Templat tesis dan disertasi

advertisement
20
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kandungan Oligosakarida dalam Ubi Jalar dan Pakan Komersil
Ubi jalar memiliki kandungan karbohidrat tinggi (± 20%), termasuk tanaman
yang mudah dibudidayakan, produksi melimpah dan harganya yang relatif murah
sehingga sangat potensial untuk dikembangkan. Ubi jalar diketahui memberikan
manfaat bagi kesehatan karena mengandung oligosakarida tidak dapat dicerna (nondigestible oligosaccharides [NDOs]) yang berfungsi sebagai prebiotik, diantaranya
rafinosa dan sukrosa (Marlis 2008; Putra 2010; Haryati dan Supriyati 2010). Hasil
penelitian menunjukkan konsentrasi oligosakarida dalam ekstrak etanol dari tepung
kukus ubi jalar sebesar 64,86%. Sukrosa merupakan jenis oligosakarida dengan
persentase konsentrasi tertinggi (52,86%) diikuti rafinosa dan maltoheptaosa
masing-masing 8,14% dan 3,86%. Kontras dengan komposisi oligosakarida pada
ubi jalar, pakan udang komersial didominasi oleh maltoheptaosa sebesar 3,07%
(Tabel 6 dan Lampiran 10). Kandungan sukrosa dalam pakan udang sangat kecil
serta tidak terdeteksi adanya rafinosa, sehingga perlu ditambahkan oligosakarida
dari sumber lain sebagai prebiotik. Pengkayaan pakan dengan NDOs terbukti
memperbaiki mikroekologi usus termasuk meningkatkan populasi bakeri, profil
biokimia dan efek fisiologis (Mussatto dan Mancilha 2007).
Tabel 6 Jenis dan konsentrasi oligosakarida hasil ekstraksi dari tepung kukus ubi
jalar dan pakan udang komersil dengan metode HPLC
Jenis oligosakarida
Maltoheptaosa
Rafinosa
Sukrosa
Total oligosakarida
Konsentrasi oligosakarida hasil ekstraksi (%)
Ubi jalar
Pakan udang komersil
3,86
3,07
8,14
-*
52,86
0,91
64,86
3,98
* tidak terdeteksi
4.2 Pertumbuhan Bakteri Probiotik SKT-b
Bakteri yang ditumbuhkan di media akan mengalami empat fase
pertumbuhan yaitu fase lamban, eksponensial, stasioner dan fase kematian. Biakan
dengan inokulan berasal dari biakan bakteri segar umumnya tidak mengalami fase
lamban, sehingga fase eksponensial terjadi mulai jam ke 0. Puncak pertumbuhan
bakteri SKT-b terjadi pada jam ke 16 dan masuk fase kematian pada jam ke 18.
Fase stasioner bakteri SKT-b diduga berada pada selang jam ke 16-18 (Gambar 10).
Konsentasi bakteri SKT-b pada puncak pertumbuhannya mencapai 5,9x1010 cfu
ml-1 (Lampiran 11).
Konsentrasi sel bakteri SKT-b (log
cfu ml-1)
21
12
11
10.77
10
9
8.50
8
7
6
5.68
5
0
2
4
6
8
10 12
Jam ke
14
16
18
20
22
Gambar 10 Kurva pertumbuhan bakteri SKT-b yang dikultur di media SWC cair
dan dihitung dengan metode total plate count
4.3 Kombinasi Sinbiotik Optimal
Oligosakarida yang berasal dari ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai sumber
makanan oleh bakteri probiotik SKT-b untuk menunjang pertumbuhan bakteri
tersebut secara in vitro. Penambahan oligosakarida ke media kultur meningkatkan
pertumbuhan bakteri SKT-b, yang berkorelasi positif terhadap peningkatan dosis
prebiotik tersebut, pada semua perlakuan konsentrasi bakteri. Jumlah inokulan yang
ditambahkan ke media kultur juga menentukan konsentrasi akhir dari biakan bakteri
yang dikultur. Pengurangan jumlah inokulan bakteri SKT-b menyebabkan
penurunan konsentrasi akhir biakan pada semua perlakuan dosis prebiotik.
Kombinasi prebiotik dan probiotik yang optimal didapatkan pada penambahan
prebiotik 3% dan inokulan bakteri SKT-b konsentrasi 1010 cfu ml-1 (Gambar 11).
Li et al. (2009) menyebutkan bahwa ada hubungan yang erat antara efek dosis
probiotik dan prebiotik terhadap efisiensinya. Oligosakarida dalam jumlah tertentu
bersifat antinutrisi. Pemberian karbohidrat yang berasal dari bungkil kedelai
(kandungan total karbohidrat terlarut 12-15%), dengan kandungan oligosakarida
utama yaitu sukrosa (6-7%), rafinosa (1-2%) dan stakiosa (5-6%), menurunkan
konsumsi pakan pada hybrid striped bass dan rainbow trout, serta menurunkan
kecernaan pakan pada trout (Francis et al. 2001). Selain itu, dosis prebiotik yang
diaplikasikan dalam kegiatan budidaya berkolerasi positif dengan biaya produksi.
