MODUL PERKULIAHAN Kewirausahaan II Teori Kepuasan Konsumen ( Customer Satisfaction ) Fakultas Program Studi Ekonomi dan Bisnis Manajemen Tatap Muka 13 Kode MK Disusun Oleh Kode 90024 Rizal, S.ST., MM Abstract Kompetensi Kepuasan Konsumen ( Customer Satisfaction ) Mampu menentukan strategi pemasaran yang akan dilaksanakan Kepuasan Konsumen ( Customer Satisfaction ) Studi Kasus : Restoran Kepuasan Pengertian Kepuasan Selama beberapa dekade belakang ini, banyak buku yang menuliskan pentingnya menciptakan kepuasan konsumen. Hal ini dinyatakan oleh Irfan Ahmed dalam Academy of Marketing Science Journal, yaitu : “During the past decade, numerous books have been written on the importance of achieving customer satisfaction. The search for customer satisfaction has followed the movement toward building quality into firms' product and processes. Much has been said on why this endeavor deserves the undivided attention of firms' management; often accompanied with anecdotal evidence of how the relentless pursuit of customer satisfaction leads companies to superior performance and profitability. The exactitude of these claims has improved over the years with increasingly rigorous understanding of how and to what extent customer satisfaction improves firm performance. As with any evolving field of business theory and practice, some popular nations have been questioned in the process (e.g., Iacobucci, Grayson, and Ostrom 1994 refute some popular customer satisfaction slogans)” Kata “kepuasan” atau satisfaction berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan facto (melakukan atau membuat), sehingga secara sederhana dapat diartikan ‘upaya pemenuhan sesuatu’. Namun, ditinjau dari perspektif perilaku konsumen, istilah ‘kepuasan pelanggan’ lantas menjadi sesuatu yang kompleks. Bahkan, sebenarnya sampai saat ini belum dicapai Kesepakan mengenai konsep kepuasan pelanggan : apakah kepuasan merupakan respon emosional ataukan evaluasi kognitif’ (Edwardson, 1998). Ini dapat dilihat dari definisi yang dikemukakan banyak kepuasan/ketidakpuasan pakar. Day, (dalam Tse & pelanggan sebagai respon Wilton, 1988) pelanggan mendefinisikan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (discomfirmation) yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. 2012 2 Kewirausahaan II Rizal, S.ST., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Wilkie (1990) yang dikutip oleh Tjiptono (2000 : 89) mendefinisikannya sebagai tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Sementara itu, Engel, et al. (1990) masih dalam bukunya Tjiptono (2000 :89) menyatakan bahwa kepuasan pelangggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan dalam jurnal Cathy Parker, dan Brian P. Mathews dalam jurnal Marketing Intelligence & Planning, yaitu : Poisz and Van Grumbkow (1988) view satisfaction as a discrepancy between the observed and the desired. This is consistent with value-percept disparity theory (Westbrook and Reilly, 1983) which was developed in response to the problem that consumers could be satisfied by aspects for which expectations never existed (Yi, 1990). The value-percept theory views satisfaction as an emotional response triggered by a cognitive-evaluative process (which is the comparison of the "object" to one's values rather than an expectation). Consumers want consonance (or no disparity) between their values (needs, wants and desires) and the object of their evaluations. Recent developments of this study include the concept of desire congruency (Spreng et al., 1996). Lebih lanjut Tjiptono mengutip apa yang dikatakan oleh Mowen, merumuskan pelanggan kepuasan sebagai sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan (acquisition) dan pemakaiannya. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan merupakan penilaian evaluatif purnabeli yang dihasilkan dari seleksi pembelian spesifik. Definisi tersebut dijabarkannya dalam model kepuasan/ketidakpuasan pelangggan. Kepuasan merupakan fungsi dari harapan pelanggan dengan kenyataan produk yang didapatkan pelanggan, Kotler (2005:43) menuliskan kepuasan secara matematik yaitu : S = f(E,P) Keterangan : S = Kepuasan (Satisfaction) E = Harapan pelanggan (Expected) Sumber : Kotler (2005:43) P = Kenyataan produk yang didapatkan pelanggan (Product Perceived Performance 2012 3 Kewirausahaan II Rizal, S.ST., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Model Konseptual Kepuasan Pelanggan Sejumlah model teoretikal telah dikemukakan dan digunkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan/ketidakpuasan pelanggan. Diantaranya adalah model diskonfirmasi harapan (expectancy disconfirmation model), equity theory, attribution theory, dan experimentially-based affective feelings. 