View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Konstelasi hubungan internasional selama Perang Dunia dan Perang
Dingin hanya melingkupi ruang yang terbatas. Hubungan yang terjalin hanya pada
tataran konflik, kesiagaan militer, perang, dan perdamaian yang saling berebut
(conflict and defense oriented). Kemudian juga hubungan tersebut sebatas
pengamanan dan perebutan wilayah, aliansi dan penjualan senjata. Dalam literatur
hubungan internasional, sistem internasional secara tradisional dideskripsikan
ibarat bola bilyar yang besar dan kecil berputar-putar secara konstan dan saling
berbenturan satu dengan yang lainnya dan bersifat dekstruktif.
Pada tataran praksisme, lebih kepada signifikansi peran diplomat dan elit
militer dalam percaturan politik internasional atau yang terkenal dengan istilah
low politics karena masalah-masalah yang menyangkut negara sangat penting.
Begitupun terhadap masalah-masalah lain yang selama ini
diabaikan juga
mendapat perhatian yang sama sebagai satu kesatuan dan totalitas dalam dimensi
hubungan internasional. Secara empiris, bahwa konsepsi-konsepsi yang bersifat
negara-sentris, orientasi konflik dan orientasi pertahananan cenderung bersifat
sepihak. Dalam hal ini, dunia berada pada kondisi perseteruan abadi, adagium
yang kuat menindas yang lemah sepertinya menemukan relevansinya ketika
melihat benturan yang terjadi.
2
Pada dasarnya, konflik yang melalui cara-cara militeristik tersebut
bertujuan untuk memperluas pengaruh politik dan juga kepentingan ekonomi.
Dunia pun berada dalam keadaan anarki yang tentu saja menimbulkan korban.
Konsep inilah yang menjadi basis kritik terhadap fakta empiris yang ada karena
dengan kerugian materil dan jiwa yang ditimbulkan, negara-negara menyadari
bahwa yang menjadi unsur utama dalam hubungan antar-pemerintah adalah
kerjasama ekonomi. Bahkan frekuensi hubungan kerjasama ekonomi jauh
melampui frekuensi kegiatan politik dan militer.
Pasca Perang Dingin konstelasi hubungan internasional menemukan
bentuk idealnya yaitu sistem multipolar. Kompleksitas ini berupa diasporanya
aktifitas dan aktor yang menjalankan agenda tersebut. Pusat-pusat ekonomi baru
seperti Cina dan India bermunculan sementara beberapa blok-blok ekonomi
seperti ASEAN semakin intens mengkonsolidasikan dirinya. Kegiatan ekonomi
menjadi intensif dilakukan dan menjadi perhatian bagi semua elemen, tidak saja
bagi pihak pemerintah atau negara tetapi juga bagi aktor-aktor non-pemerintah
seperti perusahaan, individu, lembaga kepentingan, dan lembaga swadaya
masyarakat..
Dalam praktek ekonomi, kadang-kadang negara masih menunjukkan peran
besarnya atau intervensi dalam kegiatan ekonomi melalui otoritas perumusan
regulasi namun ada pula negara yang memberikan ruang yang besar bagi
mekanisme pasar untuk menjalankan aktifitas ekonominya. Aspek yang
diperankan pemerintah berupa regulator guna mengurangi hambatan-hambatan
bagi pasar untuk berkembang dan menjaga keamanan serta perselisihan. Namun
3
di sisi lain peran negara yang otoriter memaksa setiap pihak dalam negeri
mengikuti campur tangan negara yang besar.
Secara politis, sebagian negara dalam melebarkan pengaruh dan
intervensinya ke negara lain menggunakan instrument ekonomi. Hal ini bisa kita
perhatikan dalam kebijakan embargo ekonomi yang dilakukan negara terhadap
negara lain. Ataupun sebaliknya, menggunakan kekuasaan guna kepentingan
ekonomi. Sangat jelas bahwa tidak ada tindakan politik bebas dari kepentingan
ekonomi dan tidak ada pula sebuah kebijakan ekonomi lepas dari kepentingan
politik. Dalam kajian Ilmu Hubungan Internasional, disiplin ilmu yang mengamati
perilaku negara dan swasta dalam memperoleh kekuasaan dan kekayaan adalah
pemikiran ekonomi politik internasional.
Ekonomi politik internasional ditandai dengan penyatuan antara sektor
ekonomi dan arena kebijakan politis. Landasannya mengacu pada interaksi yang
dinamis antara politik dan ekonomi. Dalam konteks ini, cenderung menjadikan
perburuan kekayaan tak lepas dari pengejaran kekuasaan yang dilakukan secara
serempak. Dimana pemberian bantuan ekonomi seperti investasi langsung
merupakan ajakan halus untuk masuk dalam lingkaran pengaruh kekuasaan.
Ataupun pihak swasta yang meminta legitimasi dari negara untuk meraup
keuntungan materi. Namun yang menjadi catatan penting adalah hubungan yang
direkomendasikan oleh kaum konservatif ini tidak selamanya bernilai positif.
Resiproksitas dalam hubungan-hubungan ekonomi politik diartikan semakin kaku
4
tanpa melihat disparitas power, kekayaan, ukuran, atau kedudukan internasional
dari masing-masing negara yang terlibat.1
Dalam ekonomi politik telah terjadi peleburan antara negara yang
berorientasi pada power ketimbang kekayaan dengan aktivitas swasta yang
condong pada keuntungan materi ketimbang power. Eksistensi paralel antara
negara (politik) dan pasar (ekonomi) menciptakan ketegangan fundamental
sekaligus hubungan resiprokal yang memberikan ciri pada ekonomi politik.
Ketegangan ini berupa perebutan pengelolaan sumber daya alam serta dampak
yang ditimbulkan baik positif maupun negatif. Selain itu pula campur tangan
negara terhadap pasar baik langsung maupun tidak langsung. Sehingga ekspansi
militer tergantikan perlahan dengan akifitas pelebaran pasar guna mendapatkan
keuntungan maksimal dari perdagangan internasional.
Pada tataran faktual, setiap negara berusaha untuk mendapatkan
keuntungan ekonomi secara makro. Semakin ketatnya perebutan akan kekuasaan
dan kekayaan diantara aktor-aktor hubungan internasional membawa implikasi
terhadap pola kerjasama dalam hubungan ekonomi. Proteksi negara bukan lagi
sekedar dalam batas teritorialnya saja, namun melebar hingga ke negara-negara
tetangga. Konsep ini bisa kita temukan dalam pengertian dari regionalisme atau
fungsionalisme. Negara-negara yang memprakasai organisasi berupaya keras
memaksimalkan pendapatan ekonomi wilayahnya. Langkah kongkretnya adalah
penguatan regulasi dalam mengatur arus barang dan jasa. Setiap negara anggota
berkomitmen mengurangi hambatan dan menambah peluang.
