Oleh: Lisa Ruliaty, Abidin Nur, M.Soleh dan Adi Susanto BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA 2013 Biofloc adalah sebuah ekosistem unik yang terdiri atas bakteri, algae, protozoa bersama dengan detritus dan partikel organik Teknologi Biofloc bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan nutrient yang didasarkan pada konversi nitrogen anorganik terutama ammonia oleh bakteri heterotrof menjadi biomassa mikroba yang kemudian dapat dikonsumsi oleh organisme budidaya. Teknologi biofloc telah di pergunakan di BBPBAP Jepara pada pemeliharaan juvenile udang vaname, pendederan benih bandeng, pembesaran calon induk udang windu di bak terkendali serta pada pembesaran udang di tambak. Pemanfaatan teknologi Biofloc pada produksi benih dan budidaya udang/ikan sehingga dapat menjadi rujukan bagi masyarakat pembudidaya. 1. 2. 3. 4. 5. Pemeliharaan Pada bak beton (6x2x1 m) vol: 10 m3. Bak I : 30 % floc + 70 % pellet, kepadatan tebar benih 13.000 ekor/m3 (jumlah total 130.000 ekor). Bak II : 50 % floc + 50 % pellet, kepadatan tebar benih adalah 14.000 ekor/m3 (jumlah total 140.000 ekor). Umur PL26 (hasil pendederan postlarva 12 selama 14 hari pemeliharaan). Floc diberikan 3 kali dalam sehari pada pagi, siang dan sore dengan jumlah total sesuai perlakuan. 1000 – 1500 ekor/m3 Perlakuan : (1)Pemeliharaan dengan media kultur biofloc umur >30 hari sebanyak 10-20% (BFT). (2)Pemeliharaan dengan sistem green water (Non BFT) Calin SPF (WSSV, IHHNV) G-4, berat 99.7 g/ek, kepadatan 3/m2. durasi 6 bulan (target berat akhir > 120 g). Pakan segar (ikan teri, cumi dan cacing nereis) 20-25 % biomass/hari. Menggunakan tambak seluas 4000 m 2, untuk komoditas udang windu dan vaname. Kepadatan tebar:15 ekor/m2 (udang windu) dan 50 ekor/m2 (udang vaname). Pengaturan C/N rasio melalui aplikasi sumber karbon menggunakan molase (2-3 kali/minggu) sesuai dengan input pakan yang diberikan. Oksigen terlarut dipertahankan tidak kurang dari 4 ppm menggunakan kincir 1 HP dan blower 3 HP. pH air diukur setiap hari dan kisaran diupayakan tidak lebih 0.5 unit/hari. Kultur pada bak beton persegi panjang, vol air 10-20 m3. Aerasi dasar dengan pipa PVC 0,5 inchi dengan lubang kecil. Bahan kultur terdiri tanah dasar tambak setengah basah sebanyak 100 -200 g atau menggunakan ikan nila. Sebagai sumber nitrogen diberikan pellet bentuk tepung dengan kandungan protein sekitar 40 %,100 gram/hari . Sebagai sumber karbon, setiap hari dilakukan penambahan molase atau gula merah bersamaan dengan pemberian pellet udang. Jumlah molase atau gula merah dihitung berdasarkan rumus Avnimelech (2009). Udang diberi pakan komersial (kadar protein 38%) sebanyak 2-5 kali sehari. Jumlah pakan berkisar 50% berat biomas (awal pemeliharaan) dan menurun hingga 2,5% menjelang akhir pemeliharaan. Selain pakan buatan, juga ditambahkan sumber karbon berupa molase dengan frekuensi pemberian 2-3 kali seminggu. Jumlah karbon yang ditambahkan berdasarkan pendekatan Avnimelech, 2009, Hal terpenting dari pendekatan formula ini adalah jumlah atau kandungan protein pakan perlu diketahui (Protein = N x 6,25) untuk menentukan potensi N pakan yang masuk ke dalam media budidaya. Selanjunya rasio C/N dapat dilakukan dan dipertahankan pada level di atas 10. Avnimelech, 2009 : ∆C = ∆N/0.05 = 20 N = (jml. pakan x % N)/0,05 % N = protein pakan x 15,5 % ∆CH = Jumlah Carbon yang ditambahkan (Molase) ∆N= jumlah nitrogen pakan yang masuk ke dalam media budidaya Contoh : Pellet dengan kandungan 30% protein. Carbon= 500 g/kg pakan, Nitrogen: Protein=300 g/kg pakan, Nitrogen=(300x15,5%)=46,5 g/kg pakan C/N Ratio= 500/46,5 = 10,75 C/N Ratio = 20 Jumlah carbon yang ditambahkan adalah 46,5 x 20= 930 g PRODUKTIFITAS KULTUR BIOFLOC DI BAK BETON Hasil Kultur yang di berikan ke bak BFT Kultur < 7 hari Kultur 15 hari Kultur > 30 hari Teramati >10 jenis mikro dan makroorganisme dalam bentuk partikel atau agregat dari kelompok algae, protozoa, bacteria yaitu Chlorella, Rotifera, Nitzschia, Ciliata, Paramecium, Coscinodiscus, Hyalodiscus, Pleurosigma, Tigriopus, Acineta