BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konstelasi hubungan internasional selama Perang Dunia dan Perang Dingin hanya melingkupi ruang yang terbatas. Hubungan yang terjalin hanya pada tataran konflik, kesiagaan militer, perang, dan perdamaian yang saling berebut (conflict and defense oriented). Kemudian juga hubungan tersebut sebatas pengamanan dan perebutan wilayah, aliansi dan penjualan senjata. Dalam literatur hubungan internasional, sistem internasional secara tradisional dideskripsikan ibarat bola bilyar yang besar dan kecil berputar-putar secara konstan dan saling berbenturan satu dengan yang lainnya dan bersifat dekstruktif. Pada tataran praksisme, lebih kepada signifikansi peran diplomat dan elit militer dalam percaturan politik internasional atau yang terkenal dengan istilah low politics karena masalah-masalah yang menyangkut negara sangat penting. Begitupun terhadap masalah-masalah lain yang selama ini diabaikan juga mendapat perhatian yang sama sebagai satu kesatuan dan totalitas dalam dimensi hubungan internasional. Secara empiris, bahwa konsepsi-konsepsi yang bersifat negara-sentris, orientasi konflik dan orientasi pertahananan cenderung bersifat sepihak. Dalam hal ini, dunia berada pada kondisi perseteruan abadi, adagium yang kuat menindas yang lemah sepertinya menemukan relevansinya ketika melihat benturan yang terjadi. 2 Pada dasarnya, konflik yang melalui cara-cara militeristik tersebut bertujuan untuk memperluas pengaruh politik dan juga kepentingan ekonomi. Dunia pun berada dalam keadaan anarki yang tentu saja menimbulkan korban. Konsep inilah yang menjadi basis kritik terhadap fakta empiris yang ada karena dengan kerugian materil dan jiwa yang ditimbulkan, negara-negara menyadari bahwa yang menjadi unsur utama dalam hubungan antar-pemerintah adalah kerjasama ekonomi. Bahkan frekuensi hubungan kerjasama ekonomi jauh melampui frekuensi kegiatan politik dan militer. Pasca Perang Dingin konstelasi hubungan internasional menemukan bentuk idealnya yaitu sistem multipolar. Kompleksitas ini berupa diasporanya aktifitas dan aktor yang menjalankan agenda tersebut. Pusat-pusat ekonomi baru seperti Cina dan India bermunculan sementara beberapa blok-blok ekonomi seperti ASEAN semakin intens mengkonsolidasikan dirinya. Kegiatan ekonomi menjadi intensif dilakukan dan menjadi perhatian bagi semua elemen, tidak saja bagi pihak pemerintah atau negara tetapi juga bagi aktor-aktor non-pemerintah seperti perusahaan, individu, lembaga kepentingan, dan lembaga swadaya masyarakat.. Dalam praktek ekonomi, kadang-kadang negara masih menunjukkan peran besarnya atau intervensi dalam kegiatan ekonomi melalui otoritas perumusan regulasi namun ada pula negara yang memberikan ruang yang besar bagi mekanisme pasar untuk menjalankan aktifitas ekonominya. Aspek yang diperankan pemerintah berupa regulator guna mengurangi hambatan-hambatan bagi pasar untuk berkembang dan menjaga keamanan serta perselisihan. Namun 3 di sisi lain peran negara yang otoriter memaksa setiap pihak dalam negeri mengikuti campur tangan negara yang besar. Secara politis, sebagian negara dalam melebarkan pengaruh dan intervensinya ke negara lain menggunakan instrument ekonomi. Hal ini bisa kita perhatikan dalam kebijakan embargo ekonomi yang dilakukan negara terhadap negara lain. Ataupun sebaliknya, menggunakan kekuasaan guna kepentingan ekonomi. Sangat jelas bahwa tidak ada tindakan politik bebas dari kepentingan ekonomi dan tidak ada pula sebuah kebijakan ekonomi lepas dari kepentingan politik. Dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional, disiplin ilmu yang mengamati perilaku negara dan swasta dalam memperoleh kekuasaan dan kekayaan adalah pemikiran ekonomi politik internasional. Ekonomi politik internasional ditandai dengan penyatuan antara sektor ekonomi dan arena kebijakan politis. Landasannya mengacu pada interaksi yang dinamis antara politik dan ekonomi. Dalam konteks ini, cenderung menjadikan perburuan kekayaan tak lepas dari pengejaran kekuasaan yang dilakukan secara serempak. Dimana pemberian bantuan ekonomi seperti investasi langsung merupakan ajakan halus untuk masuk dalam lingkaran pengaruh kekuasaan. Ataupun pihak swasta yang meminta legitimasi dari negara untuk meraup keuntungan materi. Namun yang menjadi catatan penting adalah hubungan yang direkomendasikan oleh kaum konservatif ini tidak selamanya bernilai positif. Resiproksitas dalam hubungan-hubungan ekonomi politik diartikan semakin kaku 4 tanpa melihat disparitas power, kekayaan, ukuran, atau kedudukan internasional dari masing-masing negara yang terlibat.1 Dalam ekonomi politik telah terjadi peleburan antara negara yang berorientasi pada power ketimbang kekayaan dengan aktivitas swasta yang condong pada keuntungan materi ketimbang power. Eksistensi paralel antara negara (politik) dan pasar (ekonomi) menciptakan ketegangan fundamental sekaligus hubungan resiprokal yang memberikan ciri pada ekonomi politik. Ketegangan ini berupa perebutan pengelolaan sumber daya alam serta dampak yang ditimbulkan baik positif maupun negatif. Selain itu pula campur tangan negara terhadap pasar baik langsung maupun tidak langsung. Sehingga ekspansi militer tergantikan perlahan dengan akifitas pelebaran pasar guna mendapatkan keuntungan maksimal dari perdagangan internasional. Pada tataran faktual, setiap negara berusaha untuk mendapatkan keuntungan ekonomi secara makro. Semakin ketatnya perebutan akan kekuasaan dan kekayaan diantara aktor-aktor hubungan internasional membawa implikasi terhadap pola kerjasama dalam hubungan ekonomi. Proteksi negara bukan lagi sekedar dalam batas teritorialnya saja, namun melebar hingga ke negara-negara tetangga. Konsep ini bisa kita temukan dalam pengertian dari regionalisme atau fungsionalisme. Negara-negara yang memprakasai organisasi berupaya keras memaksimalkan pendapatan ekonomi wilayahnya. Langkah kongkretnya adalah penguatan regulasi dalam mengatur arus barang dan jasa. Setiap negara anggota berkomitmen mengurangi hambatan dan menambah peluang. 