ANALISIS CACAT KEHENDAK Hukum Perikatan

advertisement
Analisis tentang cacat kehendak
Cacat kehendak
Dasar dari semua perjanjian adalah kesepakatan atau agreement yang berisi persetujuan
dari satu pihak atas usulan pihak lain. Namun tidak setiap persetujuanterhadap satu usulan
menghasil kan perjanjian yang mengikat. Prinsip umumnya adalah bahwa persetujuan (consent)
dari pihak- pihak terhadap suatu perjanjian harus menjadi suatu kesungguhan, jika tidak maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Suatu perjanjian yang dapat dibatalkan adalah perjanjian
yang dapat disangkal atas opsi dari salah satu pihak.Pihak tersebut dapat jika memang betulbetuk mengingin kannya menghindari untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Misalnya, ketika
seseorang dengan tipu daya terbujuk untuk ambil bagian dalam suatu perjanjian, maka perjanjian
yang demikian bersifat atau berkedu dukan dapat dibatalkan (viodable) atas opsi orang yang
tertipu tersebut.
Jadi kesepakatan yang menjadi dasar semua perjanjian tidak selalu akan melahirkan
perjanjian yang sah, jika terjadi dalam hal kesepakatan tersebut mengandung cacat kehendak.
Kekuatan hukum perjanjian yang mengandung cacat kehendak adalah dapat dibatalkan
(viodable/vernietigbaar).Sebelum ada pembatalan perjanjian itu tetapmempunyai kekuatan
hokum seperti perjanjian yang sah.
Macam Macam Kehendak
A.) kesesatan
Kesesatan merupakan salah satu bentuk cacat kehendak. Menurut ketentuan dalam pasal
1321 B W terdapat 3 (tiga) macam cacat kehendak, yaitu kesesatan (dwelling), penipuan
(bedrog) dan paksaan (dwag). Inilah tiga macam cacat kehendak yang dapat dijadikan dasar
dalam pengajuan gugatan pembatalan terhadap seseorang suatu perjanjian. Menurut R. Soetojo
Prawitohamidjojo dan Marthalena Pohan (1984:135) bahwa kesesatan atas dwelling itu terjadi,
”bilamana
mempunyai gambaran berlainan dengan keadaan yang sesungguhnya dari pada pihak
yang lain dengan siapa atau pada suatu barang mengenai mana iakan melakukan suatu perbuatan
hokum Kesesatan itu disebabkan oleh faktor internal yaitu dirinya sendiri yang menyebabkan
gambaran yang keliru terhadap sifat yang sesungguhnya atas sesuatu benda atau orang sebagai
pihak yang lain dalam perjanjian. Seseorang mengalami kesepakatan, apabila antara apa yang
dinyatakan itu berbeda dengan apa yang dikehendakinya, artinya apa yang dikemukakannya itu
terdapat kekeliruan dengan apa yang dikehendakinya. Tentang kesesatan ini diatur dalam pasal
1322 BW.
B.) Penipuan
Penipuan (bedrog) diatur dalam pasal 1328 B W dan merupakan salah satu bentuk catatan
kehendak yang kedua. Pengertian penipuan disini adalah suatu rangkaian perbuatan yang
dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak lain dengan satu muslihat (kunstgrepen), dengan
maksud untuk menimbulkan kesesatan kepada pihak yang lain. Kebohongan berlaku atau suatu
pujian yang berkelebih-lebihan oleh seorang pedagang terhadap barang dagangannya, bukanlah
merupakan suatu penipuan.
