perilaku potensial yang dia mampu melalukannya, tergantung pada variabel-variabel motifasional dan insentif. Perilaku yang dipilih tergantung pada hasil (outcomes) yang diharapkannya dan perilaku yang berbeda yang harus dilakukannya. Seseorang mungkin tidak melakukan perilaku tertentu karena ia tidak pernah mempelajari sebelumnya. Pada pihak lain, pola respons mungkin tersedia baginya, tapi tidak dikarenakan oleh kondisi-kondisi stimulus dan tekanan tertentu. 3) Efek mengamati hasil perilaku orang lain. Ekspektasi (harapan) seseorang menyangkut konsekuensi/akibat yang mungkin timbul dari perilaku tertentu tergantung bukan hanya pada hasil yang diperoleh untuk apa yang diperbuat pada situasi yang sama sebelumnya, melainkan juga pada konsekuensi yang diperoleh orang lain yang kita amati. Dengan menyaksikan hasil apa yang diperoleh orang lain, akan memberikan informasi berharga tentang konsekuensi apa yang bakal anda peroleh bila berbuat perilaku yang sama. Ketika seseorang mengamati bahwa orang lain (model) mendapatkan konsekuensi yang positif untuk suatu pola respons, ia cenderung untuk berbuat lebih siap dengan cara-cara yang sama. Misalnya bila seorang anak melihat anak lain menerima dorongan dan pujian untuk suatu keagresifan dalam suatu permainan, maka kecenderungannya sendiri untuk bertindak agrsif pada situasi yang sama akan meningkat. Sebaliknya ketika model sosial dihukum untuk perilaku mereka, yang melihatnya cenderung akan menjadi lebih malu untuk mempertunjukkan perilaku yang sama (Bandura, Ross & Ross, 1963a). d. Teori Reinforment Imitasi Miller dan Dollard (1941) merinci kerangka teori tentang instrumen conditioning dan mengemukakan ada tiga kelas utama perilaku yang seringkali diberi label ’imitasi’, yaitu: 1. same behavior yakni, dua individu memberi respons masing-masing secara independen, tapi dalam cara yang sama, terhadap stimuli lingkungan yang sama. Sebagai hasilnya sekalipun tindakan mereka itu sepenuhnya terpisah satu sama lain tapi bisa tampak seakan-akan yang satu meniru yang Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI lainnya. Contoh: orang yang sama-sama naik bus, duduk di tempat yang sama, membayar ongkos yang sama, dan mungkin juga turun di tempat yang sama. 2. copying, yakni seorang individu berusaha mencocokan perilakunya sedekat mungkin dengan perilaku orang lain. Jadi ia haruslah mampu untuk memberi respons terhadap syarat atau tanda-tanda kesamaan atau perbedaan antara perilakunya sendiri dengan penampilan orang yang dijadikannya model. Contoh: seorang musisi yang berusaha menyamakan diri dengan pengajarnya. 3. matched-dependent behavior. Seorang individu (pengamat atau pengikut) belajar untuk menyamai tindakan orang lain (model atau si pemimpin) karena, amat sederhana, ia memperoleh imbalan dari perilaku tiruan (imitatifnya) itu. Jadi dalam matched-dependent behavior, si pengikut mempunyai kecenderungan kuat untuk meniru tindakan si model melalui proses instrumental conditioning. Bandura (1969) mengidentifikasi efek-efek yang ditimbulkan oleh exposure terhadap perilaku dan hasil perbuatan (outcomes) orang lain adalah: 1. inhibitory & disinhibitory effects (efek malu dan tidak memalukan) Efek inhibitory merupakan efek yang menyebabkan orang lain yang menyaksikan perilaku tertentu menjadi malu atau menahan diri untuk melakukan atau mengulangi perbuatan yang sama. Sedangkan efek ‘disinhibitory merupakan efek yang menyebabkan orang tidak malu atau untuk melakukan atau mengulangi perbuatan yang dilihatnya. 2. Response facilitating effects. Bahwa kesempatan untuk melihat (eksposure) kepada tindakan orang lain dapat berfungsi memudahkan (facilitates) penampilan bermacam perilaku yang menurut biasanya tidak dilarang (which are not ordinarily prohibited or forbidden). 3. observational learning. Bila seseorang yang melihat (observer) dikenai (exposured) perilaku dari suatu model social, maka dapat terjadi efek observational learning. Dalam arti yang lebih specific observer tadi dapat memperoleh bentuk perilaku baru semata-mata dengan melihat atau Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI mengamati tindakan model tanpa secara terbuka menunjukkan respons di hadapan model yang ditirunya. Observational learning ditentukan oleh empat proses pengamatan (observasional) yang distink (khas) tapi saling berkaitan, yaitu: 1. attention 2. retention 3. motoric reproduction 4. factor insentif atau motivational Tingkat perhatian seorang observer dipengaruhi oleh factor-faktor: a) Karakteristik model yang bersangkutan, seperti: daya tarik (attractiveness), kompetensi (competence), status, dan kekuasaan sosial (social power). b) Karakteristik si observer sendiri, seperti self esteem dan status sosioekonomi. e. Teori Model Sosial (Social Modelling) Dalam banyak situasi, perilaku kita dipengaruhi secara kuat hanya karena suatu kesempatan mengamati tindakan ataupun hasil perbuatan (result) orang lain. Exposure (kegiatan menyamar) kepada tindakan orang lain dapat menyebabkan seseorang meniru