Presentasi Ke

advertisement
Presentasi Ke-3
Membahas berbagai dalil ayat
dan hadis yang berhubungan
dengan kehidupan bermasyarakat
dan terkait dengan prinsip-prinsip
siyasah, serta praktik bernegara
pada era Nabi SAW, termasuk
sistem syura, piagam Madinah,
perjanjian Hudaibiyah, dan
Struktur Negara Madinah.
DALIL DAN
PRINSIP-PRINSIP
SIYASAH DAN
POLITIK PADA
MASA NABI
MUHAMMAD SAW.
Oleh: Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA
DALIL & PRINSIP SIYASAH
1. Mewujudkan persatuan dan kesatuan umat. (al-Mu’minun: 52,
al-Anfal: 46).
2. Musyawarah dalam menyelesaikan masalah. (al-Syura: 38, Ali
Imran: 159)
3. Menunaikan amanah dan menetapkan hukum secara adil. (alNisa’: 58)
4. Mena’ati Allah, Rasulullah dan Ulil Amri. (al-Nisa’: 59)
5. Mendamaikan konflik antar kelompok Islam. (al-Hujurat: 9)
6. Mempertahankan kedaulatan negara, dan larangan melakukan
agresi dan invasi. (al-Baqarah: 190)
7. Mementingkan perdamaian daripada permusuhan. (al-Anfal:
61)
8. Meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan
keamanan. (al-Anfal: 60)
9. Menepati janji. (al-Nahl: 91)
10. Distribusi harta pada seluruh lapisan masyarakat. (al-Hasyr: 7)
Praktik Politik Era Nabi SAW
A. Periode Makkah
• Pemikiran dan mekanisme kehidupan politik bersumber dan berpijak
pada nilai-nilai aqidah. Al-Quran menjadi sumber petunjuk utama.
• Politik dakwah secara diam-diam dan dimulai dari kerabat terdekat.
• Memusatkan perhatian atas “perencanaan” daripada “pelaksanaan”.
• Kecaman/kritik pada ketidakadilan dalam pranata sosial.
• Bai’at ‘Aqabah I dan II: bukti tahap awal pelaksanaan fiqh siyasah.
B. Periode Madinah
• Strategi Hijrah Rasulullah SAW.
• Menyusun perjanjian ekstern yang tertuang dalam Piagam Madinah
• Menata persaudaraan intern kaum muslimin antara Anshar-Muhajirin
• Mempersatukan kamu muslimin dan Yahudi bersama sekutunya.
• Penegakan hukum dan sanksi hukum bagi yang melanggar.
• Membentuk masyarakat madani sesuai dengan prinsip siyasah.
PIAGAM MADINAH
•
•
•
Madinat al-Nabi: Negara dan pemerintahan pertama dalam sejarah Islam.
Piagam (shahifat) Madinah: Konstitusi atau undang-undang dasar bagi
Negara Islam yang pertama, suatu perjanjian yang menetapkan persamaan
hak dan kewajiban semua komunitas dalam kehidupan sosial dan politik.
Muatan piagam ini menggambarkan hubungan antara Islam dan
ketatanegaraan dan undang-undang yang diletakkan oleh Nabi untuk
menata kehidupan masyarakat Madinah yang majemuk.
Piagam Madinah merupakan landasan yang mengatur bahwa:
Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi
merupakan satu komunitas.
Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas
Islam dengan komunitas-komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinip:
Persatuan & persaudaraan, bertetangga baik, saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, saling
menasihati, menghormati kebebasan beragama, prinsip persamaan, tolongmenolong, prinsip keadilan, musyawarah, pelaksanaan hukum & sanksi
hukum, pertahanan & perdamaian.
SYURA
Rasulullah SAW sering meminta pendapat dan
bermusyawarah dengan para sahabat, terutama yang
memiliki kecermatan, kedalaman ilmu agama, memiliki
intelektual, kekuatan iman dan giat mendakwahkan Islam.
 MUSYAWARAH SEBELUM PERANG BADAR (2 H./624 M.).
Jelang pertempuran, Nabi menentukan posisi pasukan di suatu tempat
dekat satu mata air di Badar. Lalu Hubab al-Mundzir mempertanyakan
alasannya apakah atas dasar wahyu atau pemikiran Rasul. Setelah
diketahui itu hanya pemikiran strategis Rasul, sahabat menyarankan agar
posisi pasukan digeser ke sumber mata air yang lebih depan dengan
pertimbangan tidak kehilangan cadangan air dan sebagai proteksi dari
penguasaan musuh. Rasul pun setuju.
 MUSYAWARAH MASALAH TAWANAN PERANG BADAR.
