MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I ATRIBUSI SOSIAL Fakultas Program Studi Fakultas Psikologi Psikologi Tatap Muka 07 Kode MK Disusun Oleh 90003 Setiawati Intan Savitri, S.P.M.Si Abstract Kompetensi Materi tentang beberapa teori tentang atribusi social, kesalahan atribusi dan alasannya Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan beberapa teori tentang atribusi social,kesalahan atribusi dan alasannya Atribusi Sosial Atribusi adalah proses mengenali penyebab dari tingkah laku orang lain serta sekaligus memperoleh pengetahuan tentang sifat-sifat dan disposisi-disposisi yang menetap pada orang lain. Atribusi berarti memahami penyebab perilaku orang lain, yaitu bagaimana orang menjelaskan perilaku orang lain. Kita tak henti-hentinya menganalisis mengapa banyak hal terjadi begitu saja khususnya ketika kejadian negatif itu menimpa kita. Beberapa pasangan menikah menganalisis perilaku pasangannya lebih spesifik lagi dari segi kekurangan sehingga perseteruan sering terjadi. Ini merupakan atribusi yang sebab musababnya adalah orang. Sedangkan sebab musabab situasi dapat dijelaskan bahwa kejadian semacam ini disebabkan karena situasi & didukung perilaku pasangan itu sendiri karena belum bisa saling memahami. Jadi dalam kejadian semacam ini kita tidak bisa hanya beratribusi menyalahkan orangnya atau karena situasinya. Kecenderungan memberi atribusi disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu, termasuk apa yang ada dibalik perilaku orang lain. Attribution theory (teori sifat) merupakan posisi tanpa perlu disadari pada saat melakukan sesuatu menyebabkan orang-orang yang sedang menjalani sejumlah tes bisa memastikan apakah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan orang lain dapat merefleksikan sifat-sifat karakteristik yang tersembunyi dalam dirinya, atau hanya berupa reaksi-reaksi yang dipaksakan terhadap situasi tertentu. Kajian tentang atribusi pada awalnya dilakukan oleh Frizt Heider (1958). Menurut Heider, setiap individu pada dasarnya adalah seseorang ilmuwan semu (pseudo scientist) yang berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan dan memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain bertingkah laku tertentu. Dengan kata lain seseorang itu selalu berusaha untuk mencari sebab mengapa seseorang berbuat dengan cara-cara tertentu. Misalkan kita melihat ada seseorang melakukan pencurian. Sebagai manusia kita ingin mengetahui penyebab kenapa dia sampai berbuat demikian. Dua fokus perhatian di dalam mencari penyebab suatu kejadian, yakni sesuatu di dalam diri atau sesuatu di luar diri. Apakah orang tersebut melakukan pencurian karena sifat 2013 2 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id dirinya yang memang suka mencuri, ataukah karena faktor di luar dirinya, dia mencuri karena dipaksa situasi, misalnya karena dia harus punya uang untuk membiayai pengobatan anaknya yang sakit keras. Bila kita melihat/menyimpulkan bahwa seseorang itu melakukan suatu tindakan karena sifat-sifat kepribadiannya (suka mencuri) maka kita telah melakukan atribusi internal (internal attribution). Tetapi jika kita melihat atau menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh seseorang dikarenakan oleh tekanan situasi tertentu (misalnya mencuri untuk membeli obat) maka kita melakukan atribusi eksternal (external attribution). Proses atribusi telah menarik perhatian para pakar psikologi sosial dan telah menjadi objek penelitian yang cukup intensif dalam beberapa dekade terakhir. Cikal bakal teori atribusi berkembang dari tulisan Fritz Heider (1958) yang berjudul “Psychology of Interpersonal relations). Dalam tulisan tersebut