ISSN 0215 - 8250 737 PRAKTIK BELAJAR KEWARGANEGARAAN BERBASIS KEBIJAKAN PUBLIK DAN PENINGKATAN KECAKAPAN KEWARGANEGARAAN MAHASISWA oleh Sukadi J u r u s a n P P K N Fakultas Ilmu Sosial, Unversitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK Pelaksanaan inovasi pembelajaran PKn ini bertujuan mengembangkan prosedur pembelajaran PKn berbasis konstruktivisme sosial dengan model praktik belajar kewarganegaraan berorientasi kebijakan publik untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan kemampuan berpikir konseptual dan akademis serta meningkatkan keterampilan sosial mahasiswa. Inovasi pembelajaran ini dilaksanakan dengan rancangan penelitian tindakan kelas dalam dua siklus tindakan selama satu semester pada mahasiswa Jurusan PPKN dan Pendidikan Geografi yang mengambil mata kuliah PKn. Pembelajaran PKn berbasis konstruktivisme sosial ini berhasil dikembangkan dengan prosedur pelaksanaan pembelajaran sebagai bentuk praktik belajar kewarganegaraan. Inti dari pembelajaran ini adalah belajar mengembangkan kecakapan intelektual, kecakapan akademis, dan kecakapan sosial mahasiswa dalam mengembangkan usul kebijakan publik kepada pemerintah. Pelaksanaan prosedur pembelajaran ini dilengkapi pula dengan perangkat pembelajarannya. Hasilnya menunjukkan bahwa praktik ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir konseptual mahasiswa, berpikir akademis, keterampilan sosial, rasa percaya diri, dan kepekaan serta komitmen sosial mahasiswa. Kata kunci : konstruktivisme sosial, praktik belajar kewarganegaraan, berpikir konseptual, berpikir akademis, dan keterampilan sosial ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 738 ABSTRACT The implementation of this teaching innovation was aimed at developing the procedures of PKn teaching on the basis of social constructivism by conducting a project citizen to empower and improve students conceptual and academic thinking as well as students social skills. This innovation was conducted by using classroom action research approach in two cycles during one semester of PKn learning and instruction at PPKN and Geography Education Department. This teaching has been successfully developed by a procedure of implementation as a project citizen program. The main aspect of this project was learning process to develop students’ intelectual, academic, and social skills in developing public policy for the government. The implementation of this teaching procedures was also completed with learning equipments. The result revealed that this project citizen could improve students’ conceptual and academic thinking, social skills, self-confidence, and students social sensitivity and commitment. Key words : social contructivism, project citizen, conceptual thinking, academic thinking, and social skills 1. Pendahuluan Belajar dari kegagalan praktik PPKn di sekolah dan di perguruan tinggi pada masa Orde Baru yang menekankan indoktrinasi pengetahuan tentang Pancasila dan Kewarganegaraan serta Nilai-Nilai P4 secara normatif, para ahli, praktisi, dan pendidik terkait kini telah berupaya mengembangkan paradigma baru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn/Civic or Citizenship Education) abad XXI. Dalam paradigma baru PKn tersebut dijelaskan bahwa visi PKn ke depan adalah sebagai education about, through, and for citizenship(CICED, 2000; QCA, 1999 dalam Winataputra, 2002). ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 739 Sejalan dengan visi tersebut, dalam paradigma baru PKn abad XXI itu juga disebutkan bahwa ke depan PKn memiliki misi sosio-paedagogis, sosio-akademis, dan sosio-kultural yang memungkinkan pembinaan dan pengembangan civic knowledge, civic virtues dan civic culture secara terpadu dan berkesinambungan (Winataputra, 2001). Di samping itu, relevan dengan upaya demokratisasi di Indonesia, PKn juga mengemban misi learning democracy, in democracy, and for democracy (QCA seperti dikutip oleh Winataputra, 2001). Kesemua misi PKn di atas pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan civic intelligence dan civic participation setiap warga negara Indonesia ke depan (Cogan, 1999). Sayangnya, pendidikan tentang kewarganegaraan selama ini hanya menekankan pentingnya pengetahuan kewarganegaraan tanpa mempunyai implikasi sosial budaya yang positif kepada kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Konsekuensinya, banyak warga negara yang telah memahami konsep, sikap, norma, dan nilai-nilai P4, hubungan warga negara dan negara, hak dan kewajiban warga negara, dan pendidikan awal bela negara, tetapi baru hanya sebatas pengetahuan hafalan yang bersifat teoretis