BAB 2 - Library Binus

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
E-Marketing
Menurut Kotler dan Keller (2009:474) e-marketing mendeskripsikan setiap
upaya
yang
dilakukan
perusahaan
untuk
menginformasikan
pembeli,
mengkomunikasikan, mempromosikan, dan menjual produk dan jasanya melalui
internet.
Menurut Kotler dan Amstrong (2010:529) 4 bidang utama yang ada dalam
kegiatan e-marketing yaitu:
1.
Business to Business Online Marketing (B2B)
Bisnis (perusahaan, produsen, dan lainnya) memanfaatkan website,email, online product catalogs, online trading networks, and online
resources untuk menjangkau pelanggan bisnis baru, melayani pelanggan
yang sudah ada dengan lebih efektif, serta mendapatkan efisiensi dalam
pembelian serta harga yang lebih baik.
2.
Business to Consumer Online Marketing (B2C)
Bisnis (perusahaan, perodusen, pedagang dan lainnya) yang melakukan
penjualan produk dan jasanya kepada pengguna akhir secara online.
3.
Consumer to Business Online Marketing (C2B)
Pertukaran
secara
online
dimana
konsumen
mencari
penjual,
mempelajari penawaran mereka, dan memulai pembelian, bahkan
terkadang melakukan transaksi secara berkala disertai daya tawar.
Dalam penelitian ini, bidang e-marketing yang menjadi fokus utama dari
perusahaan CV.Rully Arwana adalah business to consumer online marketing
(B2C),konsep awal dari kegiatan pemasaran yang dilakukan adalah dengan membuat
website sebagai sarana penyebaran informasi yang berisi promosi dan spesifikasi
produk yang ditwarkan perusahaan untuk menarik minat konsumen untuk membeli.
11
12
2.1.1
Efektifitas Media Pemasaran
Kotler dan Keller (2009:546-547) menuliskan bahwa melakukan perencanaan
media harus mengetahui kapasitas dari tipe media iklan untuk menghantarkan
jangkauannya, frekuensi, dan dampak nya terhadap konsumen. Perencana media
harus mempertimbangkan beberapa variabel sebelum memutuskan untuk memilih
media apa yang akan digunakan nya untuk melakukan kegiatan pemasaran seperti :
1. Kebiasaan media pelanggan sasaran
Media yang paling sering digunakan oleh pelanggan, termasuk
media apa yang paling mudah dijangkau calon pelanggan.
2. Karakteristik produk
Tipe media yang memiliki fasilitas untuk melakukan demonstrasi,
memperlihatkan visualisasi secara jelas, dapat memberikan penjelasan,
mampu menumbuhkan kepercayaan, dan mampu memperlihatkan warna
maupun karakteristik produk.
3. Karakteristik pesan
Kecepatan dan Ketepatan waktu dalam menyampaikan konten informasi
merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemilihan media.
4. Biaya
Biaya yang perlu dikeluarkan untuk menggunakan media tersebut tentunya
harus sesuai dengan manfaat yang hendak dicapai.
Dari beberapa faktor yang menentukan pemilihan media pemasaran, media
yang paling tepat adalah dengan menggunakan media internet lewat website dan
social media, dengan pertimbangan pertumbuhan pengguna internet yang semakin
meningkat setiap tahunnya, media yang tepat sebagai sarana promosi, kecepatan
dalam penyebaran informasi, serta biaya yang perlu dikeluarkan sangat murah.
2.1.2
Internet
Menurut Chaffey (2007:6) internet merupakan jaringan komputer yang saling
terhubung secara mendunia yang memungkinkan jutaan jaringan terhubung antara
satu dengan yang lainnya sehingga user lebih mudah terhubung dengan user yang
lainnya. Sedangkan Schneider (2011:53), menyatakan bahwa internet adalah jaringan
komputer yang menghubungkan orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain
13
internet secara teknis dapat didefinisikan sebagai sistem jaringan komputer
internasional yang saling terhubung.
