449 Pemanfaatan bungkil kopra sebagai pakan substirusi ... (Kamaruddin) PEMANFAATAN BUNGKIL KOPRA SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI PEMBESARAN IKAN BANDENG (Chanos chanos) DI KERAMBA JARING APUNG Kamaruddin dan Noor Bimo Adhiyudanto Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected] ABSTRAK Bungkil kopra merupakan hasil pengolahan kopra untuk menghasilkan minyak kelapa. Bungkil kopra memiliki kandungan protein yang relatif tinggi sekitar 18%-24% dan profil asam amino yang relatif lebih baik dibandingkan dedak halus, meskipun memiliki serat kasar yang relatif tinggi sekitar 13%-16%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis respons pertumbuhan ikan bandeng dengan pemberian bungkil kopra sebagai pakan substitusi dalam pemeliharaan di keramba jaring apung (KJA). Penelitian ini menggunakan wadah jaring yang berukuran 1 m x 1 m x 2 m sebanyak 12 unit, kemudian ditebari ikan bandeng ukuran rata-rata 70-100 g ± 2,59 dengan kepadatan 20 ekor/keramba. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sintasan semua perlakuan berada pada kisaran 95%-100%. Laju pertumbuhan spesifik perlakuan A (100% pakan standar) sebesar 1,15%/hari, perlakuan B (33% pakan substitusi) sebesar 1,01%/hari; perlakuan C (66,7% pakan substitusi) sebesar 0,80%/hari; dan perlakuan D (100% pakan substitusi) sebesar 0,57%/hari. Nilai efisiensi pakan perlakuan A sebesar 0,48; perlakuan B yaitu 0,42; berbeda perlakuan C yaitu 0,31; dan perlakuan D yaitu 0,22. Sedangkan efisiensi protein pada perlakuan A 1,95, perlakuan B 1,80; perlakuan C sebesar 1,50 dan perlakuan D sebesar 1,13. Berdasarkan laju pertumbuhan, efisiensi pakan, serta efisiensi protein, maka pakan ikan bandeng dapat disubstitusi dengan bungkil kopra sebanyak 33,3%. KATA KUNCI: bungkil kopra, substitusi pakan, budidaya bandeng PENDAHULUAN Pada kegiatan budidaya secara intensif, pakan merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan kegiatan budidaya perikanan, karena kontribusinya dapat mencapai 70% dari total biaya produksi (Harris, 2006) terutama untuk biaya komponen protein pakan (Bender et al., 2004). Saat ini komponen pakan buatan untuk ikan didominasi oleh penggunaan tepung ikan sebagai sumber protein utama. Hal ini dikarenakan, tepung ikan memiliki kandungan nutrisi yang sangat cocok dengan kebutuhan ikan budidiya, terutama profil asam amino esensialnya. Pada nilai konversi pakan sekitar 1,5 maka diperlukan sebanyak 0,5-0,75 kg tepung ikan atau setara dengan 1,8-3 kg ikan rucah (kadar air 75%) untuk memproduksi 1 kg ikan. Hal ini menyebabkan akuakultur yang berbasis pakan buatan dengan tepung ikan sebagai sumber protein utamanya, tergolong kegiatan yang tidak menguntungkan secara ekologis. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif sumber protein pakan yang memiliki performansi nilai nutrisi yang relatif setara dengan tepung ikan atau dapat memenuhi kebutuhan ikan budidaya untuk tumbuh sacara optimum. Tepung bungkil kopra merupakan hasil pengolahan kopra untuk menghasilkan minyak kelapa. Tepung bungkil kopra ini memiliki kandungan protein yang relatif tinggi sekitar 18%-24 % dan profil asam amino yang relatif lebih baik dibandingkan dedak halus, meskipun memiliki kandungan serat kasar yang relatif tinggi sekitar 13%-16% (Hertampf & Piedad-Pascual, 2000). Pengamatan di lapangan juga menunjukkan bahwa ikan bandeng yang dipelihara di tambak dengan kepadatan cukup tinggi sekitar 25.000 ekor/ha dapat mengonsumsi dan memanfaatkan