saja. Itupun sebatas pengetahuan level rendah. Sementara itu, pemahaman dan wawasan, sikap, rasa percaya diri, komitmen, dan perilaku bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara masih jauh dari pencerminan karakter warga negara yang baik, yang dapat diandalkan untuk kepentingan bangsa dan negara. Ini adalah kelemahan utama pendidikan di Indonesia: peningkatan pengetahuan teoretis tidak dibarengi dengan peningkatan kecakapan hidup yang berguna bagi peserta didik untuk partisipasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini karena pengetahuan yang diperoleh tidaklah powerful, dalam arti: kurang bermakna, kurang integratif dengan dunia kehidupan nyata peserta didik, kurang berbasis nilai-nilai, kurang menantang, dan ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 740 kurang melibatkan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran (NCSS, 2000) Pengalaman mengajarkan PKn/kewiraan yang diberikan di perguruan tinggi hanya menggunakan pendekatan konvensional dengan metode pembelajaran indoktrinasi menunjukkan bahwa, di samping telah menghasilkan mahasiswa yang memiliki kemampuan dasar kewarganegaraan yang bersifat verbalisme belaka, kemampuan dasar merekapun cenderung rendah, karena lebih mengutamakan kemampuan hafalan dan pemahaman tingkat rendah. Amat sedikit sekali mahasiswa yang belajar PKn bersifat kritis di kelas, wawasan mahasiswa dalam masalah-masalah kewarganegaraan yang aktual sangat rendah, sensitivitas dan partisipasi sosial politik mahasiswa terhadap pemecahan masalahmasalah sosial kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan di lingkungan sekitarnya juga amat rendah (Sukadi, 2002). Karena itulah dibutuhkan pendekatan yang inovatif yang memungkinkan perwujudan visi dan misi PKn tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka upaya inovasi dengan kolaborasi ini diarahkan untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip konstruktivisme sosial yang menggunakan prinsip-prinsip DeVries dan Zan (1994) dalam pembelajaran PKn/Kewiraan melalui penerapan model praktik belajar kewarganegaraan berbasis kebijakan publik (Budimansyah, 2002; CCE, 2002; Depdiknas, 2004; Widja, et al., 2002) . Dengan penerapan model belajar dan pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan intelektual dan akademis serta keterampilan sosial kewarganegaraan mahasiswa (CCE, 2002; Stahl dan VanSickle, 1992; Sukadi, Kertih, dan Nurdana, 1999; White, 1996). Penerapan ide inovasi pembelajaran seperti ini telah pernah dilaksanakan oleh Sukadi dan Landrawan (2003) dalam mata kuliah yang ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 741 sama. Tetapi, studi yang dilakukan tahun 2003 ini cenderung baru menghasilkan prototipe model pembelajaran yang lebih relevan dengan tingkat perkembangan mahasiswa dan aplikasinya masih terbatas pada penerapan fase-fase pembelajarannya saja serta belum didukung dengan pengembangan perangkat-perangkat pembelajaran utama lainnya. Kebutuhan pengembangan perangkat utama pembelajaran itu antara lain: pengembangan sumber-sumber belajar yang lebih variatif terutama sumber informasi dari media massa dan internet, penggunaan media pembelajaran berperangkat komputer, penggunaan modul yang lebih relevan dengan kemampuan bahasa mahasiswa, dan pengembangan perangkat asesmen proses dan hasil belajar. Hasil penelitian Sukadi dan Landrawan (2003) ini memang menunjukkan sikap belajar mahasiswa yang lebih positif dan menyenangkan dalam pembelajaran PKn. Tetapi, hasil belajar untuk meningkatkan kecakapan hidup kewarganegaan mahasiswa dalam aspekaspek kecakapan berpikir rasional (intelektual) sebagai pencapaian misi kurikuler, kecakapan akademis (melakukan studi atau inkuiri sosial) sebagai pencapaian misi sosio-akademis, serta kecakapan sosial (keterampilan sosial kewarganegaraan) sebagai pencapaian misi sosiokultural belum menunjukkan hasil yang memadai. Hal ini karena penerapan fase-fase atau prosedur pembelajaran saja secara sosio-moral belum mampu membantu memberdayakan pengembangan strategi kognisi dan kemampuan intelektual mahasiswa. Masih diperlukan penguatan hubungan aspek studi dan pengembangan aktivitas sosio-moral yang dapat memfasilitasi mahasiswa mengembangkan kecakapan-kecakapan hidupnya (intelektual, akademis, sosial, dan vokasional) melalui proses refleksi belajar yang lebih autentik dan bermakna serta penggunaan seluruh potensi modus belajar dalam kegiatan-kegiatan belajar mandiri, partisipatif, dan kooperatif. Karena itulah pengembangan dan penerapan perangkat utama ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 742 pembelajaran yang ditentukan di atas tampaknya sangat krusial untuk diintegrasikan dalam praktik belajar kewarganegaraan berbasis kebijakan publik yang telah dikembangkan (Sukadi, 2005). Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan utama penerapan inovasi pembelajaran ini adalah mengembangkan fase-fase pembelajaran yang relevan, mengintegrasikan perangkat-perangkat pembelajaran, meningkatkan kemampuan intelektual dan akademis serta keterampilan sosial kewarganegaraan mahasiswa, serta meminimalisasi kendala-kendala dalam pelaksanaan pembelajaran. Proses dan hasil inovasi pembelajaran ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dosen PBM Jurusan PPKN, tim dosen PKn IKIP Negeri Singaraja, dan bagi mahasiswa IKIP Negeri Singaraja pada umumnya. 2. Prosedur Pelaksanaan Inovasi Pembelajaran Inovasi pembelajaran ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan siklus pembelajaran di kelas (perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi dan refleksi) dengan menerapkannya pada dua kali siklus tindakan. Pembelajaran dilaksanakan pada dua kelas yang berbeda, yaitu pada mahasiswa Jurusan PPKN dan Jurusan Pendidikan Geografi. Keduanya berada di bawah Fakultas Pendidikan IPS IKIP Negeri Singaraja. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipasi, wawancara mendalam, mengumpulkan dokumen, pemberian tes, penggunaan format self-assessment, serta penilaian portofolio mahasiswa. Analisis data dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Indikator kinerja yang digunakan antara lain dihasilkan satu dokumen CD pembelajaran di kelas, satu produk modul pembelajaran PKn, satu produk karya ilmiah kebijakan publik mahasiswa, satu dokumen media presentasi oleh mahasiswa, peningkatan hasil belajar mahasiswa yang meliputi kemampuan berpikir ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 743 intelektual, kemampuan berpikir akademis, dan keterampilan sosial kewarganegaraan mahasiswa. 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pelaksanaan inovasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis konstruktivisme sosial dengan model praktik belajar kewarganegaraan berorientasi kebijakan publik ini berhasil dilaksanakan dengan prosedur pembelajaran sebagai berikut. Pertama mahasiswa diberikan tugas mandiri untuk membaca dan mengerjakan tugas-tugas dalam modul PKn. Kedua, hasil tugas mandiri ini dijadikan dasar oleh mahasiswa secara berkelompok untuk menyiapkan makalah presentasi dan mengembangkan media presentasi menggunakan program media powerpoint yang menggunakan model kerangka konseptual. Ketiga, sebelum mahasiswa mempresentasikan pokok materi yang telah dipelajari, dosen terlebih dahulu memberikan model kepada mahasiswa untuk melakukan presentasi menggunakan media presentasi powerpoint dengan model kerangka konseptual dan melaksanakan diskusi kelas. Keempat, dengan model tersebut kemudian mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan presentasi pokok materi yang telah disiapkan secara berkelompok dengan menggunakan media presentasi program powerpoint yang telah dikembangkan dan dilanjutkan dengan aktivitas diskusi debat. Untuk diskusi debat ini, kelompok mahasiswa yang bertugas mendebat kelompok presenter harus menyiapkan bahan debatnya minimal sehari sebelum kegiatan presentasi dilakukan. Keempat prosedur atau langkahlangkah pembelajaran ini terutama dilaksanakan untuk membantu mahasiswa meningkatkan kemampuan berpikir konseptualnya dalam memahami pokok-pokok materi yang dibahas bersama melalui aktivitas belajar secara berkelompok yang dapat pula meningkatkan penalaran nilai ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 744 dan keterampilan-keterampilan sosial mahasiswa. Akhirnya, sebagai puncak aktivitas belajar dikembangkanlah prosedur praktik belajar kewarganegaraan terutama untuk membahas isu-isu sosial kewarganegaraan yang relevan dengan pokok-pokok materi yang telah dibahas sebelumnya dalam rangka menghasilkan usulan kebijakan publik oleh mahasiswa. Pada aktivitas belajar terakhir yang berorientasi kebijakan publik ini, dikembangkan lagi prosedur atau fase-fase pembelajaran sebagai berikut. Pertama, mahasiswa belajar melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat serta merumuskannya dari adanya isu-isu kebijakan publik yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kedua, mahasiswa belajar menggali data dan informasi dari berbagai sumber belajar baik yang berasal dari buku atau jurnal, media massa cetak dan elektronik (terutama internet), dan sumber-sumber belajar dalam masyarakat. Penggalian data dan informasi ini dimaksudkan untuk mengenali permasalahan secara lebih