analisis nilai intrinsik pt asuransi parolmas dalam rangka isu

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Business-To-Business Marketing
Di dalam dunia usaha, konsep Business-to-Business (B2B) merupakan istilah
yang umumnya dipakai untuk menjelaskan transaksi bisnis barang atau jasa yang
terjadi antara sebuah perusahaan kepada pelanggan yang berbentuk perusahaan,
industri atau kelompok bisnis lainnya. Dalam bahasa umum dapat diartikan bahwa
pelanggan pada business markets ini bukanlah pelanggan pemakai akhir (end user)
atas produk atau jasa tersebut. Berbeda dengan segmen pelanggan Business-toCustomer (B2C) yaitu istilah terhadap transaksi bisnis barang atau jasa antara
sebuah perusahaan dengan pelanggan yang menjadi pemakai akhir produk atau jasa
itu, yang proses pembeliannya sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, social dan
pribadi pelanggan itu sendiri (Kottler, 2006).
Tabel 2.1
Perbedaan antara B2B dan B2C
Sumber: Hutt, 2007
Perbedaan utama aktifitas pemasaran ini dibandingkan consumer marketing
(B2C, business-to-consumer) adalah pada ciri khusus pelanggan tersebut.
Perbedaan karakteristik penting dari pelanggan B2B dengan B2C adalah sebagai
berikut (Hutt & Speh, 2007);
• Pelanggan B2B adalah perusahaan komersial, institusi dan instansi pemerintah.
Pelanggan B2C adalah jenis perorangan atau masyarakat umum.
• Keputusan pembelian pada jenis B2B sangat dipengaruhi oleh beberapa key
person dari pelanggan itu dengan volume yang besar, sangat mementingkan
xix
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
kualitas dan servis. Sementara pelanggan B2C hanya bergantung pada keputusan
dirinya sendiri, volume pembelian relatif kecil, lebih toleransi terhadap mutu dan
pelayanan.
• Pemasaran yang dilakukan perusahaan pada B2B berfokus pada key person yang
umumnya bukan pengguna akhir produk itu. Sedangkan pemasaran B2C
difokuskan pada pelanggan yang sebagai pemakai akhir produk itu.
• Pelanggan B2B umumnya berjumlah lebih sedikit, sehingga lebih memerlukan
pendekatan direct personalized marketing. Pada pelanggan B2C berjumlah lebih
besar, sangat bergantung pada merek (brand) produk yang ditawarkan.
Menurut para pemasar perusahaan dan peneliti bidang pemasaran, dalam
melakukan kegiatan pemasaran terhadap pelanggan B2B ini (business marketing)
juga terdapat perbedaan sangat nyata dibandingkan pada pelanggan B2C (consumer
marketing), yaitu:
• Pemasaran pada B2B memerlukan jalur distribusi jasa atau produk yang lebih
singkat dan lebih langsung dibandingkan pemasaran di B2C (Dwyer and Tanner,
2006).
• Penjual dan pelanggan B2B memerlukan proses negosiasi yang bersifat lebih
personal dan sederhana. Maka para pemasarnya dapat lebih jauh menghemat
biaya promosi karena kegiatan pemasarannya menjadi lebih efisien dan efektif
dengan direct mail dan trade journal. Karena target promosinya sangat terfokus
maka pemasar jadi lebih mudah dan lebih berhasil menjangkau pelanggannya.
Sedangkan proses negosiasi pada B2C lebih rumit dan perlu biaya lebih besar
karena faktor demografis pelanggan yang jauh lebih lebar sehingga harus melalui
serangkaian media massa dan retailer. Besarnya target pelanggan ini juga
menambah tingkat kesulitan pemasarnya dalam menjangkau pelanggannya.
Saat ini banyak perusahaan di bidang manufaktur yang melakukan
outsourcing pada perusahaan lainnya telah mengalami kemajuan dalam usahanya.
Mereka diuntungkan karena dapat melakukan efisiensi waktu dan biaya dengan
memberikan beberapa bagian yang terpisah dari produknya untuk diproses oleh
perusahaan lain. Perusahaan yang menerima pesanan outsourcing ini disebut
kontrak manufaktur. Umumnya perusahaan jenis ini adalah perusahaan yang belum
xx
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
lama menjalankan usahanya dan belum memiliki permodalan usaha yang cukup
besar untuk memproses pesanan secara utuh (Chase, 2006).
2.2 Internet Marketing
Pemasaran Internet atau e-pemasaran (Internet marketing atau e-marketing
atau online-marketing) adalah segala usaha yang dilakukan untuk melakukan
pemasaran suatu produk atau jasa melalui atau menggunakan media Internet atau
jaringan www. Kata e dalam e-pemasaran ini berarti elektronik yang artinya
kegiatan pemasaran yang dimaksud dilaksanakan secara elektronik lewat Internet
atau jaringan syber. Dengan munculnya teknologi Internet dalam beberapa tahun
ini, banyak istilah baru yang menggunakan awalan e-xxx, seperti halnya: e-surat, ebusiness, e-gov, e-society, dll.