1 Walter Jones. Logika Hubungan Internasional. PT Gramedia. Jakarta:1993 hal 229 5 Pola kerjasama regional digunakan guna meningkatkan perekonomian bersama. Selain menciptakan perjanjian internasional, sebagian negara melihat potensi geografis dan geostrategis dalam tujuan penciptaan pasar potensial serta saling menguntungkan. Sehingga beberapa negara yang kalah bersaing dalm skala global bersatu dalam ikatan kawasan geografis. Tujuannya untuk mempersiapkan diri dalam merebut pasar global yang dimulai dari kawasan terdekat (lingkaran konsentris). Fungsionalisme ini memunculkan suatu solusi operatif yang secara bertahap akan mengarah kepada dunia yang damai, bersatu dan kooperatif. Kaum fungsionalisme berargumen bahwa perang merupakan produk sistem internasional yang diorganisir secara kasar. Mereka beranggapan bahwa sistem tersebut didirikan di atas kecurigaan dan anarki serta menganggap perang sebagai jalan keluar yang mudah diterima dalam penyelesaian perselisihan-perselisihan internasional. Fungsionalis menyadari bahwa negara-negara memiliki kepentingan yang tetap dan tidak akan mau membongkar kepentingan tersebut secara sukarela. Lebih lanjut, mereka menganjurkan suatu tahapan pendekatan yang menuju persatuan regional maupun global, yaitu suatu pendekatan yang dirancang untuk mengisolasikan dan yang pada akhirnya akan membuat struktur institusional yang kukuh namun akan menjadi usang, yang kita sebut sebagai negara bangsa. Persatuan regional yang dimaksud merupakan organisasi kerjasama nonpolitis yang secara intens bergerak dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Apabila bidang-bidang tersebut digabungkan maka itulah yang disebut sektor fungsional. Kerjasama dengan lingkup kecil tersebut dipandang lebih mudah 6 terbentuk ketimbang lembaga politik besar yang dapat mengganggu kedaulatan negara-negara anggota. Munculnya fenomena ini akan mengarah pada sebuah paradigma, dimana kepentingan kelompok menjadi yang utama atau dengan perkataan lain, paradigma kepentingan yang ada. Pada giliranya akan memberikan konstribusi bagi kepentingan nasional para anggota. Resep paradigma kepentingan ditebus dalam bentuk kerjasama regional di berbagai kawasan atau wilayah dunia saat ini yang akan mengarah kepada sifat pengelompokan diri dalam konstelasi kepentingan regional bahkan global. Integrasi tersebut menitik beratkan posisinya pada proses dimana pemerintahan negara secara kooperatif bertalian bersama seiring dengan perkembangan homogenitas kebudayaan, kebutuhan sosial ekonomi, dan interdependensi dengan rumusan penegakan institusi suprasional yang multidimensi demi pemenuhan kepentingan bersama yang hasilnya bukan saja kesatuan ekonomi namun juga kesatuan politik dari negara-negara di tingkat regional maupun global. Contoh regionalisme tersebut dapat kita lihat seperti Uni Eropa dan ASEAN. Uni Eropa merupakan contoh ideal dari regionalisme walaupun sekarang mengalami permasalahan finansial akibat hutang Yunani.2 Pembentukan Uni Eropa dilakukan dengan penandatanganan The Common Market Treaty di Roma pada tanggal 25 Maret 1957 oleh enam negara, yakni Belgia, Republik Federasi Jerman, Prancis, Italia, Luxembourg, dan Belanda. Hingga saat ini jumlah anggotanya mencapai 25 negara. Tujuan utama didirikan UE adalah dengan 2 Kompas edisi Rabu 20 Juli 2011 7 menghilangkan segala macam hambatan, tidak hanya perdagangan, tetapi juga dalam lalu lintas faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal atarsesama anggota, dan menciptakan kerjasama yang optimal tidak hanya dalam bidang ekonomi saja, tetapi diperluas dalam bidang sosial, politik, dan keamanan. Kerjasama yang paling menentukan dalam perkembangan organisasi ini adalah Maastricht Treaty yang lahir di Kota Maastricht Belanda pada bulan Desember 1991. Isi perjanjiannya pertama adalah penyatuan Bank Sentral Eropa, mata uang tunggal Euro, dan pasar tunggal Eropa. Selanjutnya pertemuan yang melahirkan perjanjian Amsterdam yang ditandatangani pada tahun 1977 yang menyatakan kebebasan perjalanan ke mana saja dalam wilayah Uni Eropa, bekerja di mana saja di setiap negara anggota, serta memberikan kesempatan bagi Eropa Tengah dan Eropa Timur untuk bergabung.3 Berbeda dengan Eropa, ASEAN lebih heterogen. Organisasi yang dibentuk pada tahun 1967 ini memiliki sistem pemerintahan yang hampir beda di setiap negaranya. Indonesia menganut paham demokrasi walaupun pada zaman Orde Baru cenderung otoriter. Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam menganut sistem kesultanan dan kerajaan. Myanmar masih berada pada rezim militer yang represif. Bahkan ada negara yang masih menganut paham komunisme dalam pemerintahannya seperti Laos dan Vietnam. Selain sistem pemerintahan yang berbeda, kepemilikan sosial budaya pun sangat kaya dan beragam. 3 Tulus Tambunan, Globlalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hal 220 8 Keadaan empiris tersebut membawa organisasi ini tidak lepas dari benturan-benturan internal yang berimplikasi terhadap beberapa perjanjian yang telah dirumuskan. Namun, seluruh anggota sadar dan paham bahwa ketika organisasi ini solid maka keuntungan pun akan diperoleh. Konflik-konflik yang mendera anggota ASEAN seiring sejalan terlupakan dengan terbentuknya beberapa kerjasama di bidang ekonomi, dan perbatasan. Pada tahun 2002 ASEAN memulai perjanjian perdagangan bebas. Perjanjian ini dimaksudkan untuk memperkuat kerjasama diantara negara anggota terutama masalah ekonomi dan merubah wajah Asia Tenggara menjadi pasar regional yang luas. Menurut Hassan Wirayuda pembentukan ASEAN Free Trade Area dianggap sebuah keberhasilan karena mencatat kenaikan aktifitas perdagangan intra sebesar 14% setiap tahun pasca perjanjian.4 Kebanyakan negara Asia, terutama negara-negara industri baru dan ASEAN sangat menghindari proteksionisme. Dorongan ini merupakan semangat perubahan dari tekanan aktifitas impor menuju aktivitas ekspor. Negara-negara industri baru terutama ASEAN telah sadar bahwa aktifitas ekspor sebagai poin inti perdagangan. Untuk menunjang hal tersebut, ASEAN membutuhkan iklim ekonomi yang lebih terbuka untuk mempromosikan kerjasama dalam hubungan internasional. Iklim ekonomi terbuka diciptakan ASEAN melalui perundinganperundingan dagang guna melebarkan ekspansi pasar domestiknya sekaligus pencarian pasokan barang. Melebarkan pasar hingga ke luar batas teritorial bagi negara berkembang tidak semudah menguasai pasar domestik. Persaingan yang 4 “____”ASEAN Menatap Masa Depan, 40 Tahun ASEAN. Dirjen Kerjasama ASEAN Deplu. 