1
Walter Jones. Logika Hubungan Internasional. PT Gramedia. Jakarta:1993 hal 229
5
Pola kerjasama regional digunakan guna meningkatkan perekonomian
bersama. Selain menciptakan perjanjian internasional, sebagian negara melihat
potensi geografis dan geostrategis dalam tujuan penciptaan pasar potensial serta
saling menguntungkan. Sehingga beberapa negara yang kalah bersaing dalm skala
global bersatu dalam ikatan kawasan geografis. Tujuannya untuk mempersiapkan
diri dalam merebut pasar global yang dimulai dari kawasan terdekat (lingkaran
konsentris).
Fungsionalisme ini memunculkan suatu solusi operatif yang secara
bertahap akan mengarah kepada dunia yang damai, bersatu dan kooperatif. Kaum
fungsionalisme berargumen bahwa perang merupakan produk sistem internasional
yang diorganisir secara kasar. Mereka beranggapan bahwa sistem tersebut
didirikan di atas kecurigaan dan anarki serta menganggap perang sebagai jalan
keluar yang mudah diterima dalam penyelesaian perselisihan-perselisihan
internasional. Fungsionalis menyadari bahwa negara-negara memiliki kepentingan
yang tetap dan tidak akan mau membongkar kepentingan tersebut secara sukarela.
Lebih lanjut, mereka menganjurkan suatu tahapan pendekatan yang menuju
persatuan regional maupun global, yaitu suatu pendekatan yang dirancang untuk
mengisolasikan dan yang pada akhirnya akan membuat struktur institusional yang
kukuh namun akan menjadi usang, yang kita sebut sebagai negara bangsa.
Persatuan regional yang dimaksud merupakan organisasi kerjasama nonpolitis yang secara intens bergerak dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Apabila bidang-bidang tersebut digabungkan maka itulah yang disebut sektor
fungsional. Kerjasama dengan lingkup kecil tersebut dipandang lebih mudah
6
terbentuk ketimbang lembaga politik besar yang dapat mengganggu kedaulatan
negara-negara anggota. Munculnya fenomena ini akan mengarah pada sebuah
paradigma, dimana kepentingan kelompok menjadi yang utama atau dengan
perkataan lain, paradigma kepentingan yang ada. Pada giliranya akan memberikan
konstribusi bagi kepentingan nasional para anggota. Resep paradigma
kepentingan ditebus dalam bentuk kerjasama regional di berbagai kawasan atau
wilayah dunia saat ini yang akan mengarah kepada sifat pengelompokan diri
dalam konstelasi kepentingan regional bahkan global.
Integrasi tersebut menitik beratkan posisinya pada proses dimana
pemerintahan negara secara kooperatif bertalian bersama seiring dengan
perkembangan homogenitas kebudayaan, kebutuhan sosial ekonomi, dan
interdependensi
dengan
rumusan
penegakan
institusi
suprasional
yang
multidimensi demi pemenuhan kepentingan bersama yang hasilnya bukan saja
kesatuan ekonomi namun juga kesatuan politik dari negara-negara di tingkat
regional maupun global. Contoh regionalisme tersebut dapat kita lihat seperti Uni
Eropa dan ASEAN.
Uni Eropa merupakan contoh ideal dari regionalisme walaupun sekarang
mengalami permasalahan finansial akibat hutang Yunani.2 Pembentukan Uni
Eropa dilakukan dengan penandatanganan The Common Market Treaty di Roma
pada tanggal 25 Maret 1957 oleh enam negara, yakni Belgia, Republik Federasi
Jerman, Prancis, Italia, Luxembourg, dan Belanda. Hingga saat ini jumlah
anggotanya mencapai 25 negara. Tujuan utama didirikan UE adalah dengan
2
Kompas edisi Rabu 20 Juli 2011
7
menghilangkan segala macam hambatan, tidak hanya perdagangan, tetapi juga
dalam lalu lintas faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal atarsesama
anggota, dan menciptakan kerjasama yang optimal tidak hanya dalam bidang
ekonomi saja, tetapi diperluas dalam bidang sosial, politik, dan keamanan.
Kerjasama yang paling menentukan dalam perkembangan organisasi ini
adalah Maastricht Treaty yang lahir di Kota Maastricht Belanda pada bulan
Desember 1991. Isi perjanjiannya pertama adalah penyatuan Bank Sentral Eropa,
mata uang tunggal Euro, dan pasar tunggal Eropa. Selanjutnya pertemuan yang
melahirkan perjanjian Amsterdam yang ditandatangani pada tahun 1977 yang
menyatakan kebebasan perjalanan ke mana saja dalam wilayah Uni Eropa, bekerja
di mana saja di setiap negara anggota, serta memberikan kesempatan bagi Eropa
Tengah dan Eropa Timur untuk bergabung.3
Berbeda dengan Eropa, ASEAN lebih heterogen. Organisasi yang
dibentuk pada tahun 1967 ini memiliki sistem pemerintahan yang hampir beda di
setiap negaranya. Indonesia menganut paham demokrasi walaupun pada zaman
Orde Baru cenderung otoriter. Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam
menganut sistem kesultanan dan kerajaan. Myanmar masih berada pada rezim
militer yang represif. Bahkan ada negara yang masih menganut paham
komunisme dalam pemerintahannya seperti Laos dan Vietnam. Selain sistem
pemerintahan yang berbeda, kepemilikan sosial budaya pun sangat kaya dan
beragam.
3
Tulus Tambunan, Globlalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hal
220
8
Keadaan empiris tersebut membawa organisasi ini tidak lepas dari
benturan-benturan internal yang berimplikasi terhadap beberapa perjanjian yang
telah dirumuskan. Namun, seluruh anggota sadar dan paham bahwa ketika
organisasi ini solid maka keuntungan pun akan diperoleh. Konflik-konflik yang
mendera anggota ASEAN seiring sejalan terlupakan dengan terbentuknya
beberapa kerjasama di bidang ekonomi, dan perbatasan.
Pada tahun 2002 ASEAN memulai perjanjian perdagangan bebas.
Perjanjian ini dimaksudkan untuk memperkuat kerjasama diantara negara anggota
terutama masalah ekonomi dan merubah wajah Asia Tenggara menjadi pasar
regional yang luas. Menurut Hassan Wirayuda pembentukan ASEAN Free Trade
Area dianggap sebuah keberhasilan karena mencatat kenaikan aktifitas
perdagangan intra sebesar 14% setiap tahun pasca perjanjian.4 Kebanyakan negara
Asia, terutama negara-negara industri baru dan ASEAN sangat menghindari
proteksionisme. Dorongan ini merupakan semangat perubahan dari tekanan
aktifitas impor menuju aktivitas ekspor. Negara-negara industri baru terutama
ASEAN telah sadar bahwa aktifitas ekspor sebagai poin inti perdagangan. Untuk
menunjang hal tersebut, ASEAN membutuhkan iklim ekonomi yang lebih terbuka
untuk mempromosikan kerjasama dalam hubungan internasional.
