Pop Riset | 21 RABU, 22 SEPTEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Akurat Menghitung Benih Ikan Metode penghitungan ikan yang baru ini hemat waktu. Plus ikan bakal lebih sehat lantaran tidak stres. Vini Mariyane Rosya B AYANGKAN jika Anda harus menghitung ratusan ribu benih ikan dengan ukuran superkecil secara manual. Sulit, bukan? Tapi, itulah yang harus dihadapi para petani ikan di Bogor setiap hari, terutama petani ikan patin. Bukan cuma lama, cara seperti itu juga memungkinkan petani salah hitung. Lantaran itu, tim peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) meneliti sebuah mesin yang dapat menjaga akurasi penghitungan benih ikan secara cepat. Dalam pemantauan lapangan, tim tersebut menemukan para petani ikan menghitung satu per satu benih yang akan dijualbelikan secara manual. Padahal benih ikan itu berbentuk larva berukuran sangat kecil. “Jadi, kami mengembangkan alat penghitung benih ikan atau nener, dinamai Fry Counter. Ini menjadi jawaban atas masalahmasalah yang sering dikeluhkan para pengusaha benih ikan pada proses penanganan pascapanen di bidang perikanan,” ujar Ayi Rakhmat, anggota tim peneliti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Ayi memaparkan, sebagai negara maritim, produksi ikan di Indonesia menjanjikan potensi perekonomian yang besar. Negeri ini juga penghasil ikan air tawar yang cukup besar sehingga membutuhkan penanganan pascapanen yang efektif. Teknologi yang dikerjakan Ayi bersama Indra Jaya dan Muhammad Faisal Sagala itu mampu mengeliminasi proses perhitungan menjadi sekian menit saja. Akurasi yang ditampilkan pada alat tersebut dipaparkan ketiganya cukup memuaskan. “Rata-rata percobaan terhadap 50 ikan dengan 50 ulangan didapatkan nilai rata-rata 49,29 ekor. Dengan demikian, Fry Counter terbukti unggul, yakni mampu melakukan ANTARA/ARIEF PRIYONO BIBIT IKAN: Pekerja mengangkat ratusan bibit ikan di Desa Canggu, Kecamatan Badas, Kediri, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Tim peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor meneliti sebuah mesin yang dapat menjaga akurasi penghitungan benih ikan secara cepat. perhitungan dengan cepat jika dibandingkan dengan metode manual,” ungkapnya. Ikan sehat Dari riset pendahuluan yang dilakukan tim tersebut terbukti, penghitungan benih ikan secara manual merugikan petani. Selama ini, imbuh Ayi, untuk 50 ribu ikan yang dihitung petani membutuhkan waktu satu sampai dua hari. Tak hanya itu tenaga kerja yang diperlukan pun mencapai angka tiga sampai empat orang dengan rata-rata durasi kerja 5 jam per hari. Dengan jumlah tenaga kerja sebanyak itu, menurut Ayi, secara otomatis pendapatan petani pun akan banyak berkurang. Padahal petani harus menghitung puluhan sampai ratusan ribu ekor. Di sisi lain, penghitungan manual juga dapat membuat ikan menjadi stres karena banyaknya perlakuan yang diberikan petani. “Kalau ikan sudah stres, akan memudahkan masuknya bibit penyakit,” sahutnya. Jika sudah begitu, ongkos proses pascaproduksi makin melambung. Otomatis Saat dihubungi Media Indonesia, Senin (20/9), salah satu peneliti, Indra Jaya, menjelaskan mesin yang ditelaah bersama selama hampir dua tahun tersebut dapat menghitung benih ikan secara otomatis. Benih-benih ikan ataupun anak ikan yang masih kecil tersebut, jelasnya, tinggal dialirkan ke dalam semacam pipa. “Nanti di dalam pipa tersebut di dinding sebelah kiri dan kananya terdapat semacam cahaya laser yang bekerja layaknya sensor. Cahaya itu menyorot sekaligus mencacah benih-benih itu. Kalau cahaya terhalang, otomatis benih dan anak ikan langsung terhitung,” paparnya. Indra menjelaskan agar perhitungan lebih efektif, timnya berhasil membuat delapan lintasan dalam satu mesin sehingga petani tidak perlu menghabiskan waktu berharihari untuk menghitung ratusan ribu benih ikan sekalipun. Mengenai rentang waktu riset yang cukup lama, Indra mengakui ternyata tak mudah menyesuaikan besarnya lintasan dengan ukuran benih. Butuh percobaan berkali-kali agar lintasan yang dihasilkan tidak terlalu besar maupun terlalu kecil.Lintasan yang mengalir tersebut, lanjutnya, juga dimaksudkan untuk meminimalkan benih atau anak ikan yang lecet dan stres. “Benih-benih itu tak bisa terlalu dipaksa untuk dihitung. Mereka bisa stres. Lebih baik dilakukan secara natural, yakni dengan mengalir,” sahutnya. Dengan teknologi tersebut, Ayi mengaku optimistis petani ikan tak hanya bisa berhemat waktu dan tenaga dalam menghitung benih ikan, tetapi juga dapat mengurangi jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk memproses penghitungan benih ikan secara manual. “Jadi, keuntungan yang didapat jauh lebih besar,” tegasnya. Fry Counter akan diproduksi dan dipasarkan pada bisnis skala rumah tangga (UKM), perusahaan pembenihan, pedagang benih ikan, dan kalangan praktisi bidang perikanan. Ayi merasa cukup optimistis dengan penjualan alat yang dihasilkan ia dan timnya. “Produk sejenis belum ada di pasaran sehingga memiliki peluang besar untuk menjadi market leader,” tandasnya. Meski begitu, Indra mengakui kendala dana masih membayangi produksi mesin penghitung benih ikan tersebut. Indra menaksir satu mesin tersebut akan memakan biaya produksi sekitar Rp3 juta. Ia mengakui angka tersebut bukanlah jumlah yang kecil bagi para petani ikan di Bogor. Padahal riset mesin tersebut didedikasikan untuk para petani. “Saya pribadi berharap setidaknya mesin ini bisa dipunyai semacam kelompok petani ikan. Jadi, setidaknya bisa dipakai bergantian dan bersama-sama karena mesin ini akan sangat membantu petani. Apalagi mesin ini sifatnya portable, mudah dipindahkan,” ujarnya. Menurut Indra, kalau saja permintaan produksi mesin tersebut dapat mencapai 100 unit, ia yakin dapat menekan angka produksi hingga 30%. “Kalau produksinya bisa massal minimal 100 unit, setidaknya harganya bisa hanya Rp2 juta hingga Rp2,5 juta,” pungkasnya. (M-4) [email protected]