langsung tepung bungkil kopra dengan baik seperti pakan bandeng (pellet) komersil (Makmur, komunikasi pribadi, 2010). Beberapa pembudidaya juga menginformasikan bahwa ikan bandeng yang diberi makanan bungkil kelapa atau bungkil kopra dapat mengelimir bau lumpur (geosmine) pada ikan bandeng tersebut. Sementara poduksi bungkil kopra dibeberapa tempat seperti Sulawesi Selatan cukup tinggi dengan harga sekitar Rp 1.200,-/kg atau lebih rendah dari harga dedak halus yaitu sekitar Rp 2.000,-—Rp 2.500,-/kg yang Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 450 merupakan salah satu bahan dasar utama dalam pakan ikan bandeng. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mendapatkan harga pakan dan biaya produksi ikan bandeng intensif yang lebih murah dan lebih efisien, maka pemafaatan tepung bumgkil kopra dalam pakan pada budidaya ikan bandeng ini perlu dioptimalkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis respons pertumbuhan ikan bandeng dengan bungkil kopra sebagai pakan subsitusi dalam pemeliharaan di keramba jaring apung (KJA). Kegunaannya adalah mengoptimalkan pemanfaatan limbah industri minyak kelapa (bungkil kopra) dalam menekan biaya produksi budidaya ikan bandeng di KJA. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama ± 12 (dua belas) minggu, yaitu pada bulan Juli sampai September 2010 di keramba jaring apung Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau Maros,yang berlokasi di Desa Lawallu Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Wadah yang digunakan pada penelitian adalah keramba jaring apung ukuran 1 m x 1 m x 1 m sebanyak 12 unit, hewan uji yang digunakan adalah ikan bandeng ukuran rata-rata 70-100 g ± 2,59 dengan kepadatan 20 ekor/ keramba, menggunakan pakan subsitusi berbasis bungkil kopra, serta pelet yang juga berfungsi sebagai kontrol. Pakan subsitusi menggunakan bahan dasar bungkil kopra sebanyak 93,5% dari total bahan ditambak tepung terigu sebanyak 5%, serta vitamin dan mineral sebanyak 1,5%. Tepung terigu digunakan sebagai perekat agar pakan dapat merekat sempurna. Setelah dicampurkan kemudian di buat dalam bentuk pelet untuk diberikan pada ikan bandeng di keramba jaring apung. Komposisi proksimat bahan utama dan pakan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Komposisi proksimat bahan utama pakan (% bahan kering) Jenis bahan Protein Lemak Serat Abu BETN 20,3 9,1 6,9 1,7 11,5 1,2 7,6 0,2 53,6 87,8 Bungkil kopra Tepung terigu BETN = Bahan ekstraksi tanpa nitrogen Tabel 2. Komposisi proksimat pakan subsitusi dan pakan standar (% bahan kering) Jenis pakan Protein Lemak Serat Abu BETN 19,5 24,7 6,6 5,2 10,7 5,7 7,6 11,3 55,7 53,1 Pakan subsitusi Pakan standar Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan yang berbasis bungkil kopra dan pelet komersil sebagai kontrol. Perlakuan yang dicobakan adalah tingkat substitusi pakan berbasis bungkil kopra terhadap pakan pelet komersil seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat substitusi pakan pelet komersil dengan pakan berbasis bungkil kopra (%) Jenis pakan Pelet komersil Pakan berbasis bungkil kopra Tingkat subsitusi A B C D 100 0 66,7 33,3 33,3 66,7 0 100 451 Pemanfaatan bungkil kopra sebagai pakan substirusi ... (Kamaruddin) Dosis pemberian pakan sebanyak 3%-5% dari bobot total ikan menurun dengan meningkatnya ukuran bobot ikan. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang, dan sore hari). Untuk mengetahui tingkat sintasan dilakukan penghitungan jumlah ikan pada awal dan akhir penelitian dengan cara menghitung secara keseluruhan hewan uji pada setiap unit keramba. Untuk menghitung sintasan hewan uji digunakan rumus yang dikemukakan oleh effendi (1979) sebagai berikut: SR Nt x 100% No dimana: SR = sintasan (%) No = jumlah individu pada awal pemeliharaan atau hari ke-0 (ekor) Nt = jumlah individu setelah pemeliharaan (ekor) Untuk mengetahui laju pertumbuhan spesifik hewan uji, dilakukan penimbangan ikan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 1 g setiap 2 (dua) minggu selama masa pemeliharaan. Laju pertambahan spesifik ikan hewan uji dihitung berdasarkan rumus Schulz et al. (2005). W = (Ln Wt – Ln Wo) x 100% dimana: W = laju pertumbuhan spesifik (%/hari) Ln Wt = Ln bobot hewan uji akhir penelitian (g) Ln Wo = Ln bobot hewan uji awal penelitian (g) t = lamanya pemeliharaan (hari) Rasio efisiensi pakan diketahui dengan perhitungan jumlah pakan yang diberikan/dimakan selama pemeliharaan (bobot kering) dan pertambahan bobot hewan uji (bobot basah) yang dihitung berdasarkan rumus dari Takeuchi (1988) sebagai berikut: Efisiensi pakan Pertambahan bobot ikan (bobot basah) x 100% Jumlah konsumsi pakan (bobot kering) Efisiensi protein diketahui dengan perhitungan jumlah pertambahan bobot ikan dibagi jumlah protein yang dimakan selama pemeliharaan (bobot kering) (Takeuchi, 1988). Efisiensi protein Perubahan bobot ikan (bobot basah) x 100% Jumlah konsumsi protein (bobot kering) Percobaan ini disusun menggunakan desain rancangan acak lengkap yang terdiri atas 4 (empat) perlakuan dengan masing-masing 3 (tiga) ulangan. Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, maka dilakukan analisis data sidik ragam dengan menggunakan SPSS 12, serta pengamatan kualitas air. Apabila ada perlakuan yang memberikan hasil berbeda nyata atau sangat nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk mengetahui perlakuan yang terbaik (Gasperz, 1991). HASIL DAN BAHASAN Respons biologi terhadap pemanfaatan bungkil kopra sebagai pakan pada pembesaran ikan bandeng di keramba jaring apung adalah sebagai berikut (Tabel 4). Pada Tabel 4, menunjukkan bahwa sintasan pada ikan bandeng yang diberi pakan uji tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan. Dengan demikian tingkat kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan masih mendukung kebutuhan dasar untuk sintasan ikan uji, meskipun pada penebaran awal sampai sampling I tidak menunjukkan adanya kematian (Gambar 1). Tetapi memasuki sampling ke-II sampai akhir penelitian terjadi kematian ikan, salah satu faktor penyebab kematian ikan tersebut adalah Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012 452 Tabel 4. Respons biologi ikan yang diperoleh selama penelitian dari pemanfaatan bungkil kopra Perlakuan Parameter yang diamati A B Sintasan (%) 96,2±3,06 a 100±0,00 Laju pertumbuhan spesifik (%/hari) 1,15±0,04 a Efisiensi pakan (%) 0,48±0,02 Efisiensi protein (%) 1,95±0,08 C D a 94,7±5,25 98,2±3,06 a 1,02±0,10 a 0,80±0,11 b 0,57±0,02 c a 0,41±0,04 a 0,31±0,05 b 0,22±0,02 c a 1,80±0,19 ab 1,5±0,23 b 1,13±0,1 a c stres akibat terkelupasnya sisik ikan pada saat sampling. Dengan kondisi ikan menjadi lemah, sehingga parasit lebih mudah menyerang sehingga ikan tersebut mati. Secara statistik pada Tabel 4, laju pertumbuhan spesifik ikan antar perlakuan menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05). Hasil analisis uji BNT memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan spesifik ikan pada perlakuan A sebesar 1,15 g/hari dan pada perlakuan B sebesar 1,01 g/hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05); namun keduanya berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan C (0,80 g/hari) dan perlakuan D (0,57 g/hari). Dengan demikian semakin tinggi penggunaan pakan berbahan dasar bungkil kopra, maka cenderung semakin menurunkan laju pertumbuhan spesifik ikan bandeng. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi penggunaan pakan berbahan dasar bungkil kopra, maka semakin rendah jumlah protein pakan yang dikonsumsi, karena protein bungkil kopra rendah hanya sekitar 20,3% (Tabel 1). Menurut Halver & Hardy (2002), protein merupakan makro nutrien yang sangat dibutuhkan oleh ikan untuk tumbuh optimum. Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam protein tersebut terdapat asam amino esensial yang sangat dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Selain itu, pakan yang berbahan dasar bungkil kopra tersebut juga mengandung serat kasar sekitar 10,7% (Tabel 2) lebih tinggi daripada pakan komersial (standar). Serat kasar yang tinggi dalam pakan ikan dapat menurunkan nilai kecernaan pakan (Usman et al., 2007). Laju pertumbuhan spesifik yang diperoleh relatif tergolong masih rendah, karena menurut Anonim (2005), laju pertumbuhan ikan di keramba jaring apung dapat mencapai 1,6%/hari. Perbedaan laju pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kualitas pakan, kualitas benih, dan kualitas air media budidaya (Usman, 2010). Berdasarkan laju pertumbuhan spesifik ikan, maka pakan berbahan dasar kopra ini dapat digunakan untuk mensubtitusi pakan komersial standar sebesar 33,3%. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tingkat efisiensi pakan pada semua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pakan pada perlakuan A tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan B, namun keduanya berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan C dan D. Tingkat efisiensi pakan terendah terjadi pada perlakuan D, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan pakan berbahan dasar bungkil kopra, maka cenderung menurunkan tingkat efisiensi pakan, maka pakan berbahan dasar bungkil kopra ini dapat mensubstitusi sekitar 33,3% pakan komersil standar pada pembesaran ikan bandeng di keramba jaring apung. Efisiensi pakan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan pakan bagi pertumbuhan ikan. Efisiensi protein yang terbaik diperoleh pada perlakuan A dengan tingkat efisiensi 1,95; sedangkan yang terendah diperoleh pada perlakuan D yaitu 1,13. Uji statistik menunjukkan hasil terbaik pada perlakuan A meskipun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan B. Tetapi perlakuan B tidak berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan A dan C. Sedangkan perlakuan C berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan D. Protein merupakan unsur utama dari jaringan dan organ tubuh hewan dan juga senyawa nitrogen lainnya seperti asam nukleat, enzim, hormon, vitamin, dan sebagainya (Furuichi, 1988). Menurut Buwono (2000), protein berfungsi sebagai zat penyusun jaringan tubuh dan pertumbuhan ikan dan merupakan sumber energi. Protein dalam pakan berperan dalam metabolisme di dalam badan ikan. 453 Pemanfaatan bungkil kopra sebagai pakan substirusi ... (Kamaruddin) Protein merupakan zat yang paling penting dalam pakan selain lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin seimbang (Anonim, 2010). Peranan protein dalam pakan besar pengaruhnya terhadap