Heider menggambarkan apa yang disebutnya “native theory of action”, yaitu kerangka kerja konseptual yang digunakan orang untuk menafsirkan, menjelaskan, dan meramalkan tingkah laku seseorang. Dalam kerangka kerja ini, konsep intensional (seperti keyakinan, hasrat, niat, keinginan untuk mencoba dan tujuan) memainkan peran penting. Menurut Heider ada dua sumber atribusi tingkah laku: (1). Atribusi internal atau atribusi disposisional. (2). Atribusi eksternal atau atribusi lingkungan. Pada atribusi internal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh sifat-sifat atau disposisi (unsur psikologis yang mendahului tingkah laku). Pada atribusi eksternal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh situasi tempat atau lingkungan orang itu berada. Atribusi sangat kompleks, banyak teori yang mencoba menerangkannya, kita akan melihat 3 teori yang paling banyak dimanfaatkan: Teori Jones & Davis Theory of correspondent inference yaitu memanfaatkan informasi tentang perilaku orang sebagai dasar untuk menetapkan cirri-ciri sifatnya . Untuk menetapkan bahwa perilaku seseorang itu mencerminkan ciri-ciri sifatnya maka kita perlu menilai: 1. Apakah perilaku itu adalah perilaku pilihannya? 2. Apakah perilaku itu menunjukkan ciri-ciri berbeda atau tidak biasa? 3. Apakah perilaku itu termasuk dalam kelompok perilaku yang tidak diinginkan secara social 2013 3 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Setiap individu seolah-olah akan membuat referensi seperti referensi statistik yaitu mencari pola umum (hukum umum) dengan membuang informasi yang tidak relevan. Sebutan inferensi koresponden juga disebabkan karena teori ini mencari korespondensi antara perilaku dengan atribusi disposisional (internal) yang berbeda dengan penyeba-penyebab atribusi situasional. Teori ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu perilaku itu disebabkan oleh disposisi (karakteristik yang bersifat relatif stabil) pada individu atau tidak. Pertama-tama yang harus diketahui adalah akibat. Dengan mengetahui akibatnya dapat diketahui intensi atau niatan orang berbuat. Diyakini ada niat atau kesengajaan dalam berbuat, kalau individu mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan suatu tindakan. Setelah diketahui niatan atau kesengajaan maka diinferensi apakah perbuatan tersebut diperbuat karena faktor disposisional atau bukan. Untuk meyakini adanya faktro disposisional, maka harus ada dua hal yang dipenuhi yaitu : 1. Noncommon effects (akibat khusus) : perilaku tersebut bersifat unik pada individu, yaitu diantara berbagai pilihan yang mungkin dilakukan, individu memilih yang paling unik 2. Social desirabilty (kepuasan atau kelayakan sosial) : seberapa jauh perbuatan mempunyai nilai sosial yang tinggi. Kalau suatu perbuatan memang diinginkan banyak orang maka perbuatan tersebut mempunyai nilai kepantasan sosial yang tinggi. Teori Harold Kelley Theory of causal attribution yaitu bagaimana menjawab pertanyaan: “mengapa” • Untuk menjawab pertanyaan “mengapa” ada 3 arah penjelasan: • Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam orang yang terlibat dalam perilaku yang diamati untuk dijelaskan penyebabnya • Faktor eksternal: faktor yang berasal dari luar orang tersebut • Kombinasi faktor internal dan eksternal • 2013 4 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sedangkan untuk mengetahui arah penjelasan yang paling tepat, dipertimbangkan 3 aspek: • Konsensus: Bagaimana reaksi atau perilaku orang lain dalam situasi yang sama? • Konsistensi: Sejauh mana aktor memperlihatkan perilaku yang sama dalam berbagai situasi dan waktu yang berbeda? • Keunikan: sejauh mana aktor bereaksi