BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 E-Marketing Menurut Kotler dan Keller (2009:474) e-marketing mendeskripsikan setiap upaya yang dilakukan perusahaan untuk menginformasikan pembeli, mengkomunikasikan, mempromosikan, dan menjual produk dan jasanya melalui internet. Menurut Kotler dan Amstrong (2010:529) 4 bidang utama yang ada dalam kegiatan e-marketing yaitu: 1. Business to Business Online Marketing (B2B) Bisnis (perusahaan, produsen, dan lainnya) memanfaatkan website,email, online product catalogs, online trading networks, and online resources untuk menjangkau pelanggan bisnis baru, melayani pelanggan yang sudah ada dengan lebih efektif, serta mendapatkan efisiensi dalam pembelian serta harga yang lebih baik. 2. Business to Consumer Online Marketing (B2C) Bisnis (perusahaan, perodusen, pedagang dan lainnya) yang melakukan penjualan produk dan jasanya kepada pengguna akhir secara online. 3. Consumer to Business Online Marketing (C2B) Pertukaran secara online dimana konsumen mencari penjual, mempelajari penawaran mereka, dan memulai pembelian, bahkan terkadang melakukan transaksi secara berkala disertai daya tawar. Dalam penelitian ini, bidang e-marketing yang menjadi fokus utama dari perusahaan CV.Rully Arwana adalah business to consumer online marketing (B2C),konsep awal dari kegiatan pemasaran yang dilakukan adalah dengan membuat website sebagai sarana penyebaran informasi yang berisi promosi dan spesifikasi produk yang ditwarkan perusahaan untuk menarik minat konsumen untuk membeli. 11 12 2.1.1 Efektifitas Media Pemasaran Kotler dan Keller (2009:546-547) menuliskan bahwa melakukan perencanaan media harus mengetahui kapasitas dari tipe media iklan untuk menghantarkan jangkauannya, frekuensi, dan dampak nya terhadap konsumen. Perencana media harus mempertimbangkan beberapa variabel sebelum memutuskan untuk memilih media apa yang akan digunakan nya untuk melakukan kegiatan pemasaran seperti : 1. Kebiasaan media pelanggan sasaran Media yang paling sering digunakan oleh pelanggan, termasuk media apa yang paling mudah dijangkau calon pelanggan. 2. Karakteristik produk Tipe media yang memiliki fasilitas untuk melakukan demonstrasi, memperlihatkan visualisasi secara jelas, dapat memberikan penjelasan, mampu menumbuhkan kepercayaan, dan mampu memperlihatkan warna maupun karakteristik produk. 3. Karakteristik pesan Kecepatan dan Ketepatan waktu dalam menyampaikan konten informasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemilihan media. 4. Biaya Biaya yang perlu dikeluarkan untuk menggunakan media tersebut tentunya harus sesuai dengan manfaat yang hendak dicapai. Dari beberapa faktor yang menentukan pemilihan media pemasaran, media yang paling tepat adalah dengan menggunakan media internet lewat website dan social media, dengan pertimbangan pertumbuhan pengguna internet yang semakin meningkat setiap tahunnya, media yang tepat sebagai sarana promosi, kecepatan dalam penyebaran informasi, serta biaya yang perlu dikeluarkan sangat murah. 2.1.2 Internet Menurut Chaffey (2007:6) internet merupakan jaringan komputer yang saling terhubung secara mendunia yang memungkinkan jutaan jaringan terhubung antara satu dengan yang lainnya sehingga user lebih mudah terhubung dengan user yang lainnya. Sedangkan Schneider (2011:53), menyatakan bahwa internet adalah jaringan komputer yang menghubungkan orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain 13 internet secara teknis dapat didefinisikan sebagai sistem jaringan komputer internasional yang saling terhubung. Laudon & Traver (2011:102) juga menyatakan bahwa internet merupakan jaringan interkoneksi ribuan jaringan dan jutaan komputer yang menghubungkan bisnis, lembaga pendidikan, instansi pemerintahan, dan individu. Dari teori para ahli diatas penulis menyimpulkan bahwa, internet merupakan sekumpulan jaringan komputer yang saling terhubung antara satu dengan yang lain secara mendunia dan mendukung semua orang dari seluruh dunia untuk terhubung dan berinteraksi satu sama lain, dalam dunia pemasaran internet merupakan media yang sangat efektif dalam menjangkau hampir keseluruhan konsumen di berbagai wilayah dalam waktu yang bersamaan. 