Penipuan pada dasarnya sama dengan kesesatan, bedanya apa bila kesesatan itu karena
factor internal, maksudnya gambaran yang keliru tentang sifat-sifat maupun keadaan-keadaan
benda itu terjadi karena faktor internal, sedangkan penipuan disebabkan oleh faktor eksternal,
maksudnya gambaran yang keliru tentang sifat-sifat maupun keadaan benda- benda itu terjadi
karena factor eksternal yaitu dari pihak lain dalam suatu perjanjian tersebut. ”Penipuan (bedrog)
terjadi,bilamana ada kesengajaan dengan menggunakan kunstgrenpen (tipu muslihat),
menimbulkan kesesatan (dwaling) pada pihak lain”
C.) Paksaan
Paksaan (dwang) merupaka salah satu cacat kehendak yang ketiga, diatur dalam pasal
1323 BW. Cacat kehendak merupakan paksaan timbul dibawah ancaman yang melanggar hukum
seperti pembunuhan, penganiayaan, aporan palsu, perusakan dan pembakaran dan lain-lain yang
menimbulkan rasa takut dan kerugian terhadap orang atau barang. Cacat kehendak yang
merupakan paksaan ini terletak pada ketakutan dan kerugian yang mungkin akan terjadi kepada
orang atau barang, bukan terletak pada gambaran yang keliru tentang sifat-sifat maupun
keadaan-keadaan benda seperti kesesatan dan penipuan. Pengertian paksaan dalam hal ini adalah
suatu ancaman yang dilakukan oleh suatu pihak terhadap pihak lain yang menimbulkan rasa
takut akan timbulnya kerugian atas harta benda, juga apabila ancaman itu ditunjukkan terhadap
tubuh dan atau kehormatan serta kemerdekaan Dalam memberikan kesepakatan, phak yang
diancam itu tidak bebas. Ia dicekam dengan rasa ketakutan, dan ia tidak mempunyai pilihan lain
kecuali memberikan kesepakatan. Menurut R. Soebekti (R.Subekti,1979:23), ”yang dimaksud
dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis), jadi bukan paksaan badan
(fisik). Misalnya salah satu pihak, keadaan diancam atau ditakut-takuti terpaksa menyetuju suatu
perjanjian,
Untuk dapat membatalkan perjanjian atas dasar paksaan diperlukan syarat-syarat antara
lain sebagai berikut :
a.
Ancaman itu diberikan oleh satu orang atau lebih untuk membebankan kerugian kepada
orang atau benda yang dimiliki oleh orang tersebut, dan kerugiannya dapat berupa kerugian
material maupun non material.
b.
Paksaan tersebut harus bersifat melanggar hokum Ancaman dapat bersifat melanggar
hukum
1
.Suatu yang diancam dalam dirinya sendiri memang melanggar hukum :
Pembu nuhan, penganiayaan, laporan palsu, dan lain-lain.
2.
Sesuatu yang diancamkan dalam dirinya sendiri tidak melanggar hukum, tetapi ancaman
itu bertujuan untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat menjadi hak pelakunya. Apabila yang
diancam tersebut berupa tindakan yang tidak melanggar hukum, maka bukan merupakan suatu
paksaa
c.
Adanya hubungan causal antara paksaan dan pelaksanaan perjanjian yang
menimbulkan kerugian matriil maupu non matriil
D.) Implikasi cacat kehendak
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449, bahwa cacat kesepakatan atau
cacat kehendak itu terjadi jika terjadi karena kekhilafan/ kesesatan, penipuan, dan paksaan. Kitab
Undang-undang Hukum Acara Perdata (BW) tidak mengatur mengenai “Penyalahgunaan
Kehendak” atau yang sering disebut dengan Misbruik Van Omstadigheden. Penyalahgunaan
keadaan sebagai salah satu syarat cacat kehendak berkembang, oleh karena perkembangan
beberapa peristiwa hokum dalam hukum perjanjian.
Penyalahgunaan kedaan terjadi apabila orang mengetahui atau seharusnya mengerti
bahwa pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak
dapat berpikir panjang, kedaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman tergerak untuk
melakukan suatu perbuatan hukum meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti sebenarnya ia
harus mencegahnya.
ecara garis besar penyalahgunaan kedaan dibagi dalam dua kelompok yaitu:
1. Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan ekonomi (economische overwicht) dari satu
pihak terhadap pihak lain;
2. Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan psikologis (geestelijke overwicht) dari satu
pihak terhadap pihak lain.
3. Disamping itu, Lebens De Mug, masih menambahkan kelompok penyalahgunaan ketiga
yaitu kedaan darurat (noodtoestand), namun pendapat ini biasanya dimasukkkan dalam
kelompok penyalahgunaan karena adanya keunggulan ekonomi.
Penyalahgunaan yang paling banyak sering terjadi adalah penyalahagunaan karena
keunggulan ekonomi, dan banyak menghasilkan putusan hakim. Prasyarat sehingga
penyalahgunaan karena keunggulan ekonomi harus memenuhi beberapa unsur diantaranya:
1. Satu pihak dalam perjanjian lebih unggul dalam bidang ekonomi dari pada pihak lainnya.
2. Pihak lain terdesak melakukan perjanjian yang bersangkutan.
Sementara penyalahgunaan karena keunggulan psikologis, syaratnya antara lain:
1. Adanya ketergantungan dari pihak lemah yang disalahgunakan oleh pihak yang
mempunyai keunggulan psikologis.
2. Adanya keunggulan psikologis luar biasa antara pihak yang satu dengan pihak yang lain.
Daftar pustaka
www.hukum perikatan.com/.../penyalahgunaan-keadaan-misbruik-van-oms
ANALISIS CACAT KEHENDAK
Hukum Perikatan
Nama : Moh Romdan
Nim : 130111100218
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015 - 2016
Download