Iklim ekonomi terbuka diciptakan ASEAN melalui perundinganperundingan dagang guna melebarkan ekspansi pasar domestiknya sekaligus
pencarian pasokan barang. Melebarkan pasar hingga ke luar batas teritorial bagi
negara berkembang tidak semudah menguasai pasar domestik. Persaingan yang
4
“____”ASEAN Menatap Masa Depan, 40 Tahun ASEAN. Dirjen Kerjasama ASEAN Deplu. 2007
9
ketat antara para pelaku ekonomi serta ditambah regulasi yang mengikat membuat
sebagian tetap menjadi pemain lokal. Untuk mensiasati faktor-faktor eksternal
tersebut maka beberapa negara melakukan perjanjian dagang. Dalam perjalanan
sejarah, lahirnya GATT dan organisasi internasional seperti WTO tak lepas dari
keinginan negara-negara untuk meraih keuntungan global.
Selain perjanjian perdagangan bebas intra ASEAN, pintu perdagangan
bebas untuk ekspansi pasar internasional semakin dibuka. Potensi pasar bebas
yang diterapkan ASEAN menjadikan kawasan ini sebagai tujuan dan mitra
dagang bagi para pelaku ekonomi. Sehingga banyak negara-negara di dunia
tertarik untuk melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN. Salah
satu contohnya, adalah Jepang yang telah melakukan kerjasama komprehensif
dengan ASEAN.
AJCEP atau ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership
merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Jepang
untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas.
Agenda besarnya adalah
menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik
tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan kentetuan
investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong
hubungan perekonomian kelompok AJCEP dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Jepang. Pembentukan perdagangan bebas
antara ASEAN dan Jepang terbentuk dari Joint Declaration of the Leaders of the
Comprehensive Economic Partnership between ASEAN and Japan yang
ditandatangani pada tanggal 5 November 2002, serta Framework for
10
Comprehensive Cooperation between ASEAN and Japan yang disahkan pada
tanggal 8 Oktober 2003.5
Secara historis, Jepang memiliki kedekatan dengan bangsa-bangsa di
ASEAN. Jauh sebelum perjanjian tersebut disahkan, Jepang sudah menguasai
pasar ASEAN dengan produk-produk inovatif terbarunya. Selain itu pula bantuanbantuan yang diberikan Jepang kepada negara-negara ASEAN lebih tinggi
ketimbang negara-negara di benua lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa,
kepentingan Jepang tentu saja menjaga serta mempererat kemanfaatan
pragmatisme.
Jika mengamati alur hitoris-empiris, Jepang muncul sebagai negara
mandiri dan maju karena kekuatan internal dalam merespon setiap masalah yang
terjadi. Bangsa Jepang dikenal dengan kerja keras serta nilai-nilai yang sangat
melekat kuat di setiap individunya. Kemajuan ini pun tak lepas dari peran
Amerika Serikat sebagai aliansi utama Jepang. Aliansi strategis tersebut
menjadikannya salah satu negara yang perekonomiannya kuat namun tanpa
ditopang oleh kekuatan militer.
Kekuatan ekonominya terletak pada kemajuan industri yang ditopang
strategi dan manajemen yang berbeda dengan Barat. Barat pun kagum dan
terpesona melihat kenyataan kemajuan industri Jepang yang dengan cepat berhasil
melakukan penetrasi ke pasar dunia, termasuk ke negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat yang sebelumnya adalah penggagas bidang strategi dan
5
Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Februari 2010
11
manajemen ekonomi. Karena selain bantuan ekonomi, Jepang pun banyak
mengadopsi kemajuan teknologi yang dimiliki barat. Dalam perjalananya, Jepang
pada tahun 1970-an telah memperoleh julukan yang tidak menggembirakan yaitu
“Economy Animal” dan setelah mengalami krisis pecahnya economic bubble di
sekitar tahun 1988-1992. Namun mampu bangkit lagi menjadi pemimpin ekonomi
Asia karena tetap mengandalkan industri sebagai basis produksi serta kemampuan
menembus pasar internasional.
Jepang yang menciptakan sejarah di ASEAN memiliki kepentingan jangka
panjang dengan negara-negara di lingkaran Pasifik ini. Sejarah Jepang di Asia
diawali dengan penaklukan para fasis Jepang untuk merebut pengaruh dan sumber
daya alam yang tidak dimiliki negaranya. Penjajahan yang memakan waktu
beberapa tahun saja namun meninggalkan penderitaan yang perih.
Pasca kemerdekaan negara-negara ASEAN, Pemerintah Jepang telah
menunjukkan perhatian khusus terhadap ASEAN sejak didirikanya badan ini
tahun 1967. Hal yang dilakukan adalah melakukan kegiatan perdagangan dan
bantuan ekonomi. Pada awalnya Jepang masih menerapkan kebijakan setengah
hati, sehingga pada saat itu Presiden Filipina Marcos menyampaikan keprihatinan
bersama Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand atas hambatanhambatan non-tarif yang dilakukan Jepang terhadap produk-produk dari kawasan
ini. Pesan ini disampaikan pada pertemuan para menteri ekonomi ASEAN ketiga
belas di Manila pada tahun 1982.6
6
Lim Hua Sing. Peranan Jepang di Asia, Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia, 2001. Hal 150
12
Secara intensif Jepang memberikan bantuan kepada negara-negara bekas
jajahannya di Asia Tenggara. Khususnya setelah apreasi yen yang fenomenal pada
musim gugur tahun 1985, FDI Jepang di ASEAN telah mendapatkan
momentumnya dan telah melampaui FDI Amerika Serikat di sejumlah negara
ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dengan demikian, selain
transfer investasi dan teknologi, Jepang pun memberikan pengetahuan manejerial
sebagai akibat keterlibatan aktif Jepang dalam kegiatan-kegiatan manufaktur dan
komersial di ASEAN.7 Di sisi lainnya, negara-negara di Asia Tenggara termasuk
negara-negara berkembang yang mengandalkan ekspor primer sebagai kegiatan
ekspor ke Jepang. Dari pasokan barang mentah ini kebutuhan dasar Jepang akan
selalu tersedia.
Pada era 80-an, Jepang mengandalkan ASEAN sebagai pemasok barang
mentah dan sebagai basis industri manufaktur sekaligus pasar bagi barang-barang
manufaktur.
Beberapa
dekade
sebelumnya,
sejumlah
fasisme
Jepang
menggunakan metode penjajahan untuk mendapatkan pasokan barang mentah dari
luar negeri. Selama Perang Dunia II, Jepang mengandalkan Cina dan Asia
Tenggara untuk pasokan minyak dan biji besi. Dari sudut pandang ASEAN,
perdagangan ekspor dan impornya dengan Jepang merupakan hal yang krusial.
ASEAN bergantung pada pasar Jepang maupun pasokan-pasokan dari Jepang.
Produk-produk Jepang berada dalam rating yang tinggi di kawasan ini karena
memiliki kualitas yang lebih baik dari produk-produk ASEAN itu sendiri.8
7
8
Ibid. Hal 185
Op Cit. Hal 160
13
Selain Jepang dalam melihat posisi startegis ASEAN, Sang Naga pun
mulai menaruh kebijakan perdagangannya di kawasan ini. Sebagai negara industri
baru, Cina melihat peluang ASEAN menjadi mitra strategis dalam perdagangan.