Oleh karena itu perlu dievaluasi efek dosis prebiotik tersebut secara in vivo.
Diharapkan diperoleh dosis prebiotik terkecil yang memberikan dampak tidak
berbeda dengan dosis yang lebih tinggi terhadap penanggulangan infeksi IMNV
maupun performa pertumbuhan udang vaname.
22
0.6
Absorbansi (µm)
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
10^10
10^9
10^8
10^7
Konsentrasi inokulan bakteri SKT-b (cfu ml-1)
Gambar 11
Nilai absorbansi biakan perlakuan kombinasi bakteri SKT-b
konsentrasi 107, 108, 109 dan 1010 cfu ml-1 dengan prebiotik dosis
0% (kontrol) ( ), 1% ( ), 2% ( ) dan 3% ( )
4.4 Uji In Vivo
4.4.1 Populasi Bakteri Usus Udang
Secara in vivo, pemberian oligosakarida selama 30 hari terbukti
meningkatkan populasi bakteri di dalam usus udang vaname. Peningkatan yang
signifikan ditunjukkan oleh udang yang diberi perlakuan Pro+Pre 2% dan Pro+Pre
3% masing-masing sebesar 2,03 x 108 dan 1,25 x 108 cfu g usus-1 atau mencapai
10,9 dan 6,7 kali lebih tinggi dibandingkan Kontrol (Gambar 12). Rafinosa
diketahui mampu meningkatkan jumlah mikroflora spesifik dalam usus (Mathious
et al. 2006; Haryati dan Supriyati 2010). Namun efek dari peningkatan populasi
mikroflora terhadap inang karena pemberian ekstrak oligosakarida dari ubi jalar,
perlu dipelajari lebih lanjut. Mekanisme kerja dari berbagai jenis prebiotik tidak
selalu sama. Beberapa prebiotik menyebabkan peningkatan mikroflora spesifik asli
usus pencernaan yang menyebabkan menurunnya bakteri patogen di usus melalui
kompetisi langsung terhadap nutrien atau binding site dengan memproduksi
blocking factors. Beberapa prebiotik bekerja dengan cara menurunkan pH usus
karena dihasilkannya short-cain fatty acid (SCFA), yang mengakibatkan persentase
bakteri menguntungkan meningkat dan menurunkan persentase bakteri merugikan.
Mannanoligosaccharides (MOS) sebagai prebiotik mempunyai mekanisme
berbeda yang secara selektif tidak menyebabkan peningkatan populasi bakteri
23
menguntungkan, tetapi melalui kemampuannya yang dapat melekat pada lektin
spesifik manosa dari patogen Gram negatif tipe 1 fimbriae seperti Salmonella dan
E. coli yang kemudian akan dikeluarkan dari saluran pencernaan. Mekanisme MOS
sebagai antiinfeksi pada fimbriae E. coli dan Salmonella dilakukan dengan berperan
sebagai reseptor analog untuk fimbriae tipe 1 guna mencegah proses kolonisasi
bakteri (Haryati 2011).
Populasi bakteri usus
25.00
20.31
20.00
15.00
12.52
10.00
5.00
3.59
3.36
1.86
0.00
Awal
Kontrol
Pro+Pre 1%
Pro+Pre 2%
Pro+Pre 1%
Perlakuan
Gambar 12 Populasi bakteri dalam usus udang vaname (x107 cfu g usus-1) pada
sebelum (awal) dan setelah 30 hari pemberian pakan perlakuan (n=5)
Pada penelitian ini tidak diberikan penanda pada bakteri probiotik yang
diberikan, sehingga tidak diketahui dominansi bakteri SKT-b di dalam usus udang
vaname. Perhitungan populasi total bakteri di usus dilakukan sebagai pendekatan.
Selain itu juga tidak dilakukan perhitungan keragaman bakteri di usus, sehingga
tidak diketahui bagaimana pengaruh perbedaan dosis prebiotik, hasil ekstraksi dari
ubi jalar, terhadap keragaman bakteri dalam usus udang. Keragaman bakteri dalam
usus hewan akuatik sangat tergantung pada habitat dan sistem pencernannya.
Bakteri yang masuk melalui air dan makanan akan mempengaruhi mikroflora
dalam usus, sehingga kompleksitas bakteri dalam usus hewan akuatik dapat
berubah-ubah selama hidupnya (Austin 2006). Kolonisasi bakteri patogen, yang
umumnya banyak terdapat di perairan budidaya intensif maupun semiintensif,
dalam usus sangat tidak diharapkan sehingga penggunaan prebiotik dan probiotik
sangat dianjurkan untuk memanipulasi mikroflora usus yang menguntungkan
terhadap inang.
Keragaman mikroflora dalam usus udang vaname telah diamati oleh Li et al.
