Neltje._beronang (737

advertisement
737
Substitusi tepung bungkil kedelai ... (Neltje Nobertine Palinggi)
SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG BUNGKIL KOPRA
DALAM PAKAN IKAN BERONANG, Siganus guttatus
Neltje Nobertine Palinggi dan Samuel Lante
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau
Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung bungkil kedelai dengan tepung
bungkil kopra dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan beronang. Penelitian dilakukan dalam keramba
jaring apung dengan menggunakan jaring ukuran 1 m x 1 m x 2 m sebanyak 15 buah. Ikan uji yang
digunakan adalah juvenil ikan beronang ukuran 22,15±5,73 g dengan padat tebar 15 ekor/keramba. Ikan
uji diberi pakan uji berupa pelet kering dengan perlakuan Ikan uji diberi pakan uji berupa pelet kering
dengan perlakuan A) 27% tepung bungkil kedelai dan tanpa tepung bungkil kopra, B) 27% tepung bungkil
kopra dan tanpa tepung bungkil kedelai, C) 22% tepung bungkil kopra dan tanpa tepung bungkil kedelai,
masing-masing diulang tiga kali dan didesain dengan rancangan acak lengkap. Selama 20 minggu
pemeliharaan diperoleh hasil substitusi tepung bungkil kedelai dengan tepung bungkil kopra tidak
memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, rasio efisiensi protein,
dan sintasan ikan beronang.
KATA KUNCI:
bungkil kedelai, kopra, beronang
PENDAHULUAN
Kualitas nutrisi bahan baku pakan merupakan faktor utama dalam menentukan kebijakan dalam
pemilihan dan penggunaan bahan baku pakan sebagai sumber nutrien untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan pertumbuhan ikan. Kebutuhan protein ikan tergantung pada jenis dan ukuran ikan serta
kadar asam amino yang terkandung dalam bahan pakannya. Protein yang berasal dari tumbuhtumbuhan tidak lebih baik dari protein hewani. Protein nabati cenderung kekurangan beberapa
asam amino esensial. Bahan baku pakan sumber protein nabati yang biasa digunakan adalah bungkil
kedelai. Bungkil kedelai adalah produksi ikutan penggilingan biji kedelai setelah diekstraksi minyaknya.
Bungkil kopra adalah hasil ikutan yang diperoleh dari ekstraksi daging buah kelapa kering. Bungkil
kopra adalah hasil ikutan dari ekstraksi daging buah kelapa kering (Woodrof, 1979). Bungkil kopra
masih mengandung protein, karbohidrat, mineral dan sisa-sisa minyak yang masih tertinggal (Child,
1964). Karena kandungan protein yang cukup tinggi (16%–18%) maka bungkil kopra masih cukup
baik dijadikan pakan ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung bungkil kedelai dengan
tepung bungkil kopra dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan beronang.
BAHAN DAN METODE
Penelitian menggunakan keramba jaring apung dengan ukuran jaring 1 m x 1 m x 2 m sebanyak
15 buah. Ikan uji yang digunakan adalah juvenil ikan beronang ukuran 22,05±6,4 g/ekor dengan
padat tebar 15 ekor/jaring. Ikan uji diberi pakan uji berupa pelet kering dengan perlakuan substitusi
tepung bungkil kedelai dengan tepung bungkil kopra (Tabel 1) masing-masing diulang tiga kali dan
didesain dengan rancangan acak lengkap. Selama pemeliharaan diberi pakan secara satiasi sebanyak
dua kali sehari. Sampling pertumbuhan dilakukan setiap 4 minggu. Analisis asam amino menggunakan
metode HPLC dilakukan terhadap pakan uji. Parameter utama yang diamati meliputi laju pertumbuhan
ikan, pertambahan bobot ikan, sintasan ikan, efisiensi pakan, retensi protein, dan rasio efisiensi
protein. Data parameter biologis dianalisis ragam dilanjutkan dengan uji Tukey.
