ISSN: 2805-2754 KETELADANAN RASULULLAH (Prespektif Sosial Politik) (Telaah Pustaka) Oleh Daryanto*) *)Dosen Tetap Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta ABSTRAK Pemikiran politik merupakan produk perdebatan besar yang berfokus pada masalah religi politik tentang Imamah dan kekhalifahan. Madinah adalah tempat yang dipilih nabi Muhammad Saw untuk menetap setelah teraniaya di Makkah, pada awal tahun pertama terjadi sedikit kontroversi mengenai siapa yang pantas mengendalikan kekuatan politik. Dalam teori dan praktek, nabi menempati posisi yang unik, sebagai pemimpin dan sumber spiritual uandang-undang Ketuhanan, namun sekaligus juga pemimpin pemerintahan Islam yang pertama. Kerangka kerja konstitusional pemerintahan ini terungkap dalam dokumen terkenal yang disebut “Konstitusi Madinah atau Piagam Madinah”. Dalam dokumen tersebut terdapat langkah pertama dan amat penting bagi terwujudnya sebuah badan pemerintahan Islam atau Ummah. Menurut piagam itu, konsep suku tentang pertalian darah digantikan dengan ikatan iman yanga bersifat ideologis. Piagam ini juga menyuguhkan landasan bagi prinsip saling menghormati dan menghargai antar orang-orang Islam dan orang-orang yang mengikuti, bergabung dengan dan berjuang bersama mereka. Mereka yang dimaksud dalam pembukuan itu adalah masyarakat Yahudi Madinah. Ketika berumur enam tahun ditinggal oleh ibunya kemudian hidup bersama kakeknya, Abdul Muntholib. Dua tahun kemudian kakeknya juga meninggal, dan kemudian diasuh oleh pamanya, Abu Talib, seorang saudagar. Rasa kehilangan dalam masa-masa permulaan inilah yang membuatnya menjadi orang yang perenung dan sensitif. Dia selalu menekankan perlunya keramahan terutama pada anak-anak yatim, wanita-wanita, kaum lemah dalam masyarakat. Ketika remaja dia mengembala kambing di padang pasir. Sebuah insiden dalam kehidupan awalanya menggambarkan bagaimana sikap dia berhadapan dengan perselisian. Politik dan negara Islam sudah dimulai dirintis di Makkah, tetapi implementasi praksisnya baru dilakukan di Madinah melalui manufer politik dengan cara mengirim surat ke negara-negara yang berdaulat, seperti Romawi dan Kisra Persia. Di samping itu, beliau segera mengatur urusan negara Islam dan menggariskan politik dalam negeri dan luar negeri. Pada tingkat dataran dalam negeri terdapat kabilah-kabilah yang berbeda dan kelompok-kelompok yang saling bertikai, serta agama yang berlainan. Kemudian beliau membuat undang-undang pertama di negera ini yang mengataur kehidupan masyarakat bernegara yang sangat monumental dalam sejarah , yaitu mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin dan Anshor. Dengan hikmah dan kepintarannya seperti itu, Rasulullah telah membuktikan keberhasilan mencanangkan sendi masyarakat yang baru. Tentu saja fenomena ini memberikan pengaruh yanag sangat besar, yang kemudian bisa dirasakan oleh semua anggota masyarakat. Sementara itu belia juga mengajari, mendidik, membimbing, mensucikan jiwa manusia, menuntun mereka pada akhlaq yang baik, menanamkan adap kasih sayang. Persaudaraan, kemuliaan, ibadah dan ketaatan. Kata Kunci : Keteladanan, Rasulullah dan Sosial Politik 48 JKèm-U, Vol. VI, No. 17, 2014:48-53 A. Pendahuluan Beberapa mil dari Mekkah ada sebuah gunung yang suram dan menakutkan, disebut juga hiro’ yang menjulang tegak di atas bumi. Gunung tersebut memiliki permukaan yang curam dan bergigi menghadap ke arah Mekkah. Di puncaknya ada tempat ketinggian yang berbahaya dan ada sebuah