Laudon & Traver (2011:102) juga menyatakan bahwa internet merupakan
jaringan interkoneksi ribuan jaringan dan jutaan komputer yang menghubungkan
bisnis, lembaga pendidikan, instansi pemerintahan, dan individu.
Dari teori para ahli diatas penulis menyimpulkan bahwa, internet merupakan
sekumpulan jaringan komputer yang saling terhubung antara satu dengan yang lain
secara mendunia dan mendukung semua orang dari seluruh dunia untuk terhubung
dan berinteraksi satu sama lain, dalam dunia pemasaran internet merupakan media
yang sangat efektif dalam menjangkau hampir keseluruhan konsumen di berbagai
wilayah dalam waktu yang bersamaan.
2.1.3
E-Business & E-Commerce
Dalam Laudon & Traver (2011:47) dituliskan bahwa, e-business adalah
penggunaan atau pengaktifan transaksi digital dan proses bisnis dalam sebuah
perusahaan, dengan melibatkan sistem informasi dibawah kontrol yang kuat dari
dalam internal maupun eksternal organisasi perusahaan.
Dari teori tersebut dapat disimpulkan, e-business merupakan penggunaan
sarana elektronik yang digunakan perusahaan untuk mendukung proses pemasaran
yang dilakukan lewat kegiatan promosi dan iklan serta pembelian, penjualan dan
berbagai kegiatan bisnis perusahaan.
Menurut Schneider
(2011:4), e-commerce dapat didefinisikan sebagai
beberapa aktivitas seperti perdagangan bisnis dengan bisnis lainnya dalam proses
internal yang digunakan perusahaan untuk mendukung pembelian, penjualan,
perekrutan, perencanaan, dan aktivitas lainnya.
Menurut Laudon & Traver (2011:47), e-commerce adalah aktivitas
penggunaan internet dan web untuk transaksi bisnis. Memungkinkan terjadinya
transaksi komersial antara organisasi dan individu.
Dari teori para ahli di atas penulis menyimpulkan bahwa, e-commerce
merupakan suatu proses pembelian, penjualan, perekrutan, pengiriman, atau
pertukaran produk, jasa, serta informasi dalam bentuk promosi dan iklan dengan
penggunaan jaringan komputer melalui internet khususnya melalui media website.
14
2.2
Service Quality
(Tjiptono, 2007) Konsep kualitas service mengacu pada beberapa lingkup
definisi utama beberapa di antara nya dalam lingkup industri, output atau penawaran,
proses, dan sistem. Tjiptono medefinisikan kualitas service sebagai ukuran seberapa
baik tingkat layanan yang diberikan perusahaan mampu sesuai dengan ekspektasi
dalam benak pelanggan, berdasarkan definisi tersebut, kualitas service dapat
diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhkan dan keinginan pelanggan serta ketepatan
dalam penyampaiannya untuk mengimbangi service yang diharapan pelanggan.
Dengan demikian, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa:
jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan/dipersepsikan
(perceived service). Apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka
kualitas jasa bersangkutan akan dipersepsikan baik atau positif oleh konsumen.
sedangkan Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas jasa dapat
di persepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya apabila perceived service
lebih buruj dibandingkan expected service, maka kualitas jasa bisa dipersepsikan
akan negative atau buruk.
2.2.1
E-Service Quality
Menurut Lee & Lin (2011:162) e-service quality dapat didefinisikan sebagai
tanggapan pelanggan terhadap perusahaan secara keseluruhan dan penilaian
mengenai keunggulan dan kualitas dalam melakukan pengiriman e-service di pasar
virtual, disamping itu dari sisi pelanggan online menurut Yang (2001), penetapan
standar yang tinggi dalam e-service quality merupakan sarana dimana keuntungan
potensial dari pemanfaatan internet dapat direalisasikan. sehingga penulis
menyimpulkan bahwa e-service quality merupakan kualitas pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan kepada konsumen dalam bentuk virtual, melalui internet
baik situs website maupun social media atau secara elekronik baik dalam bentuk
pesan singkat atau telepon.
