketidakmampuan pengamanan (low enforcement) terhadap kawasan yang akhirnya
berdampak kepada proses perusakan yang terus berlangsung.
Secara rinci dapat digambarkan berbagai faktor eksternal terhadap
17
Panjaitan dkk. (2007). Studi Pola Pengelolaan Sub Das Siduung
hubungannya dengan peluang dan ancaman seperti disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 tersebut maka dapat dilihat beberapa faktor yang
diidentifikasi berpengaruh secara eksternal (peluang dan ancaman) terhadap
strategi dalam pengelolaan Sub DAS Siduung yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Matriks Analisis Peluang dan Ancaman Program Pola Pengelolaan Sub DAS Siduung
Faktor
Peluang (O)
a. Adanya Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW)
b. Program pengelolaan DAS
Eksternal c. Adanya kelembagaan
d. Kebijakan dan peraturan yang berlaku
e. Aksesibilitas lokal
Ancaman (T)
1. Banjir secara periodik
2. Tingginya bahaya kebakaran hutan
dan lahan
3. Adanya perambahan lahan dan hutan
4. Konversi lahan
5. Pengawasan dan kontrol kawasan
yang lemah
Tabel 5. Analisis Faktor Eksternal
No.
Faktor eksternal
1
a Adanya Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW)
b Program pengelolaan DAS
c Adanya kelembagaan
d Kebijakan dan peraturan
yang berlaku
e Aksesibilitas lokal
2
f Banjir secara periodik
g Tingginya bahaya
kebakaran hutan dan lahan
h Adanya perambahan lahan
dan hutan
i Konversi lahan
j Pengawasan dan kontrol
kawasan yang lemah
d
e
f
g
h
i
j
Jumlah
Bobot
(%)
a
b
x
a
b
c
e
e
e
f
b
f
g
b
c
h
b
c
i
b
i
j
b
c
3
8
6
5,45
14,55
10,91
d
d
d
a
b
c
Ancaman (T)
a
f
c
x
d
e
x
f
g
g
e
d
e
d
e
j
j
5
3
9,09
5,45
d
e
x
g
f
f
f
4
7,27
a
b
c
Peluang (O)
x
b
c
a
x
c
a
g
g
g
g
f
x
g
g
g
7
12,73
a
a
b
i
h
c
h
d
h
i
h
i
h
i
x
i
h
x
h
i
7
6
12,73
10,91
a
j
j
Jumlah
j
f
f
j
j
j
x
6
55
10,91
100,00
Selanjutnya masing-masing bobot pada Tabel 3 dan 5 dievaluasi untuk
melihat keterkaitan faktor internal dan eksternal guna menentukan strategi yang
dianggap tepat dalam pola pengelolaan Sub DAS Siduung. Hasil perhitungan
evaluasi keterkaitan antara faktor internal dan eksternal didapatkan bahwa Total
Nilai Bobot (TNB) Kekuatan dan Kelemahan dari faktor internal adalah 2,52 dan
2,96 sedangkan TNB Peluang dan Ancaman dari faktor eksternal adalah 2,88 dan
3,07. Dengan membandingkan TNB antara Kekuatan dan Kelemahan serta
Peluang dan Ancaman, maka posisi strategi berada pada kuadran III seperti
Gambar 1.
18
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
Kekuatan (S)
(2,52)
II
I
Ancaman (T)
(3,07)
Peluang (O)
1
1
0,44
(2,88)
0,19
IV
III
1
(2,96)
Kelemahan (W)
Gambar 1. Posisi Strategi Pola Pengelolaan Sub DAS Siduung
Berdasarkan Gambar 1 tersebut, pola pengelolaan Sub DAS berada pada
kuadran III, yang mana pola pengelolaannya terletak pada kondisi/posisi dikaitkan
dengan faktor ancaman dan kelemahan yang kecil sekali, berkisar antara 0,44 dan
0,19. Jika dikaitkan dengan faktor kekuatan dan peluang masih diperlukan analisis
strategi untuk meminimalkan ancaman agar tidak menjadi penghambat pencapaian
peluang serta memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan kelemahan agar tidak
menjadi penghambat pada masa yang akan datang.
Langkah berikutnya dilakukan penetapan faktor kunci prioritas, sehingga
dapat disusun strategi pemecahan masalah terhadap pola pengelolaan Sub DAS
Siduung. Upaya dan usaha yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Strategi optimalisasi kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
a.1. Melakukan penghijauan di sekitar pinggiran sungai Siduung yang berada pada
dataran rendah untuk mencegah terjadinya longsoran dan erosi tebing sungai.
a.2. Memaksimalkan fungsi suatu kawasan sesuai peruntukkannya pada wilayah
Sub DAS Siduung berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah agar tidak
terjadi tumpang tindih kepentingan.
a.3. Meningkatkan peran serta lembaga pemerintah dan non pemerintah dalam
rangka konservasi tanah dan air di kawasan Sub DAS Siduung.
a.4. Melakukan program pengelolaan DAS yang mengikutsertakan peran lembaga
non pemerintah dan masyarakat sekitar wilayah Sub DAS Siduung sesuai
dengan kebijakan dan peraturan pemerintah daerah terhadap kawasan Sub
DAS Siduung.
b. Strategi mengurangi kelemahan untuk memanfaatkan peluang
b.1. Melakukan kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan pada kawasan yang kritis
dan sangat kritis.