2007 9 ketat antara para pelaku ekonomi serta ditambah regulasi yang mengikat membuat sebagian tetap menjadi pemain lokal. Untuk mensiasati faktor-faktor eksternal tersebut maka beberapa negara melakukan perjanjian dagang. Dalam perjalanan sejarah, lahirnya GATT dan organisasi internasional seperti WTO tak lepas dari keinginan negara-negara untuk meraih keuntungan global. Selain perjanjian perdagangan bebas intra ASEAN, pintu perdagangan bebas untuk ekspansi pasar internasional semakin dibuka. Potensi pasar bebas yang diterapkan ASEAN menjadikan kawasan ini sebagai tujuan dan mitra dagang bagi para pelaku ekonomi. Sehingga banyak negara-negara di dunia tertarik untuk melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN. Salah satu contohnya, adalah Jepang yang telah melakukan kerjasama komprehensif dengan ASEAN. AJCEP atau ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Jepang untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas. Agenda besarnya adalah menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan kentetuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian kelompok AJCEP dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Jepang. Pembentukan perdagangan bebas antara ASEAN dan Jepang terbentuk dari Joint Declaration of the Leaders of the Comprehensive Economic Partnership between ASEAN and Japan yang ditandatangani pada tanggal 5 November 2002, serta Framework for 10 Comprehensive Cooperation between ASEAN and Japan yang disahkan pada tanggal 8 Oktober 2003.5 Secara historis, Jepang memiliki kedekatan dengan bangsa-bangsa di ASEAN. Jauh sebelum perjanjian tersebut disahkan, Jepang sudah menguasai pasar ASEAN dengan produk-produk inovatif terbarunya. Selain itu pula bantuanbantuan yang diberikan Jepang kepada negara-negara ASEAN lebih tinggi ketimbang negara-negara di benua lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa, kepentingan Jepang tentu saja menjaga serta mempererat kemanfaatan pragmatisme. Jika mengamati alur hitoris-empiris, Jepang muncul sebagai negara mandiri dan maju karena kekuatan internal dalam merespon setiap masalah yang terjadi. Bangsa Jepang dikenal dengan kerja keras serta nilai-nilai yang sangat melekat kuat di setiap individunya. Kemajuan ini pun tak lepas dari peran Amerika Serikat sebagai aliansi utama Jepang. Aliansi strategis tersebut menjadikannya salah satu negara yang perekonomiannya kuat namun tanpa ditopang oleh kekuatan militer. Kekuatan ekonominya terletak pada kemajuan industri yang ditopang strategi dan manajemen yang berbeda dengan Barat. Barat pun kagum dan terpesona melihat kenyataan kemajuan industri Jepang yang dengan cepat berhasil melakukan penetrasi ke pasar dunia, termasuk ke negara-negara Eropa dan Amerika Serikat yang sebelumnya adalah penggagas bidang strategi dan 5 Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Februari 2010 11 manajemen ekonomi. Karena selain bantuan ekonomi, Jepang pun banyak mengadopsi kemajuan teknologi yang dimiliki barat. Dalam perjalananya, Jepang pada tahun 1970-an telah memperoleh julukan yang tidak menggembirakan yaitu “Economy Animal” dan setelah mengalami krisis pecahnya economic bubble di sekitar tahun 1988-1992. Namun mampu bangkit lagi menjadi pemimpin ekonomi Asia karena tetap mengandalkan industri sebagai basis produksi serta kemampuan menembus pasar internasional. Jepang yang menciptakan sejarah di ASEAN memiliki kepentingan jangka panjang dengan negara-negara di lingkaran Pasifik ini. Sejarah Jepang di Asia diawali dengan penaklukan para fasis Jepang untuk merebut pengaruh dan sumber daya alam yang tidak dimiliki negaranya. Penjajahan yang memakan waktu beberapa tahun saja namun meninggalkan penderitaan yang perih. Pasca kemerdekaan negara-negara ASEAN, Pemerintah Jepang telah menunjukkan perhatian khusus terhadap ASEAN sejak didirikanya badan ini tahun 1967. Hal yang dilakukan adalah melakukan kegiatan perdagangan dan bantuan ekonomi. Pada awalnya Jepang masih menerapkan kebijakan setengah hati, sehingga pada saat itu Presiden Filipina Marcos menyampaikan keprihatinan bersama Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand atas hambatanhambatan non-tarif yang dilakukan Jepang terhadap produk-produk dari kawasan ini. Pesan ini disampaikan pada pertemuan para menteri ekonomi ASEAN ketiga belas di Manila pada tahun 1982.6 6 Lim Hua Sing. Peranan Jepang di Asia, Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia, 2001. Hal 150 12 Secara intensif Jepang memberikan bantuan kepada negara-negara bekas jajahannya di Asia Tenggara. Khususnya setelah apreasi yen yang fenomenal pada musim gugur tahun 1985, FDI Jepang di ASEAN telah mendapatkan momentumnya dan telah melampaui FDI Amerika Serikat di sejumlah negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dengan demikian, selain transfer investasi dan teknologi, Jepang pun memberikan pengetahuan manejerial sebagai akibat keterlibatan aktif Jepang dalam kegiatan-kegiatan manufaktur dan komersial di ASEAN.7 Di sisi lainnya, negara-negara di Asia Tenggara termasuk negara-negara berkembang yang mengandalkan ekspor primer sebagai kegiatan ekspor ke Jepang. Dari pasokan barang mentah ini kebutuhan dasar Jepang akan selalu tersedia. Pada era 80-an, Jepang mengandalkan ASEAN sebagai pemasok barang mentah dan sebagai basis industri manufaktur sekaligus pasar bagi barang-barang manufaktur. Beberapa dekade sebelumnya, sejumlah fasisme Jepang menggunakan metode penjajahan untuk mendapatkan pasokan barang mentah dari luar negeri. Selama Perang Dunia II, Jepang mengandalkan Cina dan Asia Tenggara untuk pasokan minyak dan biji besi. Dari sudut pandang ASEAN, perdagangan ekspor dan impornya dengan Jepang merupakan hal yang krusial. ASEAN bergantung pada pasar Jepang maupun pasokan-pasokan dari Jepang. Produk-produk Jepang berada dalam