Modul 9 Modul 9 BAB 6 TEORI KOMUNIKASI MASSA Tujuan Intruksional Khusus: Mahasiswa mampu menjelaskan teori dan model dasar komunikasi massa, menjelaskan teori dan model tentang pengaruh komunikasi massa terhadap individu dan masyarakat serta teori tentang audience dengan benar Pendahuluan arshall McLuhan mengatakan bahwa kita sekarang M hidup dalam suatu “desa global”. Pernyataan McLuhan ini mengacu pada perkembangan media komunikasi modern yang memungkinkan terjadinya suatu penaklukan teknologis yang unik terhadap ruang dan waktu, yang mengakibatkan jarak fisik dalam komunikasi antar manusia dapat diabaikan. Pentingnya komunikasi massa dalam kehidupan manusia modern dewasa ini, terutama dengan kemampuannya untuk menciptakan publik, menentukan issue, memberikan kesamaan kerangka pikir, dan menyusun perhatian publik, pada gilirannya telah mengundang berbagai sumbangan teoretis terhadap kajian tentang komunikasi massa. Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses di mana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses di mana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audience. Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang menyebarkan informasi berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karenanya, sebagaimana dengan politik atau ekonomi, media merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 72 Modul 9 6.1. Teori-Teori Dasar Komunikasi Massa Teori-teori awal mengenai komunikasi massa lahir melalui berbagai penelitian yang didorong oleh perhatian terhadap pengaruh politik terhadap media surat kabar. Penelitian sejenis yang banyak dilakukan pada awal abad ini, dan kemudian juga penelitian mengenai dampak sosial dan moral dari radio dan film, terus berkembang hingga akhir Perang Dunia II. Berikut ini akan diuraikan sejumlah teori dasar yang cukup berpengaruh dan memberikan inspirasi terhadap perkembangan teori dan penelitian komunikasi massa berikutnya. a. Formula Lasswell Lasswell dengan ungkapannya yang terkenal : “Who Says What In Which Channel Ti Whom With What Effect” . Meskipun sangat sederhana atau terlalu menyederhanakan suatu fenomena komunikasi massa, telah membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur pada kajian terhadap komunikasi massa. Lasswell sendiri menggunakan formula ini untuk membedakan berbagai jenis penelitian komunikasi. Hal ini dapat disimak pada visualisasi berikut: Siapa Berkata apa Melalui Saluran apa Kepada Siapa Dengan Efek apa Komunikator Pesan Media Penerima Efek Control studies Analisis pesan Analisis media Analisis audience Analisis efek b. Pendekatan Transmisional Teori-teori yang termasuk dalam pendekatan transmisional pada dasarnya menjelaskan suatu proses komunikasi dengan melihat komponen-komponen yang terkandung di dalamnya dan rangkaian aktivitas yang terjadi antara satu komponen dengan komponen lainnya. Teori tentang transmisi pesan ini pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli matematika, Claude Shannon dengan rekannya Farid Hamid – PKK Fikom UMB 73 Modul 9 Warren Weaver. Teori ini mengadopsi proses telekomunikasi untuk diterapkan dalam konteks komunikasi manusia. c. Pendekatan Psikologi Sosial Pendekatan yang lebih memperhitungkan variabel lain dalam proses komunikasi massa dikemukakan oleh Mcleod dan Chaffee. Teori Ko-orientasi mereka menjelaskan adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara kekuatan politik, publik, dan media massa dalam menanggapi suatu peristiwa tertentu. xxx Issues Elite Public Media Bagan ini menggambarkan bahwa “elit” biasanya diartikan sebagai kekuatan politik yang ada dalam masyarakat. “Peristiwa” atau topik/issue adalah perbincangan/perdebatan mengenai suatu kejadian yang terjadi dalam masyarakat, di mana dari sini akan muncul berbagai informasi (seperti digambarkan dengan deretan x). “Publik” adalah kelompok/komunitas dalam masyarakat yang berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan dan sekaligus sebagai audience dari media. Sementara itu “media” mengacu pada unsur-unsur yang ada di dalam media, seperti wartawan, editor, reporter, dan sebagainya. Garis yang menghubungkan berbagai elemen tersebut memiliki sejumlah interpretasi. Dapat berupa hubungan, sikap, ataupun persepsi. Akhirnya Riley dan Riley mengemukakan teori yang lebih sosiologis dengan menyatakan bahwa dalam proses komunikasi massa, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh primary group, secondary group dan sistem sosial secara menyeluruh. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 74 Modul 9 6.2. Pengaruh Komunikasi Massa Terhadap Individu Studi tentang komunikasi massa pada umumnya membahas tentang efek. Efek atau pengaruh ini telah menjadi pusat perhatian bagi berbagai pihak dalam masyarakat yang melalui pesan-pesan yang hendak disampaikannya berusaha untuk menjangkau khalayak yang diinginkan. Oleh karenanya mereka akan berusaha untuk menemukan saluran yang paling efektif untuk dapat mempengaruhi khalayak. Dalam hal ini terdapat dua aliran yang banyak mewarnai teori-teori komunikasi massa berikutnya. Aliran pertama, beranggapan bahwa media massa memiliki efek yang langsung dapat mempengaruhi individu sebagai audience. Sementara aliran kedua, beranggapan bahwa proses pengaruh dari media massa tidak terjadi secara langsung, melainkan melalui perantaraan hubungan komunikasi antarpribadi. Teori-Teori Komunikasi Aliran Pertama: Stimulus-Respons Prinsip stimulus-respons pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah: 1). Pesan (stimulus); 2). Seorang penerima/receiver (organism); dan 3). Efek (respons). Prinsip Stimulus-Respons mengasumsikan bahwa pesan dipersiapkan dan didistribusikan secara sistematik dan dalam skala yang luas. Sehingga secara serempak pesan tersebut dapat tersedia bagi sejumlah besar individu, dan bukannya ditujukan pada orang per orang. Penggunaan teknologi untuk reproduksi dan distribusi diharapkan dapat memaksimalkan jumlah penerimaan dan respons oleh audience. Dalam hal ini tidak diperhitungkan kemungkinan adanya intervensi dari struktur sosial atau kelompok dan seolah-olah terdapat kontak langsung antara media dan individu. Konsekuensinya, seluruh individu yang menerima pesan dianggap sama/seimbang. Jadi hanya agregasi jumlah yang dikenal, seperti konsumen, suporter, dan sebagainya. Selain itu diasumsikan pula bahwa terpaan pesan-pesan media, dalam tingkat tertentu, akan menghasilkan efek. Jadi kontak Farid Hamid – PKK Fikom UMB 75 Modul 9 dengan media cenderung diartikan dengan adanya pengaruh tertentu dari media, sedangkan individu yang tidak terjangkau oleh terpaan media tidak akan terpengaruh. Model Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Model) dari Elihu Katz. Prinsip stimulus-respons telah memberikan inspirasi pada teori jarum hipodermik. Suatu teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh. Model ini pada hakekatnya adalah model komunikasi searah, berdasarkan anggapan bahwa mass media memiliki pengaruh langsung, segera dan sangat menentukan terhadap audience. Mass media merupakan gambaran dari jarum raksasa yang menyuntik audience yang pasif. Teori komunikasi satu langkah Teori ini berpendapat bahwa pengaruh media bersifat langsung dan segera. Anda membaca suratkabar, misalnya, dan diyakinkan oleh apa yang anda baca. Sebagai akibatnya, anda mengubah pemikiran dan perilaku anda sesuai dengan apa yang disuntikkan media. Pesan merasuk hanya dalam satu langkah – dari media ke pembaca. Suatu kelemahan utama teori satu langkah ini adalah pengabaiannya akan interaksi antarpribadi. Sebelum kita menyerap opini atau mengubah sikap, kita mencari dukungan dan konfirmasi dari orang lain. Diabaikannya pengaruh antarpribadi ini menyebabkan para periset memodifikasi teori satu tahap menjadi teori komunikasi dua tahap. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 76 Modul 9 Teori-Teori Komunikasi Aliran Kedua: Two step flow theory (teori komunikasi dua tahap) dari Katz dan Lazarsfeld Teori ini berawal dari hasil penelitian yang dilakukan Paul Lazarsfeld dan kawan-kawannya mengenai efek media massa dalam suatu kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 1940. Studi tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus-respons bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil penelitian menunjukkan sebaliknya. rendah, dan asumsi stimulus-respons Efek media massa ternyata tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa dalam penyebaran arus informasi dan pembentukan pendapat umum. Para periset menemukan bahwa orang lebih dipengaruhi oleh orang lain daripada oleh media massa (terutama suratkabar dan radio). Dalam analisisnya terhadap hasil penelitian tersebut, Lazarsfeld kemudian mengajukan gagasan mengenai “komunikasi dua tahap”, dengan konsep utamanya “pemuka pendapat”. Teori ini berasumsi bahwa media tidak membuat orang langsung terpengaruh oleh muatan informasi yang dibawahnya. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa proses pengaruh yang biasanya diartikan sebagai perubahan sikap dan perilaku terjadi justeru melalui perantaraan orang-orang yang dikenal dengan sebutan pemuka pendapat (opinion leader). Dalam hal ini proses yang terjadi adalah pemuka pendapat memperoleh informasi dari media, dan kemudian dapat menyebarluaskannya kepada orang-orang lain di sekitarnya. Pemuka pendapat ini pula yang berperan dalam merekomendasikan dan mengkonfirmasi perubahan sikap dan perilaku masyarakat di sekitarnya. Media Massa 4 1 3 Keterangan: 1.2 dan 3 adalah pemuka pendapat 2 Farid Hamid – PKK Fikom UMB 77 Modul 9 Teori Difusi Inovasi (Roger dan Shoemaker) Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena dalam berbagai situasi di mana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi inovasi umumnya petani dan anggota masyarakat pedesaan. Dengan memanfaatkan kekuatan media massa sampai pada taraf tertentu, proses komunikasi juga melibatkan jaringan antarpribadi yang akan memperkuat tingkat adopsi seseorang atas sesuatu inovasi. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa paling sedikit ada 4 langkah dalam proses difusi inovasi, yaitu: a. Pengetahuan: individu dihadapkan pada kesadaran akan adanya inovasi dan memperoleh pemahaman tentang bagaimana inovasi itu berfungsi. b. Persuasi: individu-individu membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi. c. Keputusan: individu melibatkan diri pada aktivitas yang mengarah pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi. d. Konfirmasi: individu mencari penguatan (dukungan) terhadap keputusan yang telah dibuatnya, tapi ia mungkin saja berbalik keputusan jika ia memperoleh isi pernyataan tentang inovasi yang bertentangan. Periset dalam bidang difusi inovasi membedakan lima tipe adopter: 1. Inovator, orang yang pertama-tama mengadopsi inovasi, belum tentu adalah pencetus gagasan baru ini, tetapi merekalah yang memperkenalkannya secara cukup luas. 2. Adopter awal, adalah orang yang membawa pengaruh atau melegitimasi gagasan dan membuatnya diterima oleh masyarakat pada umumnya. 3. Mayoritas awal, mengikuti pembawa pengaruh dan melegitimasi lebih jauh inovasi ini. 4. Mayoritas akhir, mengadopsi inovasi agak belakangan. 5. Laggards atau kelompok yang tertinggal, merupakan kelompok terakhir yang mengadopsi inovasi, mungkin mengikuti jejak orang-orang dari tiga kelompok terdahulu. Beberapa Teori lain yang dapat dikemukakan di sini menyangkut pengaruh komunikasi massa terhadap individu, antara lain: Farid Hamid – PKK Fikom UMB 78 Modul 9 Teori-Teori Melvin De Fleur Pelbagai rangsangan dapat ditumbuhkan oleh media massa, sehingga tanggapan audience yang dihasilkannya juga akan berbeda-beda. Melvin De Fleur mengemukakan teori-teorinya, antara lain: Teori Perbedaan Individu (The Individual Differences Theory), Teori Penggolongan Sosial (The Social Category Theory), Teori hubungan sosial (The Social Relationship Theory), dan Teori Norma-Norma Budaya (The Cultural Norms Theory). - Teori Perbedaan Individu (The Individual Differences Theory) Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori stimulus respons dengan teorinya yang dikenal sebagai teori perbedaan individu dalam komunikasi massa. Di sini diasumsikan bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu yang berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota audience. Perbedaan individu itu terjadi disebabkan karena perbedaan lingkungan yang menghasilkan pula perbedaan pandangan dalam menghadapi sesuatu. Dari lingkungannya akan berbentuk sikap, nilai-nilai, serta kepercayaan yang mendasari kepribadian mereka. Anak kembar sekalipun yang secara biologis memiliki persamaan-persamaan, dapat berbeda kepribadiannya apabila dibesarkan dalam