dan Bakteri (bacillus, nitrobacter, nitrosomonas, vibrio) Acineta sp Zoothamnium sp. Lionotus fasciola Ciliata sp. Pleurosigma sp Nitzschia sp Epistylis sp Coscinodiscus sp. Brachiounus sp ukuran diameter dari partikel floc setelah 30 hari kultur : 21,2-23,8 μm Pada masa kultur 90 hari berkisar 43,5 – 47,4 mikron dan 40,9 – 45,8 mikron (90 hari kultur). Produksi total biofloc selama 90 hari kultur diperoleh 250 liter endapan dengan ukuran 16 – 47 mikron. Hasil identifikasi dari tambak udang vaname (minggu ke5 pemeliharaan): Resticula sp., Nitzchia sp., Lingbia sp., Lionatus fusciola, Oscillatoria sp., Rhizoselenia sp., Peridium sp., Chaetoceros sp., Aphanocapsa sp., Pleurosigma sp., Corethron sp., Zoothamnium sp., Gomp acuminatum., Copepoda., dan Navicula sp. . Formasi floc selama pemeliharan udang vaname di tambak A. Pada media pemeliharaan calin u.windu Parameter Kadar air Kadar Abu Lemak Protein Prosentase (%) 8.45 23.6 0.07 38.59 B. Pada Pendederan udang vaname *) = dalam kondisi air asin, **) = setelah pembilasan air tawar Parameter BF100*) BF100**) Protein Lemak Abu Air 26,29 0,71 43,91 6,91 32,28 0,52 35,83 2,85 1. Pertumbuhan Berat dan Panjang 1. Pertumbuhan Berat dan Panjang 1. Pertumbuhan dan Sintasan ADG hanya tercapai 0.2, lebih rendah dari ADG tambak 0.3, sementara angka kelangsungan hidup tidak terlihat lebih baik Jenis Parameter Oksigen terlarut (ppm) Ammoia (ppm) Nitrit (ppm) Nitrat (ppm) Temperatur (oC) Salinitas (ppt) pH Kisaran 5.07 – 6.0 0 – 0.8 0,162 – 10 0.2 – 5.0 26 – 27,1 31 – 33 7.5 – 8.2 Keterangan fluktuatif • Keberadaan bioflock cukup memberi pengaruh positif terhadap kestabilan beberapa parameter kualitas air. • status kesehatan hewan uji yang tidak terinfeksi pathogen sampai akhir pemeliharaan. 1. Rerata produksi Parameter Produksi Kepadatan tebar (ekor/m2) Jumlah tebar/petak (ekor) Luas petakan (m2) Stadia tebar Berat akhir (g/ekor) Sintasan (%) Size panen (ekor/kg) Biomas (kg) Udang windu 15 Udang Vaname 50 60.000 200.000 4.000 Pl-12 17,5-19.0 72-75 53-57 782-820 4.000 Pl-32 9,5 85 104 1615 Pertumbuhan harian udang windu dan vaname masing-masing sebesar 0.16-0.17 g/hari dan 0.1 – 0.25 g/hari. Angka tersebut termasuk lebih rendah dibandingkan dengan angka pertumbuhan normal. 0.025 G-1 G-2 TAN (mg/L) 0.02 0.015 0.01 3/12/2010 26/11/10 19/11/10 12/11/2010 5/11/2010 29/10/10 22/10/10 15/10/10 8/10/2010 1/10/2010 0 23/9/10 0.005 Nilai TAN masih pada kisaran yang aman (lebih rendah) bagi kultivan. Konsentrasi TAN di atas 2 ppm berbahaya bagi kultivan terlebih lagi jika pH air mencapai 8 (Boyd, 2008). Pada percobaan ini, nilai TAN masih sangat rendah (< 0.025 ppm) dan terbukti molase dapat mengendalian TAN dalam air (Hari et al., 2006). pH air cenderung stabil selama pemeliharaan dan berkisar 6.6 – 8.4. Perubahan pH harian rata-rata mencapai 0.5 unit. Nilai ini merupakan kisaran yang masih layak untuk pertumbuhan udang (Boyd, 2001). Pengukuran pH tanah berkisar 7,3 – 7,5. Kondisi ini masih berada pada level yang optimal (pH 7-8) untuk penguraian bahan organik secara efektif (Boyd, 2004). Nilai DO pada pukul 00.00 berkisar 3,48-5,15 ppm, sedangkan pagi hari (04.00) berkisar 3,43-5,09 ppm, sehingga masih layak untuk mendukung pembentukan biofloc (Avnimelech, 2009) serta pertumbuhan dan sintasan hewan uji. Suhu dan salinitas masing-masing 28-31o C dan 28 – 35 ppt masih pada kisaran optimal untuk pertumbuhan udang. Briggs et al., (2004) suhu optimum udang vaname berkisar 23 – 30 o C, dan udang berukuran 12-18 g memerlukan suhu optimum sekitar 27 o C. 1. 2. 3. Pemanfaatan biofloc pada pemeliharaan juvenile udang vaname maupun pada pendederan benih bandeng memberikan hasil lebih baik pada pertumbuhan berat dan panjang benih. keberadaan bioflock pada pembesaran calon induk udang windu cukup memberi pengaruh positif terhadap kestabilan beberapa parameter kualitas air. Penambahan sumber karbon seperti tepung terigu, tapioka dan molase sebagai pembentuk biofloc efektif dalam mengendalikan kadar amoniak dan nitrit TERIMA KASIH