BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggotaanggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok. Komunikasi kelompok merupakan hubungan antara manusia dengan masyarakat secara dialektis dalam eksternalisasi, obyektifitas, dan internalisasi. Ekternalisasi adalah pencurahan kehadiran manusia, baik dalam aktifitas maupun mentalitas. Melalui eksternalisasi, manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Obyektifitas adalah disandangnya produk-produk aktifitas suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya (manusia) dalam suatu kefaktaan yang eksternal terhadap yang lain, dari pada podusennya sendiri. Internalisasi adalah peresapan kembali realitas oleh manusia dan mentranformasikannya sekali lagi struktur-struktur dunia obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subyektif.Komunikasi kelompok dapat dikatakan sebagai disiplin karena komunikasi kelompok ini mempunyai ruang lingkup, menunjukkan kemajuan dalam pengembangan teori serta mempunyai metodologi riset, kritik, dan penerapan. Terdapat empat elemen yang tercakup dalam beberapa definisi tentang komunikasi kelompok di atas, yaitu interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau tujuan yang dikehendaki dan kemampuan Universitas Sumatera Utara anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya, berikut penjelasannya: 1. Terminologi tatap muka (face-to face) mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari setiap anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu yang sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan baru. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua anggota kelompok. 2. Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar antara 3 sampai 20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan melebihi 20 orang, kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi di mana setiap anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan karenannya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok. 3. Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi di atas, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahun (to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan diri (self-maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan kolektif/kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk kelompok untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. 4. Elemen terakhir adalah kemampuan anggota menumbuhkan karateristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah Universitas Sumatera Utara terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan mengatur sirkulasi komunikasi makna di antara mereka, sehingga mampu melahirkan sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan di antara mereka. Kelompok dalam perspektif interaksional yang dikemukakan Marvin Shaw sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dengan suatu cara tertentu, di mana masing masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lainnya (Sendjaja, 2004: 3.27). Clovis Sheperd juga menjelaskan, bahwa kelompok merupakan suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber utama dari tatanan sosial (Sendjaja, 2004: 3.27). Ada 4 (empat) elemen yang tercakup dalam defenisi yang disampaikan oleh Michael burgoon tersebut : 1. Interaksi Tatap Muka 2. Jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi 3. Maksud dan tujuan yang dikehendaki. 4. Kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya. Universitas Sumatera Utara 2.1.1.Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya. Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok. • Kelompok primer dan sekunder. Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut: 1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas. 2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal. 3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya. 4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental. 5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal. Universitas Sumatera Utara • Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan. Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya normanorma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi. • Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota Universitas Sumatera Utara berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak. Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer. 2.1.2.Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi • Konformitas. Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekanrekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga. • Fasilitasi sosial. Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu Universitas Sumatera Utara adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu. • Polarisasi. Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras. 2.1.3. Fungsi-fungsi Komunikasi Kelompok Keberadaan suatu kelompok dalam suatu masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah, fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuat keputusan, serta terapi. Semua fungsi ini di manfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri. 1. Fungsi pertama adalah menjalin hubungan sosial dalam artian bagaimana kelompok tersebut dapat membentuk dan memelihara hubungan antara para anggotanya dengan memberikan kesempatan melakukan berbagai aktivitas rutin yang informal, santai, dan menghibur. 2. Fungsi kedua adalah pendidikan yang mana mempunyai makna bagaimana sebuah kelompok baik secara formal maupun informal berinteraksi untuk saling bertukar pengetahuan. Fungsi pendidikan ini sendiri sangat bergantung pada 3 faktor, yang pertama adalah jumlah informasi yang di kontribusikan oleh setiap anggota, yang kedua adalah jumlah partisipan yang ikut di dalam kelompok tersebut, dan yang terakhir adalah berapa banyak interaksi yang terjadi di dalam kelompok tersebut. Fungsi ini juga akan efektif jika setiap anggota juga dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang berguna bagi anggotanya. Universitas Sumatera Utara 3. Fungsi ketiga adalah persuasi, dalam fungsi ini, seorang anggota berusaha mempersuasikan anggota kelompok lainnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di inginkannya. Seseorang yang terlibat dalam usaha usaha persuasif didalam kelompoknya memiliki resiko untuk tidak diterima oleh anggota kelompok nya yang lain, apabila hal yang di usulkannya tersebut bertentangan dengan norma norma kelompoknya, maka justru dia dapat menyebabkan konflik di dalam kelompok dan dapat membahayakan posisinya di dalam kelompok tersebut. 4. Fungsi keempat adalah pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, disini kelompok berguna untuk mencari solusi dari permasalahan permasalahan yang tidak dapat di selesaikan oleh anggotanya, serta mencari alternatif untuk menyelasaikan, sedangkan pembuatan keputusan bertujuan untuk memilih salah satu dari banyak nya alternatif solusi yang keluar dari proses pemecahan masalah tersebut. 5. Fungsi kelima adalah terapi.Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan persoalannya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsensus. John Dewey dalam littlejohn menjelaskan bahwa fungsi komunikasi kelompok itu terbagi menjadi 6, antara lain : 1. Mengungkapkan kesulitan. 2. Menjelaskan permasalahan. 3. Menganalisis masalah. 4. Menyarankan solusi. Universitas Sumatera Utara 5. Membandingkan alternatif dan menguji mereka dengan tujuan dan kritertia berlawanan. 6. Mengamalkan solusi yang terbaik. Sedangkan Randy Y. Hirokawa dalam Morissan (2009: 142), mengatakan bahwa kelompok harus mampu melaksanakan empat fungsi untuk dapat menghasilkan keputusan yang efektif yang terdiri atas : 1. Analisis Masalah Kelompok biasanya memulai proses pengambilan keputusan dengan mengidentifikasi dan menilai suatu masalah (identifying and assessing a problem). 2. Penentuan Tujuan Kelompok harus mengumpulkan dan mengevaluasi informasi (gathers and evaluates information) terkait dengan masalah yang tengah dihadapi. 3. Identifikasi Alternatif Pada tahap ini, kelompok membuat berbagai usulan alternative (alternative proposal) untuk mengatasi masalah. 4. Evaluasi Konsekuensi Berbagai solusi alternatif yang tersedia kemudian di evaluasi dengan tujuan akhirnya adalah untuk mengambil keputusan. 2.1.4.Faktor- FaktorYang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggotaanggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang Universitas Sumatera Utara diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu: 1. ukuran kelompok. 2. jaringan komunikasi. 3. kohesi kelompok. 4. Kepemimpinan. 2.2. Pengambilan Keputusan Dalam Kelompok Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaanpertanyaan mengenai “apa yang harus dilakukan?” dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengertian tentang “pengambilan keputusan”. Ada beberapa definisi tentang pengambilan keputusan, dalam hal ini arti pengambilan keputusan sama dengan pembuatan keputusan, misalnya Terry, definisi pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih ( tindakan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang dimungkinkan). Menurut Horold dan Cyril O’Donnell : Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat. Universitas Sumatera Utara Dari kedua pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Dapat di simpulkan bahwa Pengambilan keputusan adalah suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan dalam pemilihan alternatif untuk menyelesaikan suatu masalah. Latar belakang pengambilan keputusanpengambilan keputusan dengan memperhatikan organisasi, perorangan, dan kelompok perorangan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan dinyatakan dalam teori sistem. Dalam teori ini, suatu sistem merupakan suatu set elemen-elemen atau komponen yang tergabung bersama berdasarkan suatu bentuk hubungan tertentu. Komponenkomponen itu satu sama lain saling terkait dan membentuk suatu kesatuan yang utuh. Tingkah laku suatu organisasi sangat tergantung pada tingkah laku komponen-komponennya dan hubungan antar komponen. 