2.2.2
Dimensi E-Service Quality
Lee & Lin (2005:163) juga menjelaskan dimensi yang membentuk e-service
quality di dalam sebuah website yang diadaptasi dari dimensi ServQual untuk
15
mengukur cara penyampaian service quality melalui website yang terbagi atas 4
dimensi sebagai berikut:
1. Website design
melibatkan atribut yang diharapkan terkait dengan desain, kerapihan
kontent, serta elemen-elemen yang berhubungan dengan kemudahan
dalam menggunakan.
2. Reliability
melibatkan kehandalan kualitas informasi serta sistem layanan konsumen
dan representasi yang akurat dari visualiasasi produk.
3. Responsivness
Respon perusahaan dalam memberikan informasi yang ter up to date
disertai Kemauan perusahaan secara personal untuk membantu dan
menjawab setiap pertanyaan konsumen secara cepat.
4. Trust
Hal dimana munculnya kepercayaan konsumen pada sebuah website dan
rasa percaya bahwa website tersebut dapat diandalkan dari yang
konsumen rasakan saat mengunjungi sebuah website atau social media
perusahaan.
2.3
E-Word of Mouth
Fungsi e-word of mouth merupakan sarana komunikasi yang terjadi secara
disadari maupun tidak disadari yang akan membentuk suatu penilaian konsumen
maupun calon konsumen terhadap suatu produk / merek tertentu secara tidak
langsung melaui media elektronik. Perusahaan harus dapat merangsang terciptanya
word of mouth yang positif sehingga mempengaruhi konsumen dalam melakukan
keputusan pembelian.
Menurut Lin,Wu, dan Chen (2013:31) electronic word of mouth merupakan
media yang dapat digunakan oleh orang atau institusi untuk memberikan komentar
positif dan negatif yang dibuat oleh konsumen maupun calon konsumen berdasarkan
persepsi mereka mengenai produk dan perusahaan melalui media internet.
Menurut Kotler & Keller (2009:512) word of mouth marketing adalah
kegiatan pemasaran melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan,
16
maupun alat komunikasi elektronik yang berhubungan dengan pengalaman
pembelian jasa atau pengalaman menggunakan produk atau jasa.
Sedangkan menurut Kotler & Amstrong (2012:139) word of mouth memiliki
kekuatan besar yang dapat berdampak pada perilaku pembelian konsumen.
Rekomendasi dari teman yang sudah dipercaya, asosiasi, dan konsumen lain
berpotensi untuk lebih dipercaya dibandingkan dari sumber komersil, seperti iklan
dan salespeople. Sebagian besar, word of mouth terjadi secara alami, konsumen
mulai dengan membicarakan sebuah merek yang mereka gunakan kepada orang lain.
Beberapa faktor yang mendorong terjadinya komunikasi lisan antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan dari si pemberi informasi.
a) Untuk memperoleh perasaan prestige dan serba tahu.
b) Untuk
menghilangkan
keraguan
dari
pembelian
yang
telah
orang-orang
yang
dilakukannya.
c) Untuk
meningkatkan
keterlibatan
dengan
disenanginya.
d) Untuk memperoleh manfaat yang nyata.
2. Kebutuhan dari si penerima informasi.
a) Untuk mencari informasi dari orang yang dipercaya dari pada orang
yang menjual produk.
b) Untuk mengurangi kekhawatiran tentang resiko pembelian.

Resiko produk karena harga dan rumitnya produk.

Resiko soal kekhawatiran konsumen tentang apa yang dipikirkan
orang lain.

Resiko dari kurangnya kriteria objektif untuk mengevaluasi
produk.
c) Untuk mengurangi waktu dalam mencari informasi.
Berdasarkan teori mengenai word of mouth di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa word of mouth merupakan media promosi yang dilakukan
dengan perantara konsumen untuk menyampaikan pesan mengenai nilai suatu
produk/jasa yang telah digunakan sehingga dapat berdampak pada persepsi orang
terhadap produk/jasa tersebut.