2.1.3 E-Business & E-Commerce Dalam Laudon & Traver (2011:47) dituliskan bahwa, e-business adalah penggunaan atau pengaktifan transaksi digital dan proses bisnis dalam sebuah perusahaan, dengan melibatkan sistem informasi dibawah kontrol yang kuat dari dalam internal maupun eksternal organisasi perusahaan. Dari teori tersebut dapat disimpulkan, e-business merupakan penggunaan sarana elektronik yang digunakan perusahaan untuk mendukung proses pemasaran yang dilakukan lewat kegiatan promosi dan iklan serta pembelian, penjualan dan berbagai kegiatan bisnis perusahaan. Menurut Schneider (2011:4), e-commerce dapat didefinisikan sebagai beberapa aktivitas seperti perdagangan bisnis dengan bisnis lainnya dalam proses internal yang digunakan perusahaan untuk mendukung pembelian, penjualan, perekrutan, perencanaan, dan aktivitas lainnya. Menurut Laudon & Traver (2011:47), e-commerce adalah aktivitas penggunaan internet dan web untuk transaksi bisnis. Memungkinkan terjadinya transaksi komersial antara organisasi dan individu. Dari teori para ahli di atas penulis menyimpulkan bahwa, e-commerce merupakan suatu proses pembelian, penjualan, perekrutan, pengiriman, atau pertukaran produk, jasa, serta informasi dalam bentuk promosi dan iklan dengan penggunaan jaringan komputer melalui internet khususnya melalui media website. 14 2.2 Service Quality (Tjiptono, 2007) Konsep kualitas service mengacu pada beberapa lingkup definisi utama beberapa di antara nya dalam lingkup industri, output atau penawaran, proses, dan sistem. Tjiptono medefinisikan kualitas service sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan perusahaan mampu sesuai dengan ekspektasi dalam benak pelanggan, berdasarkan definisi tersebut, kualitas service dapat diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhkan dan keinginan pelanggan serta ketepatan dalam penyampaiannya untuk mengimbangi service yang diharapan pelanggan. Dengan demikian, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa: jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan/dipersepsikan (perceived service). Apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas jasa bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif oleh konsumen. sedangkan Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas jasa dapat di persepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih buruj dibandingkan expected service, maka kualitas jasa bisa dipersepsikan akan negative atau buruk. 2.2.1 E-Service Quality Menurut Lee & Lin (2011:162) e-service quality dapat didefinisikan sebagai tanggapan pelanggan terhadap perusahaan secara keseluruhan dan penilaian mengenai keunggulan dan kualitas dalam melakukan pengiriman e-service di pasar virtual, disamping itu dari sisi pelanggan online menurut Yang (2001), penetapan standar yang tinggi dalam e-service quality merupakan sarana dimana keuntungan potensial dari pemanfaatan internet dapat direalisasikan. sehingga penulis menyimpulkan bahwa e-service quality merupakan kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan kepada konsumen dalam bentuk virtual, melalui internet baik situs website maupun social media atau secara elekronik baik dalam bentuk pesan singkat atau telepon. 2.2.2 Dimensi E-Service Quality Lee & Lin (2005:163) juga menjelaskan dimensi yang membentuk e-service quality di dalam sebuah website yang diadaptasi dari dimensi ServQual untuk 15 mengukur cara penyampaian service quality melalui website yang terbagi atas 4 dimensi sebagai berikut: 1. Website design melibatkan atribut yang diharapkan terkait dengan desain, kerapihan kontent, serta elemen-elemen yang berhubungan dengan kemudahan dalam menggunakan. 2. Reliability melibatkan kehandalan kualitas informasi serta sistem layanan konsumen dan representasi yang akurat dari visualiasasi produk. 3. Responsivness Respon perusahaan dalam memberikan informasi yang ter up to date disertai Kemauan perusahaan secara personal untuk membantu dan menjawab setiap pertanyaan konsumen secara cepat. 4. Trust Hal dimana munculnya kepercayaan konsumen pada sebuah website dan rasa percaya bahwa website tersebut dapat diandalkan dari yang konsumen rasakan saat mengunjungi sebuah website atau social media perusahaan. 