2.2.1. Pengambilan keputusan terprogram Janis pengambilan keputusan ini.mengandung suatu respons otomatik terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalah yang bersifat pengulangan dan rutin dapat diselesaikan dengan pengambilan keputusan jenis ini. Tantangan yang besar bagi seorang analis adalah mengetahui jenis-jenis keputusan ini dan memberikan atau menyediakan metode-metode untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang terprogram di mana saja. Agar pengambilan keputusan harus didefinisikan dan dinyatakan secara jelas. Bila hal ini dapat dilaksanakan, pekerjaan selanjutnya hanyalah mengembangkan suatu algoritma untuk membuat keputusan rutin dan otomatik. Dalam kebanyakan organisasi terdapat kesempatan-kesempatan untuk melaksanakan pengambilan keputusan terprogram karena banyak keputusan diambil sesuai dengan prosedur pelaksanaan standar yang sifatnya rutin. Akibat pelaksanaan pengambilan keputusan yang terprogram ini adalah membebaskan manajemen untuk tugas-tugas yang lebih penting. Misalkan keputusan pemesanan barang, keputusan penagihan piutang, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 2.2.2.Pengambilan keputusan tidak terprogram: Menunjukkan proses yang berhubungan dengan masalah – masalah yang tidak jelas. Dengan kata lain, pengambilan keputusan jenis ini meliputi prosesproses pengambilan keputusan untuk menjawab masalah-masalah yang kurang dapat didefinisikan. Masalah-masalah ini umumnya bersifat kompleks, hanya sedikit parameter – parameter yang diketahui dan kebanyakan parameter yang diketahui bersifat probabilistik. Untuk menjawab masalah ini diperlukan seluruh bakat dan keahlian dari pengambilan keputusan, ditambah dengan bantuan sistem informasi. Hal ini dimaksud untuk mendapatkan keputusan tidak terprogram dengan baik. Perluasan fasilitas fasilitas pengolahan dan pengiklanan pabrik, pengembangan kebijaksanaan- produk kebijaksanaan, baru, manajemen kepegawaian, dan perpaduan semuanya adalah contoh masalah-masalah yang memerlukan keputusan-keputusan yang tidak terprogram. Sangat banyak waktu yang dikorbankan oleh pegawai-pegawai tinggi pemerintahan, pemimpinpemimpin perusahaan, administrator sekolah dan manajer organisasi lainnya dalam menjawab masalah dan mengatasi konflik. Ukuran keberhasilan mereka dapat dihubungkan secara langsung. Misalkan pengalaman manajer merupakan hal yang sangat penting didalam pengambilan keputusan tidak terprogram. Keputusan untuk bergabung dengan perusahaan lain adalah keputusan tidak terstruktur yang jarang terjadi. 2.3. Teori Groupthink Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink) lahir dari penelitian panjang Irvin L Janis. Melalui karya ’Victims of Groupthink : A Psychological Study of Foreign Decisions and Fiascoes (1972)’, Janis menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya kohesif (terpadu), ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat (kebulatan suara) telah mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Dari sinilahgroupthink dapat didefinisikan sebagai satu situasi dalam proses pengambilan keputusan yang menunjukkan tumbuhnya kemerosotan efisiensi Universitas Sumatera Utara mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang disebabkan oleh tekanantekanan kelompok. Sementara groupthink menurut Rakhmat (2005) adalah proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, di mana anggota-anggota berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi. Dalam definisi tersebut, groupthink meninggalkan cara berpikir individual dan menekankan pada proses kelompok. Sehingga pengkajian atas fenomena kelompok lebih spesifik terletak pada proses pembuatan keputusan yang kurang baik, serta besar kemungkinannya akan menghasilkan keputusan yang buruk dengan akibat yang sangat merugikan kelompok (Sarwono, 1999). Selanjutnya diperjelas oleh Janis, bahwa kelompok yang sangat kompak (cohesiveness) dimungkinkan terlalu banyak menyimpan atau menginvestasikan energi untuk memelihara niat baik dalam kelompk ini, sehingga mengorbankan proses keputusan yang baik dari proses tersebut. 