Kewirausahaan dalam berbagai perspektif Ayi Ahadiat** 2 May 2007 http://cefeindo.wordpress.com/page/30/ Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) diberbagai negara industri maju seperti Jepang dan Amerika terbukti menjadi pilar kuat dalam perekonomian makro nasional. Peranan atau kontribusi UKM dalam perekenomian cukup besar terutama dalam menyerap tenaga kerja. Peranan lain yang menonjol UMKM menjadi subsistem dari korporasi besar. Dalam hal ini UMKM menjadi supply chain atau rantai pemasok bahan mentah dan setengah jadi untuk berbagai produk manufaktur besar. Harmonisasi telah terjadi dalam interaksi bisnis dalam tempo yang tidak sebentar, kesejajaran dalam pemahaman bisnis menjadi kunci suksesnya hubungan bisnis. Walaupun kecil dari segi skala ekonomi (small scale firm) dengan kelincahan dalam bergerak, UMKM dinegara-negara industri maju memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menangkap dan memanfaatkan semua peluang pasar. Fenomena perkembangan perekonomian Negara China dengan PDB tumbuh diatas 10%, tidak luput dari perkembangan UMKM yang ada dinegara tersebut. Negara China akan menjadi raksasa ekonomi dalam satu dekade kedepan. Demikian juga kalau kita mengamati perkembangan perekonomian India, pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat sebagai hasil dari kombinasi bisnis antara UMKM dan korporasi yang sama-sama mampu memanfaatkan penguasaan Teknologi Informasi secara maksimal. Kemampuan berbisnis suatu UMKM tidak timbul dengan sendirinya, selain karena pendiri atau pemilik usaha yang telah memiliki talenta Ayi Ahadiat 2 atau bakat usaha, mereka juga terus menerus mengembangkan sistem dan model bisnis. Termasuk didalamnya usaha penyempurnaan terus menerus (continous improvement) pengelolaan produk dan jasa sehingga dapat memberikan kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah hasil dari penerimaan nilai (value) oleh pelanggan atas pengorbanan atau harga yang dibayar yang melebihi ekspektasi pelanggan tersebut. Tulisan kali ini ditujukan untuk memberikan wawasan umum tentang kewirausahaan dengan perspektif historis, penilaiai diri, proses, karakteristik dan latar belakang pelaku kewirausahaan. Perspektif Historis Perkembangan Kewirausahaan Tidak ada bisnis yang menjadi besar secara langsung, hanya dengan disertai visi dan kemampuan mengelola, suatu bisnis dapat berkembang menjadi besar. Di Indonesia banyak bisnis berkembang mulai dari kecil hingga menjadi besar, contohnya pada skala nasional Jamu Air Mancur, ES Teller 77, Jaringan Kursus dan Bimbel Primagama, Blue Bird Taxi, Angkutan Bis (antara lain Putra Remaja, Lorena, ALS, Kramat Jati, Arimbi, Puspa Jaya, Gumarang Jaya), Wings Group, Indofood, Garuda Food, Astra Group, Sinar Mas, Lippo Group, Maspion Group, Ciputra Group, Rokok Sampoerna, Rokok Gudang Garam, Rokok Jarum Kudus, Rokok Bentoel, dll. Contoh pada skala daerah Lampung antara lain mulai dari skala kecil seperti bakso Sony Haji Sonhaji, Kripik Pisang Suseno, usaha menengah Candra Supermarket, hingga yang besar seperti Sungai Budi Group. Dari perspektif kewirausahaan (entrepreneurship), perkembangan usaha-usaha diatas dientaskan oleh tangan-tangan dingin pebisnis unggul secara konsisten, persisten dan pantang menyerah dalam menghadapi situasi sulit, dan menjalankan rencana dengan penuh determinasi agar tercapai tujuan visioner yang dicita-citakan. Faktor pendukung keberhasilan bisnis yang dilkelola antara lain kemampuan berinovasi, keberanian mengambil resiko yang terhitung sebelumnya (calculated risk). Perkembangan kewirausahaan secara historis telah dimulai dari sejak berabad-abad sebelum masehi. Dengan kemampuan wirausaha dalam arti kemampuan dalam pengambilan