rating yang tinggi di kawasan ini karena memiliki kualitas yang lebih baik dari produk-produk ASEAN itu sendiri.8 7 8 Ibid. Hal 185 Op Cit. Hal 160 13 Selain Jepang dalam melihat posisi startegis ASEAN, Sang Naga pun mulai menaruh kebijakan perdagangannya di kawasan ini. Sebagai negara industri baru, Cina melihat peluang ASEAN menjadi mitra strategis dalam perdagangan. Sehingga gagasan mengenai perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan Cina pun dicanangkan pada tahun 2003. Kemudian wacana tersebut diwujudkan dalam bentuk Framework Agreement on Comprehensisive Economic Between ASEAN and RRC pada tanggal 4 November 2004 oleh para kepala negara/kepala pemerintahan ASEAN dan Cina, di Phnom Penh, Vietnam.9 Kesepakatan bertujuan untuk menjadikan Asia Tenggara menjadi sebuah kawasan yang bebas hambatan tarif impor. Pasca penandatanganan kesepakatan Phnom Penh pada 24 November 2004 maka dilanjutkan dengan perdagangan jasa yang ditandatangani pada tanggal 14 Januari 2007 dan kesepakatan di bidang investasi disahkan pada tanggal 15 Oktober 2009. Cina juga pada beberapa dekade terakhir tampil sebagai kekuatan ekonomi baru yang sanagat spektakuler. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi selama tiga dekade, pada paruh pertama tahun 2010, Cina mampu mengungguli Jepang dan menjadi kekuatan ekonomi baru di bawah Amerika Serikat. Hasil ini diperoleh dari perbandingan tipis pendapatan Cina sebesar 1,33 triliun dollar AS sedangkan Jepang sebesar 1,28 dollar AS.10 Lemahnya perekonomian Jepang pada awal 2010 membawa Cina menggungguli Jepang di depan. Kelemahan Jepang tersebut dimanfaatkan dalam substitusi produk-produk Cina. Namun Cina masih dikatakan negara berkembang karena itu masih memilki ruang yang sangat 9 Jurnal Sosial Demokrasi, vol 8, Februari-Juni 2010, hal 6 Cina Berupaya Pertahankan Pencapaiannya. Kompas, edisi Rabu 02 Februari 2011 10 14 luas untuk berkembang. Industri Cina juga berusaha menciptakan daya beli masyarakat domestik dan juga mencari pasar internasional. Berlakunya free trade area antara ASEAN dengan mitra wicara tergantung kesiapan yang dimiliki anggota sehingga waktu penerapan kebijakan berbeda. Untuk perdagangan bebas antara ASEAN dengan Jepang telah berlaku pada tahun 2007 untuk ASEAN-6 dan bagi Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam ditunda hingga 2012. Begitu pula perdagangan bebas dengan Cina yang berlaku pada tahun 2010 untuk ASEAN-6 dan untuk Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam jatuh pada tahun 2015.11 Ini didasari oleh persiapan-persiapan guna mempersiapkan industri dalam negeri agar mampu bersaing. Dengan kekuatan ekonomi baru Cina yang menjadikan industri manufaktor andalan ekspor ke ASEAN, telah menciptakan lanskep bisnis baru pula. Peran besar Jepang dalam perekonomian ASEAN terutama bidang ekspor dan impor mulai mengalami hambatan substitusioner dari Cina. Hasil karya intelektual para teknokrat Cina menambah pilihan konsumtif masyarakat ASEAN. Persaingan antara produk Jepang dan Cina tergambar jelas pada produkproduk manufaktur. Mayoritas berada pada barang-barang elektronik. Dari data berikut bisa kita peroleh gambaran faktual. Untuk impor dari Cina tahun 2006 adalah bernilai 74.951,0 dan tahun 2007 bernilai 93.172,7 sedangkan 2008 senilai 106.976,6 sedangkan Jepang untuk tahun 2006 bernilai 80.495,6 dan untuk tahun 11 Edi Suharto, Piagam ASEAN: Babak Baru Transformasi Organisasi. Makalah yang disampaikan dalam seminar bertemakan “Menatap ASEAN Community 2015” di Hotel Sahid Jaya tanggal 27 November 2008, Makassar. 15 2007 senilai 87.923,9 serta tahun 2008 bernilai 107.116,4. Saling kejar mengejar dalam memperebutkan wilayah perdagangan jelas diperlihatkan oleh kedua negara ini. Pada tahun 2007, nilai impor Cina mengalahkan Jepang dengan perbandingan 93.172,7 dan 87.923,9. Namun untuk tahun berikutnya, Jepang mampu menggeser Cina dengan perbandingan nilai 107.116,4 dan 106.976,6.12 Persentase nilai ekspor ke ASEAN dari Jepang dan Cina pada tahun 2008 adalah seimbang berada pada level 12,9% yang pada tahun 2007 Cina berhasil mengguli Jepang pada level 12,4% dan 11,7%. Nilai ini berada di tingkat kedua setelah perdagangan intra ASEAN pada tahun 2008 dengan nilai 25,9%. Kemudian EU-25 berada pada level 10,8% setingkat lebih tinggi dari Amerika Serikat yang berada pada posisi 9,6%. Level di atas yang saling mendahului menunjukan minat Jepang dan Cina dalam menjadikan ASEAN sebagai patner dagang.13 Salah satu impor dari Cina dan Jepang adalah industri sepeda motor. Di Indonesia sendiri, keberadaan motor Cina yang baru sebagai kendaraan alternatif sudah berada dalam jajaran produk yang menjadi incaran. Sukses sepeda motor Cina dalam memasuki pasar Jawa tampak jelas dalam respon pasar. Sebagaimana terlihat dalam tabel 1 bahwa pada tahun 2000 sepeda motor buatan Cina menguasai 20 % pasar Jawa. Angka ini melebihi andil pelaku pasar yang telah mapan, seperti Yamaha dan Suzuki, yang masing-masing menguasai 17% dan 15%. 12 13 ASEAN Statistical Yearbook, 2008. Dalam 1000 USD Ibid, hal 98 16 Table 1 Penjualan sepeda motor di Indonesia No 1 2 3 Jenis Produk Frekuensi Motor Jepang14 Motor Cina 20,0 % Lainnya 2,2 % Jumlah 100% Sumber : Nawiyanto. Matahari Terbit dan Tirai Bambu: Persaingan Dagang Jepang-Cina di Jawa Pasca Krisis 1930-an dan 1997-an. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2010. Selain itu, persaingan antara Jepang dan Cina nampak kontras di Myanmar. Pasca kudeta yang dilakukan pihak militer tahun 1988 yang berhasil menggulingkan kekuasaan setempat. Batuan luar negeri Jepang berupa ODA menurun sebagai bentuk protes terhadap kudeta. Hal ini tak lepas dari tekanan sekutu Jepang di Barat terutama Amerika Serikat. Akhirnya muncul Cina sebagai pendukung utama pemerintahan dari segi bantuan investasi dan kegiatan perdagangan. Hasilnya kita bisa melihat laporan yang ditampilkan oleh IMF, bahwa sejak kudeta tersebut produk impor Cina di Myanmar meningkat tajam dibanding produk impor Jepang yang semakin menurun.15 Tabel.2 Perbandingan Impor Cina dan Jepang Tahun 2007 di ASEAN 2007 Komoditas Cina Value Share (3) (4) 27.697,4 29,7 (2) Mesin Elektronik, alat-alat pengeras suara; televise Reaktor nuklir, pendidih, 20.472,5 mesin and alat-alat mekanis 14 15 22,0 Jepang Value Share (5) (6) 23.497,3 26,7 18.464,2 21,0 Catatan: Motor Jepang Honda 43,2 %, Yamaha 17,0 %, Suzuki 14,5 %, Kawasaki 2,6 % IMF, Direction of Trade 17 Total 48.069,9 51,7 Sumber: ASEAN Trade Statistics Database 41.961,5 47,7 Dari tabel di atas tergambar jelas bahwa Cina telah mengguguli Jepang dalam bidang alat-alat elektronik dan mekanis. Pada tahun 2007 nilai impor Cina untuk mesin elektronik, alat-alat pengeras suara dan televisi berada pada level 27.697,4 lebih tinggi daripada Jepang dengan level 23.497,3. Untuk keperluan industri, Cina pun masih menggungguli dengan angka 20.472,5 kemudian Jepang pada posisi 18.464,2. Dari data ini mengindikasikan bahwa Cina mulai mengandalkan industri sebagai basis produksinya serta menjadikan ASEAN sebagai pasar sekaligus menggeser posisi Jepang yang mapan. Persaingan antara Jepang dan Cina dijelaskan dengan baik oleh formasi “angsa terbang”, istilah yang dipopulerkan oleh cendikiawan Jepang Kaname Akamatsu pada tahun 1930-an dan ditinjau kembali dalam bukunya tahun 1961 A Theory of Unbalanced Growth in the World Economy. Buku ini menjelaskan formasi angsa-angsa terbang dalam bentuk “V” terbalik sebagai gambaran bahwa kebersaingan awalnya semakin baik dan kemudian melemah seiring dengan kemajuan suatu negara. Industri-industri akan dipaksa bergeser dari negara-negara maju ke negaranegara yang kurang maju dimana biayanya lebih rendah. Model angsa terbang ini menunjukkan dinamika ekonomi dari ekspansi Jepang sebagai pemimpin negaranegara industri baru (newly industrialized economies/NIEs) dan lebih jauh ke Asia Tenggara, Cina, dan Asia Selatan. Namun, dalam tahun belakangan ini, lanskap 18 ekonomi politik Asia telah banyak berubah, terutama terpengaruh oleh negara adidaya ekonomi baru yaitu Cina. Persaingan dagang antara Jepang dan Cina berhubungan langsung dengan kepentingan dan kehidupan masyarakat negara-negara ASEAN. Kegiatan bisnis Jepang dan Cina merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan perekonomian ASEAN. Persedian barang dan distribusinya tergantung pasokan dari Jepang dan Cina dan sebaliknya ASEAN menjadi tambang emas perekonomian Jepang dan Cina. Terlebih lagi, pasar Jepang dan Cina merupakan destinasi produk-produk negara-negara ASEAN. Hal ini bisa kita lihat dalam frekuensi perdagangan antar kedua kawasan. Kontribusi perdagangan impor Jepang dan Cina di ASEAN cukup berpengaruh. Sehingga kebangkitan ekonomi Cina diharapkan menjadikan persaingan di antara dua raksasa ekonomi Asia tersebut membesar. Implikasi tersebut membawa pengaruh signifikan serta progresifitas yang menjadikan ASEAN mengalami kemajuan. Secara khusus penelitian tentang persaingan dagang Jepang dan Cina ini akan menjelaskan bahwa peguasaan pasar dapat diruntuhkan pada waktu dan tempat tertentu. Nawiyanto secara empirik historistik mendeskripsikan persaingan Jepang dan Cina dalam spektrum tanah Jawa yang selalu melahirkan pemenang dan pecundang. Dalam kajian ini pula kita akan melihat aktifitas negara dalam membuka pasar bagi industri domestiknya di ASEAN.16 16 Nawiyanto. Matahari Terbit dan Tirai Bambu: Persaingan Dagang Jepang-Cina di Jawa Pasca Krisis 1930-an dan 1997-an. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2010, hal 19 1.2. 1.2.1 Batasan dan Rumusan Masalah Batasan Masalah Kajian ini menelaah mengenai persaingan dagang antara Cina dan Jepang di ASEAN pasca penandatanganan perjanjian bebas dengan kedua negara. Kajian ini pula menyajikan drama persaingan diantara dua negara yang memiliki kepentingan dagang di ASEAN serta ancaman yang ditimbulkan satu sama lain. Aktor yang diteliti adalah negara Jepang dan Cina. Terhadap faktor eksternal berupa persaingan dagang dari negara lain maupun terhadap persaingan internal dalam kelompok di negara masing-masing tidak dikaji lebih jauh. Fokus perhatian dalam kajian ini adalah tidak mendiskusikan konteks ekonomis dan politik secara luas ataupun manajemen perusahaan secara khusus. Namun berfokus pada strategis inovatif bangsa Cina dan Jepang dalam memperebutkan pengaruh dalam merebut kepentingan di bidang perdagangan. Memperebutkan pengaruh tersebut dikerucutkan menjadi studi kasus. Negara yang akan dikaji adalah Indonesia dan Vietnam. Alasan Indonesia karena produk otomotif Jepang merajai pasar Indonesia, dan sebaliknya di Vietnam produk Cina yang menguasai. 1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka penelitian ditunjukkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut: 20 1. Bagaimana posisi strategis ASEAN bagi Perdagangan Jepang dan Cina? 2. Bagaimana strategi persaingan yang digunakan oleh Jepang dan Cina di pasar ASEAN guna memenangi perdagangan? 3. Bagaimana prospek ekspor Jepang dan Cina di pasar ASEAN? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui posisi strategis ASEAN bagi Perdagangan Jepang dan Cina. 2. Untuk mengetahui strategi persaingan dagang yang digunakan oleh Jepang dan Cina di ASEAN 3. Untuk mengetahui prospek ekspor Jepang dan Cina ke ASEAN. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Penelitian ini memilki manfaat praktis dan kegunaan akademis: 1. Penelitian ini sebagai ajang pengembangan kemampuan analisis mengenai permasalahan dan fenomena hubungan internasional terutama di bidang perdagangan 2. Penelitian ini diharapkan sebagai bahan rujukan bagi pemerintah guna melihat kecenderungan pasar dan ekonomi serta menerapkannya dalam kebijakan-kebijakan praksis. 21 3. Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan para pelaku pasar agar bisa lebih proaktif dalam melihat sebuah persaingan dan strategi yang dilakukan oleh Jepang dan Cina dalam perebutan pangsa pasar. 4. Penelitian ini diharapkan menjadi kajian-kajian akademis serta diskusidiskusi kelas yang dilakukan oleh para mahasiswa dan dosen. 