2.3.1. Esensi Teori Lahirnya konsep groupthink didorong oleh kajian secara mendalam mengenai komunikasi kelompok yang telah dikembangkan oleh Raimond Cattel, yaitu melalui penelitian yang difokuskan pada kepribadian kelompok sebagai tahap awal. Teori yang dibangun menunjukkan bahwa terdapat pola-pola tetap dari perilaku kelompok yang dapat diprediksi, yaitu : 1. Sifat-sifat dari kepribadian kelompok 2. Struktur internal hubungan antar anggota 3. Sifat keanggotaan kelompok Temuan teoritis tersebut masih belum mampu memberikan jawaban atas suatu pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh hubungan antar pribadi dalam kelompok. Hal inilah yang memunculkan satu hipotesis dari Janis untuk menguji Universitas Sumatera Utara beberapa kasus terperinci yang ikut memfasilitasi keputusan-keputusan yang dibuat kelompok. Hasil pengujian ilmiah yang dilakukan Janis, menunjukkan bahwa terdapat satu kondisi yang mengarah pada munculnya kepuasan kelompok yang tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan hasil keputusan kelompok yang baik (ineffective output). Asumsi penting dari groupthink, sebagaimana dikemukakan West dan Turner (2007)adalah: 1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas tinggi. 2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang menyatu. 3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali bersifat kompleks. Hasil akhir analisis Janis,menunjukkan beberapa dampak negatif dari pikiran kelompok dalam membuat keputusan, yaitu : 1. Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja. 2. Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi dievaluasi atau dikaji ulang. 3. Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah dipertimbangkan kembali. 4. Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya. 5. Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena ada bias pada pihak anggota. Universitas Sumatera Utara 6. Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok lain akan melakukan aksi penentangan, sehingga tidak siap melakukan antisipasinya. 7. Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna. Ilustrasi analisis Janis selanjutnya mengungkapkan kondisi nyata suatu kelompok yang dihinggapi oleh pikiran kelompok, yaitu dengan menunjukkan delapan gejala perilaku kelompok sebagai berikut. 1. Persepsi yang keliru (illusions), bahwa ada keyakinan kalau kelompok tidak akan terkalahkan. 2. Rasionalitas kolektif, dengan cara membenarkan hal-hal yang salah sebagai seakan-akan masuk akal. 3. Percaya pada moralitas terpendam yang ada dalam diri kelompok. 4. Stereotip terhadap kelompok lain (menganggap buruk kelompok lain). 5. Tekanan langsung pada anggota yang pendapatnya berbeda dari pendapat kelompok. 6. Sensor diri sendiri terhadap penyimpangan dari konsensus kelompok. 7. Ilusi bahwa semua anggota kelompok sepakat dan bersuara bulat. 8. Otomatis menjaga mental untuk mencegah atau menyaring informasiinformasi yang tidak mendukung, hal ini dilakukan oleh para penjaga pikiran kelompok (mindguards). Proses pembuatan keputusan yang menggunakan kiat-kiat tersebut, dapat memakan waktu yang panjang. Namun manfaat yang dapat diperoleh sangat luar biasa, yaitu kepastian mengurangi kesalahansampai tingkat terendah dari proses pengambilan keputusan. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran lebih nyata, bahwa untuk mencapai keputusan kelompok yang baik, maka pikiran kelompok Universitas Sumatera Utara harus diubah menjadipikiran tim. Sedangkan untuk memperoleh pelaksanaan prosedur yang baik dan akurat, sedapat mungkin dikurangi desakan yang didasarkan pada alasan keterbatasan waktu (Sarwono, 1999). Sebagaimana teori-teori lainnya, teori groupthink juga tak lepas dari kritik. Mereka yang mengkritik teori ini, antara lain adalah: 1. Aldag dan Fuller (1993) Menurut Aldag dan Fuller, analisis groupthink bersifat retrospektif (berlaku surut), sehingga Janis dapat mengambil bukti-bukti yang mendukung teorinya saja. Keterpaduan kelompok itu sendiri belum tentu menimbulkan pikiran kelompok. Misalnya perkawinan dan keluarga, dapat tetap terpadu atau kohesif tanpa menimbulkan pikiran kelompok, dengan tetap membiarkan perbedaan pendapat tanpa mengurangi keterpaduan itu sendiri. 2. Tetlock, dkk (1992) Tetlock, et.al menilai, fakta sejarah membuktikan bahwa ada juga kelompok-kelompok yang sudah mengikuti prosedur yang baik, namun tetap melakukan kesalahan, misalnya ketika Presiden Carter dan penasehatpenasehatnya merencanakan pembebasan sandera di Iran pada tahun 1980. Operasi itu gagal total dan Amerika Serikat dipermalukan, walaupun kelompok itu sudah mengundang berbagai pendapat dari luar dan memperhitungkan segala kemungkinan secara realistik. 2.3.2.Asumsi Groupthink Dalam hal ini Irving Janis memfokuskan penelitiannya pada ProblemSolving Group dan task-oriented group, yang mempunyai tujuan utamanya yaitu untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi kebijakan akan solusisolusi yang ada. Universitas Sumatera Utara Berikut merupakan 3 asumsi penting dalam Groupthink Theory : 1. Kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas yang tinggi. Ernest Bormann mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki perasaan yang sama atau investasi emosional, maka mereka cenderung untuk mempertahankan identitas kelompok. Pemikirian kolektif ini biasanya menyebabkan sebuah kelompok memiliki hubungan yang baik, tetap bersatu, memiliki semangat kebersamaan dan memiliki kohesivitas tinggi. Kohesivitas : batasan dimana anggota-anggota suatu kelompok bersedia untuk bekerja sama. Atau bisa dibilang, rasa kebersamaan dari kelompok tersebut.Kelompok dimana anggotanya saling tertarik dengan sikap, nilai dan perilaku anggota lainnya cenderung dapat dikatakan kohesif. 