2.3 E-Word of Mouth Fungsi e-word of mouth merupakan sarana komunikasi yang terjadi secara disadari maupun tidak disadari yang akan membentuk suatu penilaian konsumen maupun calon konsumen terhadap suatu produk / merek tertentu secara tidak langsung melaui media elektronik. Perusahaan harus dapat merangsang terciptanya word of mouth yang positif sehingga mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Menurut Lin,Wu, dan Chen (2013:31) electronic word of mouth merupakan media yang dapat digunakan oleh orang atau institusi untuk memberikan komentar positif dan negatif yang dibuat oleh konsumen maupun calon konsumen berdasarkan persepsi mereka mengenai produk dan perusahaan melalui media internet. Menurut Kotler & Keller (2009:512) word of mouth marketing adalah kegiatan pemasaran melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan, 16 maupun alat komunikasi elektronik yang berhubungan dengan pengalaman pembelian jasa atau pengalaman menggunakan produk atau jasa. Sedangkan menurut Kotler & Amstrong (2012:139) word of mouth memiliki kekuatan besar yang dapat berdampak pada perilaku pembelian konsumen. Rekomendasi dari teman yang sudah dipercaya, asosiasi, dan konsumen lain berpotensi untuk lebih dipercaya dibandingkan dari sumber komersil, seperti iklan dan salespeople. Sebagian besar, word of mouth terjadi secara alami, konsumen mulai dengan membicarakan sebuah merek yang mereka gunakan kepada orang lain. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya komunikasi lisan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan dari si pemberi informasi. a) Untuk memperoleh perasaan prestige dan serba tahu. b) Untuk menghilangkan keraguan dari pembelian yang telah orang-orang yang dilakukannya. c) Untuk meningkatkan keterlibatan dengan disenanginya. d) Untuk memperoleh manfaat yang nyata. 2. Kebutuhan dari si penerima informasi. a) Untuk mencari informasi dari orang yang dipercaya dari pada orang yang menjual produk. b) Untuk mengurangi kekhawatiran tentang resiko pembelian. Resiko produk karena harga dan rumitnya produk. Resiko soal kekhawatiran konsumen tentang apa yang dipikirkan orang lain. Resiko dari kurangnya kriteria objektif untuk mengevaluasi produk. c) Untuk mengurangi waktu dalam mencari informasi. Berdasarkan teori mengenai word of mouth di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa word of mouth merupakan media promosi yang dilakukan dengan perantara konsumen untuk menyampaikan pesan mengenai nilai suatu produk/jasa yang telah digunakan sehingga dapat berdampak pada persepsi orang terhadap produk/jasa tersebut. 17 2.3.1 Word of Mouth Marketing Menurut Sernovitz (2012:8-10) definisi word of mouth marketing merupakan tindakan yang perlu dilakukan perusahaan dalam menciptakan stimuli yang dapat memberikan alasan agar semua orang lebih mudah dan lebih suka membicarakan produk yang perusahaan tawarkan. Ada 4 hal yang dapat dilakukan agar orang lain mau membicarakan produk kita dalam wom marketing, yaitu: 1. Be Interesting Menciptakan suatu produk atau jasa yang menarik yang memiliki perbedaan, meskipun terkadang perusahaan menciptakan produk yang sejenis, mereka akan memiliki karakteristik tersendiri atau berbeda agar menarik untuk diperbincangkan. Perbedaan ini dapat dilihat dari berbagai hal seperti packaging, atau guarantee dalam produk atau tersebut. 2. Make it Easy Memulai dengan pesan yang mudah diingat. Semua orang akan berbicara kepada teman mereka karena mereka memiliki topik percakapan sederhana yang menarik untuk dibagi. 3. Make People Happy Membuat produk yang mengagumkan, menciptakan pelayanan yang prima, memperbaiki masalah yang terjadi, dan memastikan suatu pekerjaan yang dilakukan perusahaan dapat membuat konsumen membicarakan produk kepada teman mereka.Word of mouth akan mudah terjadi apabila perusahaan dapat membuat konsumen merasa senang. 4. Earn Trust and Respect Perusahaan harus mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari pelanggan. Perusahaan harus selalu bersikap jujur, komitmen terhadap informasi yang diberikan, Bersikap baik terhadap konsumen, memenuhi kebutuhan konsumen, dan membuat mereka bangga untuk membicarakan tentang produk atau jasa tersebut. 