Sebelum menentukan perlakuan terhadap tawanan, Nabi lebih dulu
bermusyawarah. Abu Bakar berpendapat agar mengambil imbalan tebusan
tunai. Sedangkan Umar justru ingin membunuh para tawanan jika diberi
kuasa untuk itu. Nabi rupanya mengikuti pendapat Abu Bakar, meskipun
memberi kebebasan kepada para sahabat untuk memilih. Ternyata umat
Islam cenderung melepas para tawanan setelah mereka membayar tebuan
tunai yang jumlahnya disesuaikan kadar kemampuan. Sedangkan yang
tidak mampu membayar tebusan tapi memiliki kemampuan membaca dan
menulis diwajibkan mengajar penduduk Madinah, 1 tawanan mengajar 10
orang. Tak lama kemudian turun wahyu surat al-Anfal ayat 67 yang
mencela tindakan Nabi mengambil tebusan dari para tawanan.
SYURA
 MUYAWARAH SEBELUM PERANG UHUD TAHUN 3 H.
Sebelum perang, Nabi bermusyawarah menentukan strategi, apakah
bertahan dalam kota Madinah atau keluar kota untuk menghadang musuh.
Nabi sendiri berpendapat lebih baik bertahan dalam kota. Pendapat ini
didukung oleh Abdullah bin Ubay, pimpinan kaum munafik Madinah. Tapi
karena mayoritas sahabat berpendapat keluar dari kota, maka Nabi
mengikuti pendapat mayoritas. Keputusan itu dipegang teguh oleh Nabi,
meskipun di tengah perjalanan mereka yang berpendapat mayoritas ingin
menarik kembali pendapatnya dan memberi kebebasan kepada Nabi untuk
mengubah keputusan. Sementara Abdullah bin Ubay dan pengikutnya
(1/3 dari jumlah pasukan) menarik diri dan kembali ke Madinah. Ketika
orang Anshar mengusulkan agar meminta bantuan kepada kaum Yahudi
yang merupakan sekutu sebagaimana tercantum dalam Perjanjian saat itu,
Nabi mengatakan: “Kita tidak membutuhkan mereka”.
 MUSYAWARAH PADA PERANG KHANDAQ (Nabi memilih pendapat
Salman al-Farisi yang merupakan pendapat minoritas). Salman
mengusulkan agar umat Islam membuat parit di sekitar kota Madinah dan
memperkuat pertahanan dalam kota. Pendapat ini awalnya ditentang oleh
kaum Anshar dan Muhajirin, tapi akhirnya diterima setelah Nabi memberi
persetujuan. Demikian Nabi bermusyawarah sebagai pelajaran bagi umat.
PERJANJIAN HUDAIBIYAH
•
•
•
•
•
•
Perjanjian Hudaibiyah tahun 7 H. antara Nabi SAW dengan Suhail bin
‘Amr, wakil kaum Quraisy Mekkah.
KRONOLOGI : Rasul memanggil Ali bin Abu Thalib untuk menulis isi
perjanjian. Beliau mendiktekan kepada Ali: “Bismillahir-rahmanir-rahim.”
Suhail protes, tentang “al-Rahman al-Rahim”, ia tidak mengenal kalimat
itu dan minta diganti “Bismika Allahumma” (dengan namaMu ya Tuhan)
Nabi mengiyakan dan memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menulis
seperti itu. Kemudian Nabi mendiktekan lagi, "Ini adalah perjanjian yang
ditetapkan Muhammad Rasul Allah bersama Suhail bin ‘Amr."
Suhail menyela, “Andai kami tahu engkau adalah Rasul Allah, tentunya
kami tidak akan menghalangimu untuk memasuki Masjidil Haram, tidak
pula memerangimu. Tetapi tulislah: “Muhammad bin Abdullah.”
Nabi bersabda, “Bagaimanapun juga aku adalah Rasul Allah sekalipun
kalian mendustakan aku.” Lalu beliau memerintahkan Ali untuk menulis
seperti usulan Suhail dan menghapus kata-kata Rasul Allah yang terlanjur
ditulis. Namun Ali menolak untuk menghapusnya. Akhirnya Nabi yang
menghapus tulisan itu dengan tangan beliau sendiri.
Jadi, ada 7 kata yang dihapus pada draf pembukaan (preambule) yaitu:
bismi, Allah, al-Rahman, al-Rahim, Muhammad, Rasul dan Allah.