(2007), U-taynapun et al. (2007) dan Pangastuti et al. (2010) dengan metode yang
berbeda. Li et al. (2007) mengamati keragaman bakteri usus L. vannamei yang
dipelihara di laboratorium menggunakan 16S rDNA clone library. Populasi usus
udang didominasi oleh kelompok Firmicutes (75,4%) dan sisanya dari kelompok
24
Gamma-proteobacteria (24,6%) yang teridentifikasi sebagai Shewanella sp.,
Pantoea sp., Aranicola sp., Pseudomonas sp. and Vibrio sp. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar bakteri yang berasosiasi dengan usus udang
adalah bakteri yang tidak dapat dikultur dan merupakan spesies baru. U-taynapun
et al. (2007) menggunakan teknik Fluorescent in situ hybridization (FISH) untuk
menganalisis keragaman udang vaname yang dikultur di tambak tanah. Eubacteria
merupakan kelompok yang paling dominan mencapai 80%, terdiri dari low G+C
gram positive bacteria (LGC) group, CFB group, High G+C gram positive bacteria
(HGC) group, serta α, β, γ-Proteobacteria group. Kelompok bakteri dengan
persentase paling besar adalah γ-Proteobacteria (Vibrio spp., Pseudomonas spp.,
dan kelompok lainnya) serta LGC (Bacillales, lactic acid bacteria,
Streptococcaceae, Enterococcus spp., dan kelompok lainnya). Sedangkan
Pangastuti et al. (2010) menggunakan Terminal Restriction Fragment Length
Polymorphism (T-RFLP) untuk menganalisis larva udang vaname dan menemukan
9 phylotypes yang mempunyai kelimpahan tinggi yaitu Bacteroidetes (36 bp dan
529 bp), Pseudomonas (37 bp), Vibrio (149 bp dan 152 bp), α-protobacteria ( 213
bp dan 215 bp), serta 2 phylotypes (58 bp dan 357 bp) yang belum ada di Ribosomal
Database Project.
Hood dan Meyers (1974) mengisolasi bakteri dari saluran usus udang putih
(P. setiferus) dan air yang berasal dari perairan payau di Barataria Bay, Louisiana.
Hasil isolasi di media menunjukkan bahwa bakeri dalam saluran pencernaan terdiri
dari genus yang lebih terbatas namun dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan
bakteri di lingkungan airnya. Terbatasnya tipe genus ini menggambarkan
kemampuan bakteri tertentu untuk bertahan melewati saluran pencernaan udang
dan hidup dalam lingkungan mikro usus udang. Spesies bakteri yang berhasil
diisolasi dari usus meliputi Pseudomonas, Vibrio dan Beneckea. Berbeda dengan
genus bakteri hasil isolasi dari air yang terdiri dari Bacillus, Pseudomonas,
Flavobacterium, Chromobacterium, Micrococcus, Aeromonas, Alginomonas,
Vibrio dan genus lainnya. Biomasa mikroba dalam saluran pencernaan lebih tinggi
mencapai 2,9 x 107 cfu g-1 dibandingkan dengan di perairan sebesar 1,5 x 105 cfu
ml-1. Bakteri hasil isolasi dari usus tersebut memiliki karakteristik aktif
memperoduksi enzim protease, amilase, lipase, dan khitinase; tumbuh pada pH
rendah (5); dan waktu generasi pendek (30 menit) pada suhu relatif rendah (22 oC).
4.4.2 Resistensi Udang Vaname terhadap Infeksi IMNV
4.4.2.1 Sintasan dan Gejala Klinis
Infeksi IMNV melalui injeksi menyebabkan penurunan nilai sintasan udang
vaname paling rendah pada Kontrol (+) sebesar 17,78% dibandingkan dengan
Kontrol (-) sebesar 93,33% pada hari ke 10 setelah infeksi. Pemberian sinbiotik
dapat meningkatkan sintasan udang vaname yang terinfeksi IMNV paling tinggi
pada perlakuan Pro+Pre 3% mencapai 2,9 kali lebih besar dibandingkan Kontrol
(+) (Gambar 13). Widanarni et al. (2008) menyebutkan bahwa aplikasi bakteri
probiotik SKT-b mampu meningkatkan kelangsungan hidup larva udang windu
yang diinfeksi V. harveyi melalui perendaman sebesar 83,33 % dibandingkan
kontrol sebesar 41,67%. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian
25
bakteri SKT-b mampu meningkatkan sintasan hidup udang vaname yang diinfeksi
V. harveyi sebesar 91,1% dibandingkan kontrol 46,7%. Peningkatan sintasan ini
dimungkinkan karena terjadinya peningkatan beberapa parameter respons imunitas
berupa nilai total hemosit, aktivitas fagositosis dan aktivitas phenoloxidase (PO)
(Syahailatua 2009).