dalam perilaku yang sama kepada orang lain, kejadian atau stimuli yang berbeda? Sebuah contoh, ketika kita diminta menilai mengapa seseorang yang tidak kita kenal mencela sebuah film yang diperlihatkan kepadanya. Jika kita tahu tidak ada orang lain yang menilai jelek film itu (konsensus rendah) dan kita tahu bahwa di masa lalunya orang tersebut sering mencela film (konsistensi tinggi), maka kita akan membuat atribusi personal. Misalnya, dengan mengatakan bahwa orang tersebut punya standar yang tinggi untuk film atau memang memiliki kecenderungan negativistic. Penilaian kita selalu dikaitkan dengan karakteristik personal orang tersebut, Di sisi lain, jika kita tahu bahwa orang-orang lain juga mencela film itu (konsensus tinggi) dan orang-orang yang sedang kita nilai jarang mencela film-film lain (keunikan tinggi), dan di masa lalunya orang tersebut sering mencela film (konsistensi tinggi), maka kita akan membuat atribusi stimulus. Misalnya, dengan mengatakan bahwa film yang diperlihatkan itu memang jelek. Dalam teorinya Kelley menyimpulkan bahwa : • Atribusi diarahkan ke faktor internal bila: konsensus dan keunikan rendah, tetapi konsistensinya tinggi • Atribusi diarahkan ke faktor eksternal bila: konsensus, konsistensi dan keunikan tinggi • Atribusi diarahkan ke kombinasi faktor internal dan eksternal bila: konsensus rendah, konsistensi dan keunikan tinggi 2013 5 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Banyak pelayan lain main mata dengan Pelanggan (konsensus tinggi) Pelayan main mata dengan pelanggan Pelayan ini main mata juga dengan pelanggan lain di lain waktu (konsistensi tinggi) Penyebab perilaku bersifat eksternal (mis. Pelang gan keren) Pelayan ini tidak main mata dengan pelanggan2 lainnya (keunikan tinggi) Tidak ada pelayan yang berani main mata dengan pelanggan (konsensus rendah) Pelayan main mata dengan pelanggan Pelayan ini main mata juga dengan pelanggan lain di lain waktu (konsistensi tinggi) Pelayan ini juga main mata dengan pelanggan2 lainnya (keunikan rendah) 2013 6 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Penyebab perilaku bersifat internal (mis. Pelayan ini genit) Teori Bernard Weiner Untuk memahami seseorang dalam kaitannya dengan suatu kejadian, Weiner menunjuk dua dimensi, yaitu: • Dimensi internal-eksternal sebagai sumber kausalitas • Dimensi stabil-tidak stabil sebagai sifat kausalitas Dua dimensi internal-eksternal dan stabil-tidak stabil merupakan penyebab sesuatu Stability Locus of Control Stabil Tidak Stabil Internal Eksternal Kemampuan, intelegensi, Kesulitan tugas karakteristik-karakteristik fisik Hambatan Lingkungan Effort, mood, fatique Keberuntungan (luck) Kebetulan (chance) Kesempatan (opportunity) The Fundamental Attribution Error Seperti ditunjukkan oleh prinsip kovariasi daninferensi koresponden, secara umum kita mungkin mengaitkan perilaku orang lain dengan disposisi umum mereka yakni pada ciri personalitas atau sikap mereka ketimbang pada situasi dimana mereka berada. Misalnya ketika kita meminta tolong kepada seorang staf administrasi di kampus dan dia tampaknya kasar dan tak bersahabat, kita akan berasumsi bahwa staf itu orangnya dingin dan tidak ramah dan kita biasanya mengabaikan fakta bahwa staf itu selama sehari penuh telah menerima banyak keluhan dari mahasiswa lainnya. 