Pengukuhan Perjanjian dan
Klausul-klausul Hudaybiyah
1. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam harus pulang pada tahun tsb, dan
tidak boleh memasuki Makkah kecuali tahun depan bersama orang-orang
Muslim. Mereka diberi jangka waktu selama tiga hari berada di Makkah dan
hanya boleh membawa senjata yang biasa dibawa musafir, yaitu pedang
yang disarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh menghalangi
dengan cara apa pun.
2. Gencatan senjata di antara kedua belah pihak selama sepuluh tahun,
sehingga semua orang merasa aman dan sebagian tidak boleh memerangi
sebagian yang lain.
3. Barangsiapa yang ingin bergabung dengan pihak Muhammad dan
perjanjiannya, maka dia boleh melakukannya, dan siapa yang ingin
bergabung dengan pihak Quraisy dan perjanjiannya, maka dia boleh
melakukannya. Kabilah mana pun yang bergabung dengan salah satu
pihak, maka kabilah itu menjadi bagian dari pihak tersebut. Sehingga
penyerangan yang ditujukan kepada kabilah tertentu, dianggap sebagai
penyerangan terhadap pihak yang bersangkutan dengannya.
4. Siapa pun orang Quraisy yang mendatangi Muhammad tanpa izin walinya
(melarikan diri), maka dia harus dikembalikan kepada pihak Quraisy, dan
siapa pun dari pihak Muhammad yang mendatangi Quraisy (melarikan diri
darinya), maka dia tidak boleh dikembalikan kepadanya.
Kerugian yang Dialami Kaum Muslimin
dalam Perjanjian Hudaybiyah
1.
2.
3.
4.
Penghapusan Kalimat bismillahirrahmaanirrahim dan diganti
menjadi bismika Allahumma.
Kalimat Muhammad Rasulullah dihapus dan diganti menjadi
Muhammad Bin Abdullah.
Adanya ketimpangan dalam hal ekstradisi, sebagaimana
diatur dalam klausul ke empat perjanjian Hudaibiyah. Hal ini
menyebabkan tertolaknya beberapa sahabat yang menyusul
dari Makkah kepada rombongan Nabi Muhammad SAW.
Terjadi keresahan dan krisis kepercayaan sejenak atas
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Pada dasarnya,
perjanjian yang monumental ini sebelumnya tidak disukai
sahahat-sahabat Nabi seperti Umar, Ali dan beberapa
sahabat lain karena dianggap merugikan ummat Islam,
karena dalam memutuskan isi perjanjian ini Rasulullah tidak
mengajak berunding para sahabatnya dan sempat
menimbulkan kegaduhan di antara sahabat Nabi sendiri,
kecuali Abu Bakar Ash-Shiddiq yang tetap mantap dengan
segala isi perjanjian ini.
Keuntungan Kaum Muslimin
dalam Perjanjian Hudaybiyah
1.
2.
Pihak Quraisy mengakui eksistensi Madinah sebagai negara kaum
Muslimin dan Rasulullah SAW sebagai pemimpinnya. Sebab sudah
sekian lama pihak Quraisy tidak mau mengakui sedikit pun
keberadaan orang-orang Muslim, dan bahkan mereka hendak
memberantas hingga ke akar-akarnya. Mereka menunggu-nunggu
babak akhir dari perjalanan orang-orang Muslim. Dengan
mengerahkan seluruh kekuatan, mereka mencoba memasang
penghalang antara dakwah Islam dan manusia, sambil membual
bahwa merekalah yang layak memegang kepemimpinan agama dan
roda kehidupan di seluruh. jazirah Arab. Sekalipun hanya
mengukuhkan perjanjian, namun ini sudah bisa dianggap sebagai
pengakuan terhadap kekuatan orang-orang Muslim, disamping
orang Quraisy merasa tidak sanggup lagi menghadapi kaum
Muslimin
Kaum Muslimin dapat bebas berziarah ke Madinah kapanpun
mereka menghendaki, kecuali pada tahun di mana perjanjian
Hudaibiyah ditandatangani, sebagaimana termaktub pada klausul
pertama perjanjian ini. Klausul pertama merupakan pagar pembatas
bagi Quraisy, sehingga mereka tidak bisa menghalangi seseorang
untuk memasuki Masjidil Haram.
3.
4.
5.
Gencatan Senjata yang terjadi di antara kedua belah pihak
sebagaimana termaktub pada klausul kedua membuat Nabi
Muhammad SAW beserta para shahabatnya lebih tenang
dalam menyampaikan risalah dakwahnya.
Nabi Muhammad SAW beserta para shahabatnya dapat
memantapkan posisi di madinah serta memperluas wilayah
da’wah ke manapun kecuali Makkah tanpa khwatir adanya
rintangan atau tantangan dari kaum Quraisy, sebagaimana
termaktub dalam klausul ke dua dan ke tiga perjanjian ini.