100
c
90
80
Sintasan (%)
70
b
60
50
b
93.33
40
a
30
a
42.22
20
10
17.78
51.11
26.67
0
Kontrol (-)
Kontrol (+)
Pro+Pre 1%
Pro+Pre 2%
Pro+Pre 3%
Perlakuan
Gambar 13 Sintasan udang vaname berbagai perlakuan pakan pada hari ke 10
setelah infeksi IMNV (n=15). Angka pada kolom merupakan nilai
rataan dan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata
(Tukey; α=0,05)
Udang vaname yang masih hidup hari ke 10 setelah infeksi pada perlakuan
yang sama memperlihatkan gejala klinis yang berbeda-beda. Gejala klinis yang
muncul menunjukkan tingkat infeksi IMNV terhadap udang uji. Infeksi IMNV
dimulai dengan munculnya gejala klinis berupa lesi (nekrosis) keputih-putihan di
otot bagian belakang. Nekrosis di otot pada stadia awal infeksi dapat sembuh yang
ditandai dengan perubahan nekrosis dari coagulative ke liquefactive dan disertai
dengan infiltrasi hemosit serta fibrosis. Pada tahap lanjut dari infeksi IMNV,
nekrosis kemudian meluas ke seluruh bagian otot abdomen, yang menyebabkan
warna otot menjadi putih (tidak transparan) dan kemudian berlanjut ke perubahan
warna otot menjadi kemerahan. Pada tahap ini, udang tidak dapat pulih dan
berujung pada kematian (Lightner et al. 2004; Tang et al. 2005; Costa et al. 2009).
Berdasarkan hasil pengamatan gejala klinis pada hari ke 10 setelah infeksi, Kontrol
(+) memperlihatkan tingkat infeksi paling berat yang diiringi dengan tingkat
kematian yang tinggi. Pada perlakuan Sinbiotik masih ditemukan udang dengan
tingkat infeksi ringan. Persentase udang dengan tingkat infeksi ringan dan sedang
semakin tinggi seiring peningkatan dosis prebiotik. Udang perlakuan Pro+Pre 2%
dan Pro+Pre 3% menunjukkan tingkat infeksi lebih ringan dan berbeda nyata
dengan kontrol (+) (Gambar 14 dan Lampiran 12). Hal ini menandakan peningkatan
imunitas pada udang yang diberi perlakuan sinbiotik, yang menyebabkan
26
penurunan tingkat infeksi dari INMV. Pengamatan gejala klinis hanya dilakukan
pada hari ke 10 setelah infeksi, sehingga tidak diketahui apakah udang yang diamati
sedang dalam tahap penyembuhan ataukah akan menuju ke stadia yang lebih lanjut.
Perlakuan Kontrol (-) pada penelitian ini menunjukkan infeksi dari IMNV sampai
tingkat sedang. Diduga udang yang digunakan telah membawa virus IMN namun
dalam jumlah yang sangat kecil sehingga tidak terdeteksi dengan PCR. Dugaan lain,
udang tertular selama pemeliharaan setelah infeksi IMNV melalui air dan peralatan.
100%
c
a
ab
ab
b
7
90%
80%
27
58
Tingkat infeksi
70%
60%
82
49
73
50%
20
40%
30%
67
20
2
7
20
4
20%
10%
0%
Kontrol (-)
7
7
4
13
7
2
13
2
9
Kontrol (+)
Pro+Pre 1%
Pro+Pre 2%
Pro+Pre 3%
Perlakuan
Gambar 14 Tingkat infeksi udang vaname berbagai perlakuan sinbiotik pada hari
ke 10 setelah infeksi IMNV (n=15). Simbol menunjukkan tingkat
infeksi: mati ( ), sangat berat ( ), berat ( ), sedang ( ), ringan ( ).
Angka pada kolom merupakan nilai rataan dan huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan nyata (Tukey; α=0,05)
4.4.2.2 Total Hemosit (Total Haemocyte Count [THC]) dan Aktivitas
Phenoloxidase (PO)
Mekanisme pertahanan pada krustasea kurang berkembang dibandingkan
dengan ikan dan vertebrata lainnya, dan hanya bergantung pada mekanisme
pertahanan non spesifik. Hemosit memainkan peranan penting pada pertahanan
tubuh krustasea yaitu dapat menghilangkan partikel asing yang masuk ke tubuh
udang melalui fagositosis, enkapsulasi dan pembentukan nodul, serta produksi
komponen-komponen humoral yang disimpan dalam granula hemosit diantaranya
protein antikoagulan, aglutinin, enzim PO, peptida antimikrobial, dan inhibitor
protease (Jiravanichpaisal et al. 2006). Pemberian sinbiotik pada perlakuan Pro+Pre
2% dan Pro+Pre 3% selama 30 hari mampu meningkatkan nilai THC udang vaname
sampai dengan dua kali nilai THC udang Kontrol pada awal pengamatan. Jumlah
hemosit yang tinggi dalam darah udang ini sangat menguntungkan dalam
mekanisme pertahanan tubuh ketika udang terinfeksi IMNV, sehingga dapat
27
meminimalisir kerusakan akibat infeksi (menurunkan tingkat infeksi) dan
meningkatkan sintasan. Selama periode pengamatan parameter imunitas, nilai THC
udang perlakuan Pro+Pre 2% dan Pro+Pre 3% memperlihatkan pola yang berbeda
dengan perlakuan lainnya. Setelah infeksi IMNV, nilai THC udang perlakuan
Pro+Pre 2% dan Pro+Pre 3%, terus mengalami penurunan sampai dengan akhir
pengamatan (hari ke 10). Sebaliknya nilai THC perlakuan Pro+pre 1% dan Kontrol
(+) menunjukkan peningkatan pada hari ke lima dan menurun kembali di akhir
pengamatan (Gambar 15). Penurunan nilai THC udang perlakuan Pro+Pre 2% dan
Pro+Pre 3% mengindikasikan reaksi cepat terhadap infeksi yang diberikan.