gua. Di sinilah ada peristiwa yang yang luar biasa terjadi pada abad ke-7. Peristiwa tersebut berpusat pada Muhammad Ibnu Abdullah (anak dari Abdullah), yang biasa mengasingkan diri dari hiro’ bermeditasi selama Ramadhan. Pada tahun 610 M, ketika dia berumur kira-kira 40 tahun, dia mendengar suara Malaikat Jibril (Gabriel). Malaikat itu memeritahkanya membacakan beberapa ayat-ayat suci al-Qur’an. Al Qur’an telah diwahyukan; dunia untuk selanjutnya akan mengenal sosok Muhammad sebagai nabi agama Islam atau penutup para nabi-nabi. Setiap kali umat Islam berbicara atau menulis nama nabi Muhammad, biasanya menambahkan, “semoga damai dan rahmat Allah atasnya” (peace be upon him) atau terjemahan arabnya “Sallahu ‘alaihi wasallam” yang biasa disingkat ‘Saw’. (Akbar,2013:2) Nabi Muhammad adalah anggota bani Hashim, salah satu klan dari suku Quraisy terkuat yang mendominasi Mekkah, pusat perdagangan utama di Jazirah Arab. Mekkah adalah sebuah daerah yang terdiri dari padang pasir dan gunung, di mana suku Badui menjadi pengembara dan penggembala menempuh kehidupan yang sulit. Kebiasan sosial mereka mencerminkan situasi ekologis yang dalam arti sosiologigis membantu membentuk mereka. Keluarga besar atau klan adalah inti masyarakat. Beberapa klan membentuk suatu suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala yang primus interpares, yang terbaik di antara yang sederajat. Dia dipilh melalui konsesus di antara teman-teman sebaya. Aturan suku menyerap dalama masyarakat. (Akbar,S Ahmed, 2003:22) Secara umum dan mencermati perjalan sejarah bisa merupakan hal yang penting, karena dari masa lalu kita bisa melihat masa kini dan memprediksi masa depan. Dan barangkali ini merupakan salah satu kebenaran dari klaim sejarawan bahwa “history is the mother of all knowledge”. Secara khusus bagi umat Islam melihat sejarah adalah suatu aktifitas yang berlandasakan nash “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka memperhatikan bagaimana akibat orangorang sebelum mereka” (Q.S;40:82). Pemikiran politik Islam pada umumnya merupakan produk perdebatan besar yang berfokus pada masalah religi politik tentang Imamah dan Kekholifahan. Di Madinah adalah tempat yang dipilih Nabi Muhammad Saw untkmenetap setelah teraniyaya di Mekkah, dimana pada masa tahun pertama terdapat sedikit kontroversi mengenai siapa yag pantas mengendalikan kekuatan politik. Dalam teori dan praktek, Nabi menempati posisi yang unik yakni sebagai pemimpin dan sumber spiritual undang-undang Ketuhanan, namun sekaligus pemimpin pemerintahan Islam yang pertama. Kerangka kerja konstitusional pemerintahan ini terungkap dalam sebuah dokumen terkenal yang disebut “Konstitusi Madinah” atau “Piagam Madinah”. Dalam dokumen tersebut terdapat langkah pertama dan amat penting bagi terwujudnya sebuah badan pemerintahan Islam atau Ummah. Menurut piagam itu, konsep suku tentang pertalian darah digantikan dengan ikatan iman yang bersifat ideologis. Piagam ini juga menyuguhkan landasan bagi saling menghormati dan menghargai antar orang-orang Islam dan orang-orang yang mengikutinya, bergabung dengan dan, berjuang bersama dengan mereka. Mereka yang dimaksud dalam pembukuan piagam itu adalah masyarakat Yahudi madinah.(Kholid Ibarahim,1998:3). Namun sering muncul pertanyaan: Apakah dalam Islam benar-benar terdapat sistem politik? Apa Landasan ideologi ini? Apa dasar dan prisip yang digunakan? Selanjutnya pembahasan ini lebih menitikberatkan pada persoalan-persoalan politik, sebagai implementasi wahyu sebagai Keteladanan Rasulullah ......................................................... 