2. Pemecahan masalah di dalam kelompok pada dasarnya merupakan proses yang terpadu. Para anggota biasanya berusaha untuk dapat bergaul dengan baik.Dennis Gouran mengamati bahwa kelompok-kelompok rentan terhadap batasan afiliatif (affiliative constraints), yang berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk menyimpan masukan atau pendapat mereka daripada mengambil risiko pendapat mereka ditolak. Menurut Gouran, mereka akan cenderung untuk “memberikan perhatian lebih pada pemeliharaan kelompok daripada isu-isu yang sedang dipertimbangkan”. Oleh karena itu, anggota kelompok lebih tertarik mengikuti pemimpin saat pengambilan keputusan tiba. 3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kalibersifat kompleks. Usia, sifat kompetitif, ukuran, kecerdasan, komposisi gender gaya kepemimpinan dan latar belakang budaya dari para anggota kelompok dapat mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam kelompok. Seperti misalnya karna banyak budaya yang tidak menghargai Universitas Sumatera Utara komunikasi yang terbuka dan ekspresif, beberapa anggota kelompok akan menarik diri dari perdebatan atau dialog, dan hal ini mungkin dapat membuat anggota kelompok yang lain heran, serta bisa mempengaruhi persepsi dari para anggota kelompok, baik yang partisipatif ataupun yang nonpartisipatif. Oleh karena itu, kelompok dan keputusan kelompok dapat menjadi lebih sulit, tetapi biasanya melalui kerja kelompok, orang dapat mencapai tujuan mereka lebih baik dan efisien. 2.3.3. Faktor Terbentuknya Groupthink Dalam konsep groupthink terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya groupthink tersebut, berikut dijelaskan beberapa faktor yang dapat membentuk terjadinya groupthink. ● Kohesivitas Kelompok Kohesivitas kelompok mendukung terjadinya groupthink.Di dalam kelompok yang memiliki kohesivitas yang tinggi akan lebih antusias mengenai tugas-tugas mereka, dan anggotanya merasa dimampukan untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan, karena kelompok mereka sangat kompak atau kohesif. Walaupun terdapat keuntungannya, tetapi kelompok yang sangat kohesif juga bisa memberikan tekanan yang besar pada anggota kelompoknya untuk memenuhi standard kelompok.Dan biasanya anggota kelompok tidak bersedia untuk mengemukakan keberatan mereka mengenai solusi yang diambil.Maka Irving Janis berpendapat bahwa kohesivitas menuntun kepada groupthink. ● Faktor Struktural Karakteristik struktural yang spesifik, atau kesalahan, mendorong terjadinya groupthink.Faktor-faktor ini juga termasuk isolasi kelompok, kurangnya kepemimpinan imparsial, kurangnya prosedur yang jelas dalam mengambil keputusan, dan homogenitas latar belakang anggota kelompok. → Isolasi kelompok (group insulation) Merujuk pada keinginan kelompok untuk tidak terpengaruh oleh pihak di luar kelompok.Padahal ada kemungkinan bahwa pihak di luar kelompok dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Universitas Sumatera Utara → Kurangnya kepemimpinan imparsial (lack of impartial leadership) Anggota kelompok dipimpin oleh orang yang memiliki minat pribadi terhadap hasil akhir. Pemimpin berpendapat bahwa opini lain akan merugikan rencananya, dan kepemimpinan alternatif ditekan. → Kurangnya prosedur pengambilan keputusan (lack of decision making procedures) Beberapa kelompok memiliki prosedur untuk mengambil keputusan; kegagalan untuk memiliki norma yang telah disepakati untuk mengevaluasi suatu masalah dapat menimbulkan groupthink. Jika ada masalah di suatu kelompok, mereka masih harus mencari penyebabnya dan sejauh apa masalah teresebut. → Homogenitas latar belakang (Homogenity of members’ backgrounds) Tanpa keragaman latar belakang sosial, pengalaman dan ideology akan mempersulit sebuah kelompok untuk mendebat masalah yang penting. ● Tekanan Kelompok (Group Stress) Tekanan internal dan eksternal (internal and external stress) yang dialami kelompok dapat menuntun kepadagroupthink. Jika suatu kelompok dalam membuat keputusan sedang mengalami tekanan yang berat – baik disebabkan oleh dorongan-dorongan dari luar maupun dari dalam kelompok – mereka cenderung tidak dapat menguasai emosi, sehingga dapat mencari segala cara agar masalah dapat cepat diselesaikan tanpa memikirkan akal sehat, maka kelompok tersebut sedang menuju groupthink. 