Penurunan jumlah hemosit ini merupakan efek dari berjalannya mekanisme
pertahanan tubuh seperti infiltrasi hemosit pada jaringan yang terinfeksi, kematian
sel hemosit akibat apoptosis (Costa et al. 2009), aktivitas fagositosis, enkapsulasi,
pembentukan nodul, serta terjadinya proses degranulasi untuk aktivasi sistem
prophenoloxidase (proPO) dan mekanisme pertahanan tubuh lainnya (Smith et al.
2003).
Total hemosit (x106 ml-1)
12.00
a
10.00
a
a
a
a
a
8.00
a
6.00
4.00
a
a
a
a
6.4
2.00
6.5
8.5
a
a
6.4
4.6
3.0
3.0
3.1
a
a
4.3
4.3
3.2
2.2
3.1
2.7
3.3
0.00
0
5
10
Waktu pengambilan sampel (hari ke)
Gambar 15 Total hemosit udang vaname perlakuan: Kontrol (-) ( ), Kontrol
(+)( ), Pro+Pre 1% ( ), Pro+Pre 2% ( ), Pro+Pre 3% ( ) pada
hari ke-nol sebelum infeksi, hari ke 5 dan ke 10 setelah infeksi IMNV
(n=3). Angka pada kolom merupakan nilai rataan dan huruf yang
berbeda menunjukkan perbedaan nyata (Tukey; α=0,05)
Tingginya proses degranulasi dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas PO.
Aktivitas PO digunakan untuk mengukur aktivasi sistem proPO. Parameter
imunitas ini adalah bagian dominan pada sistem pertahanan krustasea yang
berperan dalam perilaku sel, pelepasan dan atau aktivasi molekul-molekul
fungsional penting serta netralisasi agen penginfeksi (Smith et al. 2003). Infeksi
IMNV menyebabkan peningkatan aktivitas PO udang vaname sampai akhir
pengamatan. Peningkatan aktivitas PO juga terjadi pada P. vannamei yang diinfeksi
Taura Syndrome Virus (Song et al. 2003). Peningkatan aktivitas PO di hari ke lima
28
setelah infeksi pada udang yang diberi perlakuan sinbiotik lebih tinggi
dibandingkan dengan Kontrol (+) (Gambar 16). Aktivitas PO tertinggi terjadi pada
perlakuan Pro+Pre 3% sebesar 0,61 PO 100µl-1 (hari ke 10 pengamatan). Pola
peningkatan aktivitas PO yang tajam pada udang perlakuan sinbiotik, sudah terjadi
pada hari ke 5 dan semakin meningkat pada pengamatan hari ke 10. Sebaliknya
pada udang perlakuan Kontrol (+) pola peningkatan tajam baru mulai terjadi setelah
hari ke lima, menandakan respons imunitas yang lebih lambat. Respons imunitas
yang lambat akan merugikan karena dapat memberikan kesempatan pada virus
untuk memperbanyak diri dan menimbulkan kerusakan parah pada udang sehingga
tidak memungkinkan lagi untuk memulihkan diri, yang akan berujung pada
kematian udang.
1.00
a
0.90
a
Aktivitas PO 100 ɥl-1
0.80
a
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
a
a
a
a
a
a
0.20
0.10
a
a
a
a
0.28 0.26
0.22 0.22 0.24
a
0.29
a
0.38 0.36
0.61
0.50 0.48 0.51
0.46
0.25
0.18
0.00
0
5
10
Waktu pengambilan sampel (hari ke)
Gambar 16
Aktivitas PO udang vaname perlakuan: Kontrol (-) ( ), Kontrol
(+)( ), Pro+Pre 1% ( ), Pro+Pre 2% ( ), Pro+Pre 3% ( ) pada
hari ke 0 sebelum infeksi, hari ke 5 dan ke 10 setelah infeksi IMNV
(n=3). Angka pada kolom merupakan nilai rataan dan huruf yang
berbeda menunjukkan perbedaan nyata (Tukey; α=0,05)
Hasil pengukuran parameter imunitas menunjukkan bahwa nilai THC dan
aktivitas PO udang uji sangat bervariasi, bahkan pada udang dengan perlakuan dan
ulangan yang sama. Hal ini dikarenakan setiap individu udang berada pada tingkat
infeksi yang berbeda-beda (ditunjukkan dengan beragamnya gejala klinis yang
muncul), sehingga menyebabkan perbedaan nilai parameter imunitasnya. Nilai dari
parameter imunitas sangat tergantung pada kondisi fisiologis individu (Maggioni et
al. 2004; Le Moullac et al. 1997) atau perubahan lingkungan (Le Moullac dan
Haffner 2000). Keragaman nilai THC dan aktivitas PO individu udang ini
menyebabkan standar deviasi antar perlakuan sangat tinggi sehingga hasil analisis
statistik menunjukkan tidak berbeda nyata walaupun secara nominal
memperlihatkan perbedaan yang sangat signifikan. Nilai parameter imunitas yang
29
bervariasi ini juga dilaporkan oleh Costa et al. (2009) setelah menganalisis imunitas
udang vaname di salah satu tambak di utara timur Brazil yang secara alami
terinfeksi IMNV, menunjukkan nilai standar deviasi yang tinggi antar perlakuannya.