Sehingga gagasan mengenai perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan
Cina pun dicanangkan pada tahun 2003. Kemudian wacana tersebut diwujudkan
dalam bentuk Framework Agreement on Comprehensisive Economic Between
ASEAN and RRC pada tanggal 4 November 2004 oleh para kepala negara/kepala
pemerintahan ASEAN dan Cina, di Phnom Penh, Vietnam.9 Kesepakatan
bertujuan untuk menjadikan Asia Tenggara menjadi sebuah kawasan yang bebas
hambatan tarif impor. Pasca penandatanganan kesepakatan Phnom Penh pada 24
November 2004 maka dilanjutkan dengan perdagangan jasa yang ditandatangani
pada tanggal 14 Januari 2007 dan kesepakatan di bidang investasi disahkan pada
tanggal 15 Oktober 2009.
Cina juga pada beberapa dekade terakhir tampil sebagai kekuatan ekonomi
baru yang sanagat spektakuler. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi
selama tiga dekade, pada paruh pertama tahun 2010, Cina mampu mengungguli
Jepang dan menjadi kekuatan ekonomi baru di bawah Amerika Serikat. Hasil ini
diperoleh dari perbandingan tipis pendapatan Cina sebesar 1,33 triliun dollar AS
sedangkan Jepang sebesar 1,28 dollar AS.10 Lemahnya perekonomian Jepang
pada awal 2010 membawa Cina menggungguli Jepang di depan. Kelemahan
Jepang tersebut dimanfaatkan dalam substitusi produk-produk Cina. Namun Cina
masih dikatakan negara berkembang karena itu masih memilki ruang yang sangat
9
Jurnal Sosial Demokrasi, vol 8, Februari-Juni 2010, hal 6
Cina Berupaya Pertahankan Pencapaiannya. Kompas, edisi Rabu 02 Februari 2011
10
14
luas untuk berkembang. Industri Cina juga berusaha menciptakan daya beli
masyarakat domestik dan juga mencari pasar internasional.
Berlakunya free trade area antara ASEAN dengan mitra wicara
tergantung kesiapan yang dimiliki anggota sehingga waktu penerapan kebijakan
berbeda. Untuk perdagangan bebas antara ASEAN dengan Jepang telah berlaku
pada tahun 2007 untuk ASEAN-6 dan bagi Kamboja, Laos, Myanmar, dan
Vietnam ditunda hingga 2012. Begitu pula perdagangan bebas dengan Cina yang
berlaku pada tahun 2010 untuk ASEAN-6 dan untuk Kamboja, Laos, Myanmar,
dan Vietnam jatuh pada tahun 2015.11 Ini didasari oleh persiapan-persiapan guna
mempersiapkan industri dalam negeri agar mampu bersaing.
Dengan kekuatan ekonomi baru Cina yang menjadikan industri
manufaktor andalan ekspor ke ASEAN, telah menciptakan lanskep bisnis baru
pula. Peran besar Jepang dalam perekonomian ASEAN terutama bidang ekspor
dan impor mulai mengalami hambatan substitusioner dari Cina. Hasil karya
intelektual para teknokrat Cina menambah pilihan konsumtif masyarakat ASEAN.
Persaingan antara produk Jepang dan Cina tergambar jelas pada produkproduk manufaktur. Mayoritas berada pada barang-barang elektronik. Dari data
berikut bisa kita peroleh gambaran faktual. Untuk impor dari Cina tahun 2006
adalah bernilai 74.951,0 dan tahun 2007 bernilai 93.172,7 sedangkan 2008 senilai
106.976,6 sedangkan Jepang untuk tahun 2006 bernilai 80.495,6 dan untuk tahun
11
Edi Suharto, Piagam ASEAN: Babak Baru Transformasi Organisasi. Makalah yang disampaikan
dalam seminar bertemakan “Menatap ASEAN Community 2015” di Hotel Sahid Jaya
tanggal 27 November 2008, Makassar.
15
2007 senilai 87.923,9 serta tahun 2008 bernilai 107.116,4. Saling kejar mengejar
dalam memperebutkan wilayah perdagangan jelas diperlihatkan oleh kedua negara
ini. Pada tahun 2007, nilai impor Cina mengalahkan Jepang dengan perbandingan
93.172,7 dan 87.923,9. Namun untuk tahun berikutnya, Jepang mampu menggeser
Cina dengan perbandingan nilai 107.116,4 dan 106.976,6.12
Persentase nilai ekspor ke ASEAN dari Jepang dan Cina pada tahun 2008
adalah seimbang berada pada level 12,9% yang pada tahun 2007 Cina berhasil
mengguli Jepang pada level 12,4% dan 11,7%. Nilai ini berada di tingkat kedua
setelah perdagangan intra ASEAN pada tahun 2008 dengan nilai 25,9%.
Kemudian EU-25 berada pada level 10,8% setingkat lebih tinggi dari Amerika
Serikat yang berada pada posisi 9,6%. Level di atas yang saling mendahului
menunjukan minat Jepang dan Cina dalam menjadikan ASEAN sebagai patner
dagang.13
Salah satu impor dari Cina dan Jepang adalah industri sepeda motor. Di
Indonesia sendiri, keberadaan motor Cina yang baru sebagai kendaraan alternatif
sudah berada dalam jajaran produk yang menjadi incaran. Sukses sepeda motor
Cina dalam memasuki pasar Jawa tampak jelas dalam respon pasar. Sebagaimana
terlihat dalam tabel 1 bahwa pada tahun 2000 sepeda motor buatan Cina
menguasai 20 % pasar Jawa. Angka ini melebihi andil pelaku pasar yang telah
mapan, seperti Yamaha dan Suzuki, yang masing-masing menguasai 17% dan
15%.
12
13
ASEAN Statistical Yearbook, 2008. Dalam 1000 USD
Ibid, hal 98
16
Table 1
Penjualan sepeda motor di Indonesia
No
1
2
3
Jenis Produk
Frekuensi
Motor Jepang14
Motor Cina
20,0 %
Lainnya
2,2 %
Jumlah
100%
Sumber : Nawiyanto. Matahari Terbit dan Tirai Bambu: Persaingan Dagang
Jepang-Cina di Jawa Pasca Krisis 1930-an dan 1997-an. Yogyakarta:
Penerbit Ombak, 2010.
