1 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis Penyehatan usaha pedagang kecil keliling tidak hanya berkaitan dengan ekonomi serba agregat, seperti sandang, pangan dan papan, tetapi juga penyehatan usaha pedagang keliling, juga berkaitan dengan dimensi budaya seperti harga diri (dignity), kemandirian individu (self-confidence individual, partisipasi social (social participation), social capital (modal social (Samdin, 2007). Peluang untuk mengembangkan potensi sumber daya masyarakat lokal masih besar meskipun tantangan yang dihadapi juga cukup besar. Tantangan tersebut berkaitan dengan kapasitas sumber daya manusia, modal, jaringan kerja dan jaringan pemerintah. Namun pendapat beberapa ahli ekonomi rakyat seperti Korten (1988), Mubyarto (1984), Ismawan (1992), Sajogyo (2000) secara eksplisit menyatakan bahwa perencanaan yang berpusat pada masyarakat dalam perencanaan program, menempatkan masyarakat sebagai subjek untuk mengenali permasalahan, potensi dan secara swadaya akan tercapai kemandirian dalam mengatasi permasalahan yang mereka hadapi saat ini. Usaha kecil-kecilan merupakan cara yang paling tepat dalam pengentasan kemiskinan dengan pendekatan pengembangan ekonomi lokal dapat mendorong, merangsang, terciptanya jiwa kewirausahaan pada masyarakat, dan tumbuhnya potensi ekonomis dari aset daerah. Pemberdayaan ekonomi lokal merupakan pembangunan yang dipandang sebagai proses yang berkesinambungan dan peningkatan pendapatan riil perkapita melalui peningkatan jumlah usaha kecil dan produktivitas sumber daya yang berkesinambungan (Chambers, 1995). Perlu dipertimbangkan dalam mengidentifikasi potensi ekonomis sumber daya masyarakat adalah dengan cara pemberian pemahaman kondisi internal dan eksternal masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian Suminar (1997), yang diketahui bahwa kegiatan ekonomi produktif masyarakat dalam mencari sumber penghasilan dengan 4 5 keterbatasan pengetahuan, keterampilan, informasi pemanfaatan sumber daya, dan kondisi lahan desa serta wawasan terhadap lingkungan eksternal sebagai pendukung usaha mereka memberikan andil yang cukup besar. Sedangkan dalam membuat suatu kebijakan pembangunan bisnis, diagnosis lingkungan adalah penting untuk diperhitungkan dalam membuat strategi, terutama dalam menentukan peluang dan ancaman terhadap usaha-usaha yang akan dijalankan, seperti aspek sosio-ekonomi, pasar, transportasi, pesaing, teknologi, pemasok, pesero, pemerintah dan dimensi global (Budiman, 1992). Kuncoro (2007) menyatakan bahwa pengembangan utama dalam pendekatan ekonomi kerakyatan lebih menitik beratkan pada kebijakan endogenous development yakni menggunakan potensi sumber daya manusia, institusional, dan fisik setempat. Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan ekonomi lokal tersebut dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yakni pertama, pendekatan sektoral yang intinya mengidentifikasi sub-sektoral dan komoditas unggulan yang dapat diandalkan sebagai lokomotif penggerak ekonomi rakyat yang berorientasi pada produksi dan unit usaha kecil. Kedua, pendekatan spasial yaitu pendekatan pengembangan ekonomi lokal dengan menitikberatkan pada lokasi sektor atau komoditas unggulan lokal. Pendekatan spasial ini lebih tajam jika bersinergi dengan pendekatan spasial kemiskinan dan pengangguran. Ketiga, pendekatan pemasaran lokal dapat ditempuh dalam rangka meningkatkan citra daerah dengan jalan membangun image terhadap pembeli, dan investor. Pencitraan ini sangat dibutuhkan dalam rangka perluasan akses yang meliputi akses sebagai berikut: (1) Keterampilan dan teknologi, (2) Dana, (3) Layanan pengembangan bisnis, (4) Pembangunan image perlu diperluas dan dikembangkan berdasarkan kondisi dan karakteristik yang dimiliki oleh daerah tersebut sehingga memiliki kekuatan dan peluang pengembangan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Dendi et al., (2007) menyatakan bahwa pendekatan Pengembangan Ekonomi Kakyatan (PEK) yang digunakan sangat tergantung kepada potensi, peluang dan persoalan yang dihadapi daerah. Namun demikian, terdapat beberapa pendekatan dalam membantu meningkatkan usaha pedagang keliling, yang dapat dipilih dan 6 dikombinasikan yang dianggap sebagai menu dasar. Ada lima menu dasar dalam menembangkan usaha pedagang, yaitu pendekatan klaster, pendekatan kemitraan pemerintah dengan swasta, pendekatan