1) Expectancy Disconfirmation Model Model ini mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai “evaluasi yang memberikan hasil dimana pengalaman yang dirasakan setidaknya sama baiknya (sesuai) dengan yang diharapkan.” Secara skematik, model ini ditunjukkan dalam gambar di bawah ini : Pengalaman produk / nilai sebelumnya Harapan Terhadap Kinerja Seharusnya Tertentu Evaluasi Terhadap Kinerja Aktual Merek Bersangkutan Evaluasi Kesesuaian / ketidaksesuaian Antara HarapanDan Kinerja Ketidakpuasan Emosional Konfirmasi Harapan Kepuasan Emosional Kinerja Gagal Memenuhi Kinerja tidak terlalu berbeda dengan Harapan Kinerja Melampaui Harapan Gambar 1.1 Pembentukan Kepuasan / Ketidakpuasan Pelanggan Sumber : Woodruff, Cadotte & Jenkins (1983) dalam Fandy Tjiptono, 2000. Prespektif Manajemen Pemasaran dan Kontemporer 2012 4 Kewirausahaan II Rizal, S.ST., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2) Equity Theory Sejumlah peneliti berpendapat bahwa setiap orang menganalisis pertukaran antara dirinya dengan pihak lain guna menentukan sejauh mana pertukaran tersebut adil atau fair. Equity theory beranggapan bahwa orang menganalisis rasio input dan hasilnya (outcome) dengan rasio input dan hasil mitra pertukarannya. Jika ia merasa bahwa rasionya unfavorable dibandingkan anggota lainnya dalam pertukaran tersebut, ia cenderung akan merasakan adanya ketidakadilan. Rasio ini dapat ditunjukkan secara sederhana sebagai berikut : Hasil A Hasil B Input A Input B Dengan demikian hasil yang diperoleh individu A dari pertukaran dibagi dengan input yang diberiokannya harus sama dengan hasil yang didapatkan individu B dari pertukatan tersebut dibagi input individu B. apabila rasio itu dipersepsikan tidak sama (tidak seimbang), terutama jika dirasakan unfavorable bagi pelanggan yang melakukan evaluasi, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Cathy Parker, dan Brian P. Mathews dalam jurnal Marketing Intelligence & Planning, yaitu : “Equity theory has also been applied to CS (e.g. Fisk and Young, 1985; Swan and Oliver, 1985). According to this theory, individuals compare their input/output ratios with those of others (Yi, 1990). In a transaction relationship, therefore, a consumer could compare their net gain to the marketer's or any other reference group (Merton and Lazarsfeld, 1950). If this was perceived to be "fair" then the consumer would be satisfied. Thus, in these cases, satisfaction is an outcome of inter-personal rather than intra-personal comparisons”. 3) Attribution theory. Attribution theory mengidentifikasi proses yang dilakukan seseorang dalam menentukan penyebab aksi/tindakan dirinya, orang lain, dan objek tertentu. Atribusi yang dilakukan seseorang dapat sangat mempengaruhi kepuasan purnabelinya terhadap produk atau jasa tertentu, karena atribusi memoderasi perasaan puas atau tidak puas. 2012 5 Kewirausahaan II Rizal, S.ST., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 4) Experimentaly-Based Affective Feelings Pendekatan eksperesial berpandangan bahwa tingkat kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh perasaan positif dan negatif yang diasosiasikan pelanggan dengan barang atau jasa tertentu setelah pembeliannya. Dengan kata lain, selain pemahaman kognitif mengenai diskonfirmasi harapan, perasaan yang timbul dalam proses purna beli juga mempengaruhi perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dibeli. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan salah satu topik penelitian yang sangat populer dalam paruh kedua dekade 1990-an. Selama periode itu banyak pula berkembang jasa konsultasi dalam hal penelitian dan pengukuran kepuasan pelanggan yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan riset pasar, biro periklanan, dan konsultasi manajemen. Dalam hal pengukuran pengukuran kepuasan pelanggan, ada tiga aspek penting yang saling berkaitan : (1) apa yang diukur; (2) metode pengukuran; dan (3) skala pengukuran. Mengingat kepuasan pelanggan merupakan ukuran yang relatif, maka pengukurannya tidak boleh hanya bersifat one-time, single shot studies. Justru sebaiknya pengukuran kepuasan pelanggan harus dilakukan secara reguler agar dapat menilai setiap perubahan yang terjadi dalam kaitannya dengan jalinan relasi dengan setiap pelanggan. Selain itu perusahaan juga dapat melakukan patok duga (Benchmarking) dengan kinerja masa lalu dan kinerja para pesaing. 1) Hal yang diukur Tidak ada satupun ukuran tunggal ’terbaik’ mengenai kepuasan pelanggan yang disepakati secara universal. Meskipun demikian, ditengah beragamnya cara mengukur kepuasan pelanggan, terdapat kesamaan paling tidak dalam enam konsep inti : 1) Kepuasan pelanggan keseluruhan Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas dengan produk atau jasa spesifik tertentu. Biasanya ada dua bagian dalam proses pengukurannya. Pertama, mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan 2012 6 Kewirausahaan II Rizal, S.ST., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bersangkutan. Kedua, menilai dan membandingkannya dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk dan atau jasa para pesaing. 2) Dimensi kepuasan pelanggan Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan ke dalam komponen- komponennya. Umumnya proses semacam itu terdiri dari empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai produk atau jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan layanan atau keramahan staf layanan pelanggan. Ketiga, meminta pelanggan menilai produk dan atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama. Keempat, meminta para pelanggan untuik menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan. 3) Konfirmasi harapan Dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual produk perusahaan. 