Selain itu, persaingan antara Jepang dan Cina nampak kontras di
Myanmar. Pasca kudeta yang dilakukan pihak militer tahun 1988 yang berhasil
menggulingkan kekuasaan setempat. Batuan luar negeri Jepang berupa ODA
menurun sebagai bentuk protes terhadap kudeta. Hal ini tak lepas dari tekanan
sekutu Jepang di Barat terutama Amerika Serikat. Akhirnya muncul Cina sebagai
pendukung utama pemerintahan dari segi bantuan investasi dan kegiatan
perdagangan. Hasilnya kita bisa melihat laporan yang ditampilkan oleh IMF,
bahwa sejak kudeta tersebut produk impor Cina di Myanmar meningkat tajam
dibanding produk impor Jepang yang semakin menurun.15
Tabel.2
Perbandingan Impor Cina dan Jepang Tahun 2007 di ASEAN
2007
Komoditas
Cina
Value
Share
(3)
(4)
27.697,4 29,7
(2)
Mesin Elektronik, alat-alat
pengeras suara; televise
Reaktor nuklir, pendidih, 20.472,5
mesin and alat-alat mekanis
14
15
22,0
Jepang
Value
Share
(5)
(6)
23.497,3 26,7
18.464,2
21,0
Catatan: Motor Jepang Honda 43,2 %, Yamaha 17,0 %, Suzuki 14,5 %, Kawasaki 2,6 %
IMF, Direction of Trade
17
Total
48.069,9 51,7
Sumber: ASEAN Trade Statistics Database
41.961,5
47,7
Dari tabel di atas tergambar jelas bahwa Cina telah mengguguli Jepang
dalam bidang alat-alat elektronik dan mekanis. Pada tahun 2007 nilai impor Cina
untuk mesin elektronik, alat-alat pengeras suara dan televisi berada pada level
27.697,4 lebih tinggi daripada Jepang dengan level 23.497,3. Untuk keperluan
industri, Cina pun masih menggungguli dengan angka 20.472,5 kemudian Jepang
pada posisi 18.464,2. Dari data ini mengindikasikan bahwa Cina mulai
mengandalkan industri sebagai basis produksinya serta menjadikan ASEAN
sebagai pasar sekaligus menggeser posisi Jepang yang mapan.
Persaingan antara Jepang dan Cina dijelaskan dengan baik oleh formasi
“angsa terbang”, istilah yang dipopulerkan oleh cendikiawan Jepang Kaname
Akamatsu pada tahun 1930-an dan ditinjau kembali dalam bukunya tahun 1961 A
Theory of Unbalanced Growth in the World Economy. Buku ini menjelaskan
formasi angsa-angsa terbang dalam bentuk “V” terbalik sebagai gambaran bahwa
kebersaingan awalnya semakin baik dan kemudian melemah seiring dengan
kemajuan suatu negara.
Industri-industri akan dipaksa bergeser dari negara-negara maju ke negaranegara yang kurang maju dimana biayanya lebih rendah. Model angsa terbang ini
menunjukkan dinamika ekonomi dari ekspansi Jepang sebagai pemimpin negaranegara industri baru (newly industrialized economies/NIEs) dan lebih jauh ke Asia
Tenggara, Cina, dan Asia Selatan. Namun, dalam tahun belakangan ini, lanskap
18
ekonomi politik Asia telah banyak berubah, terutama terpengaruh oleh negara
adidaya ekonomi baru yaitu Cina.
Persaingan dagang antara Jepang dan Cina berhubungan langsung dengan
kepentingan dan kehidupan masyarakat negara-negara ASEAN. Kegiatan bisnis
Jepang dan Cina merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan
perekonomian ASEAN. Persedian barang dan distribusinya tergantung pasokan
dari Jepang dan Cina dan sebaliknya ASEAN menjadi tambang emas
perekonomian Jepang dan Cina. Terlebih lagi, pasar Jepang dan Cina merupakan
destinasi produk-produk negara-negara ASEAN. Hal ini bisa kita lihat dalam
frekuensi perdagangan antar kedua kawasan. Kontribusi perdagangan impor
Jepang dan Cina di ASEAN cukup berpengaruh. Sehingga kebangkitan ekonomi
Cina diharapkan menjadikan persaingan di antara dua raksasa ekonomi Asia
tersebut membesar. Implikasi tersebut membawa pengaruh signifikan serta
progresifitas yang menjadikan ASEAN mengalami kemajuan.
Secara khusus penelitian tentang persaingan dagang Jepang dan Cina ini
akan menjelaskan bahwa peguasaan pasar dapat diruntuhkan pada waktu dan
tempat tertentu. Nawiyanto secara empirik historistik mendeskripsikan persaingan
Jepang dan Cina dalam spektrum tanah Jawa yang selalu melahirkan pemenang
dan pecundang. Dalam kajian ini pula kita akan melihat aktifitas negara dalam
membuka pasar bagi industri domestiknya di ASEAN.16
16
Nawiyanto. Matahari Terbit dan Tirai Bambu: Persaingan Dagang Jepang-Cina di Jawa
Pasca Krisis 1930-an dan 1997-an. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2010, hal
19
1.2.
1.2.1
Batasan dan Rumusan Masalah
Batasan Masalah
Kajian ini menelaah mengenai persaingan dagang antara Cina dan Jepang
di ASEAN pasca penandatanganan perjanjian bebas dengan kedua negara. Kajian
ini pula menyajikan drama persaingan diantara dua negara yang memiliki
kepentingan dagang di ASEAN serta ancaman yang ditimbulkan satu sama lain.
Aktor yang diteliti adalah negara Jepang dan Cina. Terhadap faktor eksternal
berupa persaingan dagang dari negara lain maupun terhadap persaingan internal
dalam kelompok di negara masing-masing tidak dikaji lebih jauh. Fokus perhatian
dalam kajian ini adalah tidak mendiskusikan konteks ekonomis dan politik secara
luas ataupun manajemen perusahaan secara khusus. Namun berfokus pada
strategis inovatif bangsa Cina dan Jepang dalam memperebutkan pengaruh dalam
merebut kepentingan di bidang perdagangan.
Memperebutkan pengaruh tersebut dikerucutkan menjadi studi kasus.
Negara yang akan dikaji adalah Indonesia dan Vietnam. Alasan Indonesia karena
produk otomotif Jepang merajai pasar Indonesia, dan sebaliknya di Vietnam
produk Cina yang menguasai.
1.2.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka penelitian ditunjukkan untuk
menjawab pertanyaan sebagai berikut:
20
1. Bagaimana posisi strategis ASEAN bagi Perdagangan Jepang dan Cina?
2. Bagaimana strategi persaingan yang digunakan oleh Jepang dan Cina di
pasar ASEAN guna memenangi perdagangan?
3. Bagaimana prospek ekspor Jepang dan Cina di pasar ASEAN?
1.3.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yang ingin dicapai adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui posisi strategis ASEAN bagi Perdagangan Jepang dan
Cina.
2. Untuk mengetahui
strategi persaingan dagang yang digunakan oleh
Jepang dan Cina di ASEAN
3. Untuk mengetahui prospek ekspor Jepang dan Cina ke ASEAN.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memilki manfaat praktis dan kegunaan akademis:
1. Penelitian ini sebagai ajang pengembangan kemampuan analisis
mengenai permasalahan dan fenomena hubungan internasional
terutama di bidang perdagangan
2. Penelitian ini diharapkan sebagai bahan rujukan bagi pemerintah guna
melihat kecenderungan pasar dan ekonomi serta menerapkannya dalam
kebijakan-kebijakan praksis.
21
3. Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan para pelaku pasar agar bisa
lebih proaktif dalam melihat sebuah persaingan dan strategi yang
dilakukan oleh Jepang dan Cina dalam perebutan pangsa pasar.