17
2.3.1
Word of Mouth Marketing
Menurut Sernovitz (2012:8-10) definisi word of mouth marketing merupakan
tindakan yang perlu dilakukan perusahaan dalam menciptakan stimuli yang dapat
memberikan alasan agar semua orang lebih mudah dan lebih suka membicarakan
produk yang perusahaan tawarkan. Ada 4 hal yang dapat dilakukan agar orang lain
mau membicarakan produk kita dalam wom marketing, yaitu:
1. Be Interesting
Menciptakan suatu produk atau jasa yang menarik yang memiliki perbedaan,
meskipun terkadang perusahaan menciptakan produk yang sejenis, mereka
akan memiliki karakteristik tersendiri atau berbeda agar menarik untuk
diperbincangkan. Perbedaan ini dapat dilihat dari berbagai hal seperti
packaging, atau guarantee dalam produk atau tersebut.
2. Make it Easy
Memulai dengan pesan yang mudah diingat. Semua orang akan berbicara
kepada teman mereka karena mereka memiliki topik percakapan sederhana
yang menarik untuk dibagi.
3. Make People Happy
Membuat produk yang mengagumkan, menciptakan pelayanan yang prima,
memperbaiki masalah yang terjadi, dan memastikan suatu pekerjaan yang
dilakukan perusahaan dapat membuat konsumen membicarakan produk
kepada teman mereka.Word of mouth akan mudah terjadi apabila perusahaan
dapat membuat konsumen merasa senang.
4. Earn Trust and Respect
Perusahaan harus mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari pelanggan.
Perusahaan harus selalu bersikap jujur, komitmen terhadap informasi yang
diberikan, Bersikap baik terhadap konsumen, memenuhi kebutuhan
konsumen, dan membuat mereka bangga untuk membicarakan tentang
produk atau jasa tersebut.
2.3.2
Motivasi Melakukan Word of Mouth
Menurut Sernovitz (2012:12) terdapat tiga motivasi dasar yang mendorong
seseorang melakukan positive word of mouth, yaitu:
18
1. Konsumen menyukai produk yang dikonsumsi.
Orang-orang mengkonsumsi suatu produk karena mereka menyukai produk
tersebut.Baik dari segi produk utama maupun pelayanan yang diberikan yang
mereka terima.
2. Pembicaraan membuat mereka baik.
Kebanyakan konsumen melakukan word of mouth karena motif emosi atau
perasaan terhadap produk yang mereka gunakan.
3. Mereka merasa terhubung dalam suatu kelompok.
Keinginan untuk menjadi suatu bagain dalam suatu kelompok adalah
perasaan manusia yang sangat kuat. Setiap individu ingin merasa terhubung
dengan individu lain dan terlibat dalam suatu lingkungan sosial. Dengan
membicarakan suatu produk kita menjadi merasa senang secara emosional
karena dapat membagikan informasi atau kesenangan dengan kelompok yang
memiliki kesenangan yang sama.
2.3.3
Dimensi E-Word of Mouth
Menurut Lin, Wu, dan Chen (2013:31) dalam penelitiannya menjelaskan
dimensi yang membentuk e-word of mouth marketing terbagi atas 3 dimensi yaitu:
1. E-word of mouth Quality
merupakan kualitas e-word of mouth yang diukur kekuatan persuasi di dalam
pesan-pesan E-wom dalam mempengaruhi orang agar menjadi tertarik
terhadap produk yang mereka bicarakan, E-wom yang berkualitas akan
mampu memberikan informasi yang dibutuhkan calon konsumen sehinggga
membantu konsumen untuk menentukan pilihan terhadap produk yang ingin
dibeli.
2. E-word of mouth Quantity
mengacu pada total jumlah komentar yang di buat oleh konsumen maupaun
calon konsumen, Popularitas sebuah produk dapat ditentukan dari jumlah
komentar karena dengan banyak nya komentar tentang sebuah produk
menunjukan bahwa produk tersebut cukup populer dan mungkin memang
produk yang dibutuhkan oleh pasar.