Mekanisme probiotik dalam merangsang respons imunitas di usus pada ikan
dan udang belum banyak dipelajari, sebaliknya interaksi antara nonkomensal dan
probiotik dengan sistem imunitas usus telah terdokumentasi dengan baik pada
hewan tingkat lebih tinggi (Nayak 2010). Pada mamalia, probiotik (bagian atau
komponennya) dapat secara langsung meningkatkan imunitas dengan cara
melewati sel epitel usus dan berinteraksi langsung dengan limfosit yang kemudian
mengaktivasi respons imunitas (imunostimulasi). Secara tidak langsung, melalui
kontak antara probiotik dengan sel epitel usus (gut associated lymphoid tissue
[GALT]) yang akan mengakifkan sitokin sehingga memungkinkan terjadinya
komunikasi antar sel untuk mengaktifkan respons imunitas (imunoregulator).
Pemberian probiotik mempengaruhi fungsi limfosit (proliferasi, sekresi sitokin, dan
sitotoksisitas seluler), pertahanan nonspesifik (fagositosis, produksi radikal
oksidatif, sekresi enzim lisosom), fungsi sitosidal alami dari makrofaga dan sel-sel
pembunuh, serta respons antibodi (total level antibodi dan respons spesifik antigen)
(Gill dan Cross 2002). Menurut Nayak (2010), berdasarkan sedikit penelitian yang
terkait dengan sistem imunitas di usus, menunjukkan bahwa dalam usus ikan
ditemukan banyak menyebar sel limfoid, makrofaga, granulosit dan IgM yang
merupakan komponen imunitas. Pada ikan mas, segmen usus kedua sangat kuat
menyerap antigen dan kemudian diproses oleh makrofaga intraepithelial. Probiotik
mampu menstimulasi piscine gut immune system yang ditandai dengan
meningkatnya jumlah sel Ig+ dan granulosit asidofilik (AGs). Probiotik juga dapat
mengarah pada peningkatan jumlah sel-T pada GALT di ikan. Penelitian lain
menunjukkan adanya peningkatan gut mucosal lysozyme oleh C. maltaromaticum
dan C. divergens serta aktivitas fagositik dari mucosal leucocyte oleh probiotik
kelompok bakteri asam laktat seperti L. lasctis ssp. lactis, L. mesenteroides dan L.
sakei pada ikan seperti O. mykiss.
4.4.3 Performa Pertumbuhan
Laju pertumbuhan spesifik udang vaname setelah pemberian pakan
sinbiotik selama 30 hari menunjukkan tidak ada perbedaan antar perlakuan dengan
kisaran 5,51-5,87% hari-1. Walaupun demikian, efisiensi pakan udang uji semakin
meningkat seiring penambahan dosis prebiotik. Efisiensi pakan udang perlakuan
Pro+Pre 2% dan Pro+Pre 3% lebih tinggi dan berbeda dibandingkan Kontrol. Pada
jumlah konsumsi pakan yang relatif sama, penambahan bobot udang perlakuan
Pro+Pre 3% lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya (Tabel 7). Peningkatan
efisiensi pakan ini dikarenakan meningkatnya aktivitas enzim-enzim pencernaan
(amilase dan protease) sehingga memperbaki kecernaan pakan. Pemberian sinbiotik
meningkatkan aktivitas enzim protease dan amilase udang dibandingkan dengan
Kontrol (Gambar 17). Peningkatan aktivitas enzim paling tinggi terjadi pada udang
perlakuan Pro+Pre 3% sebesar 1,85 unit protease menit-1 ml-1 dan 7,19 unit amilase
menit-1 ml-1. Nilai aktivitas enzim tersebut masing-masing mencapai 1,7 kali lebih
tinggi dibandingkan Kontrol. Protein merupakan komponen utama dalam pakan
krustasea, oleh karena itu enzim protease memegang peran penting dalam proses
hidrolisis dan asimilasi (Muhlia-Almazan dan Garcia-Carreno 2003). Pemberian
30
bakteri SKT-b melalui pakan pada udang vaname diduga berperan besar dalam
peningkatan aktivitas enzim pencernaannya. Hasil uji karakterisasi sifat fisiologi
dan biokimia menunjukkan bahwa bakteri probiotik SKT-b bersifat protease + dan
amilase + (Tabel 3) (Widanarni et al. 2003).