2.3.2 Motivasi Melakukan Word of Mouth Menurut Sernovitz (2012:12) terdapat tiga motivasi dasar yang mendorong seseorang melakukan positive word of mouth, yaitu: 18 1. Konsumen menyukai produk yang dikonsumsi. Orang-orang mengkonsumsi suatu produk karena mereka menyukai produk tersebut.Baik dari segi produk utama maupun pelayanan yang diberikan yang mereka terima. 2. Pembicaraan membuat mereka baik. Kebanyakan konsumen melakukan word of mouth karena motif emosi atau perasaan terhadap produk yang mereka gunakan. 3. Mereka merasa terhubung dalam suatu kelompok. Keinginan untuk menjadi suatu bagain dalam suatu kelompok adalah perasaan manusia yang sangat kuat. Setiap individu ingin merasa terhubung dengan individu lain dan terlibat dalam suatu lingkungan sosial. Dengan membicarakan suatu produk kita menjadi merasa senang secara emosional karena dapat membagikan informasi atau kesenangan dengan kelompok yang memiliki kesenangan yang sama. 2.3.3 Dimensi E-Word of Mouth Menurut Lin, Wu, dan Chen (2013:31) dalam penelitiannya menjelaskan dimensi yang membentuk e-word of mouth marketing terbagi atas 3 dimensi yaitu: 1. E-word of mouth Quality merupakan kualitas e-word of mouth yang diukur kekuatan persuasi di dalam pesan-pesan E-wom dalam mempengaruhi orang agar menjadi tertarik terhadap produk yang mereka bicarakan, E-wom yang berkualitas akan mampu memberikan informasi yang dibutuhkan calon konsumen sehinggga membantu konsumen untuk menentukan pilihan terhadap produk yang ingin dibeli. 2. E-word of mouth Quantity mengacu pada total jumlah komentar yang di buat oleh konsumen maupaun calon konsumen, Popularitas sebuah produk dapat ditentukan dari jumlah komentar karena dengan banyak nya komentar tentang sebuah produk menunjukan bahwa produk tersebut cukup populer dan mungkin memang produk yang dibutuhkan oleh pasar. 3. Sender's Experties 19 dapat dikatakan sebagai kompetensi, kemampuan, dan keahlian seseorang terhadap suatu bidang, Orang yang memberikan komentar dapat di katakan ahli jika komentar yang dibuat mampu menjadi alasan calon konsumen dalam menentukan pilihan mereka untuk membeli produk tersebut. 2.4 Brand Brand atau merek digunakan sebagai pengenal dari sebuah produk atau jasa yang memiliki arti tertentu untuk membedakannya dengan produk atau jasa pesaing. brand harus memiliki citra yang positif sehingga konsumen dapat menjadikanya sebagai pertimbangannya pada saat ingin melakukan suatu pembelian. Kotler & Amstrong (2012:231) mengartikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya yang dimaksudkan untuk mendefinisikan barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Menurut Kotler & Amstrong (2012: 232) ada enam makna yang disampaikan melalui suatu merek, yaitu : 1. Attribute (Atribut) Merek mengingatkan kepada atribut-atribut tertentu. Misalnya, mobil BMW menyatakan suatu produk yang sangat mahal, dibuat dan dirancang dengan kualitas dan desain terbaik, bergengsi tinggi, dan dibuat untuk kaum yang memiliki lifestyle yang glamor. Perusahaan dapat menggunakan satu atribut atau lebih untuk mengiklankan produknya. 2. Benefit (Manfaat) Merek tidak hanya serangkaian atribut. Konsumen tidak hanya membeli atribut dari produk, namun juga membeli manfaat dari produk tersebut. Atribut dapat dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional. Atribut mobil BMW “best security system” dapat dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional seperti “saya akan tetap merasa aman apabila terjadi kecelakaan”. 3. Value (Nilai) Merek juga menyatakan nilai produsen.BMW menyatakan kinerja tinggi, keamanan, prestise, dan lain-lain.Pemasar harus dapat mengetahui kelompok pembeli mana yang mencari nilai-nilai ini. 20 4. Culture (Budaya) Merek juga mewakili budaya tertentu. BMW mewakili budaya Jerman yang terorganisasi, efisien, dan bermutu tinggi. 5. Personality (Personal) Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu menggunakan kepribadian orang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produknya. 6. User (Pemakai) Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai BMW umumnya diasosiasikan dengan orang kaya, kalangan manager puncak. 2.4.1 Brand Image Menurut Wang dan tsai (2014:27-40) citra merek/brand image adalah persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, Seperti yang dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan konsumen. Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan membuat program pemasaran yang kuat terhadap produk tersebut, memiliki keunikan dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk lain. Sedangkan menurut Kotler (2012:235) mendefinisikan brand image sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu brand. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu brand sangat ditentukan oleh brand image tersebut, Kotler juga menambahkan bahwa brand image merupakan syarat dari brand yang kuat. Sedangkan Keller (2013:432) menyatakan bahwa, salah satu aspek vital yang penting dari brand adalah citra (image). Brand image sangat berguna bagi pemasar untuk menciptakan perbedaan antara lower-level-consideration dan higher-levelconsideration berkaitan dengan pendapat, perasaan, dan hubungan yang didapatkan oleh konsumen Brand image penting untuk diketahui karena brand image dibentuk melalui kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan mengajak calon pembeli lainnya. 21 2.4.2 Dimensi Brand Image Menurut Keller (2008:56) menjelaskan Ada tiga dimensi yang membentuk citra merek (brand image) dalam keterkaitannya dengan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu : 1. Strength of brand association Semakin orang berpikir tentang informasi dari suatu produk dan hubungannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen atas suatu brand yang sudah ada, Menunjukkan bahwa brand tersebut merupakan brand yang sudah kuat. Oleh karena itu dikatakan, bahwa perusahaan yang memiliki Brand image yang kuat adalah perusahaan yang memiliki asosiasi Brand yang kuat pula. Dua faktor yang memperkuat asosiasi merek (strengthen association) adalah menyediakan dan memberikan promosi dan informasi pribadi yang relevan dan disajikan secara menarik, berbeda dan konsisten dari waktu ke waktu. 2. Favorability of brand association Untuk memilih mana asosiasi yang menguntungkan dan unik untuk dihubungkan ke merek, pemasar harus berhati-hati dalam menganalisis konsumen dan kompetisi untuk menentukan posisi merek terbaik. Pemasar menciptakan asosiasi merek yang menguntungkan dengan meyakinkan konsumen bahwa merek perusahaan memiliki atribut yang relevan dan memberikan manfaat yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, sehingga konsumen dapat secara otomatis membentuk penilaian merek yang positif secara keseluruhan. Dengan demikian, asosiasi merek yang menguntungkan adalah asosiasi merek yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh kenyamanan, keefektifan dalam pengenalan logo nama merek, ataupun slogan serta efisiensi yang berhasil disampaikan melalui produk, dan 3. dapat disampaikan oleh program pemasaran yang mendukung. Uniqueness of brand association Esensi dari brand positioning adalah bahwa merek memiliki proporsi penjualan yang berkelanjutan dan memiliki keunggulan kompetitif atau nilai unik yang dapat memberikan konsumen sebuah alasan yang kuat mengapa mereka harus membeli sesuatu. Pemasar dapat membuat perbedaan yang unik dan eksplisit melalui perbandingan langsung dengan pesaing, atau mungkin 22 dapat dilakukan perbandingan secara implisit seperti fokus pada atribut atau manfaat dari produk terkait. 2.5 Consumer Behaviour Perilaku konsumen menurut Peter Olson (2010:137) merupakan interaksi dinamis dan kognisi, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Dengan kata lain, perilaku konsumen melibatkan pikiran dan pengalaman perasaan orang dan tindakan yang mereka lakukan dalam proses konsumsi. Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:108) menjelaskan perilaku konsumen sebagai perilaku yang menampilkan sikap pelanggan dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan membuang produk dan layanan yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen berfokus pada bagaimana konsumen individu dan keluarga atau rumah tangga dapat membuat keputusan untuk membelanjakan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) untuk barang-barang konsumsi-terkait. 