II. BAHAN DAN METODE 2.1 Persiapan Prebiotik/Ekstraksi Oligosakarida Proses ekstraksi oligosakarida/prebiotik mengacu pada metode Muchtadi (1989). Sebanyak 500 g tepung ubi jalar varietas sukuh Ipomoea batatas L. dicampur air dengan perbandingan 1:1 (w/v) dan dikukus pada suhu 100 oC selama 30 menit. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 55 oC selama 18 jam. Selanjutnya, digiling dan disaring dengan ayakan hingga tepung kukus ubi jalar varietas sukuh dapat terkumpul. Pada proses ekstraksi, sebanyak 10 g tepung kukus ubi jalar varietas sukuh disuspensikan ke dalam 100 mL etanol 70% dan diinkubasi dalam thermoshaker selama 15 jam dengan kecepatan 120 rpm pada suhu ruang. Kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring steril. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan evaporator vakum pada suhu 40 oC. Setelah itu hasil ekstraksi di frezee dry hingga diperoleh padatan ekstrak oligosakarida. Hasil ekstraksi ini diencerkan dengan akuades dengan perbandingan 1:1 (w/v). 2.2 Persiapan Probiotik Pertama dilakukan kultur bakteri probiotik SKT-b pada media Sea Water Complete (SWC-agar miring) (5 g bactopeptone, 1 g yeast extract, 3 ml gliserol, 15 g agar, 750 ml air laut, dan 250 ml akuades) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Kemudian bakteri probiotik SKT-b tersebut diinokulasikan ke dalam media SWC cair dan diinkubasi dalam waterbath shaker pada suhu 29-30 o C dengan kecepatan 140 rpm selama 16 jam. Setelah itu, suspensi bakteri dipindahkan ke dalam eppendorf untuk masing-masing perlakuan kemudian disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 10.000 rpm untuk memisahkan padatan sel bakteri dengan supernatan. Supernatan dibuang dan diperoleh padatan sel bakteri probiotik yang akan dicampurkan dengan prebiotik dan pakan. 2.3 Pengujian Sinbiotik secara In Vivo 2.3.1 Persiapan Wadah Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 akuarium berukuran 60 cm x 30 cm x 40 cm. Sebelum digunakan, akuarium dicuci terlebih dahulu 3 dengan deterjen dan dikeringkan. Kemudian didesinfeksi dengan klorin 100 ppm dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu akuarium dibilas dengan air tawar hingga bersih, kemudian sebanyak 45 L air laut dimasukkan pada setiap akuarium. Media pemeliharaan menggunakan air laut yang berasal dari Ancol. Air laut terlebih dahulu ditampung dalam tandon dan didesinfeksi dengan klorin 30 ppm dan dinetralkan dengan Na-Thiosulfat 15 ppm. Setiap akuarium dilengkapi dengan aerasi dan shelter sebagai tempat udang berlindung saat molting. Pada semua ulangan setiap perlakuan dirangkai dalam satu sistem resirkulasi (Lampiran 1). Bagian tepi setiap akuarium ditutup dengan plastik hitam untuk menghindari pengaruh luar yang dapat mengakibatkan udang stress, serta bagian atas akuarium ditutup dengan waring untuk menghindari udang lompat keluar akuarium. 2.3.2 Persiapan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah benur udang vaname stadia PL 41 yang berasal dari Labuan, Banten. Sebelum diberi perlakuan, benur dipelihara selama 12 hari dalam tandon 1 m3. Selama pemeliharaan udang diberi pakan komersil 5 kali sehari pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, dan 22.00 WIB. Pemeliharaan dilakukan dengan sistem resirkulasi menggunakan top filter, dilakukan penyiponan terhadap sisa pakan dan feses pada pagi dan sore hari. 2.3.3 Persiapan Pakan Uji Pembuatan sinbiotik dilakukan dengan mengkombinasikan probiotik dan prebiotik pada pakan yang akan diberikan. Dosis probiotik yang digunakan sebesar 1% (w/w) dari jumlah pakan yang akan diberikan (Wang 2007). Dosis prebiotik yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 1%, 2%, dan 3% (v/w) dari jumlah pakan yang akan diberikan. Pencampuran dilakukan dengan menambahkan gelatin sebanyak 3% (Pearce et al. 2002) dari total pakan yang berfungsi sebagai perekat, termasuk pada perlakuan kontrol. Setelah selesai dilakukan pencampuran dan sebelum diberikan ke udang, pakan dikeringanginkan terlebih dahulu selama 15 menit untuk mengurangi kelembaban. 