Nilai retensi nutrien udang, baik retensi protein maupun lemak, setelah
diberi perlakuan pakan selama 30 hari memperlihatkan perbedaan antar perlakuan
(Tabel 7). Retensi protein paling tinggi dicapai oleh udang pada perlakuan Pro+Pre
2% sebesar 46,18%. Hasil perhitungan retensi lemak menunjukkan perlakuan
Pro+Pre 2% dan Pro+Pre 3% lebih tinggi dibandingkan Kontrol. Retensi lemak
tertinggi dicapai oleh udang perlakuan Pro+Pre 3% sebesar 17,49%. Tingginya nilai
retensi protein dan lemak udang vaname pada kedua perlakuan tersebut
mengindikasikan penyerapan nutrien yang baik. Beberapa penelitian menemukan
bahwa pemberian pakan prebiotik mampu meningkatkan panjang mikrofili usus
(Yilmaz et al. 2007; Salze et al. 2008; Zhou et al. 2010). Panjang mikrofili usus
berkorelasi positif dengan penyerapan nutrien sehingga memperbaiki performa
pertumbuhan dan pemanfaatan pakan.
Secara umum, performa pertumbuhan udang mengalami perbaikan setelah
diberi pakan perlakuan Pro+Pre 2% dan Pro+Pre 3% selama 30 hari. Studi
mengenai efek pemberian sinbiotik terhadap pertumbuhan pada hewan akuatik
masih sangat terbatas. Rodriguez-Estrada et al. (2009) menyebutkan performa
pertumbuhan (pertambahan bobot, SGR dan FCR) ikan salmon meningkat
dibandingkan kontrol pada perlakuan pemberian sinbiotik (Enterococcus faecalis
dan mannanoligosaccharide [MOS]) dan pemberian prebiotik (MOS), tetapi tidak
pada perlakuan pemberian probiotik (E. faecalis). Penelitian mengenai efek
probiotik dan prebiotik secara terpisah terhadap pertumbuhan berbagai jenis hewan
akuatik telah banyak dilakukan dengan hasil yang beragam. Beberapa faktor yang
mempengaruhi keragaman tersebut diantaranya dipengaruhi oleh jenis, dosis, dan
lama pemberian bahan serta hewan uji (spesies, umur, kepadatan) (Helland et al.
2008).
Pemberian pakan perlakuan selama 30 hari pada penelitian ini diduga belum
optimal untuk melihat efektifitas perlakuan sinbiotik terhadap performa
pertumbuhan, terutama laju pertumbuhan udang (SGR). Pemberian probiotik
komersial dosis 20 g kg pakan-1 selama tujuh minggu pada hybrid striped bass
secara signifikan meningkatkan efisiensi pakan tetapi tidak pertumbuhannya (Li
dan Gatlin 2004). Helland et al. (2008) mengevaluasi efek pemberian berbagai jenis
prebiotik (MOS, fructooligosaccharide [FOS] dan galactooligosaccharide [GOS])
pada kelompok ikan salmon (bobot rata-rata 200 g). Pengukuran performa
pertumbuhan dilakukan setiap bulan selama empat bulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa performa pertumbuhan tidak berbeda antar perlakuan pada
setiap bulannya, tetapi secara keseluruhan selama empat bulan menunjukkan hasil
yang signifikan. Merrifield et al. (2010) menyebutkan bahwa lama waktu
pemberian pakan probiotik pada berbagai penelitian yang telah dilakukan paling
cepat enam hari dan paling lama lima bulan.
Kepadatan udang sebesar 0,74 ekor l-1 (40 ekor dalam 54 liter; PL 55), diduga
turut mempengaruhi laju pertumbuhan udang. Pada udang yang bersifat kanibal,
kepadatan tinggi juga sangat menentukan nilai sintasan. Tabel 7 menunjukkan nilai
sintasan udang pada semua perlakuan relatif rendah yaitu berkisar antara 67–74%.
Perlakuan Kontrol menunjukkan nilai sintasan paling kecil dibandingkan perlakuan
31
pakan yang lain. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, sintasan udang yang
diberi pakan perlakuan Sinbiotik lebih tinggi dibandingkan dengan Kontrol.