2.5.1 Proses Pembelian Konsumen Dalam Peter dan Olson (2010:21-23) dijelaskan bahwa sebelum melakukan proses pembelian, konsumen melakukan analisis tentang produk atau jasa apa yang mereka ingin beli. Analisis konsumen tersebut terdiri dari tiga elemen, yaitu: 1. Afeksi dan Kognitif Konsumen Afeksi dan kognitif konsumen mengacu pada 2 tipe respon mental konsumen yang diperlihatkan terhadap stimulant dan kejadian dilingkungannya. Afeksi meninjau perasaan mereka tentang stimulan dan kejadian, seperti apakah mereka suka atau tidak pada suatu produk. Kognisi meninjau pola pemikiran mereka, seperti keyakinan mereka akan suatu produk tertentu. 2. Sikap Konsumen Sikap dihubungkan dengan tindakan fisik dari konsumen yang dapat secara langsung diobservasi dan diukur oleh orang lain. Hal ini juga dapat disebut sikap yang jelas untuk membedakan hal tersebut dari aktivitas mental, seperti berpikir, yang tidak bisa diobservasi secara langsung. 3. Lingkungan Konsumen 23 Lingkungan konsumen meninjau semua hal yang berada diluar diri konsumen yang mempengaruhi apa yang mereka pikirkan, rasakan dan lakukan. Hal ini termasuk stimulant social, seperti tindakan orang lain dalam suatu kultur, subkultur, kelas social, grup yang menjadi referensi dan keluarga, yang mempengaruhi konsumen. Selain itu, stimulant fisik, seperti took, produk, iklan dan tanda, yang dapat mengubah pemikiran, perasaan dan tindakan konsumen, juga termasuk lingkungan konsumen. 2.5.2 Purchase Intention Menurut Kotler & Armstrong (2012), minat beli konsumen berkaitan erat dengan prilaku konsumen. Hal tersebut terjadi ketika konsumen memperoleh stimulasi atau rangsangan dari faktor-faktor eksternal yang pada akhirnya berujung pada munculnya niat pembelian yang didasarkan pada karakteristik personal setiap individu dalam menentukan suatu hal faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan seperti merek, produk, retailer, waktu pembelian dan kuantitas pembelian. Hal ini mencerminkan dan menggambarkan bahwa minat pembelian konsumen (customer’s purchase intention) selalu meningkat dan muncul ketika pandangan nilai atau manfaat dari suatu produk/ jasa dapat dirasakan oleh konsumen. purchase intention mengacu kepada penilaian subjektif konsumen dan umumnya tercermin dari hasil evaluasi sebelum maupun setelah membeli produk/jasa. 2.5.3 Dimensi Purchase Intention Dalam penelitian yang dilakukan Sari dan kusuma (2014:54) menjelaskan minat beli konsumen diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang membentuk suatu persepsi. Minat yang muncul dalam melakukan pembelian menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu kegiatan yang sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada di dalam benaknya itu. Dengan demikian, minat beli akan timbul/bisa timbul saat dalam proses pengambilan keputusan. Dalam penelitiannya Sari dan Kusuma juga menjelaskan dimensi-dimensi yang membentuk minat beli adalah sebagai berikut: 24 1. Likely Niat pembelian diawali dengan munculnya keinginan konsumen untuk membeli terhadap suatu produk setelah mendapat stimuli yang dilakukan oleh perusahaan lewat berbagai kegiatan pemasaran. 2. Probable Tahap dimana konsumen mempertimbangkan tentang Kemungkinan bahwa konsumen akan melakukan pembelian di masa yang akan datang. 3. Definetly Tahap akhir daripada buying process yang dimana calon konsumen pasti akan melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan perusahaan dalam waktu dekat. 2.6 Kerangka Pemikiran (X1) E-service quality H4 H1 H7 (Y) H3 (Z) H6 Purchase Intention Brand Image (X2) H2 H8 E-Word of Mouth H5 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Penulis, 2015 2.7 Hubungan antara Variabel Penelitian 1. Untuk Hipotesis Tujuan 1 Hubungan variabel E-service quality (X1) pada Brand image (Y). Wu, Yeh, dan Hsiao, 2011:30-39 penelitian dari jurnal tersebut menjelaskan bahwa kualitas service dirasakan konsumen meningkatkan kepuasan 25 konsumen, kepuasan tersebut akan akan membuat persepsi positif konsumen terhadap perusahaaan, Sebagai hasil akhir persepsi konsumen dari apa yang mereka rasakan akan membentuk image sebuah brand di benak konsumen. Melalui pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis untuk tujuan pertama adalah: Ho : E-service quality (X1) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image (Y) pada Rully Arwana. Ha : E-service quality (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image (Y) pada Rully Arwana. 