Kegiatan pemasaran Internet umumnya meliputi atau berkisar pada hal-hal
yang berhubungan dengan pembuatan produk periklanan, pencarian prospek atau
pembeli dan penulisan kalimat-kalimat pemasaran atau copywriting. Pemasaran
internet atau e-pemasaran ini secara umum meliputi kegiatan pembuatan desain
web, periklanan dengan menggunakan baner, promosi perusahaan lewat mesin
pencari informasi, surat elektronik atau e-surat (e-mail), periklanan lewat e-surat
(email advertising), pemasaran afiliasi (affiliate marketing), advertensi interaktif
(interactive advertising), dll.
Banyak sekali strategi pemasaran Internet digunakan para pemasar Internet
untuk menjual produk atau jasa yang mereka miliki. Strategi yang paling umum
digunakan adalah dengan model CTPM yang dipopulerkan oleh Ken Evoy. CTPM
adalah sekuel Content, Traffic, Pre-sell dan Monetize. Intinya, pemasaran yang
berhasil adalah pemasaran yang memberikan kebutuhan dasar pengguna Internet :
informasi. Langkah pertama pemasar Internet tentu saja adalah menyediakan
informasi yang dibutuhkan seputar jasa atau produk yang akan dipasarkan. Langkah
berikutnya adalah bagaimana mendatangkan pengunjung, membentuk kesan atas
produk atau jasa tersebut baru langkah terakhir mendapatkan penjualan dari jasa
atau produk yang dipasarkan.
2.3 Organizational Buying Behaviour
xxi
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
Perilaku konsumen saat ini telah menjadi suatu bidang kajian yang dinamis
dan sangat menarik untuk dipelajari. Hal itu disebabkan baik disadari maupun
tidak, sebenarnya setiap diri kita sebagai manusia adalah konsumen, dengan banyak
contoh yang dapat dikemukakan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sebagai suatu disiplin ilmu, perilaku konsumen mempelajari bagaimana
setiap manusia melakukan pembelian maupun pertukaran dalam mendapatkan dan
mengkonsumsi barang, jasa, pengalaman maupun ide-ide (Mowen, 1998).
American Marketing Association (2004) mendefinisikan disiplin ilmu perilaku
konsumen sebagai bentuk interaksi yang dinamis dari tingkah laku, afeksi dan
kognisi, serta lingkungan dimana manusia hidup dan melakukan pertukaran atas
berbagai aspek dalam hidup mereka. Dari berbagai definisi diatas, dapat dikatakan
bahwa perilaku konsumen berhubungan erat dengan pikiran, perasaan, serta
tindakan manusia dalam aktifitas konsumsinya (Peter, 2008).
Perilaku konsumen merupakan bidang kajian yang cukup kompleks dan
beragam. Mayoritas penelitian berkaitan dengan perilaku konsumen dilakukan oleh
para akademis di bidang pemasaran dengan berbagai perbedaan tujuan penelitian,
metode dan pendekatan penelitian.
Berbeda dengan Perilaku konsumen dalam konteks B2C maka dalam B2B,
Perilaku Pembelian Organisasi atau Perusahaan adalah sebuah proses, bukan
kejadian atau tingkah laku tertutup. Dengan melacak sejarah sebuah keputusan
dalam pembelian pada sebuah perusahaan maka kita dapat mengungkap titik kritis
pengambilan keputusan dan mendapatkan informasi yang diperlukan. Pada
kenyataannya, pembelian dalam perusahaan meliputi beberapa tahapan, setiap
tahap akan menghasilkan sebuah keputusan. Kita dapat melihat tahapan penting
dari sebuah proses pembelian dalam perusahaan pada gambar berikut;
Gambar 2.1
xxii
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
Tahapan pada Proses Pembelian Perusahaan
Problem Recognition
General Description of Need
Product Specification
Suplier Search
Acquisition and Analysis of
Proposals
Suplier Selection
Selection of Order Routine
Performance Review
Sumber Hutt and Speh 2007
Pada tahapan Problem recognition perusahaan mencoba mendefinisikan
permasalahan, mengetahui apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan mereka
inginkan. Selanjutnya dalam General Description of Need akan dijabarkan secara
detil karakteristik apa saja yang dibutuhkan, dari tahap ini perusahaan akan
menghasilkan sebuah Product Specification yang mencantumkan deskripsi lengkap
dan tepat tentang kebutuhan perusahaan. Suplier Search merupakan tahap
berikutnya yaitu dengan mengidentifikasi beberapa alternative pemasok yang dapat
memenuhi permintaan perusahaan untuk selanjutnya akan dianalisa dalam
Acquisition and Analysis of Proposals oleh pihak Pembelian dengan dibantu oleh
departemen lannya. Hasil selanjutnya adalah Supplier Selection dengan melakukan
standar negoisasi yaitu terhadap dua sampai tiga pemasok untuk menghasilkan satu
pilihan, yang pada tahap berikut menentukan Selection of Order Routine hari H
pengiriman barang atau pelayanan jasa. Pada tahap akhir Performance Review akan
dievaluasi barang atau jasa yang disediakan oleh pemasok. Konsep kepuasan
xxiii
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
konsumen muncul di tahapan ini. Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh nilai
(value) yang mereka dapatkan ketika melakukan konsumsi atas produk tertentu.