1.4. Kerangka Konseptual Ekonomi politik menyajikan kajian atas aspek-aspek proses ekonomi yang terwujud dalam teori-teori ekonomi dan politik yang teoritis, yang bukan sekedar memutar sejarah dan gambaran ekonomi belaka. Ekonomi politik tidak sematamata mempelajari rumusan ekonomi deskriptif secara kuantitatif ataupun penjabaran kaku dalam lingkup politik domestik dan global. Akan tetapi, elemenelemen ilmu tersebut saling merekatkan satu sama lain karena generalisasigeneralisasi dari ekonomi dan politik akan sangat mungkin mencerminkan realitas. Dalam kasus ini, penulis mencoba mengkaji bagian dari ekonomi politik yaitu politik ekonomi. Menurut F. Hartog dalam bukunya Leerboek der Economische Politiek, menyebutkan bahwa politik ekonomi pemerintah meliputi bermacam-macam aktivitas ekonomi yang dilakukan pihak swasta, di mana politik ekonomi berusaha untuk mempengaruhinya. Kemudian disebutkan bahwa di dalam kehidupan politik terdapat sejumlah tindakan ekonomi misalnya produksi, konsumsi impor dan ekspor, yang berhubungan satu sama lain dan bersama-sama membentuk proses ekonomi. Namun dalam pandangan Herbert Giersch yang menyatakan bahwa politik ekonomi adalah semua usaha, perbuatan, 22 dan tindakan dengan maksud mengatur, mempengaruhi atau langsung menetapkan jalannya kejadian-kejadian ekonomi di dalam suatu negara, daerah atau wilayah. Ruang lingkup politik ekonomi mencakup nasional, regional, dan internasional.17 Dalam kegiatan ekonomi suatu negara tidak lepas dari hubungan kerjasama ekonomi dengan negara lain. Hal tersebut dikarenakan saling membutuhkan dan keinginan mendapatkan keuntungan dari interaksi ekonomi antar negara. Dalam kerjasama ekonomi internasional terdapat berbagai bentuk kerjasama, salah satunya adalah kerjasama perdagangan luar negeri antara satu negara dengan negara lainnya. Perdagangan luar negeri dapat memberikan sumbangan berupa devisa yang pada akhirnya mampu meningkatkan perkembangan ekonomi sebuah negara.18 Perdagangan internasional merupakan salah satu ranah kajian ekonomi liberal. Dalam pandangan Gilpin bahwa yang disebut dengan ekonomi liberal adalah doktrin dan serangkaian prinsip dalam mengorganisasi dan mengatur pertumbuhan ekonomi, dan kesehjateraan individu. Ini yang penulis sejak awal katakan merupakan aliran konservatif. Adam smith merumuskan penyebab perdagangan internasional adalah: Hubungan perdagangan dari dua negara pada umumnya terjadi karena terdapat perbedaan biaya mutlak, yaitu perbedaan biaya yang terjadi (ditimbulkan) oleh faktor-faktor khusus yang dimiliki oleh suatu negara 17 Yanuar Ikbar. Ekonomi Politik Internasional 2-Implementasi Konsep dan Teori. Bandung: Refika Aditama, 2007, hal 118 18 Sudono Sukino, Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, Jakarta: LPTEUI, 1985 hal 225 23 saja dan tidak dimiliki oleh negara lain, misalnya faktor keadaan dan kekayaan alam yang menguntungkan sesuatu negara saja.19 Kemudian Ricardo menambahkan bahwa perdagangan bebas yaitu aktivitas komersial yang dijalankan secara bebas dari perbatasan nasional yang akan membawa keuntungan bagi semua yang terlibat di dalamnya. Sehingga Paul Samuelson memiliki harapan akan terjadi keseimbangan pendapatan dalam perdagangan terjadi diantara negara maju dan terbelakang.20 Semakin kuat kesiapan suatu negara dalam perdagangan internasional semakin strategis kegiatan perekonomian suatu negara. Negara-negara melakukan perdagangan internasional karena dua alasan : 1. Setiap negara mempunyai keunggulan komparatif yang berbeda-beda, sehingga dengan melakukan perdagangan maka keuntungan perdagangan (gains from trade) akan diterima kedua belah pihak. 2. Negara melakukan perdagangan dengan tujuan mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam produksi. Maksudnya adalah apabila setiap negara hanya menghasilkan barang tertentu (spesialisasi), maka mereka dapat menghasilkan barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien dibandingkan jika negara tersebut memproduksi seluruh jenis barang. 19 Drs. Sobri. Ekonomi Internasional, Teori, Masalah dan Kebijaksanaannya, Yogyakarta: BPFE-UII, 1997, hal 27 20 Jackson, Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005: hal 235 24 Pada tingkat sederhana, suatu negara akan mengimpor komoditas yang tidak dihasilkannya dan mengekspor komoditas yang melebihi pasar domestik. Komoditas produk primer yang menjadi kebutuhan negara industri seperti minyak akan diimpor oleh negara maju yang kemudian menjual produk-produk manufaktur yang dihasilkan secara efesien di negaranya. Sebagian negara masuk dalam arena perdagangan internasional dalam beberapa produk telah berusaha mendapatkan pengaruh di pasar domestik serta memproduksi barang dengan harga yang murah guna memenangkan persaingan di pasar internasional. Semua negara, termasuk Jepang dan Cina memiliki peluang untuk persaingan perdagangan dalam pasar ASEAN. Peranan negara sebagai salah satu aktor dalam perdagangan internasional adalah sangat penting, karena pasar bergantung pada negara yang membuat peraturan dan pajak bagi barang atau produk tertentu yang tidak dapat dibuat oleh pasar. Argumen ini dikuatkan oleh Robert Gilpin bahwa pasar tidak dapat berkembang dalam memproduksi dan mendistribusikan barang dan pelayanan tanpa keberadaan negara sebagai syarat utama. Perdagangan internasional dapat juga didefenisikan terdiri dari kegiatankegiatan perniagaan dari suatu negara asal atau country of origin yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan atau country of destination yang dilakukan oleh perusahaan MNC untuk melakukan perpindahan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan teknologi (pabrik) dan 25 perpindahan merek dagang.21 Hal ini diperkuat oleh peryataan Robert Cox dan Stepenhan Gill bahwa unit analisa yang dipakai dalam transaksi dagang antar negara seharusnya bukanlah semata negara saja sebagai kesatuan, melainkan agen-agen yang terdiri dari konsumen, produsen, perusahaan, kelompok kepentingan, buruh dan lain sebagainya.22 Perdagangan internasional sendiri memiliki dorongan atau motivasi. Pertama adalah motivasi untuk mendapatkan profit yang lebih besar ketimbang pasar di dalam negeri. Keuntungan lebih yang diperoleh tersebut dapat menambah devisa. Selain itu, kerjasama dalam bidang perdagangan mampu menarik minat negara lain untuk berinvestasi. Perdagangan