49 landasan awal dalam menyikapi persoalan yang muncul ketika itu. B. Kehidupan Sosial Rasulullah Saw Lebih dari tokoh religius terdahulu – Isa, Musa atau Ibrahim - Nabi Muhammad menjalani hidupnya dalam terang cahaya sejarah. Dia bukan tokoh mitologis maupun tokoh setengah dewa, tetapi manusia yang hidup seperti kebayakan orang lainnya. Keberhasilan, kegembiraan, kesakitan, kelemahlembutan, simpati, rasa kasihan – kemanusiaannya akan membantu menjelaskan mengapa bagi umat Muslim dia benar-benar Isan Kamil, pribadi yang sempurna. Pada masa muda nabi Muhammad, agama berarti banyak dewa-dewi, sering dipuja melalui pohon-pohon dan batu-batu. Selagi aturan-aturan suku mendorong gagasan muruwwa, persaudaraan persukuan, yang merupakan pemujaan terhadap heroisme kesukuan, perlakuan terhadaap wanita buruk sekali. Pembunuhan terhadapa wanita adalah hal yang biasa. Masyarakat di amabang anarkis dan kekacauan. Periode ini terkenal sebagai Jahiliyyah atau zaman kebodohan. Nabi Muhammad lahir pada hari senin pagi, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, permulaan dari peristiwa gajah, dan empat puluh tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan, atau bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan april tahun 571 M di Mekkah. Ayahnya telah meninggal beberapa minggu sebelumnya. Karena sudah menjadi kebiasaan bagi bayi-bayi yang baru lahir disusui oleh ibu angkat, mula-mula nabi Muhammad diasuh oleh seorang wanita Badui, Halimah. Hubungan ini telah memberikan tempat istimewa bagi Halimah dalam kasih sayang dan cerita rakyat muslim. (Syaikh Muham Ali, 200:75) Ibu Muhammad meninggal ketika dia berumur enam tahun dan kemudian dia hidup denga kakeknya, Abdul Muntholib. Hanya dua tahun kemudian kakeknya juga meninggal dunia, dan kemudian diiasuh oleh pamannya, Abu Talib, seorang saudagar. Rasa kehilangan dalam masa-masa 50 permulaan inilah yang membuatnya menjadi perenung dan sensitif. Dia selalu menekankan perlunya keramahan terutama terhadap anak-anak yatim, wanita-wanita, kaum lemah di dalam masyarakat. Ketika remaja dia mengembala kambing di padang pasir. Sebuah insiden dalam kehidupan awalnya mengungkapkan bagaimana sikap dia berhadapan dengan perselisihan. Para peziarah berkumpul untuk mengagumi batu hitam yang disimpan di dalam Ka’bah, tempat suci yang dijaga oleh kaum Quraisy. Orang-orang saat itu percata bahwa batu hitam tersebut datang dari surga dan merupakan suatu tanda ketuhanan. Setelah kedatangan Islam, Ka’bah yang merupakan bangunan sederhana yang berbentuk kubus, sekarang ditutupi dengan kain berwarna hitam dan berlapis emas, akan dianggap oleh umat Islam sebagai rumah Tuhan pertama di bumi ini, dibangun oleh nabi Adam dan kemudian dibangun kembali oleh Ibarahim dan anak laki-lakinya Islmail. Tapi kemudian orang-orang Arab dijadikan sebagai tempat berhala dan memuja berhala-berhala tersebut. Pada suatu tahun, hujan lebat telah merusak dinding Ka’bah. Diperlukan banyak perbaikan dan empat suku utama di Mekkah berbagi kerja. Pekerjaan tersebut berhasil tanpa suatu halangan sampai waktu untuk menempatkan kembali batu hitam. Kemudian terjadilah perbedaan yang merefleksikan kekhasan masyarakat kesukuan dan pikiran-pikiranya tentang penghargan. Suku yang mana yang akan mendapat kehormatan meletakkan batu tersebut di tempatnya. Jika masalah tersebut