usaha kecil, pendekatan regional, dan pendekatan rantai nilai. Pengembangan usaha ekonomi kecil merupakan strategi untuk pengentasan masyarakat miskin, kami memandang masyarakat yang kurang sebagai aset yang berpotensi menjadi kekuatan dalam memacu perkembangan ekonomi daerah. Hal ini dimobilisasi dan dikembangkan, untuk menopang ketahanan ekonomi nasional, daerah dan ketahanan ekonomi lokal (Mansur Afifi, 2007). Fenomena tersebut, merupakan salah satu gambaran pengembangan usaha ekonomi kerakyatan dalam pengentasan masyarakat yang kurang mampu di Samarinda. Hal ini menjadi penting dilakukan. Dengan pembantu usaha pedang keliling di kota Samarinda dapat dilakukan melalui pendekatan ekonomi kerakyatan. Hal ini, dikenal dengan karakteristik usaha ekonomi produktif bagi usaha kecil bagi masyarakat di Samarinda. Melalui pengembangan ekonomi usaha kecil, maka masyarakat yang kurang mampu dapat diberdayagunakan sehingga memiliki pendapatan yang mampu memenuhi kebutuhan keluaraganya. Dengan pemenuhan kebutuhan keluarga tersebut secara telah membantu pemerintah daerah dalam usaha penuntasan kemiskinan. Pengertian modal usaha merupakaan bagian yang tidak terpisahkan dengan lembaga penyedia bantuan dana. Salah satu lembaga penyedia tersebut adalah lembaga keuangan dan perbankan. Selain itu, juga ada lembaga keuangan non bank, seperti Kaltin Ventura. Hal yang mendasar dan penting adalah keterlibatan pemerintah daerah, para pengusaha dan organisasi-organisasi masyarakat. Pengembangan Ekonomi kecil didefinisikan sebagai suatu proses membangun dialog, kolaborasi atau kemitraan para pihak yang saling terkait antara pemerintah daerah, para pengusaha dan organisasi-organisasi masyarakat lokal (Kerstan et al., 2004; Ellwein et al., 2006). Tujuannya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi dan berkelanjutan. Peningkatan modal kerja bagi tambahan investasi bagi usaha pedagang 7 keliling maka pembentukan kemandirian usaha dimasa yang akan dapat tercipta. Dari pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa modal kerja pada hakekatnya lebih mengedepankan kemitraan yang dibangun melalui dialog dan komunikasi diantara para pihak dalam pembangunan ekonomi di daerah secara sinergis dan saling menguntungkan (win-win solution) dalam mengembangkan berbagai ide, pandangan, visi, dan kegiatan praktis (collective action). Dengan demikian PEK menjadi bagian integral dari upaya pembangunan daerah melalui peningkatan daya saing kolektif, penciptaan peluang-peluang baru, dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Dendi et al., (2007) menyatakan bahwa penekanan pada kemitraan bukan berarti PEK mengabaikan pentingnya kompetisi di daerah maupun kompetisi antar daerah. Justru PEK diselenggarakan dengan suatu kesadaran bahwa, agar stakeholders di daerah mampu memaksimalkan pemanfaatan potensi lokal (internal resources) dan peluang eksternal (external chances), perlu upaya kolektif untuk mewujudkan keseimbangan antara persaingan yang sehat dan kerjasama yang saling menguntungkan. Dengan demikian, PEK telah memberikan perspektif dasar yang menekankan pentingnya proses dan keterlibatan para pemangku kepentingan sehingga keberhasilan strategi PEK tidak saja ditentukan oleh apa (what/object) yang harus dilakukan, tetapi juga bagaimana (how / method) melakukannya. Daya tahan (resilience) ekonomi adalah kemampuan dari sektor ekonomi menyesuaikan diri dan memulihkan diri dari berbagai tekanan faktor ekonomi dan non ekonomi baik yang bersifat eksternal maupun internal. Oleh karena itu, setiap unit ekonomi baik rumah tangga, perusahaan maupun daerah perlu setiap saat mempersiapkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan bisnis yang dinamis. Terdapat setidaknya tiga strategi membangun daya tahan dan peran sektor publik yang diharapkan yaitu diversifikasi usaha dan transformasi produk, pengembangan kewirausahaan, optimalisasi akses kepada sumber daya ekonomi (alam dan finansial) dan pengembangan modal sosial. Pengembangan daya saing merupakan mata rantai yang tidak terpisah dari strategi membangun daya tarik dan daya tahan. Strategi membangun daya saing dapat 8 berhasil bilamana strategi pembangunan daya tarik dan daya tahan telah berhasil diwujudkan. Ini berarti keberhasilan strategi membangun daya tarik dan daya tahan menjadi prasyarat bagi kesusksesan strategi pembangun yang berdaya saing tinggi. B. Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian David Rae (2000) menemukan bahwa: (a) pribadi wirausaha menentukan sifat psikologis dan kepribadiannya, (b) perkembangan karir wirausaha, yaitu pola-pola karir sebagai faktor yang signifikan, (c) pendidikan wirausaha difokuskan pada bentuk, proses, dan efektivitas program pendidikan, dan (d) pendekatan kognitif pada pembelajaran wirausaha mengkonsentrasikan pada arti pengetahuan. Hasil penelitian Kathryn Watson, Sandra Hogarth Scott and Nicholas Wilson (1999) menemukan bahwa: (a) tingkat kegagalan usaha wanita jauh lebih besar dibandingkan dengan pria, (b) penentu kegagalan dan kesuksesan dalam memulai bisnis baru adalah sifat bawaan seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan kanak-kanak, dan (c) motivasi usaha sangat diperlukan oleh seorang wirausahawan terutama saat memulai usaha baru pada tahun pertama. Robert Sullivan (2000) mengindikasikan bahwa pertimbangan bimbingan tidak hanya pada isi dari bimbingan yang diberikan tetapi juga kemampuan interpersonal dan sikap dari mentor akan berpengaruh terhadap efektivitas kegiatan bimbingan. Hasil penelitian J. Robert Baum, Edwin A. Locke dan Ken G. Smith (2001) menemukan bahwa Specific competencies, motivation dan competitive strategies memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap pertumbuhan usaha. Traits memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap pertumbuhan usaha melalui general competencies, specific competencies, motivation dan competitive strategies.General kompetencies memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap pertumbuhn usaha melalui specific competencies, motivation dan competitive strategies. Kemudian hasil penelitian Don Y. Lee dan Eric W. K. Tsang (2001) menemukan bahwa pengalaman, aktivitas pengembangan jaringan kerja dan jumlah mitra usaha serta locus of control dan need for achievement memiliki dampak positif terhadap perkembangan usaha.Sexton and Bowman (1983) menemukan bahwa wirausahawan yang potensial menunjukkan skor tinggi dalam penerimaan risiko. Smith dan Minner 9 (1984) menemukan bahwa Wirausahawan yang berhasil (fas growth) menunjukkan skor yang tinggi dalam need for achievement. Sementara hasil penelitian Thomas W.Y. Man, Theresa Lau, KF. Chan (1999), yang menemukan bahwa (a) kemampuan sangat menolong dalam menciptakan koneksi dan kontak, dan peluang bisnis banyak dibentuk melalui proses ini, (b) kemampuan konseptual juga berperanan dalam pemecahan masalah, pembuatan keputusan, dan pengenalan produk, dan (c) lingkup kompetitif dan kemampuan organisatoris paling menentukan usahawan dalam penerapan strategis dan kemampuan komitmen. Hasil Penelitian Cope and Watts (2000) menemukan bahwa dalam kompleksitas daripada konsep 'critical incident' dan menunjukkan bahwa Wirausahawan sering menghadapi masa atau episode kritis yang traumatik dan berkepanjangan yang menggambarkan kejadian-kejadian yang bersifat dan bermuatan emosional. Lebih jauh lagi, 'critical incident' yang ditunjukkan menghasilkan tingkat pembelajaran yang lebih tinggi dan mendasar. Hal ini juga menekankan perlunya program dukungan mentoring untuk membantu Wirausahawan menafsirkan 'critical incident' sebagai pengalaman belajar untuk meningkatkan kekuatan hasil pembelajaran. Hasil penelitian Cromie (1991), yang menemukan bahwa: (a) usaha baru kebanyakan mengalami masalah dibidang akuntansi dan keuangan, pemasaran dan manajemen sumberdaya manusia, (b) permasalah utama dalam personalia dicirikan oleh kelebihan beban kerja, kesendirian menjalankan usaha baru dan keragu-raguan dari pemilik usaha, (c) pendiri usaha yang mendapat dukungan keluarga yang stabil dan atau pengalaman keluarga dari usaha mandiri akan dapat mengatasi permasalahan yang di alami oleh perusahaan, dan (d) terdapat perbedaan yang signifikan dalam masalah gender (jenis kelamin). Walaupun demikian, perempuan cenderung memiliki masalah berkenaan dengan modal usaha dibandingkan dengan kaum laki-laki. Hasil penelitian Lee dan Tsang (2001) menemukan bahwa (a) bakat wirausaha (persoality traits), latar belakang dan aktivitas networking memiliki pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan usaha kecil dan menengah, dan (b) bahwa personalitas bakat atau sifat bawaan (traits) merupakan kecenderungan yang tetap sepanjang waktu dan berbagai situasi.