internasional berupa impor dan ekspor jika dikelola dengan profesionalitas maka akan memperkuat nilai mata uang dalam negeri. Keseimbangan permintaan valuta asing dengan penawaran akan terjaga bilamana bank sentral mempunyai cadangan devisa cukup sehingga mampu melakukan operasi pasar. Bank sentral pun dapat memainkan harga valuta asing menjadi tinggi atau rendah terhadap uang lokal satu dengan yang lainnya agar memacu ekspor negara bersangkutan. Bank sentral Jepang yang mempunyai cadangan devisa cukup besar senantiasa memainkan peranannya untuk menjaga nilai Yen menjadi rendah terhadap US Dollar karena dengan nilai Yen yang rendah dapat menekan biaya ekspor. Begitu juga yang terjadi pada Cina, kurs Yuan naik 0,11 persen menjadi 21 22 Herry Waluya. Ekonomi Internasional, PT. Rineka Cipta: Jakarta, 1995. Hal 3 Bob Sugeng Hadiwinata, politik bisnis Internasional. Yogyakarta: Liberty, 1991. Hal 120 26 6,6928 Yuan per Dollar AS pada perdagangan di Shanghai. Dengan kurs Yuan yang rendah, produk ekspor Cina jadi lebih murah.23 Kedua yaitu kelebihan dalam faktor produksi tertentu misalnya sumber daya tambang, pertanian, serta jasa. Ketika terjadi surplus barang disuatu negara dan ada negara lain yang membutuhkan maka terjadi perdagangan. Ketiga adalah mendapatkan barang yang efisien dalam hal pembuatan. Artinya pertukaran barang maupun jasa akan terjadi jika cost pruduksi di negara lain lebih murah. Dalam istilah perdagangan internasional disebut dengan keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif merupakan keunggulan suatu negara atau kawasan dalam memproduksi barang tertentu apabila biaya sosial untuk memproduksi barang tersebut lebih rendah dari pada di lakukan oleh negara atau kawasan lain atau dengan kata lain suatu negara sebaiknya mengekspor produk yang dapat di produksi lebih efisien dari yang di produksi negara lain dan mengimpor barang-barang yang biaya produksinya relatif lebih mahal. 24 Kemudian menurut J.S. Mill bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri pada ekspor barang tertentu bila negara itu memilki keunggulan komparatif terbesar dan akan mengimpor barang tertentu bila negara tersebut memiliki kerugian komparatif atau keunggulan kompararif terendah. Sedangkan dasar pemikiran David Ricardo adalah bahwa perdagangan antara dua negara akan terjadi bila masing-masing negara memilki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang yang berbeda. Sehingga penekanan Ricardo menyimpulkan tentang terjadinya 23 24 perdagangan internasional adalah perbedaan efesiensi atau Hu Jintao Bersuara Tegas Soal Yuan, Kompas, Rabu 3 November 2010. Tumpal Rumapea, 2000, Kamus Lengkap Perdagangan Internasional, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, hal.75 27 produktifitas relatif antar negara dalam memproduksi dua jenis barang atau lebih.25 Perdagangan internasional tidak lepas dengan apa yang disebut persaingan. Dimana beberapa produsen barang dan jasa berlomba mendapatkan perhatian pasar. Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa persaingan adalah usaha untuk menperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan oleh perseorangan (perusahaan, negara) pada bidang perdagangan, produksi persenjataan, dan sebagainya.26 Baik negara maupun perusahaan dalam melakukan aktifitas perdagangannya selalu berupaya untuk mencapai keuntungan dan penguasaan pasar. Hal ini membuat persaingan menjadi sebuah keniscayaan diatara aktoraktor tersebut. Sedangkan pengertian dari kompetisi atau persaingan itu sendiri dimaksudkan sebagai upaya perusahaan untuk saling bersaing satu sama lain dalam rangka memperebutkan pembeli untuk produk-produk mereka. Persaingan tersebut terjadi apabila setiap perusahaan memiliki keunggulan yang setara untuk mempengaruhi konsumen.27 Dalam persaingan produk dalam kegiatan ekspor impor yang cenderung homogen sebuah negara dituntut untuk memiliki keunggulan atas biaya dan juga produk yang unggul. Lebih lanjut Michael E. Porter menambahkan: 25 Tulus Tambunan, 2004, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Penerbit Ghalia Indonesia: Bogor, hal.57 26 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke 3. Balai Pustaka, Jakarta, 2001 27 Bob Sugeng Hadiwinata, op.cit, hal 36 28 Dalam persaingan global, suatu perusahaan (negara) dapat bertahan dan unggul hanya jika memiliki keunggulan atas biaya (cost-based advantage) dan keunggulan atas produk (cost-based advantage). Keunggulan atas biaya mencerminkan perusahaan (negara) beroprasi secara efesien, dan keunggulan atas produk indikasi perusahaan senantiasa melakukan penelitian dan pengembangan produk-produk baru inovatif.28 Perusahaan dan negara dalam mesiasati persaingan melihat secara jeli negara yan menjadi tujuan ekspor. Selain daripada kebijakan ekspor impor, harus pula melihat segmentasi pasar. Segmentasi pasar adalah proses membagi pasar ke dalam subset pelanggan yang mempunyai persamaan perilaku atau persamaan kebutuhan. Masing-masing subset mungkin akan dipilih sebagai pasar sasaran yang akan dicapai dengan strategi pemasaran yang berbeda. Proses tersebut dimulai dengan suatu basis segmentasi-faktor spesifik produk yang mencerminkan perbedaan-perbedaan dalam kebutuhan dan respon pelanggan terhadap variabel-variabel pemasaran (kemungkinakemungkinan tersebut adalah perilaku pembelian, cara pemakaian, manfaat yang dicari, tujuan, preferensi, atau loyalitas.29 Segmentasi demografi didasarkan pada karakteristik populasi yang dapat diukur, seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan. Sejumlah kecenderungan demografis global, seperti semakin sedikit pasangan yang menikah, semakin sedikit jumlah anak dalam keluarga, perubahan peran wanita, dan pendapatan serta standard hidup yang tinggi, merupakan pendorong munculnya segmen global. Bagi kebanyakan produk konsumen dan industri, pendapatan nasional merupakan satu-satunya variabel segmentasi yang paling penting dan indikator potensi pasar. 