3. Sender's Experties
19
dapat dikatakan sebagai kompetensi, kemampuan, dan keahlian seseorang
terhadap suatu bidang, Orang yang memberikan komentar dapat di katakan
ahli jika komentar yang dibuat mampu menjadi alasan calon konsumen dalam
menentukan pilihan mereka untuk membeli produk tersebut.
2.4
Brand
Brand atau merek digunakan sebagai pengenal dari sebuah produk atau jasa
yang memiliki arti tertentu untuk membedakannya dengan produk atau jasa pesaing.
brand harus memiliki citra yang positif sehingga konsumen dapat menjadikanya
sebagai pertimbangannya pada saat ingin melakukan suatu pembelian.
Kotler & Amstrong (2012:231) mengartikan merek sebagai nama, istilah,
tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya yang dimaksudkan untuk
mendefinisikan barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan untuk
membedakannya dari barang atau jasa pesaing.
Menurut Kotler & Amstrong (2012: 232) ada enam makna yang disampaikan
melalui suatu merek, yaitu :
1. Attribute (Atribut)
Merek mengingatkan kepada atribut-atribut tertentu. Misalnya, mobil BMW
menyatakan suatu produk yang sangat mahal, dibuat dan dirancang dengan
kualitas dan desain terbaik, bergengsi tinggi, dan dibuat untuk kaum yang
memiliki lifestyle yang glamor. Perusahaan dapat menggunakan satu atribut
atau lebih untuk mengiklankan produknya.
2. Benefit (Manfaat)
Merek tidak hanya serangkaian atribut. Konsumen tidak hanya membeli
atribut dari produk, namun
juga membeli manfaat dari produk tersebut.
Atribut dapat dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional.
Atribut mobil BMW “best security system” dapat dikembangkan menjadi
manfaat fungsional atau emosional seperti “saya akan tetap merasa aman
apabila terjadi kecelakaan”.
3. Value (Nilai)
Merek juga menyatakan nilai produsen.BMW menyatakan kinerja tinggi,
keamanan, prestise, dan lain-lain.Pemasar harus dapat mengetahui kelompok
pembeli mana yang mencari nilai-nilai ini.
20
4. Culture (Budaya)
Merek juga mewakili budaya tertentu. BMW mewakili budaya Jerman yang
terorganisasi, efisien, dan bermutu tinggi.
5. Personality (Personal)
Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu
menggunakan kepribadian orang terkenal untuk mendongkrak atau menopang
merek produknya.
6. User (Pemakai)
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut. Pemakai BMW umumnya diasosiasikan dengan orang kaya,
kalangan manager puncak.
2.4.1
Brand Image
Menurut Wang dan tsai (2014:27-40) citra merek/brand image adalah
persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, Seperti yang dicerminkan
asosiasi yang tertanam dalam ingatan konsumen. Membangun brand image yang
positif dapat dicapai dengan membuat program pemasaran yang kuat terhadap
produk tersebut, memiliki keunikan dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang
membedakannya dengan produk lain.
Sedangkan menurut Kotler (2012:235) mendefinisikan brand image sebagai
seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu
brand. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu brand sangat
ditentukan oleh brand image tersebut, Kotler juga menambahkan bahwa brand image
merupakan syarat dari brand yang kuat.
Sedangkan Keller (2013:432) menyatakan bahwa, salah satu aspek vital yang
penting dari brand adalah citra (image). Brand image sangat berguna bagi pemasar
untuk menciptakan perbedaan antara lower-level-consideration dan higher-levelconsideration berkaitan dengan pendapat, perasaan, dan hubungan yang didapatkan
oleh konsumen
Brand image penting untuk diketahui karena brand image dibentuk melalui
kepuasan konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan
konsumen, sebab konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan mengajak
calon pembeli lainnya.
21
2.4.2
Dimensi Brand Image
Menurut Keller (2008:56) menjelaskan Ada tiga dimensi yang membentuk
citra merek (brand image) dalam keterkaitannya dengan asosiasi yang dipersepsikan
oleh konsumen terhadap merek tertentu :
1.