Analisis proksimat dilakukan terhadap pakan uji, ikan awal dan ikan akhir. Untuk analisis proksimat
ikan uji, pada awal penelitian diambil 15 ekor sedang pada akhir penelitian diambil 3 ekor dari
738
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Tabel 1. Komposisi pakan uji (%)
Bahan pakan
Tepung ikan lokal
Tepung kepala udang
Tepung rumput laut (Gracilaria )
Tepung bungkil kedelai
Tepung bungkil kopra
Dedak halus
Tepung terigu
Minyak ikan
Minyak kedelai
Vitamin mix
Mineral mix
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Kadar abu (%)
Kadar air (%)
A
B
C
10
5
10
27
29
13
1
2
2
1
10
5
20
27
20
12
1
2
2
1
10
5
20
22
25
12
1
2
2
1
30,63
7,74
17,69
19,68
7,14
28,10
7,99
15,73
18,35
6,42
26,73
7,99
15,00
18,38
5,30
setiap unit keramba. Ikan yang masih segar ini dicincang kemudian digiling, lalu dikeringkan dalam
fresh dryer, dan setelah kering di-blender agar lebih halus dan homogen, selanjutnya dilakukan analisis
proksimat. Analisis proksimat dilakukan berdasarkan metode AOAC International (1999): bahan kering
(DM) dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC selama 16 jam dan abu ditentukan dengan pembakaran
dalam muffle furnace pada suhu 550°C selama 24 jam, sedangkan protein kasar dianalisis dengan
mikro-Kjeldahl. Total lemak dideterminasi secara gravimetrik dengan ekstraksi kloroform:metanol
(1:2). Analisis asam amino dilakukan untuk pakan uji dengan menggunakan metode HPLC pada
Laboratorium Uji Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar, Sukabumi.
Parameter utama yang diamati meliputi laju pertumbuhan ikan, pertambahan bobot ikan, sintasan
ikan, efisiensi pakan, dan rasio efisiensi protein. Data parameter biologis dianalisis ragam dilanjutkan
dengan uji Tukey.
HASIL DAN BAHASAN
Selama 20 minggu pemeliharaan terjadi pertambahan bobot ikan beronang untuk semua perlakuan
(Gambar 1). Sampai pada minggu ke-12 terlihat pertambahan bobot ikan beronang pada perlakuan
A (pemberian bungkil kedelai) lebih tinggi dari perlakuan B dan C (tanpa bungkil kedelai), tetapi
pada minggu ke-16 sampai dengan minggu ke-20 terlihat pertambahan bobot ikan beronang tertinggi
diperoleh pada perlakuan B (tanpa bungkil kedelai) sedang pada perlakuan C (tanpa bungkil kedelai)
pertambahan bobotnya hampir sama dengan perlakuan A (dengan bungkil kedelai).
Terjadinya perbedaan pertambahan bobot pada perlakukan tanpa bungkil kedelai (perlakuan B
dan C) pada minggu ke-16 sampai dengan minggu ke-20 mungkin disebabkan kandungan protein
dalam pakan perlakuan C (26,73%) lebih kecil dari pakan perlakuan B (28,10%) (Tabel 1). Hal ini juga
dapat disebabkan oleh rendahnya jumlah asam amino esensial dalam pakan C (Tabel 2). Pada perlakuan
A walaupun kadar protein dalam pakannya lebih tinggi dari pakan perlakuan lainnya tetapi tidak
memberikan pertambahan bobot yang tertinggi. Hal ini dapat terjadi karena jumlah asam amino
yang dikandung dalam pakannya lebih kecil dari perlakuan lainnya. Dari hasil ini diperoleh bahwa
peranan asam amino dalam menyusun protein pakan sangat penting, karena walaupun kadar protein pakan tinggi tetapi tidak diimbangi dengan kadar asam amino esensial yang dikandungnya
maka pakan protein tinggi tidak dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi ikan. Hal ini sejalan
739
Bobot badan (g)
Substitusi tepung bungkil kedelai ... (Neltje Nobertine Palinggi)
100
A
90
B
80
C
70
60
50
40
30
20
10
0
4
8
12
16
20
Waktu (minggu)
Gambar 1. Pertambahan bobot ikan beronang selama percobaan
Tabel 2. Kandungan asam amino esensial dalam pakan
uji (%/b/b)
Parameter
Histidin
Arginin
Treonin
Valin
Metionin
Isoleusin
Leusin
Fenilalanin
Lisin
Total
A
B
C
0,37
1,55
0,68
1,05
0,15
0,79
1,27
0,89
0,69
0,71
2,55
1,20
1,71
0,35
1,31
2,14
1,39
1,54
0,37
1,81
0,85
1,26
0,19
0,94
1,48
1,06
0,84
7,44
12,90
9,80
dengan pendapat Alava & Lim (1983) bahwa kualitas protein bergantung kepada komposisi asam
aminonya terutama asam amino esensial. Sementara asam amino dibutuhkan dalam tubuh untuk
mensintesis protein tubuh, protein enzim dan protein-protein fungsional lainnya (Moeljohardjo,
1990). Menurut NRC (1983), asam amino esensial yang jumlahnya rendah akan menjadi faktor pembatas
bagi sintesa protein tubuh. Selain itu dari hasil penelitian ini diperoleh pula kadar protein sebesar
28,10% dalam pakan masih dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi ikan beronang.