resiko, berinovasi, menerapkan sistematika kerja bangsa mesir dapat membangun piramida, bangsa Cina dapat membangun tembok raksasa, dan Kerajaan Mataram Kuno dapat membangun Candi Borobudur. Ayi Ahadiat 3 Kemudian pada abad pertengahan, VOC, perusahaan perniagaan Belanda, menjadi sistem pegumpul bahan mentah rempah-rempah dari Nusantara untuk kepentingan memasok pasar Eropa adalah contoh usaha yang beresiko. Dimana sebelumnya telah dirintis pencarian rute ke timur jauh oleh Marcopolo. Perkembangan konsep kewirausahaan Perkembangan konsep kewirausahaan pada abad pertengahan, digambarkan sebagai seorang yang berani mengambil resiko akan keberanian mengelola proyek dengan kontrak pada harga yang ditetapkan diawal. Pada abad ke 17, konsep kewirausahaan kemudian berkembang dengan menitikberatkan pada konsep resiko. Contoh tokoh wirausaha pada saat itu adalah John Law seorang banker dari Perancis yang membuka perjanjian waralaba perdagangan di daerah (dunia) baru Amerika – perusahaannya disebut dengan Mississippi Company. Perjanjian ini berakhir dengan kerugian, tujuan awal untuk mendongkrak harga saham diperusahaan inti tidak tercapai, yang terjadi perusahaan utama di Perancis mengalami kolaps. Dengan melihat kegagalan Law, Richard Cantillon (ekonom abad 18) memperbaiki cara pandang tentang teori kewirausahaan. Cantillon mendifinisikan wirausahawan adalah seorang pengambil resiko, dicontohkan pada petani, pedagang, pengrajin dan pemilik usaha lainnya yang “berani membeli produk baku pada harga tertentu dan menjualnya pada harga yang belum ditentukan sebelumnya, oleh karena itu orang-orang ini bekerja pada situasi dan kondisi beresiko”. Kemudian pada abad 18 berkembang pandangan bahwa wirausaha adalah seseorang yang memiliki hasil inovasi dikembangkan bisnisnya dengan menggunakan modal dari pihak lain. Contohnya pada penemuan bola boklam listrik oleh Thomas Edison, bisnis bidang kelistrikan oleh Edison dikembangkan dengan mendirikan General Electric, kini GE merupakan salah satu perusahaan terbesar di Amerika dan dunia. Ketika memasuki akhir abad 19 dan abad 20, perubahan konsep kewirausahaan ditandai dengan pemisahan antara peran manajer dengan wirausaha. Wirausaha mengorganisir dan mengoperasikan usaha untuk keuntungan pribadi. Dia menggunakan inisiatif, ketrampilan, dan kepiawaiannya dalam merencanakan, mengorganisir dan mengadministrasikan perusahaan. Kerugian dan keuntungan merupakan konsekwensi dari kemampuan melihat dan mengontrol keadaan lingkungan bisnis. Carnegie dipertengahan abad 20 menekankan bahwa wirausahawan adalah seorang innovator. Oleh Ayi Ahadiat 4 karenanya wirausahawan akan mereformasi atau merevolusi kondisi yang tidak menguntungkan menjadi lebih menguntungkan, dengan mengekploitasi segala penemuan dan kemungkinan pemanfaat teknologi untuk menggantikan cara lama dalam mengoperasikan bisnis. Definisi yang terakhir berkembang kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda secara nilai melalui pengorbanan waktu dan upaya, yang mengandung resiko finansial, psikologis dan sosial, dengan harapan menerima hasil penghargaan secara moneter dan kepuasan pribadi si wirausahawan. Latar belakang keputusan memulai usaha Seseorang menjadi wirausaha dapat disebabkan oleh ketidakpuasan atas pekerjaan yang dia jalani, tekanan lingkungan dan tekanan hidup (pensiun dari pekerjaan sebelumnya). Untuk memulai usaha seseorang dipengaruhi oleh desirability atau minat dan possibility atau kemungkinan. Minat muncul karena budaya, subkultur, keluarga, guru dan teman sejawat. Budaya yang menghargai keberhasilan seseorang dalam menciptakan pendapatan adalah faktor pendorong seseorang untuk berwirausaha. Subkultur dari lokalitas atau kedaerahan