4. Penelitian ini diharapkan menjadi kajian-kajian akademis serta diskusidiskusi kelas yang dilakukan oleh para mahasiswa dan dosen.
1.4.
Kerangka Konseptual
Ekonomi politik menyajikan kajian atas aspek-aspek proses ekonomi yang
terwujud dalam teori-teori ekonomi dan politik yang teoritis, yang bukan sekedar
memutar sejarah dan gambaran ekonomi belaka. Ekonomi politik tidak sematamata mempelajari rumusan ekonomi deskriptif secara kuantitatif ataupun
penjabaran kaku dalam lingkup politik domestik dan global. Akan tetapi, elemenelemen ilmu tersebut saling merekatkan satu sama lain karena generalisasigeneralisasi dari ekonomi dan politik akan sangat mungkin mencerminkan
realitas.
Dalam kasus ini, penulis mencoba mengkaji bagian dari ekonomi politik
yaitu politik ekonomi. Menurut F. Hartog dalam bukunya Leerboek der
Economische Politiek, menyebutkan bahwa politik ekonomi pemerintah meliputi
bermacam-macam aktivitas ekonomi yang dilakukan pihak swasta, di mana
politik ekonomi berusaha untuk mempengaruhinya. Kemudian disebutkan bahwa
di dalam kehidupan politik terdapat sejumlah tindakan ekonomi misalnya
produksi, konsumsi impor dan ekspor, yang berhubungan satu sama lain dan
bersama-sama membentuk proses ekonomi. Namun dalam pandangan Herbert
Giersch yang menyatakan bahwa politik ekonomi adalah semua usaha, perbuatan,
22
dan tindakan dengan maksud mengatur, mempengaruhi atau langsung menetapkan
jalannya kejadian-kejadian ekonomi di dalam suatu negara, daerah atau wilayah.
Ruang lingkup politik ekonomi mencakup nasional, regional, dan internasional.17
Dalam kegiatan ekonomi suatu negara tidak lepas dari hubungan
kerjasama ekonomi dengan negara lain. Hal tersebut dikarenakan saling
membutuhkan dan keinginan mendapatkan keuntungan dari interaksi ekonomi
antar negara. Dalam kerjasama ekonomi internasional terdapat berbagai bentuk
kerjasama, salah satunya adalah kerjasama perdagangan luar negeri antara satu
negara dengan negara lainnya. Perdagangan luar negeri dapat memberikan
sumbangan
berupa
devisa
yang
pada
akhirnya
mampu
meningkatkan
perkembangan ekonomi sebuah negara.18
Perdagangan internasional merupakan salah satu ranah kajian ekonomi
liberal. Dalam pandangan Gilpin bahwa yang disebut dengan ekonomi liberal
adalah doktrin dan serangkaian prinsip dalam mengorganisasi dan mengatur
pertumbuhan ekonomi, dan kesehjateraan individu. Ini yang penulis sejak awal
katakan merupakan aliran konservatif. Adam smith merumuskan penyebab
perdagangan internasional adalah:
Hubungan perdagangan dari dua negara pada umumnya terjadi karena
terdapat perbedaan biaya mutlak, yaitu perbedaan biaya yang terjadi
(ditimbulkan) oleh faktor-faktor khusus yang dimiliki oleh suatu negara
17
Yanuar Ikbar. Ekonomi Politik Internasional 2-Implementasi Konsep dan Teori. Bandung: Refika
Aditama, 2007, hal 118
18
Sudono Sukino, Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, Jakarta: LPTEUI,
1985 hal 225
23
saja dan tidak dimiliki oleh negara lain, misalnya faktor keadaan dan
kekayaan alam yang menguntungkan sesuatu negara saja.19
Kemudian Ricardo menambahkan bahwa perdagangan bebas yaitu
aktivitas komersial yang dijalankan secara bebas dari perbatasan nasional yang
akan membawa keuntungan bagi semua yang terlibat di dalamnya. Sehingga Paul
Samuelson memiliki harapan akan terjadi keseimbangan pendapatan dalam
perdagangan terjadi diantara negara maju dan terbelakang.20 Semakin kuat
kesiapan suatu negara dalam perdagangan internasional semakin strategis kegiatan
perekonomian suatu negara. Negara-negara melakukan perdagangan internasional
karena dua alasan :
1.
Setiap negara mempunyai keunggulan komparatif yang berbeda-beda,
sehingga dengan melakukan perdagangan maka keuntungan perdagangan
(gains from trade) akan diterima kedua belah pihak.
2.
Negara melakukan perdagangan dengan tujuan mencapai skala ekonomi
(economies of scale) dalam produksi. Maksudnya adalah apabila setiap
negara hanya menghasilkan barang tertentu (spesialisasi), maka mereka dapat
menghasilkan barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya
lebih efisien dibandingkan jika negara tersebut memproduksi seluruh jenis
barang.
19
Drs. Sobri. Ekonomi Internasional, Teori, Masalah dan Kebijaksanaannya, Yogyakarta: BPFE-UII,
1997, hal 27
20
Jackson, Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005: hal 235
24
Pada tingkat sederhana, suatu negara akan mengimpor komoditas yang
tidak dihasilkannya dan mengekspor komoditas yang melebihi pasar domestik.
Komoditas produk primer yang menjadi kebutuhan negara industri seperti minyak
akan diimpor oleh negara maju yang kemudian menjual produk-produk
manufaktur yang dihasilkan secara efesien di negaranya. Sebagian negara masuk
dalam arena perdagangan internasional dalam beberapa produk telah berusaha
mendapatkan pengaruh di pasar domestik serta memproduksi barang dengan
harga yang murah guna memenangkan persaingan di pasar internasional.
Semua negara, termasuk Jepang dan Cina memiliki peluang untuk
persaingan perdagangan dalam pasar ASEAN. Peranan negara sebagai salah satu
aktor dalam perdagangan internasional adalah sangat penting, karena pasar
bergantung pada negara yang membuat peraturan dan pajak bagi barang atau
produk tertentu yang tidak dapat dibuat oleh pasar. Argumen ini dikuatkan oleh
Robert Gilpin bahwa pasar tidak dapat berkembang dalam memproduksi dan
mendistribusikan barang dan pelayanan tanpa keberadaan negara sebagai syarat
utama.
Perdagangan internasional dapat juga didefenisikan terdiri dari kegiatankegiatan perniagaan dari suatu negara asal atau country of origin yang melintasi
perbatasan menuju suatu negara tujuan atau country of destination yang dilakukan
oleh perusahaan MNC untuk melakukan perpindahan barang dan jasa,
perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan teknologi (pabrik) dan
25
perpindahan merek dagang.21 Hal ini diperkuat oleh peryataan Robert Cox dan
Stepenhan Gill bahwa unit analisa yang dipakai dalam transaksi dagang antar
negara seharusnya bukanlah semata negara saja sebagai kesatuan, melainkan
agen-agen yang terdiri dari konsumen, produsen, perusahaan, kelompok
kepentingan, buruh dan lain sebagainya.22
Perdagangan internasional sendiri memiliki dorongan atau motivasi.