Panjaitan dkk. (2007). Studi Pola Pengelolaan Sub Das Siduung
19
b.2. Melakukan usaha tani konservasi terhadap masyarakat yang berladang dan
berkebun di bantaran sungai Siduung.
b.3. Mengoptimalkan usaha konservasi dan pengelolaan tanaman pada lahan-lahan
terbuka dan semak belukar untuk mengurangi laju erosi tanah.
b.4. Adanya suatu perencanaan yang baik dalam pengelolaan Sub DAS Siduung
agar tidak terjadi tumpang tindih peruntukkan lahan.
c. Strategi penggunaan kekuatan untuk mengurangi ancaman
c.1. Pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kemampuan daya dukung lahan
dan perhatian pemerintah bagi kebutuhan hidup masyarakat.
c.2. Memberikan penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat sekitar akan
bahaya banjir dan erosi.
c.3. Pengenalan teknik-teknik pengolahan tanaman yang sesuai dengan kaidahkaidah konservasi.
c.4. Meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap kawasan Sub DAS Siduung
untuk membatasi ruang gerak perambahan lahan dan hutan.
c.5. Meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya kebakaran hutan dan lahan.
d. Strategi memperkecil faktor penghambat untuk mengurangi ancaman
d.1. Meningkatkan peran serta masyarakat pada setiap program pengelolaan DAS
Siduung.
d.2. Merumuskan sistem pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah DAS Siduung
yang disepakati oleh masyarakat dan pihak-pihak terkait.
d.3. Mengoptimalkan peranan mayarakat dan lembaga non pemerintah dalam
pengawasan dan tegaknya hukum serta peraturan yang berlaku.
Alternatif Pola Pengelolaan DAS pada Wilayah Sub DAS Siduung
Berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan
menggunakan analisis SWOT didapatkan suatu kondisi yang dapat
memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan
ancaman. Berbagai alternatif upaya pola pengelolaan DAS yang dapat
dilaksanakan antara lain disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Alternatif Upaya Pola Pengelolaan DAS pada Wilayah Sub DAS Siduung
No.
Kondisi ke arah positif yang
harus diciptakan
1. Kombinasi perencanaan dari
atas dan dari bawah
Alternatif upaya pola pengelolaan DAS
a. Membuat perencanaan program yang partisipatif dengan
melibatkan masyarakat
b. Memberi prioritas terhadap usulan masyarakat yang
bermukim di wilayah DAS Siduung
2. Pengendalian erosi,
a. Pembuatan waduk dan pengangkutan air
sedimentasi dan banjir pada
b. Pemeliharaan bangunan pengendali erosi
wilayah dengan tingkat
c. Pemeliharaan saluran untuk mengurangi sedimentasi
bahaya erosi tinggi dan sangat d. Pembuatan teras dengan penanaman tanaman penguat teras
tinggi (prioritas I dan II)
e. Penghijauan/penghutanan kembali
f. Pengelolaan daerah banjir (zoning pemanfaatan lahan banjir)
g. Penanaman rumput-rumputan penguat tebing
3. Pola pengelolaan dengan
a. Penerapan usaha tani konservasi
pendekatan ekosistem DAS
b. Pengembangan sistem agroforestri
c. Penerapan proses produksi bersih pada kegiatan agroindustri
20
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 3 (1), APRIL 2007
Tabel 6 (lanjutan)
No. Kondisi ke arah positif yang
harus diciptakan
4. Pengawasan dalam
pelaksanaan setiap kegiatan
5. Tegaknya hukum/peraturan
6. Konsistensi kebijakan
7. Sosialisasi kegiatan intensif
8. Pengupayaan keterbukaan
masyarakat
Alternatif upaya pola pengelolaan DAS
a. Melibatkan masyarakat yang bermukim di wilayah
Sub DAS Siduung
b. Melibatkan instansi dan LSM
a. Pelanggaran hukum/aturan ditindak sesuai hukum/aturan
yang berlaku
b. Melakukan penyuluhan hukum
a. Adanya larangan penggarapan lahan dalam wilayah yang
dijadikan kawasan konservasi Sub DAS Siduung
b. Adanya larangan membangun tempat tinggal dalam wilayah
yang dijadikan kawasan konservasi Sub DAS Siduung
c. Membangun fasilitas umum yang dapat menimbulkan salah
persepsi tidak dikembangkan di dalam kawasan konservasi
Sub DAS Siduung
a. Meningkatkan frekuensi sosialisasi kegiatan
b. Setiap tahap kegiatan/program disosialisasikan
a. Melakukan penyuluhan
b. Memberi pemahaman pada masyarakat yang bermukim di
wilayah Sub DAS Siduung tentang nilai ekologi dan
ekonomi hasil-hasil kegiatan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Wilayah Sub DAS Siduung didominasi oleh jenis tanah dystric gleysol, haplic
acrisol dan dystric cambisol dengan topografi landai sampai sangat curam serta
penutupan lahannya terdiri dari hutan alam yang menempati luas terbesar.
