bahan dan metode

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang
vaname (Litopenaeus
vannamei)
merupakan udang
yang
dibudidayakan secara global. Lebih dari 90% produksi udang di Amerika Latin
adalah udang vaname (Wurmann et al. 2004). Negara produsen udang di Asia
juga beralih membudidayakan udang vaname. Budidaya vaname intensif di Asia
menggantikan Penaeus monodon dilakukan sejak tahun 2002, dan 2004 mayoritas
sudah membudidayakan udang vaname (Flegel 2006).
Penyakit sering menjadi masalah utama dalam budidaya udang. Penyakit
pada budidaya udang berdampak negatif terhadap ekonomi di beberapa Negara di
Asia, Amerika Selatan dan Amerika yang banyak memiliki industri budidaya
udang (Liu et al. 2009). Penyakit yang menyerang udang antara lain penyakit
viral IHHN (infectious hypodermal and hematopoietic necrosis), YH (yellow
head), WSS (white spot syndrome), TS (taura syndrome) dan penyakit bakterial
vibriosis. Penyakit IMN (infectious myonecrosis) adalah penyakit terkini yang
menyerang udang vaname (Walker dan Winton 2010). Penyakit IMN ditemukan
di Brazil tahun 2002 dan menyebabkan dampak kerugian ekonomi yang signifikan
(Costa et al. 2009). Wabah IMNV menyebar ke Indonesia dengan gejala klinis
mirip dengan wabah di Brazil pada tahun 2006 (Senapin et al. 2007).
Karakteristik virus IMNV diidentifikasi sebagai dsRNA virus dari famili
Totiviridae (Poulos et al. 2006; Tang et al. 2008). IMNV merupakan non-envelop
virus dan virion berbentuk icosahedral dengan ukuran 40 nm (Senapin et al.
2007). Gejala klinis penyakit IMN yaitu hilangnya transparansi pada jaringan otot
akibat nekrosis. Pada stadia infeksi lanjutan, warna putih pada distal abdomen dan
ekor akibat nekrosis akan berubah menjadi merah dan dapat menyebabkan
mortalitas mencapai 70% (Tang et al. 2008).
Pola kematian udang akibat serangan penyakit IMN saat awal wabah di
Indonesia dan Brazil yaitu pada udang 10 gram atau lebih dengan mortalitas 2050%. Berdasarkan informasi di lapangan, saat ini mortalitas udang bisa mencapai
70% dan udang yang mengalami kematian tidak memiliki gejala klinis penyakit
IMN stadia lanjut, yaitu sebagian abdomen sampai ekor menjadi merah.
2
Vibriosis adalah penyakit bakterial pada udang penaeid, dan Vibrio spp.
merupakan agen penyakit ini. V. harveyi bersifat patogen pada udang windu,
bahkan strain V. harveyi yang virulen dengan kepadatan 102 cfu/ml dapat
mematikan udang windu 100% pada stadia larva (Lavilla-Pitogo et al. 1990),
sedangkan pada udang juvenil V. harveyi dapat mematikan udang vaname hingga
80% pada dosis 106 cfu/ml saat ko-infeksi dengan virus WSSV dalam waktu 144
jam (Phuoc et al. 2009). Vibrio spp. bisa bertindak sebagai patogen primer ketika
kualitas air buruk (Vandenberghe et al. 1998) namun dapat menjadi patogen
sekunder karena Vibrio spp. bersifat oportunis (Saulnier et al. 2000).
Banyak kasus patogen tidak hanya menyerang udang sebagai infeksi
tunggal. Kejadian ko-infeksi yang sudah dilaporkan antara lain ko-infeksi
beberapa virus pada udang vaname seperti WSSV-TSV (Tsai et al. 2002), WSSVIHHNV (Yeh et al. 2009), TSV-IHHNV (Tan et al. 2009), TSV-IHHNV-WSSV
(Tan et al. 2009), dan ko-infeksi virus dengan bakteri seperti WSSV-Vibrio
campbelli (Phuoc et al. 2009) serta WSSV-V. harveyi (Phuoc et al. 2009). Koinfeksi antar patogen dapat terjadi karena patogen-patogen tersebut merupakan
agen penyebab penyakit dengan inang yang sama yaitu udang penaeid.
Sifat patogen oportunis Vibrio spp. akan muncul akibat adanya stres
lingkungan atau infeksi primer patogen lain. Infeksi primer WSSV dapat
menyebabkan udang menjadi lemah dan meningkatkan infeksi bakteri. Pada
udang yang terkena wabah penyakit WSS ternyata ditemukan strain V.
alginolyticus yang virulen (Manilal et al. 2010). Investigasi Gomez-Gil et al.
(1998) menunjukkan bahwa V. alginolyticus, V. vulnificus, V. parahaemolyticus,
V. damsela, Vibrio sp. dapat dideteksi pada udang sehat tanpa gejala klinis
vibriosis. Flegel et al. (2004) juga menemukan infeksi WSSV tanpa gejala klinis
luar dan kerusakan jaringan. Infeksi sekunder Vibrio spp. pun mempercepat
kematian udang yang terinfeksi virus (WSSV) tanpa gejala klinis penyakit WSS
maupun vibriosis (Phouc et al. 2009).
Berdasarkan informasi tersebut, diduga ada peran ko-infeksi virus IMNV
dengan patogen lain pada kasus mortalitas udang stadia juvenil di tambak yang
terserang penyakit IMN. Saat ini belum ada informasi mengenai ko-infeksi virus
IMNV dengan patogen lain baik bakterial maupun viral.
3
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan kejadian penyakit IMN pada budidaya udang di Indonesia
maka ada dugaan peran ko-infeksi IMNV dan patogen lain, sehingga
menyebabkan mortalitas udang di tambak yang terinfeksi penyakit IMN semakin
tinggi. Vibrio spp. terutama Vibrio harveyi sebagai bakteri oportunistik
memungkinkan untuk berperan lebih besar dalam mortalitas udang karena kondisi
udang yang lemah akibat penyakit yang dialami.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak ko-infeksi IMNV
dengan bakteri V. harveyi yang dipengaruhi oleh berbagai dosis infeksi V. harveyi
dan menganalisa perkembangan gejala klinis penyakit IMN pada infeksi tunggal
serta ko-infeksi.
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi penting mengenai
ko-infeksi virus IMNV dengan V. harveyi dan perkembangan klinis penyakit IMN
pada udang vaname.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu ko-infeksi virus IMNV dengan bakteri V.
harveyi dapat menyebabkan dampak kematian yang lebih tinggi dan lebih cepat
dibandingkan dengan infeksi tunggal virus IMNV maupun bakteri V. harveyi.
Download