Pertama adalah motivasi untuk mendapatkan profit yang lebih besar ketimbang
pasar di dalam negeri. Keuntungan lebih yang diperoleh tersebut dapat
menambah devisa. Selain itu, kerjasama dalam bidang perdagangan mampu
menarik minat negara lain untuk berinvestasi.
Perdagangan internasional berupa impor dan ekspor jika dikelola dengan
profesionalitas maka akan memperkuat nilai mata uang dalam negeri.
Keseimbangan permintaan valuta asing dengan penawaran akan terjaga bilamana
bank sentral mempunyai cadangan devisa cukup sehingga mampu melakukan
operasi pasar. Bank sentral pun dapat memainkan harga valuta asing menjadi
tinggi atau rendah terhadap uang lokal satu dengan yang lainnya agar memacu
ekspor negara bersangkutan.
Bank sentral Jepang yang mempunyai cadangan devisa cukup besar
senantiasa memainkan peranannya untuk menjaga nilai Yen menjadi rendah
terhadap US Dollar karena dengan nilai Yen yang rendah dapat menekan biaya
ekspor. Begitu juga yang terjadi pada Cina, kurs Yuan naik 0,11 persen menjadi
21
22
Herry Waluya. Ekonomi Internasional, PT. Rineka Cipta: Jakarta, 1995. Hal 3
Bob Sugeng Hadiwinata, politik bisnis Internasional. Yogyakarta: Liberty, 1991. Hal 120
26
6,6928 Yuan per Dollar AS pada perdagangan di Shanghai. Dengan kurs Yuan
yang rendah, produk ekspor Cina jadi lebih murah.23
Kedua yaitu kelebihan dalam faktor produksi tertentu misalnya sumber
daya tambang, pertanian, serta jasa. Ketika terjadi surplus barang disuatu negara
dan ada negara lain yang membutuhkan maka terjadi perdagangan. Ketiga adalah
mendapatkan barang yang efisien dalam hal pembuatan. Artinya pertukaran
barang maupun jasa akan terjadi jika cost pruduksi di negara lain lebih murah.
Dalam istilah perdagangan internasional disebut dengan keunggulan komparatif.
Keunggulan komparatif merupakan keunggulan suatu negara atau
kawasan dalam memproduksi barang tertentu apabila biaya sosial untuk
memproduksi barang tersebut lebih rendah dari pada di lakukan oleh
negara atau kawasan lain atau dengan kata lain suatu negara sebaiknya
mengekspor produk yang dapat di produksi lebih efisien dari yang di
produksi negara lain dan mengimpor barang-barang yang biaya
produksinya relatif lebih mahal. 24
Kemudian menurut J.S. Mill bahwa suatu negara akan mengkhususkan
diri pada ekspor barang tertentu bila negara itu memilki keunggulan komparatif
terbesar dan akan mengimpor barang tertentu bila negara tersebut memiliki
kerugian komparatif atau keunggulan kompararif terendah. Sedangkan dasar
pemikiran David Ricardo adalah bahwa perdagangan antara dua negara akan
terjadi bila masing-masing negara memilki biaya relatif yang terkecil untuk jenis
barang yang berbeda. Sehingga penekanan Ricardo menyimpulkan tentang
terjadinya
23
24
perdagangan
internasional
adalah
perbedaan
efesiensi
atau
Hu Jintao Bersuara Tegas Soal Yuan, Kompas, Rabu 3 November 2010.
Tumpal Rumapea, 2000, Kamus Lengkap Perdagangan Internasional, PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta, hal.75
27
produktifitas relatif antar negara dalam memproduksi dua jenis barang atau
lebih.25
Perdagangan internasional tidak lepas dengan apa yang disebut
persaingan. Dimana beberapa produsen barang dan jasa berlomba mendapatkan
perhatian pasar. Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa persaingan
adalah usaha untuk menperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan
oleh perseorangan (perusahaan, negara) pada bidang perdagangan, produksi
persenjataan, dan sebagainya.26
Baik
negara
maupun
perusahaan
dalam
melakukan
aktifitas
perdagangannya selalu berupaya untuk mencapai keuntungan dan penguasaan
pasar. Hal ini membuat persaingan menjadi sebuah keniscayaan diatara aktoraktor tersebut. Sedangkan pengertian dari kompetisi atau persaingan itu sendiri
dimaksudkan sebagai upaya perusahaan untuk saling bersaing satu sama lain
dalam rangka memperebutkan pembeli untuk produk-produk mereka. Persaingan
tersebut terjadi apabila setiap perusahaan memiliki keunggulan yang setara untuk
mempengaruhi konsumen.27
Dalam persaingan produk dalam kegiatan ekspor impor yang cenderung
homogen sebuah negara dituntut untuk memiliki keunggulan atas biaya dan juga
produk yang unggul. Lebih lanjut Michael E. Porter menambahkan:
25
Tulus Tambunan, 2004, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Penerbit Ghalia Indonesia:
Bogor, hal.57
26
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke 3. Balai Pustaka, Jakarta, 2001
27
Bob Sugeng Hadiwinata, op.cit, hal 36
28
Dalam persaingan global, suatu perusahaan (negara) dapat bertahan dan
unggul hanya jika memiliki keunggulan atas biaya (cost-based advantage)
dan keunggulan atas produk (cost-based advantage). Keunggulan atas
biaya mencerminkan perusahaan (negara) beroprasi secara efesien, dan
keunggulan atas produk indikasi perusahaan senantiasa melakukan
penelitian dan pengembangan produk-produk baru inovatif.28
Perusahaan dan negara dalam mesiasati persaingan melihat secara jeli
negara yan menjadi tujuan ekspor. Selain daripada kebijakan ekspor impor, harus
pula melihat segmentasi pasar.
Segmentasi pasar adalah proses membagi pasar ke dalam subset
pelanggan yang mempunyai persamaan perilaku atau persamaan
kebutuhan. Masing-masing subset mungkin akan dipilih sebagai pasar
sasaran yang akan dicapai dengan strategi pemasaran yang berbeda.
Proses tersebut dimulai dengan suatu basis segmentasi-faktor spesifik
produk yang mencerminkan perbedaan-perbedaan dalam kebutuhan dan
respon pelanggan terhadap variabel-variabel pemasaran (kemungkinakemungkinan tersebut adalah perilaku pembelian, cara pemakaian,
manfaat yang dicari, tujuan, preferensi, atau loyalitas.29
Segmentasi demografi didasarkan pada karakteristik populasi yang dapat
diukur, seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan.
Sejumlah kecenderungan demografis global, seperti semakin sedikit pasangan
yang menikah, semakin sedikit jumlah anak dalam keluarga, perubahan peran
wanita, dan pendapatan serta standard hidup yang tinggi, merupakan pendorong
munculnya segmen global. Bagi kebanyakan produk konsumen dan industri,
pendapatan nasional merupakan satu-satunya variabel segmentasi yang paling
penting dan indikator potensi pasar.