28 http://www.theindonesianinstitute.org/daily20502.html, diakses pada 11 Maret 2011 pkl 10.40 Wita 29 Warren J. Keegan. Mananjemen Pemasaran global, Edisi Keenam. Edisi Bahasa Indonesia. PT Prenhallindo, Jakarta 2003Hal 197 29 Pendekatan tradisional terhadap segmentasi demografik termasuk mengelompokkan negara menjadi segmen-segmen berpendapatan tinggi, sedang, dan rendah. Perusahaan biasanya menjadikan negara dengan tingkat pendapatan tertinggi sebagai targetnya.30 Produk-produk otomotif yang memiliki harga rendah merupakan salah satu daya tarik pembeli. Namun jumlah penduduk merupakan variabel terpenting lainnya selain pendapatan. ASEAN yang bependuduk sekitar 601 juta jiwa merupakan target pasar yang menarik. Usia adalah variabel lainnya yang sangat berguna. Salah satu segmen global didasarkan pada demografis adalah remaja global, orang muda yang berusia antara 12 sampai 19 tahun. Kaum remaja menunjukkan tingkah laku konsumsi yang secara mencolok konsisten melewati batas-batas negara karena kontak dan minat mereka akan mode, musik, dan gaya hidup remaja. Kaum muda sering melawan budaya-budaya mapan dan norma-norma sosial. Kenyataan tersebut, dikombinasikan dengan kebutuhan, kehendak yang kuat, dan fantasi universal yang dirasakan bersama (untuk merek, pengalaman baru, hiburan, produk trendi yang didasarkan citra), memungkinkan kaum muda sebagai objek pemasaran. Dan sedari muda, produsen dengan mudah membentuk budaya konsumtif. Segmen global yang lain adalah yang disebut elit: konsumen yang lebih tua, lebih makmur, yang banyak berpergian dan menpunyai uang untuk membeli produk bergengsi dengan citra eksklusif. 30 Ibid, hal 198 30 ASEAN sebagai tujuan ekspor Jepang dan Cina telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas pada tahun yang sama. Ini dengan segera diimplementsikan dengan pengurangan bebas atas hambatan non tarif. Sebagai ulasan awal dalam hal pembahasan kedepan, terdapat delapan macam hambatan perdagangan non tarif: 1. Kuota dan pengendalian perdagangan. Kuota yang dimaksud adalah pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah atau restreksi atas sejumlah unit atau nilai total dari produk atau kategori produk tertentu yang boleh diimpor. Penyimpangan perdagangan yang disebabkan oleh kuota lebih parah daripada akibat tarif, karena kuota terpenuhi, mekanisme harga pasar tidak diperkenankan untuk dipakai. Pengertian pengendalian perdagangan oleh negara merujuk pada praktek monopoli perdagangan dan komoditi tertentu 2. Kebijakan Diskriminasi Pembelian. Hal ini berbentuk aturan pemerintah dan regulasi administratif, seperti halnya kebijakan formal dan informal perusahaan, yang mendiskriminasi pemasok asing. 3. Prosedur bea masuk yang membatasi. Peraturan dan undang-undang untuk klarifikasi dan menentukan nilai komoditi sebagai dasar pengenaan bea masuk impor dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga penyelesaiannya menjadi sulit dan mahal. Pengurusan suratsurat mengenai impor dan ekspor yang panjang membebani dalam bentuk waktu dan uang. 31 4. Pengendalian Moneter Selektif dan Kebijakan Diskriminasi Kurs Mata Uang. Kebijakan diskriminasi kurs mata uang menyimpangkan perdagangan dengan cara yang sama seperti bea masuk impor selektif dan subsidi ekspor. Kebijakan moneter selektif mentapkan hambatan terhadap perdagangan. Misalnya, banyak negara dari waktu ke waktu meminta pengimpor untuk membayar deposit yang tidak mendapat bunga sebesar nilai barang yang diimpor, pengaruhnya, peraturan ini menaikkan harga barang luar negeri dengan biaya keuangan sebesar persyaratan deposit yang diminta. 5. Pembatasan Administrasi dan Peraturan Teknis. Ini mengenai peraturan antidumping, peraturan mengenai ukuran, serta peraturan keselamatan dan kesehatan. Beberapa dari peraturan ini dimaksudkan untuk menolak barang dari luar negeri, sementara yang lain diarahkan pada tujuan domestik yang sah. 6. Pertimbangan Akses Pasar untuk Pengimpor. Aspek seleksi ini mencakup serangkaian pengendalian nasional secara keseluruhan yang berlaku untuk barang yang diimpor. 7. Biaya Pengiriman. Persiapan ekspor dan biaya pengiriman dapat mempengaruhi potensi pasar untuk produk. Menilai Tingkat dan Mutu persaingan di Pasar potensial, Kecocokan Produk, dan Servis Perdagangan internasional yang demikian marak dan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi negara yang kemudian juga menjadi pendorong perdagangan internasional tersebut. Sebuah siklus yang selalu menjadi perhatian 32 karena setiap elemen saling menguatkan. Pertimbangan atas kebutuhan dan keuntungan yang diperoleh, maka banyak negara ikut terlibat dalam perdagangan internasional. Begitu pula yang terlihat dalam motivasi Jepang maupun Cina dalam perdagangan di ASEAN. 1.5. 1.5.1. Metode Penelitian Tipe Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Penulis melakukan studi kasus untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti. Dan kemudian melihat prospek perdagangan Jepang dan Cina dalam pusaran pasar ASEAN. 1.5.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperoleh merupakan data sekunder dan utamanya berasal dari berbagai literatur baik berupa buku, buletin, jurnal, artikel, surat kabar, website resmi, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data yang dibutuhkan antara lain mengenai perdagangan Jepang dan Cina di ASEAN terutama manufaktur. Strategi serta kebijakan politis yang dijalankan oleh kedua negara serta pelaku pasar masing-masing negara. 33 1.5.3. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dan informasi yang terkait dengan penelitian, penulis melakukan Library Research (penelitian perpustakaan), yaitu mengumpulkan informasi dan data melalui beberapa literature yang ada. Salah satunya adalah buku dan hasil penelitian yang terkumpul di perpusatakaan LIPI Jakarta. Beberapa buletin, jurnal, artikel, surat kabar seperti harian Kompas, website resmi dari Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Serta wawancara bersama ketua AISI, Bambang Supriadi. 1.5.4. Teknik Analisa Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya penulis analisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu suatu teknik analisis yang terfokus pada data non-matematis tetapi dalam bentuk skala yang rendah yaitu skala nominal atau interval yang kesemuanya dapat dikategorikan.