tidak dipecahkan secara damai, dapat memicu perang suku. Untuk mencegah ini terjadi seorang lelaki tua mengajukan ususlan. Merek akan menyerahkan peretolongan para dewa-dewa; orang pertama yang pertama kali berjalan melalui gerbang kuil esok harinya akan diminta memecahkan perselisihan tersebut. Orang pertama tersebut adalah Muhammad. Ketika masih seorang laki-laki muda nabi Muhammad terkenal dan dihormati dengan kejujuranya – JKèm-U, Vol. VI, No. 17, 2014:48-53 di mana dia dipanggil al –Amin, “orang yang terpercaya”. Solusinya terhadap persoalan tersebut ternyata sederhana. Ia mengambil sebuah jubah, dia membentangkannya di tanah. Batu hitam tersebut diletakkan di atas jubah tersebut kemudian pemimpinpemimpin dari masing-masing suku memegang empat sudut jubah tersebut. Dengan memegang kuat-kuat, mereka mengangkat batu tersebut dan kemudian nabi Muhammad memasangnya ditempatnya. (Mahmed, 2003:73) Pada sisi yang lain, ada hal yang menimbulkan kritikan dari orang-orang yang tidak suka terhadap Islam dan nabi Muhammad, yakni tentang pernikahan beliau. Pernikahan tersebut sering disebut di abad pertengahan sebagai bukti keadaan hawa nafsu Nabi yang berkobar. Di Eropa hal tersebut membantu menciptakan image yang kuat berhubungan dengan spiritualitas dan ketertapaan Jesus yang tidak pernah menikah. Tapi justru manakala diteliti secara jeli terhadap pernikahan itu akan menghilangkan tuduhan tersebut. Nabi Muhammad menikahi Khotijah, sebagaimana kita tahu lebih tua 15 tahun, dan menempuh kehidupan monogami yang bahagia dipandang dari berbagai aspek hingga kematiannya pada tahun 619. Tidak ada tanda-tanda perilakua yang tidak patut selama periode ini. Nabi Muhammad melakukan dua belas pernikahan setelah Khatijah. Kebanyakan istri-istrinya berumur 40 dan 50 tahun, bercerai, lebih dari sekali, dan mempunyai keturunan dari suami-suami sebelumnya ketika nabi menikahi mereka. C. Tinjauan Politik Periode Makkah Politik atau siyasah bukan perkara baru dalam khasanah Islam. Politik lahir bersamaan dengan dimulainya pembelaan dan penyebaran Islam, baik pada periode Mekkah maupun Madinah. Rasulullah dan para sahabat telah mempraktikkan kehidupa bernegara secara sesungguhnya dalam rangka pemeliharaan agama, baik yang berkaitan dengan kehidupan akhirat maupun dunia karena Islam secara sitematik tidak memisahkan kedua dimensi ini. Haya saja, titik tekan antara yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Setelah Rasulullah wafat, politik bergulir bagaikan bola salju, terus membesar, sehingga banyak persoalan politik yang menimbulkan korba dari kalangan sahabat, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib adalah beberapa di antaranya. Fikih siyasah adalah persoalan fikih yang muncul paling awal dalam kehidupan politik dari zaman ke zaman. Dengan demikian, siyasah atau politik sungguh sudah berurat berakar sejak tradisi Islam klasik. Politik dan negara Islam sudah dirintis semenjak di Mekkah, tetapi implementasi persisnya baru dilakukan di Madinah melalui manufer politik dengan cara mengirim surat ke negara-negara lain yang berdaulat, seperti Romawi dan Kisra Persia, bahkan dengan mengirim utusan yang dibarengi oleh para sahabat yang Hijrah untuk pertama kalinya ke Habasyah, yaitu pada tahu ke-5 H. (Anshori,1995:135). Keberadaan Rasulullah di Mekkah belum menampilkan dirinya sebagai kepala negara yang utuh karena memang pada saat itu belum mempunyai daerah teritorial yang jelas, pemerintahan yang tetap