dapat juga mendorong, contohnya situasi di Jakarta atau kota-kota besar di Indonesia memaksa orang untuk bertahan dan mengembangkan hidup. Oleh karenanya banyak yang memanfaatkan peluang dari kemajuan bisnis yang berkembang ditempat dimana dia tinggal. Fenomena ini banyak terjadi dikota besar dan ditempat dimana industri berkembang dengan baik. Keluarga yang memiliki tradisi niaga biasanya menularkan kemampuan niaganya kepada semua anggota keluarga. Guru dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengembangkan bisnis, karena guru dapat menjadi sumber inspirasi. Teman sejawat sebagai sumber informasi dapat memperjelas peluang bisnis yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan. Kemungkinan lain untuk munculnya usaha baru adalah kebijakan pemerintah, dalam hal ini pengembangan infrastruktur ekonomi akan memacu berkembangnya peluang usaha baru dan ekspansi usaha yang telah ada. Eksploitasi peluang pemasaran, dari pengembangan pasar baru untuk produk dan jasa yang ada (market development) atau intensifikasi pasar yang ada dengan produk dan jasa yang baru (product development). Ketersediaan dana untuk investasi dan modal kerja dapat mendorong terbentuknya usaha baru. Kemudian role Ayi Ahadiat 5 model atau contoh sukses dari pelaku usaha atau wirausaha yang sudah berhasil akan mendorong yang lain untuk masuk kedalam bisnis yang sama sepanjang potensi pasar masih besar. Kategorisasi usaha baru Menurut Hisrich & Peters (1989) usaha baru dapat dikategorikan kedalam usaha: perusahaan gaya hidup (life style firm), perusahaan fondasi (foundation company), dan usaha berpotensi tinggi (high potential venture). Perusahaan gaya hidup biasa dikelola secara pribadi dengan pertumbuhan yang sedang dengan melibatkan uang yang relatif sedikit untuk riset dan pengembangan. Perusahaan fondasi diciptakan dari riset dan pengembangan untuk berkembangnya industri baru. Perkembangan perusahaan jenis ini lebih pesat bisa tumbuh dalam kurun 5 sampai 10 tahun, dengan jumlah pegawai dari 40 hingga menjadi 400 orang, dan dengan perkembangan penjualan dari Rp. 100 juta hingga menjadi Rp. 30 milyaran pertahunnya. Perusahaan jenis terakhir adalah perusahaan yang berbasis riset dan pengembangan dengan pertumbuhan yang tinggi dan diminati oleh investor publik. Jumlah pegawai dan penjualan jauh diatas jenis perusahaan kedua. Dalam konteks Indonesia, perkembangan perusahaan dimulai dari usaha mikro, berkembang menjadi usaha kecil, kemudian menengah dan besar. Pentahapan dan karakteristik hampir mirip dengan yang diuraikan diatas. Penilaian Diri (Self Assessment) dan Proses Kewirausahaan Pertanyaan yang sulit untuk dijawab: “haruskah saya memulai usaha sendiri?” sering berkecamuk dibanyak orang. Dalam suatu penelitian menunjukan ketika jawaban ya, alasan yang muncul untuk memulai bisnis sendiri karena adanya keinginan menjadi “bos” dan lebih independen. Kemudian untuk menilai kesiapan seseorang menjadi wirausaha dapat diajukan pertanyaan “apakah saya memiliki semua persyaratan untuk menjadi seorang wirausaha?” Dari hasil penelitian ditemukan, seseorang menjadi wirausaha ada kencendrungan sebagai anak tertua dalam keluarga, sudah menikah, laki-laki, diatas 30 tahun usianya, dimana pada usia belasan sudah muncul jiwa wirausahanya, pernah mengecap pendidikan, memiliki sifat yang ingin independen, sifat pekerja, pengambil resiko, selalu senang dengan ide-ide baru dan memiliki hubungan emosional yang Ayi Ahadiat 6 kuat dengan ayah. Disamping memiliki sifat kerja keras, uang dan ide cemerlang, keberuntungan menyertai dia juga. Proses kewirausahaan berjalan melalui beberapa tahapan antara lain identifikasi dan evaluasi peluang usaha, pengembangan rencana