lingkungan sosial yang berbeda. - Teori Kategori/Penggolongan Sosial (The Social Category Theory) Teori ini beranggapan bahwa terdapat penggolongan sosial yang luas dalam masyarakat yang memiliki perilaku yang kurang lebih sama terhadap rangsanganrangsangan tertentu. Penggolongan tersebut didasarkan pada seks, tingkat penghasilan, pendidikan, tempat tinggal maupun agama. Dasar dari teori ini adalah teori sosiologi yang berhubungan dengan kemajemukan masyarakat modern, dimana dinyatakan bahwa masyarakat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang sama akan membentuk sikap yang sama dalam menghadapi rangsangan tertentu. Falam hubungannya dengan media dapat digambarkan bahwa majalah mode biasanya hanya dibeli oleh wanita, majalah sport dibeli umumnya oleh pria. Variabel-variabel seperti seks, umur, pendidikan tampaknya turut juga menentukan selektivitas seseorang terhadap media yang ditawarkan. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 79 Modul 9 - Teori hubungan sosial (The Social Relationship Theory) Teori ini menyatakan bahwa dalam menerima pesan-pesan komunikasi yang disampaikan oleh media, orang lebih banyak memperoleh pesan itu melalui hubungan atau kontak dengan orang lain daripada menerima langsung dari media massa. Hubungan sosial yang informal merupakan salah satu variabel yang turut menentukan besarnya pengaruh media. Dalam kenyataannya terbukti bahwa orang-orang yang langsung menerima informasi dari media terbatas sekali. Mereka inilah yang merumuskan informasi media tersebut pada orang lain melalui saluran komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication). Berdasarkan hasil penelitian, maka arus informasi akan berjalan atas dua tahap. Pertama, informasi berkembang melalui media kepada individu-individu yang relatif, “cukup informasi” (well informed), yang umumnya memperoleh informasi langsung. Kedua, informasi tersebut kemudian berkembang dari mereka yang cukup informasi melalui saluran komunikasi antarpribadi kepada individu-individu yang kurang memiliki hubungan langsung dengan media serta ketergantungan mereka akan informasi pada orang lain besar sekali. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori hubungan sosial mencoba menekankan pentingnya variabel hubungan antarpribadi sebagai sumber informasi sebagai penguat pengaruh media komunikasi. - Teori Norma-Norma Budaya (The Cultural Norms Theory) Teori ini melihat cara-cara media massa mempengaruhi perilaku sebagai suatu produk budaya. Pada hakekatnya, teori ini menganggap bahwa media massa melalui pesan-pesan yang disampaikannya dengan cara-cara tertentu dapat menumbuhkan kesan-kesan yang oleh audience disesuaikan dengan norma-norma budayanya. Perilaku individu umumnya didasarkan pada norma-norma budaya yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapinya, dalam hal ini media akan bekerja secara tidak langsung untuk mempengaruhi sikap individu tersebut. Dengan kata lain, media massa dapat mengukuhkan norma-norma budaya dengan informasi-informasi yang disampaikan setiap hari. Selain itu media massa dapat mengaktifkan perilaku tertentu, apabila informasi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan individu serta tidak bertentangan dengan norma budaya yang berlaku. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 80 Modul 9 Teori Komunikasi Banyak Tahap (Multi Langkah) Teori ini dikembangkan sebagian besar akibat kritik terhadap teori dua langkah. Teori multi langkah mengatakan bahwa pengaruh mengalir ulang-alik dari media ke khalayak (yang juga berinteraksi satu sama lain) kembali ke media, kemudian kembali lagi ke khalayak, dan seterusnya. Singkatnya, ada banyak langkah yang harus ditelaah sebelum kita dapat mulai menjelaskan pengaruh atau efek dari media. Proses ulang alik ini terutama berlaku untuk masa kini, di mana media merupakan bagian penting dari kehidupan kita. Teori ini bisa dikatakan lebih akurat dalam menjelaskan apa yang terjadi dalam pembentukan opini dan sikap. Teori ini terutama penting dalam mengilustrasikan bahwa setiap orang dipengaruhi baik oleh media maupun oleh interaksi antar pribadi, dan selanjutnya mempengaruhi media dan orang lain. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 81