1 PENDAHULUAN Latar Belakang Udang vaname

advertisement
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas
ekspor unggulan dibidang perikanan. Menurut data FAO (2012), Indonesia
merupakan negara produsen udang yang menempati urutan keempat dunia setelah
negara Cina, Thailand dan Vietnam. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP),
pada tahun 2009 menetapkan target produksi udang vaname meningkat sampai
209% menjadi sebesar 511 ribu ton untuk tahun 2014 (Ditjen Perikanan Budidaya
2010).
Salah satu permasalahan dalam peningkatan produksi budidaya udang
vaname adalah serangan berbagai wabah penyakit terutama infeksi yang
disebabkan oleh virus dan bakteri. Penyakit viral yang saat ini banyak menyerang
udang vaname di Indonesia adalah Infectious Myonecrosis (IMN) yang
disebabkan oleh Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). IMN dapat menimbulkan
tingkat mortalitas diatas 70%. Sedangkan penyakit bakterial yang menyerang
udang vaname antara lain vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi
(Austin and Zhang 2006). V. harveyi telah diakui sebagai patogen serius bagi
berbagai organisme akuakultur di seluruh dunia (Soto-Rodriguez et al. 2012).
Penelitian di lapangan telah menunjukkan bahwa patogen tidak hanya
menyerang udang vaname sebagai infeksi tunggal. Adanya ko-infeksi atau infeksi
bersama beberapa patogen pada udang vaname dapat mempercepat dan
meningkatkan mortalitas pada udang. Ko-infeksi virus dan bakteri yang sudah
dilaporkan antara lain White Spot Syndrome Virus (WSSV)-Vibrio campbellii
(Phuoc et al. 2009), WSSV-V. harveyi (Phuoc et al. 2009), serta IMNV-V. harveyi
(Hasan 2011). Menurut Hasan (2011), ko-infeksi IMNV dengan berbagai dosis V.
harveyi dapat mempercepat dan meningkatkan mortalitas dibanding dengan
infeksi tunggal IMNV.
Beberapa metode telah diterapkan untuk mengontrol penyakit antara lain
penggunaan antibiotik atau bahan kimia, vaksin, probiotik, penggunaan Specific
Pathogen Free (SPF)/Specific Pathogen Resistance (SPR), dan biosekuriti.
Penggunaan bahan antibiotik yang tidak tepat telah diketahui dapat menimbulkan
masalah serius berupa resistensi pada bakteri patogen (Balcazar et al. 2006) atau
terjadinya residu antibiotik pada organisme budidaya yang berbahaya bagi
konsumen (FAO 2012). Sementara itu, pengembangan vaksin untuk udang
memiliki keberhasilan yang terbatas, karena udang tidak memproduksi limfosit
dan tidak memiliki sistem imun spesifik seperti yang dimiliki vertebrata. Salah
satu alternatif yang digunakan untuk mengendalikan penyakit udang adalah
dengan pemberian sinbiotik (kombinasi antara probiotik dan prebiotik) untuk
mensiagakan atau menyiapkan sistem pertahanan non spesifik udang sehingga
meningkatkan resistensi udang melawan patogen.
Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang probiotik dan prebiotik. Aplikasi
sinbiotik muncul sebagai strategi pengendalian biologis untuk meningkatkan
pertumbuhan dan resistensi penyakit organisme akuakultur (Cerezuela et al.
2011). Probiotik merupakan mikroba tambahan yang memberikan pengaruh
menguntungkan bagi inang melalui peningkatan nilai nutrisi pakan, respon
terhadap penyakit atau memperbaiki kualitas lingkungan (Verschuere et al. 2000).
2
Sedangkan prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh
inang dan mampu dimetabolisme oleh bakteri menguntungkan yang memiliki
kemampuan untuk meningkatkan kesehatan inang (Ringo et al. 2010). Beberapa
studi menunjukkan bahwa probiotik yang diberikan bersama prebiotik pada inang
dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan sistem imun pada udang (Li et al.
2009), lobster (Daniels et al.2010), teripang (Zhang et al. 2010), yellow croaker
(Ai et al. 2011), dan koi (Lin et al. 2012).
Probiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah V. alginolyticus (SKTb). Berdasarkan hasil penelitian, SKT-b merupakan salah satu probiotik yang
memiliki kemampuan untuk meningkatkan resistensi udang vaname terhadap
infeksi tunggal bakteri V. harveyi (Arisa 2011) dan IMNV (Lesmanawati 2013).
Sementara itu, prebiotik yang digunakan adalah oligosakarida dari ubi jalar
varietas sukuh (Ipomoea batatas L). Diketahui kombinasi prebiotik dari ubi jalar
varietas sukuh dan bakteri NP5 pada ikan nila, telah mampu meningkatkan FCR
terbaik dibandingkan perlakuan probiotik dan prebiotik secara terpisah (Putra
2010).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penggunaan probiotik
dan prebiotik tergantung pada spesies, dosis, dan lama pemberian (durasi) serta
jenis prebiotik dan probiotik (Cerezuela et al. 2011). Dosis pemberian sinbiotik
dapat menjadi faktor pembatas untuk mendapatkan hasil yang optimal pada inang.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka kajian pemberian sinbiotik dengan dosis
berbeda diharapkan dapat meningkatkan respon imun untuk pencegahan koinfeksi IMNV dan V. harveyi serta dapat meningkatkan performa pertumbuhan
pada udang vaname
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemberian sinbiotik dengan dosis
berbeda untuk pencegahan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi pada udang vaname
melalui pengamatan terhadap sintasan, respon imun, dan performa pertumbuhan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif pemecahan
masalah dalam penanggulangan ko-infeksi IMNV dan V. harveyi serta
meningkatkan produktivitas udang vaname.
Hipotesis
Pemberian sinbiotik dengan kombinasi bakteri probiotik SKT-b dan
prebiotik dari oligosakarida ubi jalar varietas sukuh dapat meningkatkan resistensi
terhadap ko-infeksi IMNV dan V. harveyi serta performa pertumbuhan udang
vaname.
Download