dan rakyat yang menggambarkan sebagai suatu pemerintahan. D. Tinjauan Politik Periode Madinah Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah Saw adalah membangun Masjid. Tepat di tempat menderunya unta itulah beliau memerintahkan untuk membangun masjid. Kemudian beliau membeli tanah tersebut dari dua anak yatim yang menjadi pemilikya. Belia terjun langsung dalam pembagunan masjid itu, memindahkan bata dan bebatuan, seraya bersabda, “Ya Allah, tidak ada kehidupa yang lebih baik kecuali kehidupa akhirat. Maka ampunilah orangorang Ashor dan Muhajirin”. Masjid saat itu buka sekedar tempat sholat semata, tapi juga merupakan sekolahan bagi orang-orang Muslim untuk meerima pengajar Islam da bimbingaanya, sebagai balai pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai Keteladanan Rasulullah ......................................................... 51 unsur kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa Jahiliyyah, sebagai tempat untuk mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung parlemen pusat informasi dan bermusyawaroh di mana kaum muslimin mengadakan pembicaraan tentang berbagai hal. Tempat mempelajari persoalan-persoalan sosial, ekonomi, dan politik yang mereka sedang hadapi dalam menjalankan roda pemerintahan. Pada masa awal hijrah itu juga disyariatkan adzan, sebuah seru yang menggema di angkasa, lima kali setiap harinya, yang suaranya memenuhi pelosok. Kisah mimpi Abdullah bin Zaid bin Abdi Robbah tentang adzan ini sudah cukup dikenal. (hajar Asqalany hal.15) Di samping itu, setelah Rasulullah menginjakkan kaki di Madinah, beliau segera mengatur urusan negara Islam dan menggariskan politik dalam negeri dan luar negeri. Pada tingkat dataran dalam negeri terdapat kabilah-kabilah yang berbeda dan kelompok-kelompok yang saling bertikai, serta agama yang berlainan. Di sana terdapat golongan Aus dan Khuzraj yang sebagiannya adalah orang-orang muslim, di samping ada orang-orang munafik. Selain itu di sana juga terdapat suku-suku Yahudi, utamanya Yahudi Bani Qunaiqa, Bani Nadzir, dan Bani Quraizhah, juga terdapat sekelompok orang-orang musyrik. Negara Islam dimulai dan memperoleh kematangannya di Madinah. Di kota inilah Rasulullah menampilkan dirinya sebagai seorang pemimpin negara, memiliki pemerintahan yang mandiri dan negara yang berdaulat sehingga dapat memerintah seluruh rakyat Madinah, baik muslim maupun non muslim, serta mengadakan hubungan internastional. Pada masa pemerintahan ini, Rasulullah mulai menegaskan pelaksaan hukum, baik pidana maupun perdata sehingga rakyat merasa tenang dan tenteram karena dilindungi hak-haknya. Saat itu telah dibuat undang-undang pertama di negara itu yang mengatur kehidupan masyarakat bernegara yang sangat monumental dalam sejarah, yaitu usaha mempersaudarakan antara oarang-orang 52 Muhajirin dan Anshor yang terkenal dengan piagam Madinah. (Abdurahman,2002:5) Ibnu Qoyyim menuturkan, “Kemudian Rasulullah mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin dan Anshor di rumah Anas bin Malik. Mereka yang dipersaudarakan ada sembilan puluh orang, separoh dari Muhajirin dan separoh dari Anshor. (Al Mubarkfury,2000:248) Berdasarkan piagam ini secara tersirat, sudah dapat diketahui sistem politik Islam atau yang disebut dengan tata negara Madinah. Hal ini terlihat pada waktu itu sudah tampak sumber kekuasaan, pelaksanaan kekuasaan, dasar dan cara menentukan pemberian kekuasaan, kepada siapa kekuasaan itu dipertanggungjawabkan, dan