2.3.4. Gejala – Gejala Groupthink Pencarian kesepakatan atau keputusan bersama tentu harus melalui banyak hal dan tentu harus melalui usaha untuk mencapainya. Ketika proses pencarian kesepakatan tersebut berjalan dan mencapai puncaknya, maka akan muncul gejala yang disebut gejala – gejala grupthink. Menurut Irvin Janis dalam penelitiannya mengungkapkan ada 3 gejala grupthink, yaitu Universitas Sumatera Utara a. Penilaian Berlebihan terhadap Kelompok / Overestimation of the Group yaitu keyakinan suatu kelompok yang keliru, kelompok tersebut merasa lebih dari dirinya yang sebenarnya padahal kelompok tersebut memiliki banyak kekurangan, kelompok mempunyai keyakinan bahwa mereka cukup istimewa atau hebat untuk mengatasi rintangan dan masalah yang lahir dari kelompok itu sendiri. Dan kelompok ini percaya bahwa mereka tidak akan terkalahkan dari kelompok lain. Hal ini disebabkan oleh: Keyakinan akan Moralitas yang tertanam di dalam diri anggota kelompok, kelompok ini memiliki keyakinan bahwa anggota-anggota kelompoknya bijaksana dan memiliki moral yang baik, sehingga keputusan yang mereka buat juga akan baik pula. Anggota kelompok ini membersihkan diri dari rasa malu atau bersalah, walaupun mereka tidak mengindahkan moral dari keputusan mereka. b. Ketertutupan Pikiran / Closed-Mindedness yaitu anggotakelompok tidak mengindahkan pengaruh atau masukan dari luar terhadap kelompok, maksudnya adalah suatu kelompok memiliki persepsi stereotip buruk terhadap kelompok lawannya atau musuhnya,pemikiran kelompok menekankan bahwa kelompok lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk membalas taktik mereka yang ofensif dan lebih baik dari kelompok lain.Hal ini disebabkan oleh: Rasionalisasi Kolektif (collective rationalization) yaitu situasi dimana kelompok tidak mengindahkan peringatan-peringatan yang dapat mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali pemikiran mereka sebelum mereka mencapai keputusan akhir. c. Tekanan untuk Mencapai Keseragaman / Pressures Toward Uniformity terjadi ketika para anggota kelompok berusaha untuk menjaga hubungan baik antar anggota, ini terjadi karena adanya kecenderungan para anggota kelompok untuk meminimalkan keraguan mereka atasmasukan argumen dari anggota kelompok dan menghiraukan pemikiran-pemikiran pribadi setiap anggota yang dapat menentang pemikiran kelompok yang sudah tercapai dan akhirnya semua anggota Universitas Sumatera Utara kelompok memilih diam.Hal ini akan menimbulkan ilusi akan Adanya Kebulatan Suara (illusion ofunanimity) yang menganggap kalau diam itu artinya setuju. Karna biasanya dalam groupthink anggota mengikuti pemimpin, sehingga keputusan pemimpin adalah keputusan kelompok, sehingga jika ada anggota yang mempunyai pemikiran yang berbeda dengan pemimpin, anggota lebih memilih diam, maka disinilah dianggap bahwa tidak ada keberatan, dan dianggap bahwa ada kebulatan suara kelompok.Namun begitu ada juga beberapa minoritas anggota kelompok yang tetap mengeluarkan pemikirannya, maka munculah suatu tekanan yang disebut Pressures on dissenters ( tekanan Terhadap Para Penentang) yaitu suatu tekanan atau pengaruh langsung terhadap anggota-anggota kelompok yang menyumbangkan opini, pendapat, pandangan, atau komitmen yang berlawanan terhadap opini mayoritas kelompoknya. West dan turner dalam penelitiannya menambahkan tentang beberapa gejala grup think, yaitu pencarian kesepakatan yang terlalu dini yang disebabkan oleh tingginya tekanan konformitas dan adanya minguard keeping yaitu mencegah informasi dari luar agar jangan sampai mempengaruhi kesepakatan kelompok, Dissent containment: mengabaikan mereka-mereka yang memiliki ide-ide yang bertentangan dengan kesepakatan. 2.3.5.Dampak Negatif Groupthink Groupthink dapat menghasilkan suatu dampak yang tidak bagus dalam proses pengambilan suatu keputusan bersama, terdapat banyak dampak negative yang dihasilkan groupthink, yaitu: 1. Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja. 2. Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi dievaluasi atau dikaji ulang. 3. Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah dipertimbangkan kembali. Universitas Sumatera Utara 4. Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya. 5. Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena ada bias pada pihak anggota. 6. Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok lain akan melakukan aksi penentangan, sehingga tidak siap melakukan antisipasinya. 7. Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna. 2.3.6.Mencegah Terjadinya Groupthink Sebelum terjadinya proses groupthink, kita dapat mencegah terlebih dahulu, berikut beberapa cara untuk mencegah terjadinya groupthink : ■ Dibutuhkan adanya supervisi dan kontrol (membentuk komite parlementer) Supervisi dan kontrol yang dimaksud adalah adanya kontrol untuk mengembangkan sumber daya untuk memonitor proses pembuatan kebijakan dan memberi dukungan akan adanya intervensi. ■ Mendukung adanya pelaporan kecurangan (suarakan keraguan) Setiap anggota harus menghindaritekanan kekhawatiran akan keputusan kelompokdan berdebat ketika tidak ada jawaban yang memuaskan setiap anggota kelompok. ■ Mengizinkan adanya keberatan (lindungi conscientious objectors) Memberikan jalan keluar bagi para anggota kelompok untuk mengatasi perdebatan yang terjadi ketika rapat, dan jangan menganggap remeh masukan – masukan yang dikeluarkan oleh anggota kelompok. ■ Menyeimbangkan consensus dan suara terbanyak (mengubah pilihan pengaturan peraturan) Kurangi tekanan kepada anggota kelompok yang berada pada posisi minoritas dan mencegahterjadinya subkelompok, serta membuat pendekatan antar Universitas Sumatera Utara anggota kelompok yang mendukung salah satu pendapat atau masukan dalam pengambilan keputusan kelompok. 2.4. Kerangka Konsep Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai yang dapat mengantarkan perumusan pada hipotesa (Nawawi, 2003) Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2006) Dengan demikian, kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesa yang merupan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. 2.4.1. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya. Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat Universitas Sumatera Utara untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. 2.4.2. Pengambilan Keputusan Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaanpertanyaan mengenai “apa yang harus dilakukan?” dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengertian tentang “pengambilan keputusan”. Ada beberapa definisi tentang pengambilan keputusan, dalam hal ini arti pengambilan keputusan sama dengan pembuatan keputusan, misalnya Terry, definisi pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih ( tindakan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang dimungkinkan). Menurut Horold dan Cyril O’Donnell : Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat. 2.4.3. Groupthink Groupthink menurut Rakhmat (2005) adalah proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, di mana anggotaanggota berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi. Universitas Sumatera Utara 2.5. Variabel Penelitian Variabel teoritis Variabel operasional Gejala – gejala groupthink dalam Penilaian yang berlebihan dari anggota komunikasi kelompok kelompok terhadap kelompok. Ketertutupan pikiran anggota kelompok. Tekanan untuk mencapai keseragaman antar anggota kelompok. Pencarian kesepakatan kelompok yang terlalu dini 2.6. Defenisi Operasional Defenisi operasional merupakan unsur penelitian yang menginformasikan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi variabel operasional adalah semacam petunjuk pelaksana bagaimana cara mengukur variabel. Dalam penelitian ini, variabel – variabel dapat didefenisikan adalah gejala – gejala groupthink dalam komunikasi kelompok sebagai berikut: 1. Penilaian berlebihan terhadap kelompok: yaitu keyakinan suatu kelompok yang keliru, kelompok tersebut merasa lebih dari dirinya yang sebenarnya padahal kelompok memiliki banyak kekurangan, kelompok mempunyai keyakinan bahwa mereka cukup istimewa atau hebat untuk mengatasi rintangan dan masalah yang lahir dari kelompok itu sendiri. Dan kelompok ini percaya bahwa mereka tidak akan terkalahkan dari kelompok lain. 2. Ketertutupanpikiran:yaitu anggotakelompok tidak mengindahkan pengaruh atau masukan dari luar terhadap kelompok, maksudnya adalah suatu kelompok memiliki persepsi stereotip buruk terhadap kelompok Universitas Sumatera Utara lawannya atau musuhnya,pemikiran kelompok menekankan bahwa kelompok lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk membalas taktik mereka yang ofensif dan lebih baik dari kelompok lain. 3. Tekanan untuk mencapai keseragaman,ini terjadi ketika para anggota kelompok berusaha untuk menjaga hubungan baik antar anggota, ini terjadi karena adanya kecenderungan para anggota kelompok untuk meminimalkan keraguan mereka atas masukan argumen dari anggota kelompok dan menghiraukan pemikiran-pemikiran pribadi setiap anggota yang dapat menentang pemikiran kelompok yang sudah tercapai dan akhirnya semua anggota kelompok memilih diam. 4. Pencarian kesepakatan yang terlalu dini yang disebabkan oleh tingginya tekanan konformitas dan adanya minguard keeping yaitu mencegah informasi dari luar agar jangan sampai mempengaruhi kesepakatan kelompok, Dissent containment: mengabaikan mereka-mereka yang memiliki ide-ide yang bertentangan dengan kesepakatan. Penelitian – penelitian terdahulu 1. BernadethNarulita Atmodjo - Grupthink Dalam Komunikasi Kelompok KDS Surya Community Surabaya (2010). KDS surya community, Surabaya adalah salah satu kelompok dukungan sebaya bagi mereka yang terinfeksi HIV AIDS. Dimana dalam kelompok tersebut, terdapat beragam kegiatan salah satunya adalah diskusi kelompok. Dalam diskusi tersebut, didapati bahwa komunikasi kelompok mengarah pada munculnya groupthink (pemikiran kelompok) yang merupakan sisi negatif dari komunikasi kelompok. Peneliti menggunakan metode studi kasus, dengan melakukan observasi partisipasi dan wawancara mendalam dengan narasumber yang berkaitan langsung sebagai anggota kelompok KDS surya community, untuk melihat keadaan kelompok dan komunikasi di dalamnya sehingga dapat dilihat gejala – gejala yang muncul dalam komunikasi kelompok KDS tersebut mengarah pada terbentuknya groupthink. Universitas Sumatera Utara Ternyata memang ditemukan ada 7 gejala grupthink yang terjadi pada komunikasi kelompok, antara lain illusion of invulnerability (persepsi dengan keadaaan yang tidak terkalahkan), Collective Rationalization (rasionalitas kolektif), Out Group Stereotypes ( Pemikiran kelompok terhadap pihak lain), Self Cencorship ( Pembatasan Diri), Illusion of Unaminity (Ilusi tentang kebulatan suara), Direct Pressure on Dissenters (tekanan pada yang tidak setuju), dan Self Appointed Mindguards (penyaring informasi); yang disebabkan oleh lima penyebab dari munculnya groupthink, antara lain Cohesiveness (Kedekatan / Keeratan), Isolation ( Pemisahan diri), Leadership ( Kepemimpinan), Decisional Stress ( Keputusan Mendadak), dan Kebutuhan yang menyimpang, dalam komunikasi kelompok KDS surya community, maka dapat dikatakan bahwa terdapat groupthink dalam komunikasi kelompok KDS surya community Surabaya. 2. RaisaFitri - Komunikasi Kelompok Kecil Geng Bushido Population Dengan Pembentukan Konsep Diri Anggotanya (2010). Skripsi ini mengambil judul “komunikasi kelompok kecil geng bushido population dengan pembentukan konsep diri anggotanya”, masalah yang diangkat dalam penelitian ini bagaimana komunikasi kelompok yang dilakukan oleh anggota geng bushido population dimana mereka terikat oleh aturan dan sanksi yang menimbulkan rasa saling memiliki dan menghormati terhadap pembentukan konsep diri anggotanya. Di tengah – tengah persepsi masyarakat yang negatif terhadap keberadaan geng, mereka harus membuktikan bahwa anggapan tersebut tidak selalu benar adanya, Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisa kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data – data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusu kepada yang bersifat Universitas Sumatera Utara umum. Objek penelitian adalah geng bushido population, sebuah geng otomotif yang ada di kota Medan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi kelompok kecil yang terjalin di geng bushido population tidak memberikan dampak negatif terhadap konsep diri anggotanya. Meskipun dilatarbelakangi hal – hal yang berbeda saat ingin bergabung, namun dengan adanya aturan dan sanksi yang disepakati dan dipatuhi bersama, menjadikan geng ini sebuah wadah positif bagi anggotanya dalam hal otomotif, pertemanan, mengekspresikan diri, sosialisasi diri, bahkan persaudaraan. Pandangan negatif dari masyarakat terhadap keikutsertaan mereka di Bushido malah memberikan semangat bagi para anggota untuk membuktikan bahwa mereka tidak melakukan hal – hal negatif tersebut. Konsep diri mereka semakin matang dan baik. 3. Ratna Indri Apsari - Pengaruh Kelompok Kerja Terhadap Pengambilan Keputusan Etis Mahasiswa Akuntansi (2011). Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh O‟Leary dan Pangemanan (2007) dan telah dimodifikasi oleh peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh individu dan kelompok kerja dalam pengambilan keputusan etis pada mahasiswa akuntansi. Penelitian ini menggunakan teknik random sampling dalam pengumpulan data. Data dikumpulkan melalui penelitian eksperimen terhadap 170 mahasiswa akuntansi tingkat akhir di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Data dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dengan softyware SPSS 17.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima. Hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara individu dan kelompok dalam hal pengambilan keputusan etis. Hasil pengamatan terhadap analisis tanggapan individu dan kelompok menunjukkan pola yang sama. Individu cenderung memilih tindakan yang ekstrim dalam menghadapi masalah - masalah etika, sedangkan kelompok cenderung memilih jawaban netral. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa individu lebih cenderung memilih jawaban etis dan kelompok lebih ke arah jawaban netral. Dapat disimpulkan bahwa kelompok mencapai keputusan konsensus, dalam Universitas Sumatera Utara konteks etika, yang mungkin terdapat tekanan di dalamnya. Implikasi dari penemuan ini adalah sehubungan dengan penekanan program akuntansi untuk lebih memperhatikan masalah kelompok kerja. Hal itu dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa akuntansi untuk bekerja dalam tim. Universitas Sumatera Utara