2. Untuk Hipotesis Tujuan 2 Hubungan variabel e-word of mouth (X2) pada brand image (Y). Charo et al, 2014:66-70 penelitian dari jurnal tersebut menjelaskan bahwa informasi di dalam electronic word of mouth dapat secara signifikan mempengaruhi image dari sebuah brand tergantung dari informasi yang diberikan baik itu positif maupun negatif menentukan image brand di benak konsumen. Melalui pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis untuk tujuan kedua adalah: Ho : E-word of mouth (X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Brand image (Y) pada Rully Arwana. Ha : E-word of mouth (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Brand image (Y) pada Rully Arwana. 3. Untuk Hipotesis Tujuan 3 Hubungan variabel e-service quality (X1) dan e-word of mouth (X2) pada brand image (Y). Goyette et al, 2010:5-23 penelitian dari jurnal tersebut menjelaskan bahwa strategi E-word of mouth yang masih masuk di dalam konteks kualitas service di dalam media internet terdiri atas beberapa dimensi seperti E-Wom Intensity, E-Wom Content, Positive valence of E-Wom, dan Negative Valence 26 of E-Wom secara signifikan memiliki pengaruh terhadap terbentuk nya image sebuah brand. Ranjbarian et al, 2012:40-48 dalam penelitiannya juga menekankan pentingnya memberikan layanan yang maksimal kepada konsumen karena kualitas yang dirasakan konsumen akan menentukan persepsi konsumen terhadap image brand. Melalui pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis untuk tujuan ketiga adalah: Ho : E-service quality (X1) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image (Y) serta purchase intention (Z) pada Rully Arwana. Ha : E-service quality (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Brand image (Y) serta Purchase intention (Z) pada Rully Arwana. 4. Untuk Hipotesis Tujuan 4 Hubungan variabel brand image (Y) pada purchase intention (Z). Wang dan Tsai, 2014:28-40 penelitian dari jurnal tersebut menjelaskan bahwa Purchase intention sangat dipengaruhi oleh image brand yang baik, namun dari semua itu percieve quality yang dirasakan konsumen merupakan faktor terkuat yang mempengaruhi purchase intention di dalam peneltian tersebut. Melalui pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis untuk tujuan keempat adalah: Ho : Brand image (Y) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase intention (Z) pada Rully Arwana. Ha : Brand image (Y) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase intention (Z) pada Rully Arwana. 5. Untuk Hipotesis Tujuan 5 Hubungan variabel e-service quality (X1) pada purchase intention (Z). Lee dan Lin, 2011:161-176 Penelitian dari jurnal tersebut menyebutkan bahwa beberapa dimensi yang membentuk e-service quality seperti desain website, reliability, responsiveness, dan trust di dalam sebuah website secara signifikan sangat mempengaruhi niat konsumen untuk membeli. Melalui 27 pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis untuk tujuan kelima adalah: Ho : E-service quality (X1) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase intention (Z) Rully Arwana. Ha : E-service quality (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase intention (Z) Rully Arwana. 6. Untuk Hipotesis Tujuan 6 Hubungan variabel e-word of mouth (X2) pada purchase intention (Z). Lin, Wu, dan Chen, 2013:29-43 Penelitian dari jurnal tersebut menyebutkan bahwa electronic word of mouth yang berupa online review dan dan komentar sangat membantu calon konsumen agar dapat lebih yakin terhadap pilihannya, Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa e-word of mouth positif secara signifikan sangat mempengaruhi intensi konsumen untuk melakukan pembelian serta meningkatkan brand image, Dari semua itu image sebuah brand di dalam penelitian tersebut memediasi hubungan yang signifikan antara e-word of mouth dan purchase intention. Melalui pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis untuk tujuan keenam adalah: Ho : E-word of mouth (X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase intention (Z) Rully Arwana. Ha : E-word of mouth (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase intention (Z) Rully Arwana. 28