apa yang dilihatnya itu, atau justru mengambil tindakan yang berbeda sama sekali dari apa yang dilihatnya itu. Selain itu, exposure kepada orang lain juga mempengaruhi keadaan emosional (emotional state) seseorang. modelling. Itulah yang dimaksud dengan proses Hingga abad 20, perhatian psikologi terhadap masalah pengaruh exposure kepada perilaku, emosi, dan hasil perbuatan orang lain masih sedikit. Menurut beberapa pengamat terlihat bahwa laporan berita TV mempengaruhi konsep masyarakat mengenai reality atau kenyataan hidup dan lalu perilaku mereka dilengkapi (supplemented) dengan perasaan bahwa pertunjukan dramatik juga dapat mempunyai efek yang sama. Agaknya kenyataan bahwa berita dan hiburan muncul dari medium yang sama telah membantu mengenakan distinksi fakta dan fantasi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI Harus diperhitungkan kemungkinan bahwa keotentikan (autentisitas) yang melekat (inhelen) yang mencirikan TV meminjamkan kredibilitasnya bagi sajian fiksional. Wiley menduga hal itu karena ia meragukan perbedaan antara realitas dengan apa yang dibuat oleh produser yang kemudian dipercaya orang. ”Kekhawatiran yang timbul adalah, apa yang mereka buat, lalu dipercaya orang banyak”. Ia berargumen, bahwa yang menjadi masalah dengan kekerasan dalam media massa bukan karena hal itu menjengkelkan secara emosional atau tidak menyenangkan secara etis, melainkan bahwa hal-hal itu diterima sebagai suatu representasi dan begitulah keadaan yang sebenarnya (the way things really are). f. Peniruan dan Perilaku Agresif Apakah perilaku social dipengaruhi oleh media? Adakah kanak-kanak yang tumbuh dalam suatu situasi mengkonsumsi TV secara rutin akan berperilaku yang berbeda andaikan tanpa konsumsi TV. Pertanyaan semacam ini sejak dulu hingga kini senantiasa muncul sebagai pertanda kekhawatiran orang terhadap media dan efek kekerasan. Sebenarnya perilaku seseorang diarahkan oleh keyakinannya. Orang berbuat sesuatu dalam konteks keyakinannya tentang arti dan tindakannya, perbuatan apa yang tepat untuk latar tertentu, dan respons apa yang dapat diharapkan dari orang lain. Suatu tindakan muncul mengenai dunia dan bagaimana seseorang seharusnya memberi respons terhadap hal itu. Perilaku sosial manusia merupakan sesuatu yang dipelajari (learnd) Banyak sekali dari proses ini yang berlangsung melalui proses coba dan kalau salah, coba lagi (trial and error), khususnya pada masa-masa awal dari kehidupan seseorang. Anda ingat waktu pertama kali belajar naik sepeda. Beberap kali jatuh, tapi terus bangun lagi, dan coba lagi sehingga sekarang balapan juga sanggup bukan? Begitulah prosesnya, dan sejumlah besar perilaku sosial manusia juga dipelajari melalui pengamatan (observasi) dan meniru (imitasi). Seperti yang terjadi pada seorang dalam melalui tahun-tahun usianya, ia juga memperoleh kemampuan untuk memodeli perilakunya menurut orang lain yang tampak baginya, dan kemampuan ini nampaknya lepas dari soal imbalan dan hukuman. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI Serangkaian studi yang dilakukan Bandura (1959) dari rekan-rekannya di Stanford University telah menunjukkan bahwa anak-anak belajar perilaku agresif dari TV dan mereka melakukan ini dalam permainan mereka pada lingkungan yang sesuai untuk itu. Bloomer dan Hauser (1933), menganalisis efek film pada delikuensi (kenakalan) dengan menginterview atau mengadakan wawancara secara mendital dan menganalisis sejumlah buku harian gadis-gadis remaja untuk melihat apakah jenis dan frekuensi kejahatan dipengaruhi karena menonton film. Kesimpulannya antara lain adalah sebagai berikut: 1. Bahwa sejumlah pengaruh tidak langsung yang penting kelihatan mengantarai atau mengarahkan seseorang kepada delinkuensi atau kejahatan, dalam pengalaman para narapidana pria. 2. Melalui penyuguhan tenik-tehnik kejahatan dan pola-pola perilaku kemewahan secara mudah, dan dengan mengemukakan cara-cara untuk mencapainya yang dapat dipersoalkan (questionable), dengan menanamkan semangat kejagoan (bravado), kekerasan (toughness), dan petualangan, dengan membangkitkan keinginan seksual yang intens, dan dengan memintakan pertolongan lamunan para kriminal. 3. Film dapat menciptakan sikap mental dan membuat tehnik-tehnik tersebut menjadi kondisi mendukung tanpa disadari sama sekali bagi perilaku delinkuen dan kriminal. Dapat pula dideteksi dalam kasus wanita delinkuen, pengaruh yang mirip dengan yang terjadi pada kaum pria. Film dapat memainkan peran utama atau kecil, dalam delinkuensi dan kejahatan wanita, dengan membangkitkan nafsu seksual, dengan menanamkan hasrat untuk hidup secara megah meriah, liar, kehidupan yang cepat (fast life), dengan mengemukakan cara-cara yang mudah untuk mencapainya, dengan: a) Menyuguhkan model-model memperindah diri dan tehnik-tehnik seksual b) Dengan menggambarkan berbagai bentuk kejahatan yang telah ditiru c) Dengan memeprsiapkannya dengan rumah dan sekolah sebagai suatu tempat penting bagi gadis-gadis. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI