BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Komunikasi Kelompok Komunikasi

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan,
konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam
Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara
tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui,
seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggotaanggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain
secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan,
yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja
tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.
Komunikasi kelompok merupakan hubungan antara manusia dengan
masyarakat secara dialektis dalam eksternalisasi, obyektifitas, dan internalisasi.
Ekternalisasi adalah pencurahan kehadiran manusia, baik dalam aktifitas maupun
mentalitas. Melalui eksternalisasi, manusia mengekspresikan dirinya dengan
membangun dunianya. Obyektifitas adalah disandangnya produk-produk aktifitas
suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya (manusia) dalam suatu
kefaktaan yang eksternal terhadap yang lain, dari pada podusennya sendiri.
Internalisasi
adalah
peresapan
kembali
realitas
oleh
manusia
dan
mentranformasikannya sekali lagi struktur-struktur dunia obyektif ke dalam
struktur-struktur kesadaran subyektif.Komunikasi kelompok dapat dikatakan
sebagai disiplin karena komunikasi kelompok ini mempunyai ruang lingkup,
menunjukkan kemajuan dalam pengembangan teori serta mempunyai metodologi
riset, kritik, dan penerapan.
Terdapat empat elemen yang tercakup dalam beberapa definisi tentang
komunikasi kelompok di atas, yaitu interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang
terlibat dalam interaksi, maksud atau tujuan yang dikehendaki dan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya, berikut
penjelasannya:
1. Terminologi tatap muka (face-to face) mengandung makna bahwa setiap
anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya
dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun
nonverbal dari setiap anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau
meniadakan kumpulan individu yang sedang melihat proses pembangunan
gedung/bangunan baru. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut
berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua anggota kelompok.
2. Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar antara 3 sampai
20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan melebihi 20 orang,
kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi di mana setiap
anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan
karenannya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.
3. Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ketiga dari definisi
di atas, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan
beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah
berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk
menanamkan pengetahun (to impart knowledge). Sementara kelompok
yang memiliki tujuan pemeliharaan diri (self-maintenance), biasanya
memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari
kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan
kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan kolektif/kelompok bahkan
kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan
kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut
biasanya
melibatkan
beberapa
tipe
pembuatan
keputusan
untuk
kelompok
untuk
mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
4. Elemen
terakhir
adalah
kemampuan
anggota
menumbuhkan karateristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini
mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung
berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah
Universitas Sumatera Utara
terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota
dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama
yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu
sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut
(Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok
diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat
untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan
komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi
berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap
muka yang intensif di antara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan
mengatur sirkulasi komunikasi makna di antara mereka, sehingga mampu
melahirkan sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan di antara mereka.
Kelompok dalam perspektif interaksional yang dikemukakan Marvin
Shaw sebagai dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dengan suatu
cara tertentu, di mana masing masing mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak
lainnya (Sendjaja, 2004: 3.27). Clovis Sheperd juga menjelaskan, bahwa
kelompok merupakan suatu mekanisme mendasar dari sosialisasi dan sumber
utama dari tatanan sosial (Sendjaja, 2004: 3.27).
Ada 4 (empat) elemen yang tercakup dalam defenisi yang disampaikan
oleh Michael burgoon tersebut :
1. Interaksi Tatap Muka
2. Jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi
3. Maksud dan tujuan yang dikehendaki.
4. Kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik
pribadi anggota lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya.
Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan
sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi
kelompok.
•
Kelompok primer dan sekunder.
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat,
1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan
kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati
kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik
komunikasinya, sebagai berikut:
1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan
meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling
tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang
kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit
sekali
kendala
yang
menentukan
rentangan
dan
cara
berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat
dangkal dan terbatas.
2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan
kelompok sekunder nonpersonal.
3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan
daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan
kelompok sekunder instrumental.
5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan
kelompok sekunder formal.
Universitas Sumatera Utara
•
Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan
(membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok
keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan
fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah
kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri
atau untuk membentuk sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi
komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam
sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status
saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya normanorma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk
membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai
(fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara
memandang
dunia
ini-cara
mendefinisikan
situasi,
mengorganisasikan
pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang
yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok
rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI)
adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya.
Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk
perilaku saya dalam berkomunikasi.
•
Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi
dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi
kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan
tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi
tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar.
Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung,
atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang
yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota
Universitas Sumatera Utara
berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit
jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas
utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner
radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup
banyak.
Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus
ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan
Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja
bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
2.1.2.Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi
•
Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma)
kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila
sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada
kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama.
Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekanrekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan
anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan
seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan
anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.
•
Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah)
menunjukkan
kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok
mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965)
menjelaskan
bahwa
kehadiran
orang
lain-dianggap-menimbulkan
efek
pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi
sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang
meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan.
Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu
Universitas Sumatera Utara
adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah
yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang
dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat
kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
•
Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila
sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung
tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung
tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak
menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.
2.1.3. Fungsi-fungsi Komunikasi Kelompok
Keberadaan suatu kelompok dalam suatu masyarakat dicerminkan oleh
adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut antara
lain adalah, fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan
pembuat keputusan, serta terapi. Semua fungsi ini di manfaatkan untuk
kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.
1. Fungsi pertama adalah menjalin hubungan sosial dalam artian bagaimana
kelompok tersebut dapat membentuk dan memelihara hubungan antara
para anggotanya dengan memberikan kesempatan melakukan berbagai
aktivitas rutin yang informal, santai, dan menghibur.
2. Fungsi kedua adalah pendidikan yang mana mempunyai makna bagaimana
sebuah kelompok baik secara formal maupun informal berinteraksi untuk
saling bertukar pengetahuan. Fungsi pendidikan ini sendiri sangat
bergantung pada 3 faktor, yang pertama adalah jumlah informasi yang di
kontribusikan oleh setiap anggota, yang kedua adalah jumlah partisipan
yang ikut di dalam kelompok tersebut, dan yang terakhir adalah berapa
banyak interaksi yang terjadi di dalam kelompok tersebut. Fungsi ini juga
akan efektif jika setiap anggota juga dapat memberikan informasi dan
pengetahuan yang berguna bagi anggotanya.
Universitas Sumatera Utara
3. Fungsi ketiga adalah persuasi, dalam fungsi ini, seorang anggota berusaha
mempersuasikan anggota kelompok lainnya untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di inginkannya. Seseorang
yang terlibat dalam usaha usaha persuasif didalam kelompoknya memiliki
resiko untuk tidak diterima oleh anggota kelompok nya yang lain, apabila
hal yang di usulkannya tersebut bertentangan dengan norma norma
kelompoknya, maka justru dia dapat menyebabkan konflik di dalam
kelompok dan dapat membahayakan posisinya di dalam kelompok
tersebut.
4. Fungsi keempat adalah pemecahan masalah dan pembuatan keputusan,
disini kelompok berguna untuk mencari solusi dari permasalahan
permasalahan yang tidak dapat di selesaikan oleh anggotanya, serta
mencari alternatif untuk menyelasaikan, sedangkan pembuatan keputusan
bertujuan untuk memilih salah satu dari banyak nya alternatif solusi yang
keluar dari proses pemecahan masalah tersebut.
5. Fungsi kelima adalah terapi.Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan
kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek
dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai
perubahan persoalannya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi
dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun
usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu
kelompok mencapai konsensus.
John Dewey dalam littlejohn menjelaskan bahwa fungsi komunikasi
kelompok itu terbagi menjadi 6, antara lain :
1. Mengungkapkan kesulitan.
2. Menjelaskan permasalahan.
3. Menganalisis masalah.
4. Menyarankan solusi.
Universitas Sumatera Utara
5. Membandingkan alternatif dan menguji mereka dengan tujuan dan kritertia
berlawanan.
6. Mengamalkan solusi yang terbaik.
Sedangkan Randy Y. Hirokawa dalam Morissan (2009: 142), mengatakan
bahwa kelompok harus mampu melaksanakan empat fungsi untuk dapat
menghasilkan keputusan yang efektif yang terdiri atas :
1. Analisis Masalah
Kelompok biasanya memulai proses pengambilan keputusan dengan
mengidentifikasi dan menilai suatu masalah (identifying and assessing a
problem).
2. Penentuan Tujuan
Kelompok harus mengumpulkan dan mengevaluasi informasi (gathers and
evaluates information) terkait dengan masalah yang tengah dihadapi.
3. Identifikasi Alternatif
Pada tahap ini, kelompok membuat berbagai usulan alternative
(alternative proposal) untuk mengatasi masalah.
4. Evaluasi Konsekuensi
Berbagai solusi alternatif yang tersedia kemudian di evaluasi dengan
tujuan akhirnya adalah untuk mengambil keputusan.
2.1.4.Faktor- FaktorYang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok
Anggota-anggota
kelompok
bekerja
sama
untuk
mencapai
dua
tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggotaanggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi
(performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi,
bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok
belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang
Universitas Sumatera Utara
diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan
kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada
karakteristik kelompok, yaitu:
1. ukuran kelompok.
2. jaringan komunikasi.
3. kohesi kelompok.
4. Kepemimpinan.
2.2. Pengambilan Keputusan Dalam Kelompok
Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus
dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaanpertanyaan mengenai “apa yang harus dilakukan?” dan seterusnya mengenai
unsur-unsur
perencanaan.
Dapat
juga
dikatakan
bahwa
keputusan
itu
sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu
diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya.
Pengertian tentang “pengambilan keputusan”. Ada beberapa definisi
tentang pengambilan keputusan, dalam hal ini arti pengambilan keputusan sama
dengan pembuatan keputusan, misalnya Terry, definisi pengambilan keputusan
adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih ( tindakan
pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang
dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang
dimungkinkan).
Menurut Horold dan Cyril O’Donnell : Mereka mengatakan bahwa
pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara
bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak
ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau
reputasi yang telah dibuat.
Universitas Sumatera Utara
Dari kedua pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh
sembarangan. Dapat di simpulkan bahwa Pengambilan keputusan adalah suatu
hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada
pemilihan suatu jalur tindakan dalam pemilihan alternatif untuk menyelesaikan
suatu masalah.
Latar belakang pengambilan keputusanpengambilan keputusan dengan
memperhatikan organisasi, perorangan, dan kelompok perorangan yang terlibat
dalam proses pengambilan keputusan dinyatakan dalam teori sistem. Dalam teori
ini, suatu sistem merupakan suatu set elemen-elemen atau komponen yang
tergabung bersama berdasarkan suatu bentuk hubungan tertentu. Komponenkomponen itu satu sama lain saling terkait dan membentuk suatu kesatuan yang
utuh. Tingkah laku suatu organisasi sangat tergantung pada tingkah laku
komponen-komponennya dan hubungan antar komponen.
2.2.1. Pengambilan keputusan terprogram
Janis pengambilan keputusan ini.mengandung suatu respons otomatik
terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalah
yang bersifat pengulangan dan rutin dapat diselesaikan dengan pengambilan
keputusan jenis ini. Tantangan yang besar bagi seorang analis adalah mengetahui
jenis-jenis keputusan ini dan memberikan atau menyediakan metode-metode
untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang terprogram di mana saja. Agar
pengambilan keputusan harus didefinisikan dan dinyatakan secara jelas.
Bila hal ini dapat dilaksanakan, pekerjaan selanjutnya hanyalah
mengembangkan suatu algoritma untuk membuat keputusan rutin dan otomatik.
Dalam
kebanyakan
organisasi
terdapat
kesempatan-kesempatan
untuk
melaksanakan pengambilan keputusan terprogram karena banyak keputusan
diambil sesuai dengan prosedur pelaksanaan standar yang sifatnya rutin. Akibat
pelaksanaan pengambilan keputusan yang terprogram ini adalah membebaskan
manajemen untuk tugas-tugas yang lebih penting. Misalkan keputusan pemesanan
barang, keputusan penagihan piutang, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.Pengambilan keputusan tidak terprogram:
Menunjukkan proses yang berhubungan dengan masalah – masalah yang
tidak jelas. Dengan kata lain, pengambilan keputusan jenis ini meliputi prosesproses pengambilan keputusan untuk menjawab masalah-masalah yang kurang
dapat didefinisikan. Masalah-masalah ini umumnya bersifat kompleks, hanya
sedikit parameter – parameter yang diketahui dan kebanyakan parameter yang
diketahui bersifat probabilistik. Untuk menjawab masalah ini diperlukan seluruh
bakat dan keahlian dari pengambilan keputusan, ditambah dengan bantuan sistem
informasi. Hal ini dimaksud untuk mendapatkan keputusan tidak terprogram
dengan baik.
Perluasan fasilitas fasilitas
pengolahan
dan
pengiklanan
pabrik,
pengembangan
kebijaksanaan-
produk
kebijaksanaan,
baru,
manajemen
kepegawaian, dan perpaduan semuanya adalah contoh masalah-masalah yang
memerlukan keputusan-keputusan yang tidak terprogram. Sangat banyak waktu
yang dikorbankan oleh pegawai-pegawai tinggi pemerintahan, pemimpinpemimpin perusahaan, administrator sekolah dan manajer organisasi lainnya
dalam menjawab masalah dan mengatasi konflik. Ukuran keberhasilan mereka
dapat dihubungkan secara langsung. Misalkan pengalaman manajer merupakan
hal yang sangat penting didalam pengambilan keputusan tidak terprogram.
Keputusan untuk bergabung dengan perusahaan lain adalah keputusan tidak
terstruktur yang jarang terjadi.
2.3. Teori Groupthink
Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink) lahir dari penelitian panjang
Irvin L Janis. Melalui karya ’Victims of Groupthink : A Psychological Study of
Foreign Decisions and Fiascoes (1972)’, Janis menggunakan istilah groupthink
untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya kohesif
(terpadu), ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok
untuk mencapai kata mufakat (kebulatan suara) telah mengesampingkan
motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Dari
sinilahgroupthink dapat
didefinisikan
sebagai
satu
situasi
dalam
proses
pengambilan keputusan yang menunjukkan tumbuhnya kemerosotan efisiensi
Universitas Sumatera Utara
mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang disebabkan oleh tekanantekanan kelompok.
Sementara
groupthink
menurut
Rakhmat
(2005)
adalah
proses
pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, di mana
anggota-anggota berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga
kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi.
Dalam definisi tersebut, groupthink meninggalkan cara berpikir individual
dan menekankan pada proses kelompok. Sehingga pengkajian atas fenomena
kelompok lebih spesifik terletak pada proses pembuatan keputusan yang kurang
baik, serta besar kemungkinannya akan menghasilkan keputusan yang buruk
dengan akibat yang sangat merugikan kelompok (Sarwono, 1999). Selanjutnya
diperjelas oleh Janis, bahwa kelompok yang sangat kompak (cohesiveness)
dimungkinkan terlalu banyak menyimpan atau menginvestasikan energi untuk
memelihara niat baik dalam kelompk ini, sehingga mengorbankan proses
keputusan yang baik dari proses tersebut.
2.3.1. Esensi Teori
Lahirnya konsep groupthink didorong oleh kajian secara mendalam
mengenai komunikasi kelompok yang telah dikembangkan oleh Raimond Cattel,
yaitu melalui penelitian yang difokuskan pada kepribadian kelompok sebagai
tahap awal. Teori yang dibangun menunjukkan bahwa terdapat pola-pola tetap
dari perilaku kelompok yang dapat diprediksi, yaitu :
1. Sifat-sifat dari kepribadian kelompok
2. Struktur internal hubungan antar anggota
3. Sifat keanggotaan kelompok
Temuan teoritis tersebut masih belum mampu memberikan jawaban atas
suatu pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh hubungan antar pribadi dalam
kelompok. Hal inilah yang memunculkan satu hipotesis dari Janis untuk menguji
Universitas Sumatera Utara
beberapa kasus terperinci yang ikut memfasilitasi keputusan-keputusan yang
dibuat kelompok.
Hasil pengujian ilmiah yang dilakukan Janis, menunjukkan bahwa terdapat
satu kondisi yang mengarah pada munculnya kepuasan kelompok yang tinggi,
tetapi tidak dibarengi dengan hasil keputusan kelompok yang baik (ineffective
output). Asumsi penting dari groupthink, sebagaimana dikemukakan West dan
Turner (2007)adalah:
1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan
kohesivitas tinggi.
2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang
menyatu.
3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali
bersifat kompleks.
Hasil akhir analisis Janis,menunjukkan beberapa dampak negatif dari
pikiran kelompok dalam membuat keputusan, yaitu :
1. Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja.
2. Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi
dievaluasi atau dikaji ulang.
3. Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah
dipertimbangkan kembali.
4. Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya.
5. Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena
ada bias pada pihak anggota.
Universitas Sumatera Utara
6. Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok
lain akan melakukan aksi penentangan, sehingga tidak siap melakukan
antisipasinya.
7. Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna.
Ilustrasi analisis Janis selanjutnya mengungkapkan kondisi nyata suatu
kelompok yang dihinggapi oleh pikiran kelompok, yaitu dengan menunjukkan
delapan gejala perilaku kelompok sebagai berikut.
1. Persepsi yang keliru (illusions), bahwa ada keyakinan kalau kelompok tidak
akan terkalahkan.
2. Rasionalitas kolektif, dengan cara membenarkan hal-hal yang salah sebagai
seakan-akan masuk akal.
3. Percaya pada moralitas terpendam yang ada dalam diri kelompok.
4. Stereotip terhadap kelompok lain (menganggap buruk kelompok lain).
5. Tekanan langsung pada anggota yang pendapatnya berbeda dari pendapat
kelompok.
6. Sensor diri sendiri terhadap penyimpangan dari konsensus kelompok.
7. Ilusi bahwa semua anggota kelompok sepakat dan bersuara bulat.
8. Otomatis menjaga mental untuk mencegah atau menyaring informasiinformasi yang tidak mendukung, hal ini dilakukan oleh para penjaga
pikiran kelompok (mindguards).
Proses pembuatan keputusan yang menggunakan kiat-kiat tersebut, dapat
memakan waktu yang panjang. Namun manfaat yang dapat diperoleh sangat luar
biasa, yaitu kepastian mengurangi kesalahansampai tingkat terendah dari proses
pengambilan keputusan. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran lebih nyata,
bahwa untuk mencapai keputusan kelompok yang baik, maka pikiran kelompok
Universitas Sumatera Utara
harus diubah menjadipikiran tim. Sedangkan untuk memperoleh pelaksanaan
prosedur yang baik dan akurat, sedapat mungkin dikurangi desakan yang
didasarkan pada alasan keterbatasan waktu (Sarwono, 1999).
Sebagaimana teori-teori lainnya, teori groupthink juga tak lepas dari kritik.
Mereka yang mengkritik teori ini, antara lain adalah:
1. Aldag dan Fuller (1993)
Menurut Aldag dan Fuller, analisis groupthink bersifat retrospektif
(berlaku surut), sehingga Janis dapat mengambil bukti-bukti yang mendukung
teorinya saja. Keterpaduan kelompok itu sendiri belum tentu menimbulkan pikiran
kelompok. Misalnya perkawinan dan keluarga, dapat tetap terpadu atau kohesif
tanpa menimbulkan pikiran kelompok, dengan tetap membiarkan perbedaan
pendapat tanpa mengurangi keterpaduan itu sendiri.
2. Tetlock, dkk (1992)
Tetlock, et.al menilai, fakta sejarah membuktikan bahwa ada juga
kelompok-kelompok yang sudah mengikuti prosedur yang baik, namun tetap
melakukan kesalahan, misalnya ketika Presiden Carter dan penasehatpenasehatnya merencanakan pembebasan sandera di Iran pada tahun 1980.
Operasi itu gagal total dan Amerika Serikat dipermalukan, walaupun kelompok
itu sudah mengundang berbagai pendapat dari luar dan memperhitungkan segala
kemungkinan secara realistik.
2.3.2.Asumsi Groupthink
Dalam hal ini Irving Janis memfokuskan penelitiannya pada ProblemSolving Group dan task-oriented group, yang mempunyai tujuan utamanya yaitu
untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi kebijakan akan solusisolusi yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Berikut merupakan 3 asumsi penting dalam Groupthink Theory :
1. Kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas
yang tinggi.
Ernest Bormann mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki
perasaan yang sama atau investasi emosional, maka mereka cenderung
untuk mempertahankan identitas kelompok. Pemikirian kolektif ini
biasanya menyebabkan sebuah kelompok memiliki hubungan yang baik,
tetap bersatu, memiliki semangat kebersamaan dan memiliki kohesivitas
tinggi.
Kohesivitas : batasan dimana anggota-anggota suatu kelompok bersedia
untuk bekerja sama. Atau bisa dibilang, rasa kebersamaan dari kelompok
tersebut.Kelompok dimana anggotanya saling tertarik dengan sikap, nilai
dan perilaku anggota lainnya cenderung dapat dikatakan kohesif.
2. Pemecahan masalah di dalam kelompok pada dasarnya merupakan proses
yang terpadu.
Para anggota biasanya berusaha untuk dapat bergaul dengan baik.Dennis
Gouran mengamati bahwa kelompok-kelompok rentan terhadap batasan
afiliatif (affiliative constraints), yang berarti bahwa anggota kelompok
lebih memilih untuk menyimpan masukan atau pendapat mereka daripada
mengambil risiko pendapat mereka ditolak. Menurut Gouran, mereka akan
cenderung untuk “memberikan perhatian lebih pada pemeliharaan
kelompok daripada isu-isu yang sedang dipertimbangkan”. Oleh karena
itu, anggota kelompok lebih tertarik mengikuti pemimpin saat
pengambilan keputusan tiba.
3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kalibersifat
kompleks.
Usia, sifat kompetitif, ukuran, kecerdasan, komposisi gender gaya
kepemimpinan dan latar belakang budaya dari para anggota kelompok
dapat mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam kelompok.
Seperti misalnya karna banyak budaya yang tidak menghargai
Universitas Sumatera Utara
komunikasi yang terbuka dan ekspresif, beberapa anggota kelompok
akan menarik diri dari perdebatan atau dialog, dan hal ini mungkin dapat
membuat anggota kelompok yang lain heran, serta bisa mempengaruhi
persepsi dari para anggota kelompok, baik yang partisipatif ataupun yang
nonpartisipatif. Oleh karena itu, kelompok dan keputusan kelompok
dapat menjadi lebih sulit, tetapi biasanya melalui kerja kelompok, orang
dapat mencapai tujuan mereka lebih baik dan efisien.
2.3.3. Faktor Terbentuknya Groupthink
Dalam konsep groupthink terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya groupthink tersebut, berikut dijelaskan beberapa faktor
yang dapat membentuk terjadinya groupthink.
● Kohesivitas Kelompok
Kohesivitas
kelompok
mendukung
terjadinya groupthink.Di
dalam
kelompok yang memiliki kohesivitas yang tinggi akan lebih antusias mengenai
tugas-tugas mereka, dan anggotanya merasa dimampukan untuk melaksanakan
tugas-tugas tambahan, karena kelompok mereka sangat kompak atau kohesif.
Walaupun terdapat keuntungannya, tetapi kelompok yang sangat kohesif juga bisa
memberikan tekanan yang besar pada anggota kelompoknya untuk memenuhi
standard kelompok.Dan biasanya anggota kelompok tidak bersedia untuk
mengemukakan keberatan mereka mengenai solusi yang diambil.Maka Irving
Janis berpendapat bahwa kohesivitas menuntun kepada groupthink.
● Faktor Struktural
Karakteristik struktural yang spesifik, atau kesalahan, mendorong
terjadinya groupthink.Faktor-faktor
ini
juga
termasuk
isolasi
kelompok,
kurangnya kepemimpinan imparsial, kurangnya prosedur yang jelas dalam
mengambil keputusan, dan homogenitas latar belakang anggota kelompok.
→ Isolasi kelompok (group insulation)
Merujuk pada keinginan kelompok untuk tidak terpengaruh oleh pihak di
luar kelompok.Padahal ada kemungkinan bahwa pihak di luar kelompok
dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
→ Kurangnya kepemimpinan imparsial (lack of impartial leadership)
Anggota kelompok dipimpin oleh orang yang memiliki minat pribadi
terhadap hasil akhir. Pemimpin berpendapat bahwa opini lain akan
merugikan rencananya, dan kepemimpinan alternatif ditekan.
→ Kurangnya prosedur pengambilan keputusan (lack of decision making
procedures)
Beberapa kelompok memiliki prosedur untuk mengambil keputusan;
kegagalan
untuk
memiliki
norma
yang
telah
disepakati
untuk
mengevaluasi suatu masalah dapat menimbulkan groupthink. Jika ada
masalah di suatu kelompok, mereka masih harus mencari penyebabnya
dan sejauh apa masalah teresebut.
→ Homogenitas latar belakang (Homogenity of members’ backgrounds)
Tanpa keragaman latar belakang sosial, pengalaman dan ideology akan
mempersulit sebuah kelompok untuk mendebat masalah yang penting.
● Tekanan Kelompok (Group Stress)
Tekanan internal dan eksternal (internal and external stress) yang dialami
kelompok dapat menuntun kepadagroupthink. Jika suatu kelompok dalam
membuat keputusan sedang mengalami tekanan yang berat – baik disebabkan oleh
dorongan-dorongan dari luar maupun dari dalam kelompok – mereka cenderung
tidak dapat menguasai emosi, sehingga dapat mencari segala cara agar masalah
dapat cepat diselesaikan tanpa memikirkan akal sehat, maka kelompok tersebut
sedang menuju groupthink.
2.3.4. Gejala – Gejala Groupthink
Pencarian kesepakatan atau keputusan bersama tentu harus melalui banyak
hal dan tentu harus melalui usaha untuk mencapainya. Ketika proses pencarian
kesepakatan tersebut berjalan dan mencapai puncaknya, maka akan muncul gejala
yang disebut gejala – gejala grupthink.
Menurut Irvin Janis dalam penelitiannya mengungkapkan ada 3 gejala
grupthink, yaitu
Universitas Sumatera Utara
a. Penilaian Berlebihan terhadap Kelompok / Overestimation of the Group
yaitu keyakinan suatu kelompok yang keliru, kelompok tersebut merasa
lebih dari dirinya yang sebenarnya padahal kelompok tersebut memiliki
banyak kekurangan, kelompok mempunyai keyakinan bahwa mereka
cukup istimewa atau hebat untuk mengatasi rintangan dan masalah yang
lahir dari kelompok itu sendiri. Dan kelompok ini percaya bahwa mereka
tidak akan terkalahkan dari kelompok lain. Hal ini disebabkan oleh:
Keyakinan akan Moralitas yang tertanam di dalam diri anggota kelompok,
kelompok ini memiliki keyakinan bahwa anggota-anggota kelompoknya
bijaksana dan memiliki moral yang baik, sehingga keputusan yang mereka
buat juga akan baik pula. Anggota kelompok ini membersihkan diri dari
rasa malu atau bersalah, walaupun mereka tidak mengindahkan moral dari
keputusan mereka.
b. Ketertutupan Pikiran / Closed-Mindedness yaitu anggotakelompok tidak
mengindahkan pengaruh atau masukan dari luar terhadap kelompok,
maksudnya adalah suatu kelompok memiliki persepsi stereotip buruk
terhadap kelompok lawannya atau musuhnya,pemikiran kelompok
menekankan bahwa kelompok lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh
untuk membalas taktik mereka yang ofensif dan lebih baik dari kelompok
lain.Hal
ini
disebabkan
oleh:
Rasionalisasi
Kolektif
(collective
rationalization) yaitu situasi dimana kelompok tidak mengindahkan
peringatan-peringatan
yang
dapat
mendorong
mereka
untuk
mempertimbangkan kembali pemikiran mereka sebelum mereka mencapai
keputusan akhir.
c. Tekanan
untuk
Mencapai
Keseragaman
/ Pressures
Toward
Uniformity terjadi ketika para anggota kelompok berusaha untuk menjaga
hubungan baik antar anggota, ini terjadi karena adanya kecenderungan
para
anggota
kelompok
untuk
meminimalkan
keraguan
mereka
atasmasukan argumen dari anggota kelompok dan menghiraukan
pemikiran-pemikiran pribadi setiap anggota yang dapat menentang
pemikiran kelompok yang sudah tercapai dan akhirnya semua anggota
Universitas Sumatera Utara
kelompok memilih diam.Hal ini akan menimbulkan ilusi akan Adanya
Kebulatan Suara (illusion ofunanimity) yang menganggap kalau diam itu
artinya setuju. Karna biasanya dalam groupthink anggota mengikuti
pemimpin, sehingga keputusan pemimpin adalah keputusan kelompok,
sehingga jika ada anggota yang mempunyai pemikiran yang berbeda
dengan pemimpin, anggota lebih memilih diam, maka disinilah dianggap
bahwa tidak ada keberatan, dan dianggap bahwa ada kebulatan suara
kelompok.Namun begitu ada juga beberapa minoritas anggota kelompok
yang tetap mengeluarkan pemikirannya, maka munculah suatu tekanan
yang disebut Pressures on dissenters ( tekanan Terhadap Para Penentang)
yaitu suatu tekanan atau pengaruh langsung terhadap anggota-anggota
kelompok yang menyumbangkan opini, pendapat, pandangan, atau
komitmen yang berlawanan terhadap opini mayoritas kelompoknya.
West dan turner dalam penelitiannya menambahkan tentang beberapa
gejala grup think, yaitu pencarian kesepakatan yang terlalu dini yang disebabkan
oleh tingginya tekanan konformitas dan adanya minguard keeping yaitu mencegah
informasi dari luar agar jangan sampai mempengaruhi kesepakatan kelompok,
Dissent containment: mengabaikan mereka-mereka yang memiliki ide-ide yang
bertentangan dengan kesepakatan.
2.3.5.Dampak Negatif Groupthink
Groupthink dapat menghasilkan suatu dampak yang tidak bagus dalam
proses pengambilan suatu keputusan bersama, terdapat banyak dampak negative
yang dihasilkan groupthink, yaitu:
1. Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja.
2. Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi
dievaluasi atau dikaji ulang.
3. Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah
dipertimbangkan kembali.
Universitas Sumatera Utara
4. Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya.
5. Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena
ada bias pada pihak anggota.
6. Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok
lain akan melakukan aksi penentangan, sehingga tidak siap melakukan
antisipasinya.
7. Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna.
2.3.6.Mencegah Terjadinya Groupthink
Sebelum terjadinya proses groupthink, kita dapat mencegah terlebih
dahulu, berikut beberapa cara untuk mencegah terjadinya groupthink :
■ Dibutuhkan adanya supervisi dan kontrol (membentuk komite parlementer)
Supervisi dan kontrol yang dimaksud adalah adanya kontrol untuk
mengembangkan sumber daya untuk memonitor proses pembuatan kebijakan dan
memberi dukungan akan adanya intervensi.
■ Mendukung adanya pelaporan kecurangan (suarakan keraguan)
Setiap anggota harus menghindaritekanan kekhawatiran akan keputusan
kelompokdan berdebat ketika tidak ada jawaban yang memuaskan setiap anggota
kelompok.
■ Mengizinkan adanya keberatan (lindungi conscientious objectors)
Memberikan jalan keluar bagi para anggota kelompok untuk mengatasi
perdebatan yang terjadi ketika rapat, dan jangan menganggap remeh masukan –
masukan yang dikeluarkan oleh anggota kelompok.
■ Menyeimbangkan
consensus
dan
suara
terbanyak
(mengubah
pilihan
pengaturan peraturan)
Kurangi tekanan kepada anggota kelompok yang berada pada posisi
minoritas dan mencegahterjadinya subkelompok, serta membuat pendekatan antar
Universitas Sumatera Utara
anggota kelompok yang mendukung salah satu pendapat atau masukan dalam
pengambilan keputusan kelompok.
2.4. Kerangka Konsep
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang
bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai
yang dapat mengantarkan perumusan pada hipotesa (Nawawi, 2003)
Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti
yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu
sosial (Singarimbun, 2006)
Dengan demikian, kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional
dalam menguraikan rumusan hipotesa yang merupan jawaban sementara dari
masalah yang diuji kebenarannya.
2.4.1. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara
beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan,
konperensi dan sebagainya. Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005)
mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara
tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya
dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.
Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya
komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk
mencapai tujuan kelompok.
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama
yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu
sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut
(Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok
diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat
Universitas Sumatera Utara
untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan
komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi
berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
2.4.2. Pengambilan Keputusan
Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus
dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaanpertanyaan mengenai “apa yang harus dilakukan?” dan seterusnya mengenai
unsur-unsur
perencanaan.
Dapat
juga
dikatakan
bahwa
keputusan
itu
sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu
diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya.
Pengertian tentang “pengambilan keputusan”. Ada beberapa definisi
tentang pengambilan keputusan, dalam hal ini arti pengambilan keputusan sama
dengan pembuatan keputusan, misalnya Terry, definisi pengambilan keputusan
adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih ( tindakan
pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang
dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang
dimungkinkan).
Menurut Horold dan Cyril O’Donnell : Mereka mengatakan bahwa
pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara
bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak
ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau
reputasi yang telah dibuat.
2.4.3. Groupthink
Groupthink menurut Rakhmat (2005) adalah proses pengambilan
keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, di mana anggotaanggota berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan
kritisnya menjadi tidak efektif lagi.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Variabel Penelitian
Variabel teoritis
Variabel operasional
Gejala – gejala groupthink dalam Penilaian yang berlebihan dari anggota
komunikasi kelompok
kelompok terhadap kelompok.
Ketertutupan
pikiran
anggota
kelompok.
Tekanan untuk mencapai keseragaman
antar anggota kelompok.
Pencarian kesepakatan kelompok yang
terlalu dini
2.6. Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan unsur penelitian yang menginformasikan
bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi variabel
operasional adalah semacam petunjuk pelaksana bagaimana cara mengukur
variabel.
Dalam penelitian ini, variabel – variabel dapat didefenisikan adalah gejala
– gejala groupthink dalam komunikasi kelompok sebagai berikut:
1. Penilaian berlebihan terhadap kelompok: yaitu keyakinan suatu
kelompok yang keliru, kelompok tersebut merasa lebih dari dirinya yang
sebenarnya padahal kelompok memiliki banyak kekurangan, kelompok
mempunyai keyakinan bahwa mereka cukup istimewa atau hebat untuk
mengatasi rintangan dan masalah yang lahir dari kelompok itu sendiri.
Dan kelompok ini percaya bahwa mereka tidak akan terkalahkan dari
kelompok lain.
2. Ketertutupanpikiran:yaitu anggotakelompok tidak mengindahkan
pengaruh atau masukan dari luar terhadap kelompok, maksudnya adalah
suatu kelompok memiliki persepsi stereotip buruk terhadap kelompok
Universitas Sumatera Utara
lawannya atau musuhnya,pemikiran kelompok menekankan bahwa
kelompok lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk membalas taktik
mereka yang ofensif dan lebih baik dari kelompok lain.
3. Tekanan untuk mencapai keseragaman,ini terjadi ketika para anggota
kelompok berusaha untuk menjaga hubungan baik antar anggota, ini
terjadi karena adanya kecenderungan para anggota kelompok untuk
meminimalkan keraguan mereka atas masukan argumen dari anggota
kelompok dan menghiraukan pemikiran-pemikiran pribadi setiap anggota
yang dapat menentang pemikiran kelompok yang sudah tercapai dan
akhirnya semua anggota kelompok memilih diam.
4. Pencarian kesepakatan yang terlalu dini yang disebabkan oleh tingginya
tekanan konformitas dan adanya minguard keeping yaitu mencegah
informasi dari luar agar jangan sampai mempengaruhi kesepakatan
kelompok, Dissent containment: mengabaikan mereka-mereka yang
memiliki ide-ide yang bertentangan dengan kesepakatan.
Penelitian – penelitian terdahulu
1. BernadethNarulita Atmodjo - Grupthink Dalam Komunikasi Kelompok KDS
Surya Community Surabaya (2010).
KDS surya community, Surabaya adalah salah satu kelompok dukungan
sebaya bagi mereka yang terinfeksi HIV AIDS. Dimana dalam kelompok tersebut,
terdapat beragam kegiatan salah satunya adalah diskusi kelompok. Dalam diskusi
tersebut, didapati bahwa komunikasi kelompok mengarah pada munculnya
groupthink (pemikiran kelompok) yang merupakan sisi negatif dari komunikasi
kelompok.
Peneliti menggunakan metode studi kasus, dengan melakukan observasi
partisipasi dan wawancara mendalam dengan narasumber yang berkaitan langsung
sebagai anggota kelompok KDS surya community, untuk melihat keadaan
kelompok dan komunikasi di dalamnya sehingga dapat dilihat gejala – gejala yang
muncul dalam komunikasi kelompok KDS tersebut mengarah pada terbentuknya
groupthink.
Universitas Sumatera Utara
Ternyata memang ditemukan ada 7 gejala grupthink yang terjadi pada
komunikasi kelompok, antara lain illusion of invulnerability (persepsi dengan
keadaaan yang tidak terkalahkan), Collective Rationalization (rasionalitas
kolektif), Out Group Stereotypes ( Pemikiran kelompok terhadap pihak lain), Self
Cencorship ( Pembatasan Diri), Illusion of Unaminity (Ilusi tentang kebulatan
suara), Direct Pressure on Dissenters (tekanan pada yang tidak setuju), dan Self
Appointed Mindguards (penyaring informasi); yang disebabkan oleh lima
penyebab dari munculnya groupthink, antara lain Cohesiveness (Kedekatan /
Keeratan), Isolation ( Pemisahan diri), Leadership ( Kepemimpinan), Decisional
Stress ( Keputusan Mendadak), dan Kebutuhan yang menyimpang, dalam
komunikasi kelompok KDS surya community, maka dapat dikatakan bahwa
terdapat groupthink dalam komunikasi kelompok KDS surya community
Surabaya.
2. RaisaFitri - Komunikasi Kelompok Kecil Geng Bushido Population Dengan
Pembentukan Konsep Diri Anggotanya (2010).
Skripsi ini mengambil judul “komunikasi kelompok kecil geng bushido
population dengan pembentukan
konsep diri
anggotanya”, masalah yang
diangkat dalam penelitian ini bagaimana komunikasi kelompok yang dilakukan
oleh anggota geng bushido population dimana mereka terikat oleh aturan dan
sanksi yang menimbulkan rasa saling memiliki dan menghormati terhadap
pembentukan konsep diri anggotanya. Di tengah – tengah persepsi masyarakat
yang negatif terhadap keberadaan geng, mereka harus membuktikan bahwa
anggapan tersebut tidak selalu benar adanya,
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu
memusatkan diri secara
intensif terhadap suatu objek tertentu dengan
mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisa
kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data – data nominal
yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam
beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh
dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusu kepada yang bersifat
Universitas Sumatera Utara
umum. Objek penelitian adalah geng bushido population, sebuah geng otomotif
yang ada di kota Medan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi kelompok kecil yang
terjalin di geng bushido population tidak memberikan dampak negatif terhadap
konsep diri anggotanya. Meskipun dilatarbelakangi hal – hal yang berbeda saat
ingin bergabung, namun dengan adanya aturan dan sanksi yang disepakati dan
dipatuhi bersama, menjadikan geng ini sebuah wadah positif bagi anggotanya
dalam hal otomotif, pertemanan, mengekspresikan diri, sosialisasi diri, bahkan
persaudaraan. Pandangan negatif dari masyarakat terhadap keikutsertaan mereka
di Bushido malah memberikan semangat bagi para anggota untuk membuktikan
bahwa mereka tidak melakukan hal – hal negatif tersebut. Konsep diri mereka
semakin matang dan baik.
3. Ratna Indri Apsari - Pengaruh Kelompok Kerja Terhadap Pengambilan
Keputusan Etis Mahasiswa Akuntansi (2011).
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan
oleh O‟Leary dan Pangemanan (2007) dan telah dimodifikasi oleh peneliti.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh individu dan
kelompok kerja dalam pengambilan keputusan etis pada mahasiswa akuntansi.
Penelitian ini menggunakan teknik random sampling dalam pengumpulan data.
Data dikumpulkan melalui penelitian eksperimen terhadap 170 mahasiswa
akuntansi tingkat akhir di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Data
dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dengan softyware SPSS
17.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima.
Hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara individu
dan kelompok dalam hal pengambilan keputusan etis.
Hasil pengamatan terhadap analisis tanggapan individu dan kelompok
menunjukkan pola yang sama. Individu cenderung memilih tindakan yang ekstrim
dalam menghadapi masalah - masalah etika, sedangkan kelompok cenderung
memilih jawaban netral. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa individu
lebih cenderung memilih jawaban etis dan kelompok lebih ke arah jawaban netral.
Dapat disimpulkan bahwa kelompok mencapai keputusan konsensus, dalam
Universitas Sumatera Utara
konteks etika, yang mungkin terdapat tekanan di dalamnya. Implikasi dari
penemuan ini adalah sehubungan dengan penekanan program akuntansi untuk
lebih memperhatikan masalah kelompok kerja. Hal itu dapat meningkatkan
kemampuan mahasiswa akuntansi untuk bekerja dalam tim.
Universitas Sumatera Utara
Download