Modul 8 5.3. Komunikasi Kelompok dalam Perspektif Teoretis Kelompok dalam perspektif interaksional dikemukakan Marvin Shaw sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dalam suatu cara tertentu, di mana masing-masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lainnya. Suatu kelompok (kecil) adalah kelompok yang terdiri dari dua puluh orang atau kurang, walaupun dalam beberapa hal kita lebih berkepentingan dengan kelompok yang terdiri dari lima orang atau kurang. Batasan yang diuraikan Shaw melibatkan tindak komunikasi sebagai karakteristik yang esensial dari kelompok. Menurut Shaw, kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat bertahan untuk suatu periode waktu yang relatif panjang, memiliki tujuan, dan memiliki struktur interaksi. Singkatnya, kelompok merupakan bagian yang sangat penting dari aktivitas suatu masyarakat. Clovis Sheperd menjelaskan, bahwa kelompok merupakan suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber utama dari tatanan sosial. Orang mendapatkan nilai dan sikap mereka, sebagian besar dari kelompok di mana mereka berada. Karenanya, kelompok (kecil) memberikan suatu fungsi perantara yang penting antara individu dengan masyarakat luas. Dalam modul ini, kita akan mempelajari beberapa perspektif teoretis dalam komunikasi kelompok. Walaupun sebenarnya teori-teori yang dikenal sebagai teoriteori dalam komunikasi antar pribadi seperti teori keseimbangan dari Heider, teori AB-X dari Newcomb, teori perbandingan sosial dari Festinger, teori pertukaran sosial dari Thibaut dan Kelley biasa juga digunakan dalam komunikasi kelompok, yang berbeda titik tekannya adalah kelompok. Tetapi, ada beberapa teori yang bisa dikatakan “murni” digunakan hanya dalam perspektif kelompok. Teori-teori itulah yang merupakan titik tekan dalam modul ini. Teori lain yang ingin dikemukakan disini antara lain, teori groupthink dari Irving L. Janis dan teori konvergensi simbolik dengan tokoh utamanya adalah Ernest Bormann serta teori kepribadian kelompok. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 64 Modul 8 1. Groupthink Theory Bermula dari karyanya yang sangat ilmiah Irving L. Janis dalam bukunya, Victims of Groupthink: A Psychological Study of Foreign Decision and Fiascoes (1972) menggunakan istilah Groupthink untuk menunjukkan “suatu mode berpikir sekelompok orang yang kohesif, ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggotaanggota kelompok untuk mencapai kebulatan suara telah mengesampingkan motivasi mereka guna menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis”. Secara singkat, Janis mendefinisikan groupthink sebagai “suatu kemerosotan efisiensi mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang disebabkan tekanantekanan kelompok”. Groupthink akan terjadi apabila kohesivitasnya tinggi dan kecenderungan untuk mencari konsensus dalam kelompok-kelompok yang memiliki ikatan erat akan mengakibatkan mereka mengambil keputusan-keputusan yang inferior. Kelompok-kelompok sering sekali tidak mendiskusikan semua pilihan yang tersedia. Pemecahan-pemecahan sering sekali tidak dikaji. Apa yang dimaksud dengan Groupthink Groupthink adalah sebuah istilah yang dipergunakan oleh seprang ahli psikologi sosial, Irving Janis (1972), yang akan terjadi apabila sebuah kelompok mengambil keputusan yang salah karena adanya tekanan kelompok yang mengakibatkan turunnya efisiensi mental, berkurangnya pengujian realita dan pertimbangan moral. Kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh groupthink akan mengabaikan alternatif-alternatif lain dan cenderung mengambil tindakan irasional yang mendehumanisasi kelompok-kelompok yang lain. Suatu kelompok sangat rentan terhadap groupthink terutama apabila para anggotanya memiliki latarbelakang yang seragam, apabila kelompok tersebut terisolasi dari opini-opini luar, dan apabila tidak ada aturan pengambilan keputusan yang jelas. Fenomena-Fenomena