PASAR BEBAS DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Term of Reference Tepat tanggal 1 Januari 2010 mulai diberlakukan FreeTrade Agreement (FTA/Perjanjian Perdagangan Bebas) ASEAN-China. Negara-negara ASEAN yang termasuk yaitu : Indonesia, malaysia, Singapura, Brunai, Vietnam, Filiphina, Kamboja, Laos, Thailand, dan Myanmar. Adapun hasil kesepakatannya yaitu bea masuk produk manufaktur China ke ASEAN, termasuk Indonesia, ditetapkan maksimal 5 persen, sedangkan di sektor pertanian 0 persen tanpa pajak sama sekali. Bagi Indonesia sendiri, pasar bebas ASEAN dan China ini dirasakan merugikan bagi kalangan pengusaha lokal, industri lokal dan sektor pertanian. Hal ini dikarenakan persiapan indonesia dalam menghadapi pasar bebas ASEAN-China masih dirasa kurang. Kondisi ini berbeda dengan China yang sudah jauh-jauh hari melakukan persiapan yang matang. Apalagi akhir-akhir ini sebelum pasar bebas diberlakukan, Indonesia sudah dibanjiri produk-produk dari China yang harga dan kualitasnya lebih bersaing dari produk lokal. Data resmi dari Badan Pusat Statistik menunjukkan saat ini saja ekspor kita ke China hanya 5,91 persen, sedangkan impornya mencapai 8,55 persen. Ketika perdagangan bebas sudah dijalankan, diprediksi ekspor kita hanya naik 2,29 persen menjadi 8,20 persen. Sebaliknya, impor kita dari China bakal naik 2,81 persen menjadi 11,37 persen. Di samping itu, pelaksanaan perjanjian tersebut berpotensi menurunkan penerimaan Negara (potential loss) dari kepabeanan hingga mencapai sekitar Rp 15 triliun1. Yang mengherankan, pemerintah justru tidak sedikit pun menunjukkan kekhawatiran terhadap membanjirnya produk RRC. Sebagai catatan kita masih akan menghadapi zone pasar bebas lainnya, sebut misalnya Indonesia-Jepang, Asean-Korea, ASEAN–India, ASEAN–EU, ASEAN–Australia–New Zealand, Indonesia–AS, dan Indonesia– EFTA (Swis, Leichestein, Norwegia dan Islandia. Ironisnya, berdasarkan catatan International Instititute for Management Development dalam World Competitiveness Yearbook 2006 - 2008 menyebutkan daya saing Indonesia semakin merosot hingga ke peringkat 52 dari 55 negara2. Kebijakan pemerintah dirasakan semakin pro-pasar. Secara konsisten kebijakan publik dan ranah pengaturan di bidang pelayanan dasar masyarakat (essential services) ‘disesuaikan’ dengan mekanisme pasar, sebagai bagian dari integrasi sistem ekonomi global. Serangkaian kebijakan divestasi dan privatisasi berbagai perusahaan umum dan perusahaan negara mencerminkan kecenderungan ini. Hal ini diikuti pula liberalisasi sektor perburuhan dan dengan semakin banyaknya sektor usaha yang dihapuskan dari daftar negatif investasi. Secara umum, gambaran ini menunjukkan makin surutnya peran negara dalam pengaturan sektor publik. 1 Diambil dari tulisan Aspiannor Masrie, Mitos Pasar Bebas, yang diunduh dari: http://www.fajar.co.id/koran/1262971769FAJAR.UTM_9_4.pdf 2 Ibid Pro-pasar disini adalah pro paham pasar bebas. Istilah “pasar bebas” sungguh memikat kalangan bermodal dari segala penjuru dunia di abad baru ini. Jika gerakan-gerakan sosialis pada abad ke-19 dan ke-20 berjuang untuk ‘membebaskan kaum proletar’, gerakan hak-hak sipil berjuang untuk ‘membebaskan rakyat tertindas’ (seperti kaum kulit hitam di Amerika Serikat), dan gerakan-gerakan pembebasan nasional berjuang untuk ‘membebaskan bangsa-bangsa yang terjajah’, kaum kapitalis gencar mengumandangkan slogan ‘bebaskan pasar’. Sementara Amnesty Internasional membangun gerakan mendunia untuk pembebasan narapidana politik, IMF dan Bank Dunia menyebut dirinya sebagai gerakan mendunia untuk pembebasan pengusaha dari kontrol negara. Kaum kapitalis selalu berbicara dalam bahasa kebebasan, dan mereka percaya bahwa pasar merupakan anasir hakiki untuk pencapaian kebebasan manusia3. Pasar bebas saat ini (lebih-lebih di Indonesia) dipuja-puji sebagai "berhala baru" tanpa pendalaman dan mengabaikan realita. Ajakan kaum strukturalis agar pasar-bebas perlu diwaspadai secara teoretikal maupun empirikal tidak lagi mampu menyentak kemabukan. Para pemuja pasar bebas macam ini disebut oleh George Soros (1998) sebagai kaum fundamentalis pasar yang naif dan tak logis4. Pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia akan memperoleh tantangan dengan bebasnya pasar tanpa campur tangan pemerintah. Privatisasi lembaga-lembaga penyedia layanan publik akan memperkecil kesempatan bagi masyarakat miskin untuk memperoleh layanan berkualitas secara gratis, yang sesungguhnya merupakan hak. Dengan membanjirnya produk luar yang lebih murah, maka industri dalam negeri tidak akan mampu bersaing dan pada akhirnya kolaps. Dengan demikian semakin tertutup peluang lapangan kerja yang memadai. Pun industri kecil tidak akan memperoleh tempat lagi dinegeri ini, sehingga orang Indonesia hanya akan menjadi buruh di negeri sendiri. Lingkar Muda Indonesia menyebut “fundamentalisme pasar dengan kekuatan korporasi global tengah melahirkan pemiskinan, ketidakadilan sosial, pendangkalan hidup, penyeragaman, dan mengancam kedaulatan negara lewat jebakan utang dan kesepakatan global yang tak adil. Kekuasaan korporasi global telah melumpuhkan kekuasaan negara dan pemerintahan. Pemerintah sebagai lembaga utama negara semakin kehilangan kapasitas untuk mengurus kepentingan publik…”(Kompas, Senin, 22 Mei 2006). Bagaimana Indonesia harus mengambil sikap? Bagaimana kita, sebagai warganegara melakukan pilihan untuk menuntut hak kita dipenuhi? Tujuan Pada kegiatan General lecture ini, ELSAM ingin mendiseminasikan wacana mengenai ancaman pasar bebas terhadap potensi pelanggaran HAM di Indonesia dan mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat, yang peduli akan kebangkitan ekonomi nasional dan pemenuhan hak asasi manusia untuk mendukung gerakan anti fundamentalisme pasar dan mencari solusi alternatif untuk Indonesia yang lebih baik. 3 4 John Roosa, Pasar, Media Kerja Budaya Sri Edi Swasono, Pasar, Pasar, Pasar, KCM, 6 Oktober 2004. Pembawa Kuliah DR. B. Herry- Priyono SJ (Ketua Program Pascasarjana STF Driyarkara) Waktu Kegiatan Hari & tanggal Tempat Waktu : Selasa, 23 Maret 2010 : Ruang Teater Perpustakaan Nasional Jl. Salemba Raya No. 28 A Jakarta Pusat : 12.00 – 15.00 wib (didahului makan siang bersama) rsvp/ more info: Adyani or Yuni 021- 7972662 ******