Jika value yang mereka dapatkan setara atau bahkan lebih besar dibanding biaya
yang harus mereka keluarkan makan akan tercipta kepuasan (customer
satisfaction). Jika value yang mereka dapatkan tidak setara dalam artian lebih kecil
dibandingkan biaya yang harus mereka
keluarkan maka akan tercipta
ketidakpuasan. Efek dari kepuasan dan ketidakpuasan ini menjadi sangat penting
bagi para pemasar dalam strategi pemasaran mereka selanjutnya. Hal ini
disebabkan pemasar tentu menginginkan keuntungan yang terus menerus. Dan
salah satu cara menciptakan keuntungan yang terus menerus adalah dengan terus
mempertahankan tingkat kepuasan konsumen yang baik dan positif. Sebab, dengan
mempertahankan tingkat kepuasan konsumen yang baik, diharapkan bahwa dalam
proses evaluasi pasca pembelian konsumen akan melakukan pembelian kembali
(repeat purchase). Repeat purchase yang berlangsung berkali-kali menunjukkan
tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi.
2.4 Loyalitas Pelanggan dan Tingkatannya
Mowen (1998), mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan terhadap suatu
produk atau merek produk erat hubungannya dengan kepuasan pelanggan atas
produk atau merek produk tersebut. Loyalitas pelanggan didefinisikannya sebagai
perilaku positif konsumen terhadap suatu produk atau merek produk, memiliki
komitmen kepadanya, serta berencana untuk secara terus menerus membeli produk
tersebut di masa yang akan datang.
Sebagai tambahan, Melanie Wells (1993) mengemukakan bahwa me-maintain
pelanggan yang ada jauh lebih murah daripada mencari pelanggan baru sampai 4-6
kali lebih murah. Oleh karena itu, hendaknya para manajer senantiasa
mengembangkan strategi bagaimana menciptakan dan me-maintain loyalitas
pelanggan dibanding menghamburkan anggaran untuk mencari pelangganpelanggan baru.
Menurut Payne (2002), terdapat tujuh tingkatan loyalitas konsumen, yaitu:
prospect consumer, purchaser, client, supporter, advocate, partner dan loyal
customer seperti digambarkan pada gambar dibawah ini.
xxiv
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
Gambar 2.2
Tingkatan Loyalitas Konsumen
Loyal
Partner
Advocate
Supporter
Client
Purchaser
Prospect
Pelanggan menjadi pelanggan setia Perusahaan
Pelanggan menjadi Partner Perusahaan
Pelanggan merekomendasikan Perusahaan kepada orang lain
dan secara tidak langsung melakukan promosi
mengenai perusahaan
Pelanggan memberi dukungan terhadap kemajuan perusahan
Pelanggan menjadi klien dan melakukan kerjasama
dengan perusahaan
Konsumen yang melakuklan pembelian maupun transaksi
di perusahaan
Konsumen yang dapat menjadi pelanggan bagi perusahaan
Sumber: Payne, Martin, Christopher and Ballantyne. Relationship Marketing: Creating Stakeholders Value. 2002
Pendekatan untuk penelitian yang digunakan dalam penelitian loyalitas
konsumen ini terbagi kedalam tiga kategori: pendekatan perilaku, pendekatan
tingkah laku dan pendekatan terintegrasi (Oh, 1995). Dimana menurut Oh (1995),
pendekatan perilaku melihat perilaku konsumen dari pembelian masa lalu yang
berulang terus-menerus dan mengukur loyalitas konsumen dari aktivitas rata-rata
pembelian, frekuensi pembelian dan kemungkinan pembelian. Sedangkan
pendekatan tingkah laku menafsirkan loyalitas konsumen dari psikologi konsumen
atau keikutsertaan kejiwaan, favoritisme, dan keyakinan dan iktikad baik terhadap
produk atau jasa tertentu. Dan pendekatan terintegrasi menggabungkan kedua
pendekatan diatas dalam menentukan loyalitas konsumen. Dalam penelitian ini
saya mengadaptasikan teori pendekatan terintegrasi sebagai model kerja. Dimana
dapat disimpulkan bahwa, konsep loyalitas konsumen dapat diartikan sebagai
gabungan dari perilaku pembelian kembali dan tingkah laku favorit dari konsumen.