28
http://www.theindonesianinstitute.org/daily20502.html, diakses pada 11 Maret 2011 pkl
10.40 Wita
29
Warren J. Keegan. Mananjemen Pemasaran global, Edisi Keenam. Edisi Bahasa Indonesia. PT
Prenhallindo, Jakarta 2003Hal 197
29
Pendekatan
tradisional
terhadap
segmentasi
demografik
termasuk
mengelompokkan negara menjadi segmen-segmen berpendapatan tinggi, sedang,
dan rendah. Perusahaan biasanya menjadikan negara dengan tingkat pendapatan
tertinggi sebagai targetnya.30 Produk-produk otomotif yang memiliki harga rendah
merupakan salah satu daya tarik pembeli. Namun jumlah penduduk merupakan
variabel terpenting lainnya selain pendapatan. ASEAN yang bependuduk sekitar
601 juta jiwa merupakan target pasar yang menarik.
Usia adalah variabel lainnya yang sangat berguna. Salah satu segmen
global didasarkan pada demografis adalah remaja global, orang muda yang
berusia antara 12 sampai 19 tahun. Kaum remaja menunjukkan tingkah laku
konsumsi yang secara mencolok konsisten melewati batas-batas negara karena
kontak dan minat mereka akan mode, musik, dan gaya hidup remaja. Kaum muda
sering melawan budaya-budaya mapan dan norma-norma sosial.
Kenyataan tersebut, dikombinasikan dengan kebutuhan, kehendak yang
kuat, dan fantasi universal yang dirasakan bersama (untuk merek, pengalaman
baru, hiburan, produk trendi yang didasarkan citra), memungkinkan kaum muda
sebagai objek pemasaran. Dan sedari muda, produsen dengan mudah membentuk
budaya konsumtif. Segmen global yang lain adalah yang disebut elit: konsumen
yang lebih tua, lebih makmur, yang banyak berpergian dan menpunyai uang untuk
membeli produk bergengsi dengan citra eksklusif.
30
Ibid, hal 198
30
ASEAN sebagai tujuan ekspor Jepang dan Cina telah menandatangani
perjanjian perdagangan bebas pada tahun yang sama. Ini dengan segera
diimplementsikan dengan pengurangan bebas atas hambatan non tarif. Sebagai
ulasan awal dalam hal pembahasan kedepan, terdapat delapan macam hambatan
perdagangan non tarif:
1. Kuota dan pengendalian perdagangan. Kuota yang dimaksud adalah
pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah atau restreksi atas
sejumlah unit atau nilai total dari produk atau kategori produk tertentu
yang boleh diimpor. Penyimpangan perdagangan yang disebabkan oleh
kuota lebih parah daripada akibat tarif, karena kuota terpenuhi,
mekanisme harga pasar tidak diperkenankan untuk dipakai. Pengertian
pengendalian perdagangan oleh negara merujuk pada praktek
monopoli perdagangan dan komoditi tertentu
2. Kebijakan Diskriminasi Pembelian. Hal ini berbentuk aturan
pemerintah dan regulasi administratif, seperti halnya kebijakan formal
dan informal perusahaan, yang mendiskriminasi pemasok asing.
3. Prosedur bea masuk yang membatasi. Peraturan dan undang-undang
untuk klarifikasi dan menentukan nilai komoditi sebagai dasar
pengenaan bea masuk impor dapat dilakukan sedemikian rupa
sehingga penyelesaiannya menjadi sulit dan mahal. Pengurusan suratsurat mengenai impor dan ekspor yang panjang membebani dalam
bentuk waktu dan uang.
31
4. Pengendalian Moneter Selektif dan Kebijakan Diskriminasi Kurs Mata
Uang. Kebijakan diskriminasi kurs mata uang menyimpangkan
perdagangan dengan cara yang sama seperti bea masuk impor selektif
dan subsidi ekspor. Kebijakan moneter selektif mentapkan hambatan
terhadap perdagangan. Misalnya, banyak negara dari waktu ke waktu
meminta pengimpor untuk membayar deposit yang tidak mendapat
bunga sebesar nilai barang yang diimpor, pengaruhnya, peraturan ini
menaikkan harga barang luar negeri dengan biaya keuangan sebesar
persyaratan deposit yang diminta.
5. Pembatasan Administrasi dan Peraturan Teknis. Ini mengenai
peraturan antidumping, peraturan mengenai ukuran, serta peraturan
keselamatan dan kesehatan. Beberapa dari peraturan ini dimaksudkan
untuk menolak barang dari luar negeri, sementara yang lain diarahkan
pada tujuan domestik yang sah.
6. Pertimbangan Akses Pasar untuk Pengimpor. Aspek seleksi ini
mencakup serangkaian pengendalian nasional secara keseluruhan yang
berlaku untuk barang yang diimpor.
7. Biaya Pengiriman. Persiapan ekspor dan biaya pengiriman dapat
mempengaruhi potensi pasar untuk produk. Menilai Tingkat dan Mutu
persaingan di Pasar potensial, Kecocokan Produk, dan Servis
Perdagangan internasional yang demikian marak dan menjadi mesin
pertumbuhan ekonomi negara yang kemudian juga menjadi pendorong
perdagangan internasional tersebut. Sebuah siklus yang selalu menjadi perhatian
32
karena setiap elemen saling menguatkan. Pertimbangan atas kebutuhan dan
keuntungan yang diperoleh, maka banyak negara ikut terlibat dalam perdagangan
internasional. Begitu pula yang terlihat dalam motivasi Jepang maupun Cina
dalam perdagangan di ASEAN.
1.5.
1.5.1.
Metode Penelitian
Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Penulis
melakukan studi kasus untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai
masalah yang diteliti. Dan kemudian melihat prospek perdagangan Jepang dan
Cina dalam pusaran pasar ASEAN.
1.5.2.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diperoleh merupakan data sekunder dan utamanya
berasal dari berbagai literatur baik berupa buku, buletin, jurnal, artikel, surat
kabar, website resmi, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. Data yang dibutuhkan antara lain mengenai perdagangan
Jepang dan Cina di ASEAN terutama manufaktur. Strategi serta kebijakan
politis yang dijalankan oleh kedua negara serta pelaku pasar masing-masing
negara.
33
1.5.3.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dan informasi yang terkait dengan
penelitian, penulis melakukan Library Research (penelitian perpustakaan),
yaitu mengumpulkan informasi dan data melalui beberapa literature yang ada.
Salah satunya adalah buku dan hasil penelitian yang terkumpul di
perpusatakaan LIPI Jakarta. Beberapa buletin, jurnal, artikel, surat kabar seperti
harian Kompas, website resmi dari Kementrian Perdagangan Republik
Indonesia, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Serta wawancara bersama ketua AISI, Bambang Supriadi.
1.5.4.
Teknik Analisa
Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya penulis
analisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu suatu teknik analisis
yang terfokus pada data non-matematis tetapi dalam bentuk skala yang rendah
yaitu skala nominal atau interval yang kesemuanya dapat dikategorikan.
Download