Strength of brand association
Semakin orang berpikir tentang informasi dari suatu produk dan
hubungannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen atas suatu
brand yang sudah ada, Menunjukkan bahwa brand tersebut merupakan
brand yang sudah kuat. Oleh karena itu dikatakan, bahwa perusahaan yang
memiliki Brand image yang kuat adalah perusahaan yang memiliki asosiasi
Brand yang kuat pula. Dua faktor yang memperkuat asosiasi merek
(strengthen association) adalah menyediakan dan memberikan promosi dan
informasi pribadi yang relevan dan disajikan secara menarik, berbeda dan
konsisten dari waktu ke waktu.
2.
Favorability of brand association
Untuk memilih mana asosiasi yang menguntungkan dan unik untuk
dihubungkan ke merek, pemasar harus berhati-hati dalam menganalisis
konsumen dan kompetisi untuk menentukan posisi merek terbaik. Pemasar
menciptakan asosiasi merek yang menguntungkan dengan meyakinkan
konsumen bahwa merek perusahaan memiliki atribut yang relevan dan
memberikan manfaat yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen, sehingga konsumen dapat secara otomatis membentuk penilaian
merek yang positif secara keseluruhan. Dengan demikian, asosiasi merek
yang menguntungkan adalah asosiasi merek yang diinginkan oleh konsumen
untuk memperoleh kenyamanan, keefektifan dalam pengenalan logo nama
merek, ataupun slogan serta efisiensi yang berhasil disampaikan melalui
produk, dan
3.
dapat disampaikan oleh program pemasaran yang mendukung.
Uniqueness of brand association
Esensi dari brand positioning adalah bahwa merek memiliki proporsi
penjualan yang berkelanjutan dan memiliki keunggulan kompetitif atau nilai
unik yang dapat memberikan konsumen sebuah alasan yang kuat mengapa
mereka harus membeli sesuatu. Pemasar dapat membuat perbedaan yang unik
dan eksplisit melalui perbandingan langsung dengan pesaing, atau mungkin
22
dapat dilakukan perbandingan secara implisit seperti fokus pada atribut atau
manfaat dari produk terkait.
2.5
Consumer Behaviour
Perilaku konsumen menurut Peter Olson (2010:137) merupakan interaksi
dinamis dan kognisi, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan aspek
pertukaran dalam hidup mereka. Dengan kata lain, perilaku konsumen melibatkan
pikiran dan pengalaman perasaan orang dan tindakan yang mereka lakukan dalam
proses konsumsi.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010:108) menjelaskan perilaku konsumen
sebagai perilaku yang menampilkan sikap pelanggan dalam mencari, membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan membuang produk dan layanan yang mereka
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen berfokus pada
bagaimana konsumen individu dan keluarga atau rumah tangga dapat membuat
keputusan untuk membelanjakan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang,
usaha) untuk barang-barang konsumsi-terkait.
2.5.1
Proses Pembelian Konsumen
Dalam Peter dan Olson (2010:21-23) dijelaskan bahwa sebelum melakukan
proses pembelian, konsumen melakukan analisis tentang produk atau jasa apa yang
mereka ingin beli. Analisis konsumen tersebut terdiri dari tiga elemen, yaitu:
1. Afeksi dan Kognitif Konsumen
Afeksi dan kognitif konsumen mengacu pada 2 tipe respon mental konsumen
yang diperlihatkan terhadap stimulant dan kejadian dilingkungannya. Afeksi
meninjau perasaan mereka tentang stimulan dan kejadian, seperti apakah
mereka suka atau tidak pada suatu produk. Kognisi meninjau pola pemikiran
mereka, seperti keyakinan mereka akan suatu produk tertentu.
2. Sikap Konsumen
Sikap dihubungkan dengan tindakan fisik dari konsumen yang dapat secara
langsung diobservasi dan diukur oleh orang lain. Hal ini juga dapat disebut
sikap yang jelas untuk membedakan hal tersebut dari aktivitas mental, seperti
berpikir, yang tidak bisa diobservasi secara langsung.