4) Minat pembelian ulang Kepuasan pelanggan diukur berdasarkan behavioral dengan jalan menanyakan apakah pelanggan akan belanja atau menggunakan jasa perusahaan lagi. 5) Kesediaan untuk merekomendasi Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama (seperti pembelian mobil, broker rumah, komputer, dan lain-lain) kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti. 6) Ketidakpuasan pelanggan Beberapa aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan pelanggan, meliputi; (a) complain, (b) retur atau pengembalian produk, (c) biaya garansi,(d) recall, (e)word of mouth negative, dan (f) defections. 2012 7 Kewirausahaan II Rizal, S.ST., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2) Metode Pengukuran Kotler, et al yang dikutip Fandy Tjiptono (2005:34), mengidentifikasikan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu sebagai berikut : 1) Sistem keluhan dan saran Setiap organisasi jasa yang berorientasi pada pelanggan wajib memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. 2) Ghost Shopping Salah satu untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing. Mereka lantas memberikan laporan penting berdasarkan pengalamannya mengenai kekuatan dan kelemahan jasa perusahaan dibanding para pesaing. 3) Lost Costomer analysis Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok, agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. 4) Survei kepuasan pelanggan Umumnya sebagian besar penelitian mengenai kepuasan pelanggan menggunakan metode survei, baik via pos, telepon, e-mail, maupun wawancara langsung. Perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka. Pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Fandy Tjiptono, 2005:212) : a) Directly Reportes Satisfaction Pengukuran kepuasan konsumen yang dilakukan menggunakan item-item spesifik yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan. b) Derived Satisfaction Pengukuran kepuasan pelanggan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut 2 hal utama yaitu tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja produk atau perusahaan pada atribut-atribut relevan, dan persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk atau perusahaan yang bersangkutan. 2012 8 Kewirausahaan II Rizal, S.ST., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Hubungan antara Bauran Pemasaran Jasa dengan Kepuasan Konsumen Dalam era perdagangan bebas, setiap perusahaan harus menghadapi persaingan ketat dari perusahaan-perusahaan lain di seluruh dunia. Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing juga menuntut setiap perusahaan untuk selalu memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen serta berusaha memenuhi apa yang meraka harapkan dengan cara yang lebih memuaskan daripada yang dilakukan pesaing. Sebuah perusahaan memerlukan pemasaran untuk memasarkan produk atau jasanya. Untuk itu diperlukan program bauran pemasaran jasa yang tepat agar dapat memasarkan produk atau jasanya sampai ke tujuan dan tepat waktu. Program bauran pemasaran jasa yang dilaksanakan oleh perusahaan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Jika kebutuhan dan keinginan konsumen dapat terpenuhi maka konsumen akan memperoleh kepuasan. Kepuasan inilah yang akan membuat perusahaan memenangkan persaingan dalam pasar. Kotler dan Keller (2006 : 138) menandaskan bahwa “satisfaction is a person’s feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s perceived performance or outcomes in relation to his or her expectation”. Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Kepuasan atau Satisfaction (S) merupakan fungsi dari perceived performance (P) dan Customer Expectation (E). S = f (P,E) Kepuasan konsumen dapat dilihat dari sejauh mana harapan konsumen dapat dipenuhi oleh kinerja aktual perusahaan. 2012 9 Kewirausahaan II Rizal, S.ST., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Fandy Tjiptono. 2000. Persfektif Manajemen dan Pemasaran Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Andi. Fandy Tjiptono. 2005. Service, Quality & Satisfaction. Yogyakarta : Penerbit Andi. Ahmed, Irfan. Listening to the Voice of the Customer: 16 Steps to a Successful Customer Satisfaction Program. Academy of Marketing Science. Journal. Greenvale: Spring 2000. Vol.28, Iss. 2; pg. 313, 3 pgs Kotler, Philip. 2005. Marketing Management, Prentice Hal International, Inc.New Jersey ___________ and Keller, Kevin, Lane. 2006. Management Marketing. New Jearsey: Prentice Hall. Parker, Cathy. Brian P. Mathews. Customer satisfaction: contrasting academic and consumers' interpretations. Marketing Intelligence & Planning. Bradford: 2001. Vol.19, Iss. 1; pg. 38 Payne, Adrian. 2000. The Essence of Services Marketing. Prentice Hall International (UK) Ltd. Stanton, William, J. 1994. Fundamentals of Marketing. McGraw-Hill,Inc. Supranto. J. 1997. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan; Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta : Rineka Cipta. Yazid. 1999. Pemasaran Jasa. Ekonisia Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta. Zeithaml, Valerie & Mary Jo Bitner. 2006. Service Marketing. Singapore : The Mc Graw Hill Companies,Inc. 2012 10 Kewirausahaan II Rizal, S.ST., MM Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id