bisnis, memobilisasi dan alokasi sumber daya yang diperlukan, dan melakukan pengelolaan perusahaan. Karakteristik dan Latar Belakang Wirausahawan Karakteristik wirausaha dapat dilihat dari locus of control atau pengendalian diri atas dimensi internal dan eksternal. Pengaruh dimensi eksternal atau internal sesorang akan menentukan bagaimana sesorang wirausaha mengelola perusahaannya. Pengaruh eksternal antara lain kekuatan lingkungan luar perusahaan sangat dominan, keberhasilan semata karena kemujuran, bisnis yang dilakukan karena keharusan dari apa yang dibaca, dan pengaruh anggota keluarga lebih menentukan keberhasilan. Pengaruh internal antara lain kenyakinan bahwa keputusan harus diambil oleh diri sendiri, kemauan untuk mencoba yang baru walaupun ada kekawatiran beratnya konsekwensi yang akan diterima, kepuasan akan keberhasilan pekerjaan, dan berupaya segera memperoleh sesuatu yang diinginkan. Secara internal locus of control dapat dilihat dari sudut, sejauhmana seseorang memiliki keteguhan hati untuk mengatasi kemandekan dalam membentuk usaha baru, juga sejauhmana seseorang memiliki keinginan yang kuat untuk mengelola usaha baru dan menumbuhkannya. Dimensi eksternal dan internal tidaklah menjadi patokan seseorang akan berhasil, kombinasi yang optimal diantara keduanya dapat membantu pengelolaan usaha dengan berhasil. Selain locus of control, kebebasan, kemauan mengambil resiko dan kebutuhan akan berprestasi (need for achievement) merupakan karakteritik lain dari seorang wirausaha. Umumnya, ketiga sifat terakhir sangat menonjol dalam watak seorang wirausaha berhasil. Latar belakang wirausaha dapat dilihat dari lingkungan keluarga semasa kanak-kanak, riwayat pendidikan, nilai pribadi (personal value), usia, sejarah pekerjaan, dan motivasi. Urutan kelahiran akan mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi wirausaha, umunya anak tertua menjadi pengambil tanggungjawab, karena itu anak tertua lebih dapat menjadi wirausaha. Pendidikan dalam banyak penelitian menunjukan berperan secara positif dalam mengembangkan usaha. Nilai kepribadian seperti pendukung, agresif, pemurah, penyesuai diri, kreatif, kejujuran dan pencari sumberdaya, Ayi Ahadiat 7 sangat memberikan pola pada usaha yang dikelola. Usia umumnya berkisar 20 – 50 tahun sebagai usia produktif dalam mengelola usaha. Pengalaman kerja akan memberikan dukungan pada usaha yang dikembangkan sepanjang itu relevan. Motivasi utama seseorang mengembangkan usaha baru adalah independensi dalam mengelola usaha. Simpulan Usaha atau bisnis akan maju jika ada kemauan dari pemulai untuk meletakan dasar atau visi yang jelas dan dapat dilaksanakan. Tidak ada usaha maju yang secara fundamental kuat tumbuh dengan sendirinya. Usaha yang baik akan muncul jika seseorang pengelolanya mau mengambil resiko, selalu berinovasi, mengelola rencana, dan mengevaluasi usaha yang sudah berjalan. Independensi dalam pengambilan keputusan sangat penting dalam wirausaha. Seorang wirausahawan akan selalu mencari ide-ide baru untuk perbaikan kinerja bisnis yang telah dicapai, kegiatan ini disebut dengan inovasi manajemen. Kewirausahaan sebenarnya dapat muncul bukan saja dari pribadi yang dilatarbelakangi oleh keluarga niaga, namun dapat juga muncul dari inspirasi dan pengetahuan dari guru, dorongan dari kolega atau teman, adanya budaya yang mendorong tumbuhnya bisnis, peluang pemasaran, ketersediaan modal, dan contoh sukses (role model). Tidak seperti negara maju dimana budaya menghargai prestasi sangat dijunjung tinggi, budaya apresiasi berbisnis di Indonesia harus dirubah dengan cara memberikan contoh apresiasi dari pemegang otoritas yakni pemerintah dengan memberikan penghargaan bagi usahawan UMKM yang sukses.