3. Lingkungan Konsumen
23
Lingkungan konsumen meninjau semua hal yang berada diluar diri konsumen
yang mempengaruhi apa yang mereka pikirkan, rasakan dan lakukan. Hal ini
termasuk stimulant social, seperti tindakan orang lain dalam suatu kultur,
subkultur, kelas social, grup yang menjadi referensi dan keluarga, yang
mempengaruhi konsumen. Selain itu, stimulant fisik, seperti took, produk,
iklan dan tanda, yang dapat mengubah pemikiran, perasaan dan tindakan
konsumen, juga termasuk lingkungan konsumen.
2.5.2
Purchase Intention
Menurut Kotler & Armstrong (2012), minat beli konsumen berkaitan erat
dengan prilaku konsumen. Hal tersebut terjadi ketika konsumen memperoleh
stimulasi atau rangsangan dari faktor-faktor eksternal yang pada akhirnya berujung
pada munculnya niat pembelian yang didasarkan pada karakteristik personal setiap
individu dalam menentukan suatu hal faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan
seperti merek, produk, retailer, waktu pembelian dan kuantitas pembelian. Hal ini
mencerminkan dan menggambarkan bahwa minat pembelian konsumen (customer’s
purchase intention) selalu meningkat dan muncul ketika pandangan nilai atau
manfaat dari suatu produk/ jasa dapat dirasakan oleh konsumen. purchase intention
mengacu kepada penilaian subjektif konsumen dan umumnya tercermin dari hasil
evaluasi sebelum maupun setelah membeli produk/jasa.
2.5.3
Dimensi Purchase Intention
Dalam penelitian yang dilakukan Sari dan kusuma (2014:54) menjelaskan
minat beli konsumen diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang
membentuk suatu persepsi. Minat yang muncul dalam melakukan pembelian
menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu
kegiatan yang sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus
memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada di dalam benaknya
itu. Dengan demikian, minat beli akan timbul/bisa timbul saat dalam proses
pengambilan keputusan.
Dalam penelitiannya Sari dan Kusuma juga menjelaskan dimensi-dimensi
yang membentuk minat beli adalah sebagai berikut:
24
1.
Likely
Niat pembelian diawali dengan munculnya keinginan konsumen untuk
membeli terhadap suatu produk setelah mendapat stimuli yang dilakukan oleh
perusahaan lewat berbagai kegiatan pemasaran.
2.
Probable
Tahap dimana konsumen mempertimbangkan tentang Kemungkinan bahwa
konsumen akan melakukan pembelian di masa yang akan datang.
3.
Definetly
Tahap akhir daripada buying process yang dimana calon konsumen pasti akan
melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan perusahaan dalam
waktu dekat.
2.6
Kerangka Pemikiran
(X1)
E-service quality
H4
H1
H7
(Y)
H3
(Z)
H6
Purchase Intention
Brand Image
(X2)
H2
H8
E-Word of Mouth
H5
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis, 2015
2.7
Hubungan antara Variabel Penelitian
1. Untuk Hipotesis Tujuan 1
Hubungan variabel E-service quality (X1) pada Brand image (Y).
Wu, Yeh, dan Hsiao, 2011:30-39 penelitian dari jurnal tersebut menjelaskan
bahwa kualitas service dirasakan konsumen meningkatkan kepuasan
25
konsumen, kepuasan tersebut akan akan membuat persepsi positif konsumen
terhadap perusahaaan, Sebagai hasil akhir persepsi konsumen dari apa yang
mereka rasakan akan membentuk image sebuah brand di benak konsumen.
Melalui pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis untuk
tujuan pertama adalah:
Ho : E-service quality (X1) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
brand image (Y) pada Rully Arwana.
Ha : E-service quality (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
brand image (Y) pada Rully Arwana.
2. Untuk Hipotesis Tujuan 2
Hubungan variabel e-word of mouth (X2) pada brand image (Y).