laju pertambahan bobot harian, pertambahan bobot individu, serta konversi pakan yang diperoleh (Suhenda & Tahapari, 1997). Oleh karena itu, semakin tinggi nilai efisiensi protein ikan terhadap pakan yang diberikan maka kualitas pakan tersebut bagus. Berdasarkan nilai efisiensi protein, maka pakan berbahan dasar bungkil kopra dapat mensubtitusi sekitar 33,3% pakan komersial standar pada pembesaran ikan bandeng di keramba jaring apung. KESIMPULAN Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan laju pertumbuhan spesifik ikan, efisiensi pakan, dan efisiensi protein, maka pakan berbahan dasar bungkil kopra dapat digunakan sekitar 33,3% untuk menggantikan pakan komersial dalam budidaya ikan bandeng di keramba jaring apung. Jika penggunaan lebih dari 33,3% maka cenderung menurunkan laju pertumbuhan spesifik ikan, efisiensi pakan, dan efisiensi protein. DAFTAR ACUAN Anonim. 2005. Ikan bandeng potensial dibudidayakan dalam KJA di Laut. Klipping Dunia ikan dan mincing. Dikutip dari: Warta Penelitian Perikanan Budidaya Volume II Nomor 1. Diposkan pada 31 Desember 2007 in Budidaya. —————. 2010. Pakan. dikutip dari htt://www.wikipedia.co.id. Bender, J., Lee, R., Sheppard, M., Brinkley, K., Philips, P., Yeboah, Y, & Wah, R.C., 2004. A waste effluent treament system based on microbial mats for black sea bass Centropristis striata recycled water mariculture. Aquac. Eng., 31: 73-82. Buwono. I.D. 2000. Kebutuhan asam amino essensial dalam ransum ikan. Peternakan dan Perikanan. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta, 56 hlm. Effendi. 1997. Biologi perikanan. Fakultas perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 155 hlm. Furuchi, M. 1988. Dietary Requirement. In Watanabe, T. (Ed.) Fish Nutrition and Mariculture. Fishery Research Laboratory. Kyushu University. Fukuoka. Japan 811-33: 9 pp. Gasperz, V. Metode perancangan percobaan. Armico. Bandung, 623 hlm. Halver. J.E. & Hardy, R.W. 2002. Nutrient Flow and Nutrition. In: Halver, J.E. & Hardy, R.W. (Eds.) Fish Nutrition. Academic Press. New York, p. 755-750. Harris, E. 2006. Akuakultur berbasis “Trophic Level”: Revitalisasi untuk ketahanan pangan, daya saing ekspor dan kelestarian lingkungan. Orasi Ilmiah Guru Besar tetap Ilmu Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 65 hlm. Hertampf, J.W. & Piedad-Pascula, P. 2000. Handbook on Ingredienst for aquaculture Feeds Kluwer Academic Publishers, 573 pp. Takeuchi, T. 1988. Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrients. In Watanabe, T. (Ed.) Fish Nutrition and Mariculture. JICA Kanagawa International Fisheries Training Centre, Tokyo, p. 179-233. Schulz, C., Knaus, U., Wirth, M., & Rennet, B. 2005. Effect of Varying Dietary Fatty Acid Profile on Growth Performance, Fatty Acid, Body an Tissue Composition of Juvenile Pike Perch (Sander lucioperca). Aquaculture nutrition, II: 403-413. Suhenda, N. & Tahapari, E. 1997. Penentuan kebutuhan kadar protein pakan untuk pertumbuhan dan sintasan benih ikan Jelawat Leptobarbus hoaveni. J. Pen. Perik. Indonesia, III(2): 1-9. Usman, William, K.C., & Rimmer, M.A. 2007. Digestability of selected feed ingredients for Tiger Grouper Ephinphelus fuscoguttatus. Indonesian Aquaculture Journal, 2: 113-120. Usman, Palinggi, N.N., Kamaruddin, Makmur, & Rachmansyah. 2010. Pengaruh kadar proein dan lemak pakan terhadap pertumbuhan dan komposisi tubuh ikan kerapu macan, Ephinephelus fuscoguttatus. Laporan hasil penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, 15 hlm.