2.3.4 Perlakuan Pakan Uji pada Udang Vaname Pakan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa pelet komersil dengan kandungan protein sebesar 40%. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dengan 4 kali ulangan seperti disajikan pada Tabel 1. 4 Tabel 1. Perlakuan pemberian pakan sinbiotik dengan dosis prebiotik berbeda pada pakan udang vaname L. vannamei dan infeksi dengan IMNV. Perlakuan Keterangan Perlakuan 1 Pemberian pakan komersil tanpa penambahan sinbiotik dan tanpa infeksi IMNV (kontrol -) Perlakuan 2 Pemberian pakan komersil tanpa penambahan sinbiotik kemudian diinfeksi IMNV (kontrol +) Perlakuan 3 Pemberian pakan komersil dengan penambahan probiotik dan prebiotik 1% kemudian diinfeksi IMNV (P1) Perlakuan 4 Pemberian pakan komersil dengan penambahan probiotik dan prebiotik 2% kemudian diinfeksi IMNV (P2) Perlakuan 5 Pemberian pakan komersil dengan penambahan probiotik dan prebiotik 3% kemudian diinfeksi IMNV (P3) Pemeliharaan udang dengan pemberian perlakuan sinbiotik dilakukan selama 30 hari. Udang uji sebanyak 40 ekor dengan bobot rata-rata 0,647±0,049 g/ekor dipelihara dalam akuarium dengan volume air laut 45 L. Pemberian pakan dilakukan lima kali dalam sehari pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, dan 22.00 WIB. Pemberian pakan sinbiotik diberikan satu kali pada pukul 10.00 dan pada waktu pemberian pakan yang lain diberikan pelet komersil secara at-satiation serta dilakukan penyiponan terhadap sisa pakan dan feses. 2.4 Prosedur Uji Tantang Uji tantang yang dilakukan adalah infeksi IMNV melalui injeksi. Udang vaname positif IMNV didapatkan dari Balai Pengembangan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Jawa Timur yang diekstrak berdasarkan prosedur yang dilakukan Escobedo et al. (2006) untuk didapatkan stok virus IMNV. Sebanyak 5 ekor udang positif IMNV (bobot rata-rata 10 g) dibersihkan dan dibuang bagian hepatopankreas, usus, dan karapasnya. Setelah itu daging udang dicacah hingga halus dan diperoleh hasil cacahan udang positif IMNV dengan volume 10 mL kemudian dilarutkan dalam PBS 100 mL (10 kali volume daging). Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 6.500 rpm (4 oC) selama 20 menit. Supernatan diambil dan dimasukkan dalam mikrotube baru, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 13.000 rpm (4 oC) selama 20 menit. Selanjutnya supernatan diambil dan difilter dengan syringe filter berukuran 0,45 µm. Hasil 5 filter yang diperoleh merupakan stok ekstrak virus IMNV dan disimpan pada suhu -70 oC. Injeksi dengan IMNV dilakukan pada bagian punggung (antara segmen 3 dan 4) sebanyak 100 µL/ekor (Tang et al. 2005). Setelah pemeliharaan dilakukan uji tantang selama 12 hari dengan padat tebar 15 ekor/akuarium, dilakukan pengamatan terhadap sintasan dan gejala klinis. Udang uji kontrol negatif diinjeksi dengan PBS (Phosphate Buffer Saline) sebanyak 100 µL/ekor. 2.5 Parameter Pengamatan 2.5.1 Sintasan Sintasan atau Survival Rate (SR) udang dalam penelitian ini dihitung pada akhir perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV. Sintasan dihitung berdasarkan rumus berikut (Goddard 1996) : SR = Nt x100% No Keterangan : SR = Sintasan (%) Nt = Jumlah udang pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah udang pada awal pemeliharaan (ekor) 2.5.2 Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan spesifik atau Spesific Growth Rate (SGR) dalam penelitian ini dihitung pada akhir perlakuan sinbiotik dengan menggunakan rumus berikut ini (Huisman 1987): Wt 1 x100% Wo 𝑆𝐺𝑅= t Keterangan : SGR = Laju pertumbuhan harian (%/hari) Wt = Bobot rata-rata udang pada akhir perlakuan (g) Wo = Bobot rata-rata udang pada awal