Debit limpasan air sungai pada bagian hilir sungai berkisar antara 65,00
143,42 m3/dtk (Qrataan = 105,04 m3/dtk) dan di bagian tengah sungai berkisar antara
45,87101,62 m3/dtk (Qrataan = 71,95 m3/dtk) dan di bagian hulu sungai berkisar
antara 37,2759,60 m3/dtk (Qrataan = 48,40 m3/dtk). Indeks rejim air termasuk
kategori sedang yaitu dengan rata-rata 2.
Konsentrasi sedimen melayang pada ketiga titik pengukuran sungai termasuk
kategori baik, sedangkan kontribusi hasil sedimen melayang yaitu di bagian hilir
sungai sekitar 3.551,21 gr/dtk, di bagian tengah sungai sekitar 1.190,14 gr/dtk dan
di bagian hulu sungai sekitar 1.460,99 gr/dtk.
Hasil tumpangsusun peta kelas lereng, peta jenis tanah dan peta tutupan
vegetasi di Sub DAS Siduung diperoleh 55 unit lahan dengan kisaran luas unit
lahan antara 0,02–21.939,69 ha.
Potensi laju erosi tanah terbesar ditunjukkan oleh unit lahan dengan petutupan
lahan berupa semak belukar sekitar 2.217,76 ton/ha/th, untuk potensi laju erosi
tanah terendah sekitar 0,73 ton/ha/th.
Tingkat kekritisan lahan pada satuan lahan di Sub DAS Siduung berdasarkan
hasil prediksi laju erosi tanah yaitu pada unit lahan sangat berat (kritis) seluas
151,32 ha, kategori berat (agak kritis) seluas 10.064,62 ha dan kategori
sedang(potensial kritis) seluas 4.596,64 ha.
Panjaitan dkk. (2007). Studi Pola Pengelolaan Sub Das Siduung
21
Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, untuk mewujudkan
strategi pola pengelolaan Sub DAS Siduung diperoleh faktor ancaman dan
kelemahan dominan dengan selisih jumlah nilai bobot 0,44 dan 0,19. Oleh karena
itu faktor kekuatan dan peluang masih diperlukan analisis strategi untuk
meminimalkan ancaman agar tidak menjadi penghambat pencapaian peluang dan
memaksimalkan kekuatan serta meminimalkan kelemahan agar tidak menjadi
penghambat pada masa yang akan datang.
Alternatif pola pengelolaan DAS di wilayah Sub DAS Siduung yang dapat
dilaksanakan antara lain meliputi program perencanaan yang optimal, pengendalian
erosi dan sedimentasi pada wilayah TBE tinggi, pengelolaan dengan pendekatan
ekosistem DAS, meningkatkan pengawasan dalam setiap kegiatan, tegaknya
hukum dan peraturan, konsistensi kebijakan, sosialisasi kegiatan dan pengupayaan
keterbukaan masyarakat.
Saran
Pada lahan-lahan yang terindikasi mengalami laju erosi tanah dan hasil
sedimen sedang sampai sangat tinggi, maka perlu diupayakan tindakan
pengendalian laju erosi tanah dan rehabilitasi lahan pada wilayah tangkapannya.
Diperlukan upaya dari Pemerintah Daerah Kabupaten Berau dalam usaha
mengubah pola pikir masyarakat di sekitar sungai terhadap pemanfaatan
sumberdaya alam serta melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait
dalam pengelolaannya.
Untuk melengkapi data mengenai Sub DAS Siduung disarankan untuk
melakukan penelitian lainnya seperti kualitas air, perencanaan tata ruang Sub DAS,
serta intensitas kegiatan masyarakat setempat dan aktivitas perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1983. Review of Phase I Result East dan South Kalimantan, Jakarta.
Anonim. 1988. Keputusan Menteri KLH-RI No. 2/1988 tentang Baku Mutu Kualitas
Lingkungan, Jakarta.
Anonim. 1993. Pedoman Penyusunan Rencana Teknis Lapangan Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah Sub Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan Direktorat
Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Jakarta.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Hardwinarto, S. 1996. Karakteristik Sebaran Vertikal Beban Endapan Layang dari Lahan
Hutan yang Rusak di dalam DAS. Rimba Kalimantan 1 (1): 75–87.
Horn, L. 1994. SWOT Analysis and Strategic Planning, GFA. Consulting Group.
Mantel, S. 1998. Soil and Terrain of the Labanan Area. Development on An Environmental
for the Berau Forest Management Project.
Sudarmadji, T. 1997. Rekayasa Pemantauan dan Pengelolaan Komponen Hidrologi. Bahan
Kursus Dasar-dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. PPLH Unmul,
Samarinda. 70 h.
Wischmeier, W.H. dan D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall-Erosion Losses: A Guide to
Conservation Planning. USDA Agriculture Handbook No. 537.
Download