yang diteliti dalam Groupthink Pendekatan Janis ini begitu memikat, karena melibatkan beberapa disiplin: psikologi, politik, sejarah dan komunikasi kelompok. Untuk mendukung teorinya, Janis melacak kembali enam peristiwa historis, yaitu: a. invasi Teluk Babi; Invasi teluk Babi (Bay of Pig) yang dilakukan Presiden AS John F. Kennedy terhadap Kuba pada tanggal 17 April 1961, ketika sekitar 1400 orang oposan Kuba Farid Hamid – PKK Fikom UMB 65 Modul 8 mendarat di teluk Babi dan berharap bahwa kehadiran mereka akan merangsang suatu revolusi yang memungkinkan mereka menggulingkan fidel Castro. Persediaan senjata dari AS yang diharapkan ternyata gagal didatangkan karena daerah-daerah rawa menyulitkaan gerakan militer itu, sementara pasukan Castro amat siaga dan orang-orang Kuba memperlihatkan keinginan yang sedikit saja untuk mendukung para penyerang itu. b. ketidaksiapan terhadap serangan Pearl Harbor; Amerika Serikat sama sekali tidak bersiap untuk menangkal serangan dari Jepang. Akibatnya 18 kapal tenggelam, 170 pesawat udara hancur dan 3700 orang meninggal. c. eskalasi perang vietnam (1964-1967) Presiden Lindon Jhonson memutuskan untuk berperang dengan Vietnam, dengan pertimbangan bahwa serangan lewat udara dan operasi “cari dan hancurkan” (search and destroy) oleh AS dapat memaksa Vietnam bagian utara untuk duduk di meja perundingan, dan mengakui Vietnam bagian Selatan. Mereka mengabaikan peringatan dari intelijen AS dan semua sekutu AS. Akibatnya 46.500 orang AS dan lebih satu juta orang Vietnam tewas. d. perang Korea; e. krisis misil Kuba; f. dan rencana Marshal. g. dll. Janis menilai groupthink menghinggapi kelompok-kelompok yang memutuskan tindakan-tindakan tersebut. Janis mengawali dengan suatu analisis terhadap tim Kennedy, suatu kelompok yang dinilai brilian yang merancang rencana invasi Teluk Babi. Ia heran, bagaimana mungkin kelompok orang yang begitu cakap dan berbakat itu sampai memformulasikan suatu rencana yang begitu bodoh dan berbahaya. Ia berkesimpulan bahwa komite penasehat Kennedy telah menjadi mangsa groupthink yang disebabkan suatu derajat kepaduan dan esprit de corps yang tinggi. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 66 Modul 8 Ciri-ciri atau Gejala Groupthink Apakah tanda-tanda yang menunjukkan bahwa loyalitas kelompok telah menyebabkan para anggota tergelincir ke dalam suatu mentalitas groupthink? Janis telah membuat daftar dari tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kemunculannya akan membuat kelompok menjadi menyimpang. Hal-hal tersebut antara lain: 1. Ilusi kekebalan: suatu optimisme yang berlebihan. Yaitu, suatu keyakinan bahwa kegagalan itu tak mungkin terjadi. Hal ini disebabkan karena menganggap kelompok mereka adalah kelompok khusus, atau kelompok terbaik yang brilian. Ilusi ini menyebabkan mereka mengabaikan informasi yang biasanya akan membangkitkan concern terhadap bahaya yang mungkin terjadi. Akhirnya mendorong kelompok tersebut untuk mengambil resiko yang ekstrim. 2. Rasionalisasi atas tindakan yang diputuskan. Yaitu, suatu mekanisme pertahanan yang memungkinkan kelompok tersebut mendistorsi arti informasi yang tak dikehendaki tanpa mengevaluasinya secara memadai. 3. Keyakinan atas superioritas moral kelompok. Yaitu, suatu anggapan bahwa kelompok sendiri sebagai agen-agen kebajikan, hanya kelompok merekalah yang benar. 4. Stereotipe atas kelompok-kelompok luar. Yaitu, suatu asumsi-asumsi sederhana yang bermakna negatif dan belum tentu kebenarannya mengenai orang-orang atau kelompok yang diluar kelompok mereka. 5. Tekanan-tekanan langsung pada anggota-anggota kelompok yang berbeda pendapat. Yaitu, para anggota kelompok yang berbeda pendapat akan dibujuk atau ditentang dalam rangka untuk tidak menentang pemikiran kelompok. 6. Sensor diri. Yaitu, berusaha menahan diri atas pendapat yang menentang pendapat mayoritas dalam kelompok. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 67 Modul 8 7. Ilusi persetujuan dan kebulatan suara Hal ini mengakibatkan setiap anggota hanya dapat berdiam diri. 8. Munculnya pembela-pembela keputusan atas inisiatif sendiri untuk melindungi kelompok dan pemimpin kelompok dari pendapat yang merugikan dan informasi yang tidak diinginkan. Cara Mengatasi Groupthink Janis memberikan resep dalam rangka mengatasi groupthink, antara lain: 1. pemimpin kelompok menangguhkan penilaian, mendorong munculnya berbagai kritik atas keputusan yang diusulkan. 2. menugaskan satu atau dua orang anggota kelompok menjadi devil’s advocat untuk menantang pendapat mayoritas. 3. Harus diundang satu atau lebih ahli untuk menghadiri setiap pertemuan yang diragukan. Ahli yang berasal dari luar ini harus didorong untuk menantang pandangan dari para anggota. 4. kelompok harus membuat keputusan secara bertahap bukan sekaligus. 2. Simbolic Convergence Theory (Teori Konvergensi Simbolik) Kemunculan Teori konvergensi simbolik diilhami dari hasil riset Robert Bales mengenai komunikasi yang berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil. Pada penelitian yang dilakukan tahun 1950-an tersebut Bales sebenarnya memfokuskan penyelidikannya pada perilaku anggota kelompok yang terkait dengan cara mereka mengakomodasi informasi yang diterima dan menggunakannya untuk membuat suatu keputusan dalam kelompok. Namun dalam proses tersebut Bales mewnemukan lkenyataan lain yang juga menarik minatnya yakni adanya kecenderungan anggota-anggota kelompok menjadi dramatis dan kemudian berbagi cerita ketika kelompok mengalami ketegangan. Menurut Bales, cerita-cerita tersebut yang diantaranya meliputi lelucon, kisah, ritual, perumpamaan atau permainan katakata ternyata memiliki fungsi yang penting dalam mengurangi ketegangan kelompok bahkan mampu meningkatkan kesolidan kelompok. Bales menyebut fenomena ini sebagai fantasy theme. Ernest Bormann kemudian meminjam gagasan tersebut Farid Hamid – PKK Fikom UMB 68 Modul 8 untuk direplikasi kedalam tindakan retoris masyarakat dalam skala yang lebih luas dari sekedar proses komunikasi dalam kelompok kecil. Teori konvergensi simbolik dengan tokoh utamanya adalah Ernest Bormann, adalah teori umum yang mengupas tentang fenomena pertukaran pesan yang memunculkan kesadaran kelompok yang berimplikasi pada hadirnya makna, motif dan perasaan bersama. Artinya, teori ini berusaha menerangkan bagaimana orangorang secara kolektif membangun kesadaran simbolik bersama melalui suatu proses pertukaran pesan. Kesadaran simbolik yang terbangun dalam proses tersebut kemudian menyediakan semacam makna, emosi, dan motif untuk bertindak bagi orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat didalamnya. Sekumpulan individu ini dapat berasal dari kelompok orang yang telah saling mengenal dan berinteraksi dalam waktu yang relatif lama atau orang-orang yang tidak saling mengenal dan memiliki cara berbeda dalam menafsirkan lambang yang digunakan tapi mereka kemudian saling berkomunikasi sehingga terjadi konvergensi yang pada gilirannya menciptakan realitas simbolik bersama. Dengan demikian proses konvergensi dapat muncul bukan hanya dalam kelompok kecil yang relatif saling mengenal, tapi juga dapat terjadi dalam rapat akbar, atau saat seseorang mendengarkan ceramah atau ketika kita menikmati film dan iklan politik ditelevisi. Gagasan pokok dari teori ini adalah bahwa: bertukar fantasi (tema fantasi): lelucon, analogi, ritual, atau sekedar permainan kata-kata, akan membawa pada pemusatan makna dan perasaan dari orang-orang yang terlibat. Tema fantasi (fantasy theme) ini ternyata memiliki fungsi yang penting dalam mengurangi ketegangan kelompok bahkan mampu meningkatkan kesolidan kelompok atau kelompok yang kohesif. Karena konsep fantasi menjadi kata kunci dalam teori ini maka Borman kemudian membuat metode untuk mengoperasionalkan teorinya dengan istilah Fantasy Theme Analysis (FTA) atau