2013 7 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Beberapa Sumber Dasar Kesalahan Meskipun kita secara umum bisa dikatakan cukup berhasil dalam berusaha untuk memahami dunia sosial, usaha kita masih jauh dari sempurna. Buktinya usaha kita untuk memahami perilaku orang lain-dan diri kitasendiri- kerap kali masih mengalami banyak kesalahan. Beberapa contoh kesalahan berikut ini : 1. Bias korespondensi : Membesar-besarkan faktor penyebab disposisional Merupakan kecenderungan untuk menjelaskan perilaku orang lain disebabkan oleh disposisinya, padahal keberadaan penyebab situasionalnya sangat jelas. Misalnya ketika ada seorang pria datang terlambat satu jam menghadiri sebuah pertemuan. Ketika memasuki ruangan, ia menjatuhkan notesnya, ketika mencoba memungutnya ternyata kacamatanya jatuh, dan kemudian menumpahkan kopi ke dasinya. Besar kemungkinan kita akan menyimpulkan bahwa orang ini canggung dan berantakan. Mungkin saja kesimpulan kita benar tapi kita tidak mempertimbangkan kemungkinan lain bahwa pesawat yang ditumpangi orang tersebut mengalami keterlambatan, kertas yang dipegang licin dan cangkir terlalu panas dipegang. 2. Efek aktor-pengamat : Anda jatuh, saya didorong Tipe kesalahn atribusi lainnya adalah kecenderungan mengatribusi perilaku kita disebabkan faktor situasional (eksternal), sementara perilaku orang lain disebabkan faktor disposisi (internal). Ketika kita melihat seseorang tergelincir dan jatuh, kita cenderung mengatribusi perilaku jatuhnya tadi karena canggung. Namun jika kita yang jatuh kita cenderung mengatribusikannya pada sebab-sebab eksternal jalan licin dan sebagainya. 3. Bias mengutamakan diri sendiri : Saya memang bagus, kamu hanya beruntung Kecenderungan mengatribusi perilaku positif kita pada faktor-faktro internal dan mengatribusi perilaku yang negatif pada faktor-faktor eksternal (self-serving bias). Misalnya saat ujian mendapatkan nilai A, kita akan mengatribusikan kesuksesan ini karena saya berbakat, saya memang seriusmengerjakannya. Namun ketika mendapatkan nilai D, kemungkinan besar kita akan mengatribusikan sebagi tugas yang sulit, profesor yang tidak adil dalam menilai. Saya tidak cukup waktu dan sebagianya. 2013 8 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Mengapa kita melakukan Attribution Errors? Dua hal yang dapat menjelaskan sebab terjadinya kesalahan dalam mengatribusi yaitu kognitif dan motivasional. Menurut teori-teori kognitif , kesalahan atribusi seringkali didasari oleh cara kita berpikir dan mengolah informasi. Artinya kita cenderung mengatribusi hasil positif pada faktor internal dan hasil negatif pada faktro eksternal karena kita mengharapkan kesuksesan dan kita cenderung menginginkan kesuksesan itu berasal dari faktro internal daripada eksternal. Sebaliknya penjelasan motivasional menyatakan bahwa bias mengutamakan diri sendiri terjadi karena kita memiliki kebutuhan untuk melindungi dan meningkatkan self esteem kita sehubungan dengan hasrat untuk selelu tampil baik di depan orang lain. Selain kedua alasan penyebab kita melakukan atribusi, beberapa hal berikut dapat menjadi sebab kita dalam melakukan kesalahan atribusi. Mengkonstruksikan interpretasi-interpretasi & memori-memori Berdasarkan hasil eksperimen ditemukan bawa memvonis sebelum memeriksa akan mengaburkan persepsi & interpretasi kita, & kesalahan informasi juga akan mengaburkan daya ingat kita. Belief perseverance (kepercayaan yang kuat) Yaitu konsep hidup awal seseorang yang selalu dipegang teguh sebagai kepercayaannya. Meskipun terkadang kepercayaan itu didiskreditkan orang lain, namun ia yakin bahwa ada sisi kebenarannya. Kepercayaan dapat berpengaruh terhadap bagaimana kita menginterpretasikan suatu keadaan atau kejadian. Mengkonstruksikan memori-memori Hampir 85% mahasiswa percaya pernyataan seperti yang tercantum di Psychology Today bahwa ilmu telah membuktikan, jika serangkaian pengalaman selama seumur hidup akan terpelihara secara sempurna di dalam pikiran. Namun penelitian psikologi membuktikan fakta yang justru berlawanan. Penelitian menjelaskan bahwa ingatan bukanlah kopi dari pengalaman yang tetap tersimpan dalam ruang ingatan. Akan tetapi, kita mengkonstruksikan bahwa memori-memori merupakan penarikan diri yang meliputi memori-memori pikiran ke masa lalu. Artinya kita mengkonstruksikan fragmenfragmen informasi di masa lalu dengan cara mengkombinasikan perasaan kita saat ini & apa harapan kita dari fragmen-fragmen informasi tersebut. 