Kenyataannya, setelah persetujuan perletakan senjata itu
Islam memang tersebar luas, berlipat ganda lebih cepat
daripada sebelumnya. Jumlah mereka yang datang ke
Hudaibiyah ketika itu sebanyak 1400 orang. Tetapi dua tahun
kemudian, tatkala Muhammad hendak membuka Mekah
jumlah mereka yang datang sudah sepuluh ribu orang.
Orang yang masuk Islam dari Makkah, mereka mendirikan
kantong-kantong perlawanan antara Makkah dan Madinah
yang kemudian menyebabkan ketidakstabilan di antara
penduduk Quraisy Makkah
Struktur Negara Madinah
Kepala Negara
Wakil Kepala Negara
Mu’awin/Wazir – Abu Bakar dan Umar
Katib / Sekretaris
al-Jaisy (Angkatan Bersenjata) – Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abdul
Muthalib, dan Abdullah bin Rawahah, sebagai komandan pasukan untuk
memerangi pasukan Romawi pada perang Mu’tah
Wali dan Para ‘Amil (penguasa wilayah)
Qadli (Hakim) – Ali bin Abi Thalib sebagai qadli di Yaman, Abdullah bin
Naufal qadli di Madinah
Pejabat administrasi negara – Ali bin Abi Thalib sebagai penulis piagam
gencatan senjata dengan Quraisy, Mu’aiqib bin Abi Fathimah sebagai
pencatat harta ghanimah, dll. Nabi SAW juga mengangkat Mudir, semacam
direktur urusan kemaslahatan rakyat.
Majlis al-Ummah (Syura) – 7 dari sahabat Anshar dan 7 dari sahabat Muhajirin,
diantaranya: Hamzah, Abu Bakar, Umar, Ja’far, Ali, Ibn Mas’ud, Salman,
‘Imar, Hudzaifah, Abu Dzar, Miqdad dan Bilal. Mereka berpredikat alNuqaba (pioner bagi keislaman kaumnya).
Struktur Negara Madinah
Manajemen Pemerintahan Rasul
•
•
•
Rasulullah Saw Menata Pembagian Tugas (Job-Description) Dan Wewenang.
Ali bin Abi Thalib menangani kesekretariatan dan perjanjian-perjanjian yang dilakukan
Rasulullah SAW. Hudzaifah bin Aliman menangani dokumen rahasia. Al-Harits bin ‘Auf
menangani tanda tangan dan stempel Rasul yang terbuat dari besi yang diwarnai
bertuliskan Allah, Muhammad dan Rasul. Handzalah bin al-Rabi’ sebagai katib dan
penjaga stempel. Mu’aiqib bin Abi Fatimah bertugas mencatat harta ghanimah. Abdullah
bin al-Arqam bertugas menarik zakat para raja. Zubair bin Awam dan Juhaim bin alShalt mencatat harta zakat. Mughirah bin Syu’bah dan Hasyim bin Namir mencatat
utang-piutang dan transaksi muamalah. Zaid bin Tsabit sebagai penerjemah Nabi dari
bahasa Persi, Romawi, Qibti, Habsyi dan Yahudi. Najiyah al-Thafawi dan Nafi’ bin
Dzarib bertugas menulis mushhaf.
Dalam pemilihan pegawai, kebanyakan berasal dari Bani Umayah, karena Rasul
memilih pegawai dari para sahabat yang relatif kaya dan tidak membutuhkan gaji serta
sesuai dengan kompetensi. Rasul mengangkat Abu Sufyan bin Harb sebagai pegawai di
Najran, Itab bin Usaid sebagai pemimpin di Mekkah. Mereka digaji 1 dirham setiap
harinya. Penggajian ini merupakan sistem renumerasi karyawan yang pertama kalinya.
Para tokoh sahabat ramai-ramai memberikan sedekah, harta ghanimah dan lainnya.
Bahkan diantara mereka ada pegawai yang kaya dan tidak berkenan mengambil gaji.
Pada zaman Rasul belum ditemukan Baitul Mal guna menyimpan harta zakat,
ghanimah, sedekah dan lainnya, sehingga Rasul membagikan harta fai’ setiap hari
terutama berupa binatang ternak. Rasul memberikan 2 bagian untuk yang sudah
berkeluarga dan 1 bagian untuk bujang.
NEXT WEEK  SIYASAH ERA KHULAFA’
AL-RASYIDIN, UMAYAH DAN ABBASIYAH
http://marhamahsaleh.wordpress.com/
Email: [email protected]
Mohon Maaf
Lahir Batin
Download