pemeliharaan (g) t = Periode pemeliharaan (hari) 6 2.5.3 Rasio Konversi Pakan Rasio konversi pakan atau Feed Convertion Ratio (FCR) dalam penelitian ini dihitung pada akhir perlakuan sinbiotik menggunakan rumus berikut (Zonneveld et al. 1991): FCR= F Bt Bm Bo Keterangan : FCR = Rasio konversi pakan F = Jumlah pakan (g) Bt = Biomassa udang pada saat akhir perlakuan (g) Bm = Biomassa udang yang mati saat perlakuan (g) Bo = Biomassa udang pada saat awal perlakuan (g) 2.5.4 Total Haemocyte Count (THC) Perhitungan terhadap nilai THC dilakukan pada akhir perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV, dengan sampel 1 ekor udang setiap ulangan pada masing-masing perlakuan. Prosedur penghitungan THC mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley (1973). Hemolim diambil sebanyak 0,1 mL dari pangkal kaki renang pertama dengan syringe 1 mL yang sudah berisi 0,3 mL antikoagulan Na-sitrat 3,8%. Kemudian dilakukan perhitungan THC dengan haemasitometer dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali. THC diamati dan dihitung jumlah selnya per mL di bawah mikroskop. 2.5.5 Aktivitas PO (Phenoloxydase) Pengukuran terhadap PO dilakukan pada akhir perlakuan sinbiotik dan setelah uji tantang dengan IMNV dengan sampel 1 ekor udang setiap ulangan pada masing-masing perlakuan. Pengukuran PO dilakukan berdasarkan prosedur yang dikemukan oleh Liu dan Chen (2004). Aktivitas PO diukur berdasarkan formasi dopachrome yang dihasilkan oleh L-DOPA. Sebanyak 1 mL campuran hemolim dan antikoagulan disentrifuse pada kecepatan 1.500 rpm pada suhu 4 oC selama 10 menit. Supernatan dikeluarkan dan pellet disuspensikan kembali secara perlahan-lahan dengan 1 mL larutan cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7) kemudian disentrifuse kembali. Setelah itu pellet diambil dan disuspensikan dalam 200 μL 7 cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,10 M trisodium citrate, pH 7). Suspensi sel sebanyak 100 μL kemudian diinkubasi dengan 50 μL trypsin (1 mg/mL cacodylate buffer) sebagai aktivator pada suhu 25-26 oC selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 50 μL L-DOPA (3 mg/mL cacodylate buffer) diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit, lalu ditambahkan 800 μL cacodylate buffer. Densitas optikal (OD) diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 490 nm. Larutan standar dibuat dengan campuran 100 μL suspensi hemolim, 50 μL cacodylate buffer (pengganti trypsin), dan 50 μL L-DOPA digunakan untuk mengukur background aktivitas PO pada semua larutan uji. Densitas optikal (OD) dari aktivitas PO pada semua kondisi uji dinyatakan sebagai formasi dopachrome dalam 50 μL hemolim. 2.5.6 Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis dilakukan setelah dilakukan infeksi IMNV dengan melihat perubahan atau kelainan pada anatomi makro udang. Gejala klinis yang diamati antara lain terbentuknya otot berwarna putih pada bagian ruas tubuh udang serta warna kemerahan pada bagian ekor. 2.5.7 Pengamatan Kualitas Air Pengamatan kualitas air dilakukan pada air stok awal dan air media pemeliharaan masing-masing perlakuan pada minggu ke-2, dan minggu ke-4 perlakuan. Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, salinitas, pH, DO, dan amoniak. Satuan dan alat pengukuran kualitas air disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Satuan dan alat ukur kualitas air pada parameter suhu, salinitas, pH, DO, dan amoniak. Kualitas Air Satuan Alat Suhu o C Termometer Salinitas ppt Refraktometer pH - pH-meter DO mg/L DO-meter Amoniak mg/L Spektrometer 8 2.6 Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Data yang diperoleh diolah dengan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95%. Kemudian dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range dengan menggunakan program komputer SPSS 17.0 untuk melihat perbedaan antar perlakuan. 9