Charo et al, 2014:66-70 penelitian dari jurnal tersebut menjelaskan bahwa
informasi di dalam electronic word of mouth dapat secara signifikan
mempengaruhi image dari sebuah brand tergantung dari informasi yang
diberikan baik itu positif maupun negatif menentukan image brand di benak
konsumen. Melalui pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka
hipotesis untuk tujuan kedua adalah:
Ho
: E-word of mouth (X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Brand image (Y) pada Rully Arwana.
Ha : E-word of mouth (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Brand image (Y) pada Rully Arwana.
3. Untuk Hipotesis Tujuan 3
Hubungan variabel e-service quality (X1) dan e-word of mouth (X2) pada
brand image (Y).
Goyette et al, 2010:5-23 penelitian dari jurnal tersebut menjelaskan bahwa
strategi E-word of mouth yang masih masuk di dalam konteks kualitas service
di dalam media internet
terdiri atas beberapa dimensi seperti E-Wom
Intensity, E-Wom Content, Positive valence of E-Wom, dan Negative Valence
26
of E-Wom secara signifikan memiliki pengaruh terhadap terbentuk nya image
sebuah brand. Ranjbarian et al, 2012:40-48 dalam penelitiannya juga
menekankan pentingnya memberikan layanan yang maksimal kepada
konsumen karena kualitas yang dirasakan konsumen akan menentukan
persepsi konsumen terhadap image brand. Melalui pernyataan pada penelitian
terdahulu di atas, maka hipotesis untuk tujuan ketiga adalah:
Ho
: E-service quality (X1) tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap brand image (Y) serta purchase intention (Z) pada Rully Arwana.
Ha : E-service quality (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Brand image (Y) serta Purchase intention (Z) pada Rully Arwana.
4. Untuk Hipotesis Tujuan 4
Hubungan variabel brand image (Y) pada purchase intention (Z).
Wang dan Tsai, 2014:28-40 penelitian dari jurnal tersebut menjelaskan
bahwa Purchase intention sangat dipengaruhi oleh image brand yang baik,
namun dari semua itu percieve quality yang dirasakan konsumen merupakan
faktor terkuat yang mempengaruhi purchase intention di dalam peneltian
tersebut. Melalui pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis
untuk tujuan keempat adalah:
Ho : Brand image (Y) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
purchase intention (Z) pada Rully Arwana.
Ha : Brand image (Y) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase
intention (Z) pada Rully Arwana.
5. Untuk Hipotesis Tujuan 5
Hubungan variabel e-service quality (X1) pada purchase intention (Z).
Lee dan Lin, 2011:161-176 Penelitian dari jurnal tersebut menyebutkan
bahwa beberapa dimensi yang membentuk e-service quality seperti desain
website, reliability, responsiveness, dan trust di dalam sebuah website secara
signifikan sangat mempengaruhi niat konsumen untuk membeli. Melalui
27
pernyataan pada penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis untuk tujuan
kelima adalah:
Ho : E-service quality (X1) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
purchase intention (Z) Rully Arwana.
Ha : E-service quality (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
purchase intention (Z) Rully Arwana.
6. Untuk Hipotesis Tujuan 6
Hubungan variabel e-word of mouth (X2) pada purchase intention (Z).
Lin, Wu, dan Chen, 2013:29-43 Penelitian dari jurnal tersebut menyebutkan
bahwa electronic word of mouth yang berupa online review dan dan komentar
sangat membantu calon konsumen agar dapat lebih yakin terhadap
pilihannya, Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa e-word of mouth positif
secara signifikan sangat mempengaruhi intensi konsumen untuk melakukan
pembelian serta meningkatkan brand image, Dari semua itu image sebuah
brand di dalam penelitian tersebut memediasi hubungan yang signifikan
antara e-word of mouth dan purchase intention. Melalui pernyataan pada
penelitian terdahulu di atas, maka hipotesis untuk tujuan keenam adalah:
Ho
: E-word of mouth (X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap purchase intention (Z) Rully Arwana.
Ha : E-word of mouth (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
purchase intention (Z) Rully Arwana.
28
Download