dalam bentuk apa tanggungjawab itu. E. Langkah Politik Luar Negeri Sejak awala kedatanganya di Madinah, Rasulullah telah memberi perhatian pada pembentukan pasukan Islam yang kuat dan terlatih yang dapat melindungi negara baru ini, serta menjadi benteng bagi para juru dakwah Islamiyah diluar Madinah. Oleh sebab itu Nabi mengirim personil pasukan Islam ke Jarish untuk belajar membuat kereta. Upaya ini menghasilkan buah karena mereka mampu kereta yang kemudian digunakan untuk mengepung Thaif. Sedang pada tingkat internal, nabi mulai mengirim beberapa duta dan utusan kepada beberapa raja dan pemimpin negeri lain untuk mengajak masuk Islam, seperti surat kepada Kaisar Ramawi dan lain sebagainya. Perlu ditegaskan juga bahwa, nabi sebelum meninggal telah meletakkan fondasi dan pilar-pilar negara Islam di jazirah Arabia. Hanya beberapa tahun setelah membersihkan kaum Yahudi dari Madinah dan daerah-daerah sekelilingnya seperti yahudi Khaibar dan Taima. Nabi juga berhasil menaklukkan benteng kemusyrikan yang sengit memusuhi Islam pada tahun ke delapan Hijriyah dan pada tahun ke sembilan hijriyah Jazirah Arabia telah tunduk di bawah kekuasaan dan menjadi wilayah negara Islam. JKèm-U, Vol. VI, No. 17, 2014:48-53 F. Kesimpulan Dengan hikmah dan kecerdasannya seperti ini, Rasulullah telah berhasil mencanangkan sendi masyarakat yang baru. Tentu saja fenomena ini memberikan pengaruh spiritual yang sangat besar, yang bisa dirasakan oleh setiap anggota masyarakat, karena mereka menjadi pendamping Rasulullah. Sementara itu, beliau sendiri mengajari, mendidik, membimbing, mensucikan jiwa manusia, menuntun mereka pada akhlaq yang baik, menanamkan adab kasih sayang, persaudaraan, kemuliaan, ibadah dan ketaatan. Ada seorang yang bertanya kepada beliau, “Bagaimanakah Islam yang paling baik itu?” beliau menjawab, “Hendaklah engkau memberi makan, mengucapkan salam kepada siapapun yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal” (Diriwayatkan Bukhory). Pada riwayat yang sama juga disebutkan, “Seseorang di antara kalian tidak disebut beriman sehingga dia mencintai saudaranya sebagaiamana dia mencintai dirinya sendiri”. Dengan cara seperti ini Rasulullah mampu membangun sebuah masyarakat yang mulia lagi mengagumkan yang dikenal sejarah. Beliau juga mampu mencari cara pemecahan dari berbagai problem yang muncul di tengah-tengah masyarakat, yang bisa dinikmati manusia setelah keletihan dalam kungkungan kegelapan. Dengan gambaran spiritual yang mengagumkan seperti ini, segala aspek kehidupan sosial bisa menjadi sempurna, siap menghadapi segala arus zaman sepanjang sejarah. Daftar Pustaka Kholid Ibrahim Jindan. Teori politik Islam (Telaah Kritis Ibnu timiyah Tentang Pemerintahan Islam), Risalah Gusti,1995 Akabar S. Ahmed, Rekontruksi Sejarah Islam di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban, Fajar Pustaka, 2003 Salim Ali Al Bahnsawi, Wawasan Sistem Politik Islam, Pustaka Al Kautsar,1995. Dale F.Eickelman James Piscatori, Ekspresi Politik Islam. Penerbit Mizan, 1998 M.Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem politik Islam, Rabbani Press,2000 M. Abdurrahman, Dinamika Masyarakat Islam Dalam Wawasan Fiqih, Remaja Rosda,2002 Syaikh Syafiyyur Rahman Al Mubarakfury, Pustaka Al kautsar,1997 Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani, Remaja Rosda Karya, 2000 Kitab Kutubus Sittah, Imam Al Bukhori Muslim Keteladanan Rasulullah ......................................................... 53