2013 9 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Rekonstruksi sikap masa lalu Yaitu kita berpikir ulang & berusaha mengubah apa yang dulu kita anggap benar atau kita anggap salah. Misal mungkin ketika diusia 20 tahun, kita bersikap kepada orang tua semau kita & kita anggap semua itu sudah benar. Akan tetapi sekarang setelah dewasa & banyak pengalaman serta pelajaran berharga, kita lebih tahu manakah yang lebih baik & bagaimana seharusnya bersikap kepada orang tua. Rekonstruksi perilaku masa lalu Konstruksi memori memungkinkan kita merevisi sejarah diri kita. Arti dari rekonstruksi di sini yaitu mengubah perilaku kita agar tidak seperti perilaku kita dulu setelah kita mendapat informasi baru. Misal seorang anak dulu menggosok gigi sehari lebih dari 5 kali karena tidak tahu. Namun setelah mendapat pelajaran dari guru agar menggosok gigi yang baik 2 kali sehari, ia lalu mengubah perilaku tersebut. Memvonis Orang Lain – Intuisi: potensi kita untuk mengeahui diri dari dalam Intuisi adalah kemampuan untuk memahamisesuatu dengan menggunakan perasaan daripada mempertimbangkan fakta yang ada, atau intuisi yaitu sebuah ide apa yang dianggap benar dalam situasi tertentu berdasarkan perasaan yang kuat daripada menganut fakta-fakta. – Kekuatan Intuisi Pada dasarnya setiap orang memiliki intuisi. Pikiran kita sebagian kadang terkontrol, sadar & sebagian lagi refleks & tanpa kita sadari. Pikiran yang otomatisterjadi di luar pandangan & dimana alasannya tak terketahui. Perhatikan istilah-istilah di bawah ini: a. Schemas, yaitu mental kita yang secara otomatis, intuitif membimbing persepsi & interpretasi-interpretasi pengalaman kita. Misal ketika kita mendengan suara seseorang berbicara masalah sekte agama atau seks, kita tidak hanya mendengarkan kata-katanya tapi juga bagaimana kita secara otomatis menginterpretasikan suara itu. b. Emotional reactions hampir sama dengan instantaneous. Yaitu reaksi yang muncul sebelum pikiran seseorang diungkapkan, salah satu saraf memotong & mengambil informasi dari mata & pikiran untuk ditujukan ke otak. 2013 10 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Keterbatasan intuisi Terkadang intuisi ada sisi benarnya tapi tak jarang banyak salahnya. Secemerlang & sehebat apapun seseorang belum tentu intuisinya selalu benar. Intuisi merupakan ketidaksadaran pikiran yang tidak dapat dipercayai seluruhnya. Judgemental Overconfidence Yaitu kecenderungan untuk terlalu percaya diri atau terlalu menilai tinggi (overestimate) keakuratan akan kepercayaan seseorang daripada kebenaran yang sewajarnya. Sebagai contoh “Saya yakin 98% jarak antara New Delhi & Bombay hingga 1000 mil”. Padahal kebenaran berdasarkan fakta bisa salah 30% dari dugaan itu. Orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi cenderung menjadi overconfident people. 2013 11 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Baron, R.A., & Byrne, D. (2004). Social Psychology . Alih bahasa Ratna Djuwita. Jakarta. Erlangga Taylor, S.E., Peplau, L.A., Sears D, (2009). Social Psychology, 12th Edition, New Jersey : Pearson Education . 2013 12 Psikologi Sosial I Setiawati Intan Savitri S.P. M.Si Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id