Tabel 7 Penambahan bobot tubuh (∆ biomasa), jumlah konsumsi pakan (JKP), laju
pertumbuhan (SGR), efisiensi pakan (EP), retensi nutrien dan sintasan
udang vaname yang diberi empat jenis pakan perlakuan (rerata±simpangan
baku, n=40) selama 30 hari. Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan
nyata (Tukey; α=0,05)
Parameter
Kontrol
Pro+Pre 1%
Pro+Pre 2%
Pro+Pre 3%
Biomasa awal (g)
Biomasa akhir (g)
∆ Biomasa (g)
JKP (g)
SGR (% hari-1)
EP (%)
Retensi protein (%)
Retensi lemak (%)
Sintasan (%)
26,67±1,15
140,51±1,39
113,85±1,02a
121,16±1,14a
5,51±0,12a
93,97±0,77a
42,55±0,41b
13,07±0,10b
67,50±6,61a
23,33±3,21
135,93±2,66
112,60±0,98a
119,46±2,04a
5,87±0,39a
94,28±1,88a
37,80±0,66a
11,76±0,32a
70,83±6,29a
25,33±1,53
139,77±1,66
114,44±0,43a
116,80±1,88a
5,67±0,16a
98,00±1,82b
46,18±0,94c
15,00±0,27c
74,17±12,58a
26,67±1,53
146,21±0,45
119,54±1,90b
119,44±2,25a
5,65±0,21a
100,09±0,80b
43,91±1,18b
17,49±0,45d
71,67±2,89a
8.00
7.19
7.00
Unit menit-1 ml-1
6.00
4.86
5.00
4.16
4.47
4.00
3.00
2.00
1.85
1.10 1.19 1.28
1.00
0.00
Protease
Amilase
Enzim Pencernaan
Gambar 17 Aktifitas enzim pencernaan (protease dan amilase) udang vaname (n=5)
setelah 30 hari pemberian pakan perlakuan: Kontrol ( ), Pro+Pre 1%
( ), Pro+Pre 2% ( ), Pro+Pre 3% ( )
32
4.4.4 Kualitas Air Media Pemeliharaan
Kisaran kualitas air media pemeliharaan udang selama percobaan
berlangsung (30 hari pemberian pakan perlakuan) disajikan pada Tabel 8 dan
Lampiran 13. Pada semua perlakuan, salinitas media terus mengalami peningkatan
selama masa pemeliharaan udang mencapai 35o/oo, sebaliknya oksigen terlarut terus
mengalami penurunan mencapai nilai terendah 3,5 mg l-1. Hal ini berbeda dengan
parameter suhu dan pH yang relatif stabil pada kisaran 28–29 oC dan 7,0-7,9 serta
nilai TAN di bawah 0,14 mg l-1. Pada umumnya kualitas air media pemeliharaan
udang pada semua perlakuan berada pada kisaran standar nilai menurut SNI 0127246-2006, kecuali salinitas dan pH pada akhir perlakuan. Salinitas media
pemeliharaan sebesar 35o/oo berada di atas kisaran nilai yang dianjurkan. Meskipun
demikian, udang vaname mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas yaitu 050o/oo. Udang ini dapat tumbuh optimal dan normal pada salinitas di atas 40o/oo,
namun dengan didukung parameter kualitas air yang lain seperti kandungan bahan
organik (TOM) < 150 ppm, suhu 28-32 oC, fluktuasi pH < 0,4 dan oksigen terlarut
lebih dari 3,5 mg l-1 (Adiwidjaya 2008). Nilai pH yang terlalu rendah dapat
menyebabkan stress, pelunakan cangkang dan menurunkan sintasan. Selain itu,
penurunan pH menyebabkan meningkatnya toksisitas nitrit dan hidrogen sulfida
(H2S). Sebaliknya, peningkatan nilai pH akan meningkatkan persentase amonia
tidak terionisasi (NH3) yang merupakan bentuk toksik dari amonia. Pada pH 6,45
tidak menyebabkan kematian Penaeus monodon, namun menurunkan pertumbuhan
hingga 40%. Kematian P. Monodon terjadi pada pH di bawah 6,0 (Chien 1992).
Hirono (1992) melaporkan bahwa kisaran nilai pH pada budidaya L. vannamei di
Amerika Tengah 7,0-8,0; Ekuador 7,0-8,5; Polinesia 7,0-8,0; dan United States 8,09,0; dengan kisaran salinitas di Amerika Tengah 5-25 o/oo, Ekuador 0-25 o/oo,
Polinesia 8-35 o/oo, dan United States < 40. Nilai salinitas 35 o/oo dan pH 7,0 pada
media pemeliharaan udang di akhir perlakuan, diduga tidak mempengaruhi sintasan
maupun pertumbuhan udang uji.
Tabel 8 Kisaran kualitas air media pemeliharaan udang vaname selama 30 hari
pemberian pakan perlakuan
Parameter
Suhu (oC)
Salinitas (o/oo)
DO (mg l-1)
TAN (mg l-1)
pH
Kontrol
28 - 29
32 - 35
3,5 – 7,5
< 0,14
7 - 7,9
Perlakuan
Pro+Pre
Pro+Pre
1%
2%
29
28 – 28,5
32 - 35
31 - 34
3,9 – 7,9
4 – 7,2
< 0,14
< 0,14
7 - 7,8
7 - 7,9
Pro+Pre
3%
28,5 - 29
32 - 35
3,5 – 7,5
< 0,14
7 - 7,8
SNI 012-72462006
28,5 – 31,5
15 – 25
> 3,5
< 0,01
7,5 – 8,5
Download