analisis tema fantasi. Farid Hamid – PKK Fikom UMB 69 Modul 8 3. Teori Kepribadian Kelompok (Group Syntality Theory) Teori kepribadian kelompok merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri populasi atau karakteristik individu seperti umur, inteligen. Sementara ciri-ciri kepribadian atau suatu efek yang memungkinkan kelompok bertindak sebagai suatu keseluruhan, merujuk pada peran-peran spesifik, klik dan posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa yang disebut dengan synergy, yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap individu yang dibawa dalam kelompok untuk digunakan dalam melaksanakan tujuan-tujuan kelompok. Banyak dari synergy atau energi kelompok harus dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan dan keterpaduan kelompok. Konsep kunci dari group sytality theory ini adalah synergy. Synergy kelompok adalah jumlah input energi dari anggota kelompok. Meskipun demikian, tidak semua energi yang dimasukkan ke dalam kelompok akan langsung mendukung pencapaian tujuannya. Karena tuntutan antarpribadi, sejumlah energi harus dihabiskan untuk memelihara hubungan dan kendala antarpribadi yang muncul. Selain synergi kelompok, kita mengenal pula “effective synergy”, yaitu energi kelompok yang tersisa setelah dikurangi energi intrinsik atau synergy pemeliharaan kelompok. Energi intrinsik dapat menjadi produktif, sejauh energi tersebut dapat membawa ke arah keterpaduan kelompok, namun energi intrinsik tidak dapat memberikan kontribusi langsung untuk penyelesaian tugas. Synergy suatu kelompok dihasilkan dari sikap anggotanya terhadap kelompok. Sampai batas di mana para anggota memiliki sikap yang berbeda terhadap kelompok dan kegiatannya, maka yang muncul kemudian adalah konflik, sehingga akan meningkatkan proporsi energi yang dibutuhkan untuk memelihara atau mempertahankan kelangsungan kelompok. Jadi, jika individu-individu. Semakin memiliki kesamaan sikap, maka akan semakin berkurang pula kebutuhan akan energi intrinsik, sehingga effective synergy menjadi semakin besar. Contoh sederhana, pada aspek penerapannya antara lain: Dalam suatu kegiatan untuk membentuk kelompok belajar ditemukan bahwa individu-individu memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap materi pelajaran dan metode belajarnya. Pada situasi yang demikian tersebut, individu-individu dihadapkan pada suasana perdebatan untuk mengatasi munculnya perbedaan sikap tersebut, sehingga banyak waktu dan energi yang dihabiskan untuk menyelesaikan persoalan antarpribadi antara anggota kelompok. Inilah yang disebut dengan energi Farid Hamid – PKK Fikom UMB 70 Modul 8 intrinsik. Kemudian setelah nilai ujian diumumkan dan para anggota merasa bahwa kelompok belajarnya telah gagal untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka ada satu atau lebih anggota menarik energinya keluar dari kelompok untuk mengikuti kelompok lain atau belajar sendiri. Dalam hal ini, effective synergy dari kelompok tersebut sangat rendah, sehingga tidak dapat mencapai lebih dari apa yang dapat dilakukan secara individual. Sebaliknya, jika salah seorang anggota masuk dalam kelompok belajar yang lain, kelompok belajar tersebut dengan segera telah mencapai kesepakatan mengenai bagaimana harus memulai dan segera bekerja. Karena sangat sedikit bahkan tidak ada kendala antarpribadi yang muncul, maka kelompok belajar tersebut menjadi padu sehingga effective synergy-nya tinggi dan tentunya setiap anggota kelompok akan lebih baik dalam melaksanakan ujian, daripada jika mereka belajar sendiri-sendiri. Kepustakaan Effendy, Onong, Uchjana.2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti Griffin, Em. 1991. A First Look at Communication Theory. New York: McGraw-Hill Sendjaja, Sasa Djuarsa. 1993. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka Mulyana, Deddy. 1999. Nuansa-Nuansa Komunikasi. Bandung: Rosda Farid Hamid – PKK Fikom UMB 71