kompleks dan memadai serta menjadi kerangka acuan konseptual untuk mengembangkan kerangka hipotetik dalam upaya memecahkan masalah yang ada. Ketiga, dengan kemampuan olah data dan informasi yang diperoleh mahasiswa dari berbagai sumber belajar, mereka kemudian belajar mengusulkan beberapa alternatif pemecahan masalah atas masalah yang telah diidentifikasi dan dirumuskan. Keempat, atas dasar alternatif pemecahan masalah tersebut yang telah disertai kegiatan analisis dan klarifikasi nilai atas kemungkinan efektivitas tiap-tiap alternatif, mahasiswa kemudian belajar merumuskan dan mengusulkan kebijakan publik yang konstitusional kepada unsur pemerintahan terkait untuk mengatasi masalah. Usulan kebijakan publik ini juga haruslah berbasis kajian analisis nilai yang mantap. Kelima, mahasiswa belajar mengusulkan satu rencana tindakan untuk mendapatkan ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 745 dukungan dari unsur masyarakat dan pemerintahan terkait guna melancarkan penerimaan dan pelaksanaan usul kebijakan publik. Keenam, mahasiswa belajar mempresentasikan hasil praktik belajar kewarganegaraannya kepada tim dewan juri yang diundang khusus dari unsur-unsur ahli atau tokoh masyarakat atau pejabat pemerintah untuk sosialisasi dan mendapatkan validasi. Ketujuh, mahasiswa dan dosen dapat melakukan refleksi pengalaman belajar untuk mengevaluasi kembali keseluruhan proses belajar sebelumnya. Seluruh aktivitas belajar di atas sepenuhnya dilakukan secara mandiri dan berkelompok secara kooperatif oleh mahasiswa tanpa meninggalkan arahan, bimbingan, fasilitasi, dan motivasi dari dosen. Prosedur pembelajaran di atas diyakini telah berbasis pada pendekatan belajar menurut pandangan konstruktivisme sosial. Dikatakan demikian karena dalam pembelajaran ini proses belajar oleh mahasiswa telah dilakukan secara mandiri dan berkelompok secara kooperatif. Keyakinan ini berpijak pada asumsi konstruktivisme yang meyakini bahwa belajar itu pada dasarnya adalah aktivitas mandiri pebelajar dalam rangka membangun pengetahuannya sendiri (Piaget seperti dikutip oleh Gredler, 1992; Suparno, 1997). Tentu dalam aktivitas belajar mandiri ini diperlukan juga adanya dialog dengan orang lain secara berkelompok dalam rangka membangun pengetahuan sosial yang berkarakteristik memerlukan adanya konsensus di antara anggota-anggota kelompok masyarakat (DeVries dan Zan, 1994; Vigotsky seperti dikutip oleh Gredler, 1992; Suparno, 1997). Dalam aktivitas belajar mandiri dan berkelompok secara kooperatif ini, belajar haruslah dimulai dari pengalaman apa atau pengetahuan awal berupa konsep-konsep awal apa yang dimiliki oleh pebelajar sendiri. Karena itulah dalam pengembangan modul belajar sebagai salah satu sumber belajar dan dalam pengembangan proses belajar mengakomodasi ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 746 pengetahuan awal atau pengalaman awal mahasiswa sangat penting dilakukan. Di sinilah diakui konsep-konsep awal apa saja yang telah dimiliki oleh pebelajar untuk kemudian dikembangkan dan ditransformasi strukturnya agar lebih kompleks dan lebih teruji. Dalam rangka pengembangan dan transformasi struktur pengetahuan awal menjadi lebih konpleks dan teruji itulah diperlukan adanya arahan, bimbingan, fasilitasi, dialog, dan validasi baik di antara mahasiswa sendiri maupun belajar bersama dosen. Di sinilah kegiatan-kegiatan belajar berupa pemodelan oleh dosen, belajar berkelompok, kegiatan presentasi, diskusi debat, pengumpulan data dan informasi, validasi ahli, dan refleksi pengalaman belajar itu menjadi sangat krusial untuk membantu mahasiswa membangun struktur pengetahuan sosialnya sendiri secara valid (DeVries dan Zan, 1994). Menurut DeVries dan Zan (1994) lebih lanjut, aktivitas-aktivitas belajar seperti di atas dapat memadukan aktivitas-aktivitas akademis dengan kegiatan-kegiatan sosial dalam satu iklim dan atmosfer sosio-moral yang dinamis yang dapat membantu mahasiswa membangun pengetahuan sosialnya secara mantap dan dinamis karena terus akan berkembang dan selalu mengalami transformasi untuk memenuhi standar-standar kepentingan dan nilai-nilai bersama dalam masyarakat (White, 1996). Sesungguhnya, inilah proses belajar kewarganegaraan dan pengetahuan sosial yang dikatakan oleh NCSS (2000) berbasis konstruktivisme sosial sebagai pengalaman belajar yang powerful, karena proses dan hasil belajar menjadi lebih bermakna, integrated, berbasis nilai, penuh tantangan, dan melibatkan mahasiswa belajar secara aktif dan partisipatif. Prosedur-prosedur pembelajaran di atas tidak akan memberikan hasil yang optimal jika tidak disesuaikan dengan kondisi-kondisi kontekstual (CCE, 2004; NCSS, 2000) dan didukung dengan perangkat pembelajaran yang memadai (Skinner seperti dikutip oleh Gredler, 1992; ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 747 Suparno, 1997) serta didukung oleh kemampuan dosen untuk memberikan motivasi belajar, mengarahkan dan membimbing cara-cara belajar yang lebih efektif untuk mengembangkan rasa percaya diri, sikap positif, dan strategi kognitif mahasiswa (Gagne, seperti dikutip oleh Gredler, 1992), memberikan reinforcement yang tepat kepada mahasiswa dalam belajar (Gredler, 1992), serta mengakui dan menghargai setiap perkembangan hasil belajar mahasiswa sekecil apapun. Karena itulah dalam pelaksanaan prosedur pembelajaran di atas, dalam inovasi pembelajaran ini juga diupayakan dosen memahami irama perkembangan motivasi belajar mahasiswa; memahami keberadaan mahasiswa yang berlatar kemampuan intelektual yang rendah dan dengan keterbatasan kemampuan sosial ekonominya; belajar dengan memberikan contoh-contoh yang kontekstual dan aktual; belajar dilengkapi dengan perangkat pembelajaran seperti modul, media presentasi berteknologi komputer dengan program powerpoint, bantuan penyediaan sumber belajar media massa cetak dan elektronik (internet), dan penggunaan sumber-sumber belajar di masyarakat; belajar dibimbing baik secara kurikuler maupun kokurikuler; belajar dituntun oleh penggunaan format self-assessment; belajar mengembangkan portofolio; dosen banyak memberikan pengakuan dan penghargaan pada setiap proses aktivitas belajar mahasiswa serta pada setiap kemajuan belajar mahasiswa sekecil apapun; dan dosen juga membangun hubungan yang harmonis dan kedekatan dengan seluruh mahasiswa tanpa membeda-bedakan status dan latar belakang mereka; serta dosen juga selalu menerima kritik dari mahasiswa dengan terbuka dan lapang dada tanpa menimbulkan efek negatif pada mahasiswa dan dosen siap melakukan perubahan sikap dan perilakunya yang lebih demokratis sesuai dengan harapan-harapan mahasiswa. ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 748 Pembelajaran PKn dengan prosedur serta penciptaan iklim belajar seperti di atas diamati telah menghasilkan perubahan kemampuan pemahaman konseptual dan kemampuan akademis mahasiswa menjadi lebih baik dan berkategori cukup. Peningkatan hasil belajar mahasiswa secara kuantitatif dapat ditunjukkan dalam tabel 01 berikut. Tabel 01: Rerata Hasil Tes Prestasi Belajar Pemahaman Konseptual Mahasiswa Ju-rusan PPKN dan Jurusan Pendidikan Geografi dalam Mata Kuliah Pen-didikan Kewarganegaraan pada Pelaksanaan Pembelajaran Subsiklus Pertama No 1 2 Jurusan Jumlah Peserta 28 34 62 PPKN Pendidikan Geografi Total Tes Objektif 6,2 6,4 6,31 Tes Essay Rerata* 5,6 5,4 5,49 5,72 5,58 5,65 *) Rerata dihitung setelah pembobotan: tes essay bobot 4, tes objektif bobotnya 1 Tabel 02: Rerata Hasil Tes Prestasi Belajar Pemahaman Konseptual Mahasiswa Ju-rusan PPKN dan Jurusan Pendidikan Geografi dalam Mata Kuliah Pen-didikan Kewarganegaraan pada Pelaksanaan Pembelajaran Subsiklus Kedua No 1 2 Jurusan PPKN Pendidikan Geografi Total Jumlah Peserta 28 34 62 Tes Objektif 7,6 7,2 7,4 Tes Essay 6,8 6,7 6,8 Rerata* 6,95 6,79 6,86 Prosentase Peningkatan 21,5% 21,7% 21,4% *) Rerata dihitung setelah pembobotan: tes essay bobot 5, tes objektif bobotnya 1 Tabel 03 : Tingkat Pemahaman Konseptual Mahasiswa dalam Praktik Belajar Ke-warganegaraan NO 1 2 Jurusan PPKN Pendidikan Geografi Rerata Signifikansi 3,50 3,24 Pemahaman 3,40 3,28 Responsif 3,25 3,20 Argumentasi 3,63 3,30 Rerata 3,45 3,26 3,37 3,34 3,23 3,47 3,35 ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 749 Tabel 04 : Tingkat Kemampuan Berpikir Akademis Mahasiswa dalam Tujuh Aspek Penilaian Kemampuan Akademis NO Jurusan 1 PPKN 2 Geografi Total X1 3,0 3,0 3,0 X2 X3 4,0 3,5 3,0 3,0 3,5 3,25 X4 3,0 2,5 2,75 X5 X6 4,0 3,5 3,0 4,0 3,5 3,75 X7 4,0 4,0 4,0 Rerata 3,57 3,21 3,39 Keterangan X1 = Merumuskan masalah X2 = Mengumpulkan data dan informasi X3 = Mengembangkan kerangka berpikir hipotetik pemecahan masalah X4 = Melakukan analisis dan klarifikasi nilai X5 = Membuat keputusan / merekomendasikan kebijakan publik X6 = Mengembangkan rencana tindakan yang relevan X7 = Konsistensi keenam aspek di atas Tabel 05 : Hasil Penilaian Dewan Juri atas Aspek Percaya Diri dan Komitmen Sosial Mahasiswa dalam Aktivitas Praktik Belajar Kewarganegaraan NO Jurusan 1 PPKN 3,625 Kepekaan dan Komitmen Sosial 3,250 2 Pendidikan Geografi 2,875 2,875 3,250 3,063 Total Percaya Diri Peningkatan hasil belajar dalam kemampuan pemahaman konseptual dan berpikir akademis ini jelas ditentukan oleh banyak faktorfaktor belajar, seperti: aktivitas belajar mandiri dengan tuntunan modul, belajar secara berkelompok, belajar mempresentasikan gagasan secara ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 750 bebas dan kreatif menggunakan perangkat media presentasi, belajar melalui diskusi debat, belajar memformulasikan masalah, belajar melalui penggalian informasi dan data ke lapangan, belajar mengembangkan kerangka konseptual hipotetik, belajar mengembangkan media presentasi melalui pengembangan kerangka konseptual, belajar menemukan alternatif pemecahan masalah, belajar melakukan analisis dan klarifikasi nilai, belajar membuat keputusan, belajar merumuskan usul kebijakan publik, belajar membuat rencana tindakan, dan belajar presentasi dan berdebat dengan ahli. Pembelajaran seperti di atas juga diamati dapat meningkatkan keterampilan sosial mahasiswa seperti menggalang kerjasama kelompok, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusikan tugas, keberanian dan kemampuan komunikasi secara oral dalam presentasi dan debat dengan dewan juri, memecahkan konflik kepentingan antaranggota kelompok, keberanian, dan kemampuan menghubungi nara sumber, belajar berkomunikasi secara intensif dengan dosen pembimbing dengan penuh rasa hormat baik pada aktivitas kurikuler maupun kokurikuler, kemampuan mempertahankan pendapat, kemampuan mempengaruhi pikiran dan keyakinan orang lain secara oral, serta mengembangkan kemampuan berdiskusi dan berdebat dengan teman sekelompok atau sekelas. Keberhasilan pencapaian pembentukan keterampilan-keterampilan sosial seperti di atas walau masih dinilai belumlah cukup memadai untuk menghasilkan kemampuan konseptual dan akademis secara optimal diyakini benar bersumber dari intensifnya pengembangan model belajar secara berkelompok serta penciptaan hubungan belajar yang multiarah antara mahasiswa dengan berbagai sumber belajar dengan memberikan peran aktif dan kreativitas mahasiswa dalam mewujudkan seluruh potensi belajarnya secara optimal, terarah, dan terbimbing. Hal ini sejalan dengan pandangan dan temuan-temuan DeVries ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 751 dan Zan (1994) yang antara lain menyatakan bahwa aktivitas belajar yang mengintegrasikan aktivitas-aktivitas sosial, akademis, dan aktivitas moral dapat mengembangkan kemampuan berpikir konseptual dan akademis, mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial, serta membantu meningkatkan penalaran nilai dan moral siswa secara mantap, mandiri, dan bermakna (bandingkan juga dengan CCE, 2004; Martorella, 1985; Stopsky and Lee, 1994; Sukadi, 1999). Pelaksanaan inovasi pembelajaran ini juga menemukan bahwa mahasiswa dapat meningkatkan rasa percaya diri, kepekaan, dan komitmen sosialnya. Peningkatan rasa percaya diri mahasiswa dapat diwujudkan melalui bimbingan belajar dengan menumbuhkan keyakinan dan sikap positif mahasiswa bahwa mereka dapat belajar dengan baik dan mencapai hasil belajar yang optimal jika mereka melakukan semua upaya-upaya belajar yang efektif. Memberikan tantangan-tantangan belajar yang relevan dengan kemampuan mahasiswa juga dapat meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa, antara lain dengan menumbuhkan sikap positif dalam belajar mandiri, belajar mempresentasikan gagasan-gagasan yang dimiliki dalam kegiatan diskusi atau debat, berhubungan dengan nara sumber langsung di masyarakat terutama dengan para pejabat dalam menggali data dan informasi, mempresentasikan karya ilmiah mahasiswa dan melakukan validasi di hadapan dewan juri ahli, memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap setiap kemajuan keberhasilan belajar mahasiswa, dan memberikan akses kepada mahasiswa untuk dapat berkomunikasi intensif dengan dosen untuk kepentingan bimbingan belajar, dan sebagainya. Penciptaan iklim belajar seperti ini relevan dengan pandangan pengembang model pembelajaran kuantum yang meyakini bahwa pembelajaran harus dapat meningkatkan rasa percaya diri pebelajar karena meningkatnya rasa percaya diri pebelajar akan mengembangkan konsep diri akademis dan pada ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 752 akhirnya dapat melipatgandakan hasil belajar mereka (seperti dikutip oleh Sukadi, 2002). Mahasiswa juga dapat ditingkatkan kepekaan dan komitmen sosialnya melalui memberikan akses yang luas kepada mahasiswa untuk memahami dan berinteraksi dengan isu-isu atau masalah-masalah sosial kewarganegaraan yang aktual berkembang di masyarakat. Pemahaman dan kesadaran yang muncul kemudian ditantang dengan memberikan mahasiswa untuk terlibat aktif dan mengembangkan partisipasi sosial politiknya secara aktif untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui pengembangan usul kebijakan publik. Dalam kegiatan-kegiatan ini juga diintegrasikan aktivitas belajar yang memungkinkan mahasiswa melakukan analisis dan klarifikasi nilai serta memberikan kebebasan kepada mereka untuk mengambil keputusan nilai secara rasional dan bertanggung jawab sesuai dengan keyakinan-keyakinan nilai kebenaran yang mereka junjung. Aktivitas belajar seperti inilah yang diharapkan memfasilitasi mahasiswa menyelaraskan keyakinan dan nilai-nilainya, mengembangkan sikap positif, dan menumbuhkan keinginan berpartisipasi aktif untuk memecahkan masalah-masalah sosial kewarganegaraan yang aktual dan kontroversial terjadi dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (bandingkan dengan CCE, 2004). Akhirnya, pelaksanaan inovasi pembelajaran ini juga menemui banyak kendala dalam pelaksanaannya untuk mencapai hasil belajar yang seoptimal mungkin. Pertama, pembelajaran seperti ini membutuhkan waktu belajar mahasiswa yang relatif lebih lama dari model pembelajaran konvensional. Banyaknya mata kuliah yang diprogram mahasiswa membatasi kesempatan belajar mahasiswa secara intensif. Kedua, model pembelajaran ini membutuhkan mahasiswa belajar lebih intensif, fokus, dan ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 753 partisipatif. Kebiasaan belajar mahasiswa secara konvensional yang hanya belajar dengan membaca untuk menyiapkan diri dalam ujian tengah semester dan ujian akhir semester menjadi kendala efektivitas pembelajaran ini. Ketiga, pembelajaran ini lebih membutuhkan upaya belajar bekerjasama mahasiswa secara kooperatif dan partisipatif. Kebiasaan belajar secara konvensional yang bisa dicapai dengan belajar secara individual dan pasif menjadi kendala tersendiri dalam mengubah kebiasaan belajar mahasiswa. Keempat, pembelajaran ini memberikan kepada mahasiswa banyak tantangan, membutuhkan keterlibatan mahasiswa secara aktif, berinteraksi dengan banyak sumber belajar, dan menunjukkan hasil belajar mahasiswa dalam berbagai bentuk produk hasil belajar. Kebiasaan belajar mahasiswa secara konvensional yang pasif, kurang adanya tantangan, menggunakan sumber belajar hanya dari catatan dosen atau buku sumber yang terbatas, dan mahasiswa menunjukkan hasil belajarnya hanya dalam mengerjakan soal objektif atau essay yang terbatas menjadi kendala tersendiri dalam penerapan inovasi pembelajaran ini. Kelima, model pembelajaran ini membutuhkan sarana belajar yang memadai seperti ruangan belajar yang representatif, sumber belajar yang memadai, media pembelajaran yang memadai, dan kesempatan membimbing belajar mahasiswa oleh dosen secara memadai pula. Sayangnya, sarana yang dibutuhkan tersebut sangat terbatas, maka terbatas pulalah hasil yang dicapai. Berbagai kendala tersebut telah diatasi sedapat mungkin, antara lain sebagai berikut. Pertama, penerapan pembelajaran diupayakan lebih kontekstual. Kedua, memberikan mahasiswa banyak motivasi belajar, mengakui dan menghargai semua aktivitas dan hasil belajar mahasiswa, dan belajar lebih disesuaikan dengan irama perubahan sikap dan perilaku belajar mahasiswa. Ketiga, dosen berupaya menyediakan sarana belajar ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 754 yang dibutuhkan mahasiswa seperti menyiapkan komputer dan LCD, menyediakan modul belajar, menyediakan akses sumber belajar lainnya, menata dan menyesuaikan kebutuhan ruang belajar agar lebih representatif. Keempat, dosen memberikan perhatian dan akses waktu yang lebih banyak kepada mahasiswa untuk melakukan bimbingan belajar yang lebih intensif baik secara kurikuler maupun kokurikuler. 4. Penutup Inovasi pembelajaran PKn berbasis konstruktivisme ini berhasil dikembangkan dengan prosedur pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut. (1) memberikan tugas mandiri kepada mahasiswa; (2) pemodelan presentasi menggunakan media komputer oleh dosen; (3) presentasi dan diskusi debat oleh mahasiswa; dan (4) pelaksanaan praktik belajar kewarganegaraan berorientasi kebijakan publik. Yang terakhir ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut. (1) mahasiswa menggali isu-isu kebijakan publik; (2) mahasiswa mengidentifikasi dan merumuskan masalah kebijakan publik; (3) mahasiswa menggali informasi dari berbagai sumber belajar; (4) mahasiswa menetapkan beberapa alternatif pemecahan masalah; (5) mahasiswa merumuskan usul kebijakan publik; (6) mahasiswa menetapkan rencana tindakan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat dan lembaga pemerintahan terkait; (7) mahasiswa membuat karya ilmiah kebijakan publik; (8) mahasiswa mempresentasikan; dan berkompetisi dalam presentasi kebijakan publik di hadapan dewan juri; dan (9) dosen dan mahasiswa melakukan refleksi pengalaman belajar. Pelaksanaan prosedur pembelajaran di atas dilengkapi dengan perangkat pembelajaran berupa penggunaan modul, penggunaan media presentasi powerpoint dengan kerangka konseptual, pemanfaatan sumbersumber belajar internet dan masyarakat, serta pemanfaatan format self________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 755 assessment dan portofolio dapat meningkatkan kemampuan berpikir konseptual mahasiswa, meningkatkan kemampuan berpikir akademis, meningkatkan keterampilan sosial, dan meningkatkan rasa percaya diri, serta kepekaan dan komitmen sosial mahasiswa. Ada beberapa kendala yang ditemukan dalam penerapan inovasi pembelajaran ini, antara lain bersumber dari beban sks mahasiswa, kebiasaan belajar konvensional mahasiswa, dan keterbatasan sarana belajar. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala adalah memahami keterbatasan upaya belajar mahasiswa, memotivasi belajar, mengakui dan memberikan penghargaan terhadap aktivitas belajar, dan pemenuhan beberapa unsur sarana belajar mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung: Grafindo. CCE. 2004. Kami Bangsa… Indonesia. Calabasas, CA: CCE. Cogan, J.J. 1999. Developing the Civic Society: The Role of Civic Education. Bandung: CICED. Depdiknas. 2004. Kurikulum dan Hasil Belajar: Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depdinas. DeVries, Rheta and Betty Zan. 1994. Moral Classrooms, Moral Children: Creating a Constructivist Atmosphere in Early Education. New York and London: Teachers College Press. Gredler, Margaret E. 1992. Learning and Instruction: Theory into Practice. Second Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 756 Martorella, P. H. (1985). Elementary Social Studies: Developing Reflective, Competent, and Concerned Citizens. Boston, Toronto: Little, Brown and Company. NCSS. (2000). National Standards for Social Studies Teachers, Volume 1. Washington, DC: National Council for the Social Studies. QCA – Qualification and Curriculum Authority. 1999. Education for Citizenshiop and The Teaching of Democracy in Schools. London: DoEE. Stahl, Robert J. and R. L. VanSickle. 1992. Cooperative Learning as Effective Social Study within the Social Studies Classroom: Introduction and an Invitation. In Robert J. Stahl and R. L. VanSickle (Ed). Cooperative Learning Social Studies Classroom: An Introduction to Social Study. Washington, DC: NCSS. Stopsky, Fred dan Sharon Lee. 1994. Social Studies in a Global Society. New York: Delmar Publishers Inc. Sukadi. (2005) Pembelajaran Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran Menggunakan Modeling Dosen Berbasis Konstruktivisme Pada Mahasiswa Semester III Jurusan PPKN IKIP Negeri Singaraja Tahun 2005/2006. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Sukadi, I W. Kertih dan I G. Nurdana. 1999. Menciptakan Iklim Konstruktivis dalam Pembelajaran Hukum Tata Negara Melalui Model Cooperative Learning pada Mahasiswa Program Studi PPKN STKIP Singaraja Tahun 1998/1999. Laporan Penelitian (Tidak dipublikasikan). Singaraja: STKIP Singaraja. Sukadi, Landrawan. 2003. Implementasi Konstruktivisme Sosial Model DeVries dan Zan dalam Pembelajaran PKn/Kewiraan untuk Meningkatkan Keterampilan Intelektual dan Akademis serta Keterampilan Sosial Kewarganegaraan pada Mahasiswa IKIP Negeri Singaraja. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007 ISSN 0215 - 8250 757 Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. White, Cameron. 1996a. IPS (Social Studies Education) in Indonesia: An American Perspective. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, IV, No. 8, hal.: 6-9. ………………… 1996b. A Model for Integrating Constructivism in Social Studies Teaching and Learning. An Article for Indonesian Students Cohort II, December 1996. Widja, I Gde. 2002. Pokok-pokok Pikiran Mengenai Strategi Pengembangan Kurikulum Baru Pendidikan IPS di LPTK. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Sehari IPS, FPIPS IKIP Negeri Singaraja Tanggal 10 Agustus 2002. Widja, I Gde., et al. 2002. Implementasi Model Konstruktivis dalam Pembelajaran IPS. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Winataputra, Udin Saripudin. 2002. Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual dalam Konteks Pendidikan IPS. Jurnal Pendidikan Program Pascasarjana, Vol. 1 Nomor 1, Februari 2002, hal. 39-75. Winataputra, Udin Saripudin. 2002. Jati Diri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Bandung: UPI. ________________Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, No. 3 TH. XXXX Juli 2007