Dari hasil uji statistik memperlihatkan bahwa pertambahan bobot dan laju pertumbuhan harian
perlakuan A (dengan bungkil kedelai) tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan B
dan C (tanpa bungkil kedelai) (Tabel 3). Hal ini menjelaskan bahwa tepung bungkil kedelai dapat
digantikan dengan tepung bungkil kopra. Nilai efisiensi pakan dan rasio efisiensi protein pada
perlakuan A lebih rendah dari perlakuan B dan C. Dari nilai ini menjelaskan bahwa penggunaan
tepung bungkil kopra dalam pakan ikan beronang lebih baik dari pada tepung bungkil kedelai.
Pemanfaatan tepung bungkil kopra dalam pakan ikan dapat mengatasi kesulitan pengadaan tepung
bungkil kedelai karena sampai saat ini sebagian besar kebutuhan kedelai masih diimpor.
Dari hasil analisis proksimat ikan awal dan akhir penelitian terlihat bahwa pemberian pakan pada
semua perlakuan dapat meningkatkan kualitas ikan beronang khususnya peningkatan kadar protein
dalam daging ikan (Tabel 4). Meningkatnya kandungan protein dalam daging ikan membuktikan
bahwa pakan yang diberikan memenuhi kebutuhan ikan untuk bertumbuh. Boonyaratpalin (1991),
740
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Tabel 3. Rata-rata pertumbuhan, efisiensi pakan, rasio
efisiensi protein, dan sintasan ikan beronang
Perlakuan
Parameter
Pertambahan bobot (g)
Laju pertumbuhan harian (%/hari)
Efisiensi pakan (%)
Rasio efisiensi protein
Sintasan (%)
A
B
C
50,25ab
0,87ab
0,29b
0,94b
97,78a
76,11a
1,10a
0,43a
1,53a
97,78a
44,80b
0,76b
0.30ab
1,49ab
97,78a
Keterangan: Angka rata-rata dalam baris dengan notasi huruf yang berbeda
menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05)
Tabel 4. Analisis proksimat ikan percobaan
Sesudah Penelitian
Parameter
Sebelum
penelitian
A
B
C
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Kadar abu (%)
Kadar air (%)
47,90
12,64
2,65
14,44
4,73
59,30
19,86
4,49
14,64
5,49
58,35
19,41
3,80
15,15
4,39
57,84
19,77
4,03
14,46
4,44
Halver (1976), dan Wilson (2002) mengemukakan bahwa protein merupakan nutrien esensial yang
dapat mempertahankan kehidupan dan memacu pertumbuhan ikan. Terjadinya peningkatan protein
dan lemak dalam daging ikan pada akhir penelitian memperlihatkan bahwa pakan yang diberikan
pada ikan beronang cukup berkualitas sehingga mampu memberikan pertumbuhan yang baik bagi
ikan beronang dan nilai sintasan yang tinggi (97,78%) (Tabel 3). Komposisi nutrien pakan, baik
komponen makro maupun mikro harus tercukupi secara seimbang agar ikan memiliki vitalitas yang
tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan, sehingga sintasan dan laju pertumbuhannya menjadi
tinggi.
KESIMPULAN
Tepung bungkil kedelai dapat digantikan dengan tepung bungkil kopra dalam pakan pembesaran
ikan beronang.
DAFTAR ACUAN
Alava, V.R. & Lim, C. 1983. The quantitative dietary protein requirements of Penaeus monodon juveniles in a controlled environment. Aquaculture, 30: 53–61.
Boonyaratpalin, M. 1991. Nutritional studies on seabass (Lates cal carifer). p. 33–42. In S.S. DeSilva
(ed.). Fish Nutrition Research in Asia. Proceeding of the Fourth Asian Fish Nutrition Workshop. Asian
Fish.Soc.Spec.Publ.5. Asian Fisheries Society, Manila.
Child, R. 1964. Coconut. Longman. London, 76 pp.
Halver, J.E. 1976. The nutritional requirement of cultivated warm water and coldwater fish spe cies.
Advance in Aquaculture, p. 574–580.
Moeljohardjo, D.S. 1990. Biokimia Umum, Bagian I. Laboratorium Biokimia, Institut Pertanian Bogor,
188 hlm.
National Research Council (NRC). 1983. Nutrien requirements of warmwater fishes and shellfishes.
National Academy Press, Washington D.C., 102 pp.
741
Substitusi tepung bungkil kedelai ... (Neltje Nobertine Palinggi)
Wilson, R.P. 2002. Amino acids and proteins. Dalam Halver, J.E. & Hardy, R.W. (Eds.). Fish Nutrition.
New York: Academic Press, p. 143–179.
Woodrof, J.G. 1979. Coconut: Production, Processing and Product. 2nd Edition. The AVI Publ. Co. Inc.,
Wesport, Connecticut, 165 pp.
Download