Kabut Asap dan Sengkarut Sektor Kehutanan Indonesia Oleh Bintang Krisanti – alumni Paramadina Graduate School of Diplomacy Beberapa titik api kembali muncul di hutan Propinsi Riau. Kemunculan titik api ini dapat menjadi sinyal buruk bagi hubungan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia. Pertengahan Juni lalu, hubungan Indonesia dengan dua negara tetangga itu memanas akibat 'ekspor' kabut asap dari tanah air. Polusi lintas batas dari Indonesia ini bukan hal baru dan kejadian pada pertengahan tahun tersebut tercatat sebagai yang terburuk sejak 1997. Pemerintah Singapura dan Malaysia pun mendesak penyelesaian segera dari pemerintah Indonesia. Permasalahan asap tersebut juga dibawa ke tingkat ASEAN. Sebaliknya, pemerintah Indonesia memberikan reaksi berbeda. Beberapa pejabat pemerintah balik menekan negara tetangga dengan mengungkapkan keterlibatan perusahaan-perusahaan Singapura dan Malaysia pada praktek pembukaan lahan dengan cara dibakar. Salah seorang menteri bahkan menyebut reaksi Malaysia dan Singapura kekanak-kanakan dan meminta kedua negara berkaca diri. Meski begitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih meminta maaf kepada kedua negara tersebut. Permasalahan kabut asap telah menjadi isu pelik bagi Indonesia. Dari masa ke masa, sikap 1/4 Kabut Asap dan Sengkarut Sektor Kehutanan Indonesia negara terhadap permasalahan ini seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi Indonesia menyatakan komitmennya namun di sisi lain praktek-praktek di lapangan maupun pernyataan beberapa pejabat menunjukkan ketidakseriusan atau keengganan menyelesaikan masalah. Salah satu bukti ketidakjelasan sikap negara terhadap penanggulangan masalah asap adalah terkait Perjanjian Polusi Lintas Batas yang dibuat ASEAN pada 2002. Meski ikut menandatangani, hingga kini Indonesia menjadi satu-satunya negara ASEAN yang tidak kunjung meratifikasi kesepakatan itu. Perjanjian Polusi Lintas Batas sebenarnya menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN tidak hanya memerhatikan isu keamanan semata. Isu lain, seperti lingkungan, ekonomi dan kesehatan juga menjadi isu yang penting dalam kerjasama ASEAN. Di sisi lain, latar belakang perjanjian itu menunjukkan adanya saling ketergantungan antara negara-negara ASEAN. Anggota ASEAN menyadari bahwa penanggulangan masalah polusi seperti itu tidak dapat dilakukan sendiri. Polusi lintas batas sangat terkait dengan kondisi alam yakni arah angin. Negara sumber maupun negara tetangga, sama-sama tidak dapat mengatur atau menutup diri dari pergerakan arah angin. Pemahaman akan kondisi saling ketergantungan dalam hubungan internasional ini sesuai dengan prespektif pluralisme. Perjanjian ASEAN juga mengacu pada hukum internasional. Prinsip umum hukum internasional mengandung makna bahwa bahwa meski memiliki hak untuk mengeksploitasi sumber daya alam, negara juga bertanggung jawab untuk menjaga aktivitas tersebut tidak mengganggu dan membahayakan bagi orang atau wilayah lain di luar yurisdiksi mereka. Terkait dengan permasalahan polusi asap, aktivitas ini dapat diartikan dengan faktor manusia. Sementara faktor kondisi angin sulit dikendalikan, namun Indonesia harus dapat mengatur cara-cara pembukaan lahan sehingga tidak menimbulkan gangguan atau bahaya bagi negara lain. Mengacu pada International Law Commission (ILC) prinsip due diligence mengharuskan negara menerapkan kebijakan dan kontrol administrasi terhadap kegiatan negara maupun swasta sehingga dapat menimimalkan resiko polusi lintas batas. Dengan anggapan ideal bahwa Indonesia juga menaati prinsip hukum internasional maka semestinya tidak ada kendala dalam meratifikasi Perjanjian Polusi Lintas Batas ASEAN. Malah, Indonesia seharusnya dapat menjadi pendorong karena perjanjian itu akan memberi bantuan finansial, sumber daya manusia dan teknologi dalam mengatasi kebakaran hutan. Namun jika melihat lagi pada prespektif pluralisme maka negara bukanlah satu kesatuan melainkan terdiri dari berbagai aktor. Para birokrat, individual dan kelompok berkepentingan dalam negara bisa saling bekerjasama, berkoalisi atau bahkan berkompetisi dalam 2/4 Kabut Asap dan Sengkarut Sektor Kehutanan Indonesia mempengaruhi hubungan internasional. Di Indonesia, perbedaan sikap antara aktor negara dapat dilihat dari perbedaan sikap presiden dengan para pembantunya, yakni para menteri, dalam menghadapi desakan penanggulangan asap dari pemerintah Singapura dan Malaysia. Begitu juga perbedaan sikap pemerintah Indonesia dengan DPR dalam mengadopsi Perjanjian Polusi Lintas Batas. Seorang anggota DPR, dalam wawancara di sebuah media massa, mengatakan mengkhawatirkan tentang terkikisnya kedaulatan jika Indonesia meratifikasi perjanjian ASEAN itu. Namun mengacu pada prinsip ASEAN yang sangat menjunjung kedaulatan masing-masing negara dan sejarah ASEAN sejauh ini maka kekhawatiran itu tampak tidak beralasan. Kekhawatiran tampak lebih dimengerti dari adanya keharusan negara untuk membuat pendataan, pengawasan, manajemen dan monitoring kondisi hutan dengan baik. Untuk Indonesia, keharusan ini dapat berarti kerja berat untuk mereformasi sektor kehutanan yang carut marut. Sektor kehutanan Indonesia merupakan salah satu sektor yang marak dengan penyimpangan. Pemberantasan korupsi sektor kehutanan pun menjadi salah satu program prioritas KPK pada 2010 dan 2011. Propinsi Riau, yang merupakan lokasi banyak titik api kebakaran pada Juni merupakan propinsi dengan banyak kasus korupsi kehutanan. Pada Februari lalu, Gubernur RiauRusli Zainal ditetapkan KPK sebagai tersangka penyalahgunakan wewenang terkait pengesahan bagan kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) pada 2001-2006 di Kabupaten Pelalawan. Kasus korupsi dalam penerbitan izin 14 perusahaan perkayuan di Riau telah merugikan negara sekitar Rp3 triliun. LSM Greenpeace juga menyebutkan bahwa sebagian besar titik api berada di kawasan hutan yang ditetapkan sebagai kawasan moratorium (jeda) penebangan, di antaranya di Taman Nasional Teso Nillo. Kondisi ini, menunjukkan proteksi pemerintah akan kawasan moratorium sangat lemah. Selain itu, penegakan hukum pada kasus pembakaran hutan juga sangat lemah. Praktek pembukaan lahan dengan pembakaran dilarang undang-undang namun Greenpeace menyatakan banyak kasus kebakaran lahan diselesaikan di luar pengadilan. Reformasi sektor kehutanan memang telah digenjot Presiden SBY melalui MoU yang ditandatangani kementerian-kementerian terkait dan KPK pada Maret 2013. Hanya dengan reformasi sektor kehutanan maka Indonesia juga dapat menjalin hubungan luar negeri yang baik dengan negara tetangga maupun anggota ASEAN lainnya. 3/4 Kabut Asap dan Sengkarut Sektor Kehutanan Indonesia cialis super active test buy cialis super active cialis super active usa cialis super active test cialis super active information cialis super active usa cialis super active online 4/4