2.5 Switching Barriers
Sebagaimana telah dikemukakan diatas, kepuasan konsumen berhubungan
erat dengan loyalitas konsumen (Kim, 2004). Kepuasan konsumen turut mencegah
dan ikut serta menahan churn rate yang tinggi dari konsumen, sehingga berperan
besar dalam loyalitas konsumen (Fornell, 1992; Reichheld, 1996). Sementara tipe
xxv
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
konsumen dan cara konsumen memecahkan masalah dipengaruhi oleh pasar,
hubungan antara kepuasan konsumen dengan loyalitas konsumen tidak selalu
berupa garis lurus, walaupun mempunyai hubungan positif (Fornell, 1992;
Soderlund, 1998). Dan ketika konsumen berpindah kepada penyedia produk
lainnya, mereka lebih condong untuk menerima beban resiko yang kemudian akan
menjadi switching barrier yang mempengaruhi loyalitas konsumen.
Fornell (1992) mengemukakan bahwa switching barrier lebih menekankan
kepada hambatan yang timbul ketika konsumen yang tidak puas oleh produsen
produk yang digunakannya sekarang, hendak pindah ke produsen produk lain; atau
hambatan tersebut bisa berupa kesulitan secara finansial, atau kesulitan secara
sosial, maupun beban mental yang dirasakan oleh konsumen ketika hendak pindah
ke produk lainnya. Maka dari itu, semakin besar switching barrier, semakin kuat
konsumen dipaksa untuk tetap menggunakan produk yang digunakannya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, switching barrier terbentuk dari
switching cost, alternatif yang menarik, dan hubungan interpersonal (Kim, 2004).
Switching Cost adalah biaya yang timbul ketika harus berpindah untuk
menggunakan produk lain selain yang dikonsumsi saat itu. Switching cost termasuk
didalamnya waktu, uang dan biaya psikologi (Dick & Basu, 1994) dan
didefinisikan sebagai perceived risk, yaitu resiko yang timbul ketika konsumen
hendak berpindah, seperti kerugian finansial, kerugian yang berhubungan dengan
performa, kerugian sosial, kerugian secara psikologi dan kerugian yang pada
umumnya berhubungan dengan keselamatan (Murray, 1991).
Menurut Kim, Park, Jeong (2004), definisi singkat dari switching cost adalah loss
cost, adaption cost dan move-in cost. Loss cost mengacu pada persepsi status sosial
yang hilang atau performa. Adaption cost mengacu pada biaya pengalaman untuk
beradaptasi, seperti biaya mencari informasi dan biaya untuk mempelajari teknologi
baru. Move-in cost mengacu kepada biaya ekonomi yang timbul ketika pindah ke
produk baru atau penyedia jasa baru, seperti biaya membeli baru dan biaya
berlangganan.
Alternatif yang menarik berarti reputasi, image dan kualitas jasa yang
menggantikan produk yang dikonsumsi saat itu. Alternatif penyedia jasa rekrutmen
on-line yang menarik adalah mereka yang dapat menyediakan differensiasi jasa dan
xxvi
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
organisasi dalam industri. Jika perusahaan menawarkan jasa yang unik sehingga
sulit ditiru atau disediakan oleh pesaing, atau jika sedikit alternatif pesaing
diindustri, konsumen condong untuk mengkonsumsi jasa yang ditawarkan
sebelumnya (Bendapudi & Berry, 1997).
Hubungan interpersonal berarti hubungan sosial dan mental (psikologi) yang
terwujud secara nyata dengan sayang, percaya, keintiman dan komunikasi
(Gremler, 1995). Hubungan interpersonal yang terjalin berulang kali antara
penyedia jasa rekrutmen on-line dengan pengguna jasa (employer) dapat
memperkuat ikatan diantara mereka dan pada akhirnya menjadi hubungan jangka
panjang. Bukan hanya penyedia jasa yang menginginkan hubungan jangka panjang
tersebut, banyak konsumen yang mengharapkan terjalinnya hubungan yang erat dan
jangka panjang dengan perusahaan. Tentunya hubungan interpersonal yang
menyediakan kenyamanan dan nilai lebih bagi konsumen (Gwiner, Gremler &
Bitner, 1998). Maka dari itu, hubungan khusus yang bertujuan untuk investasi ini,
membantu meningkatkan ketergantungan konsumen sehingga memperbesar
switching barrier (Jones, Mothersbaugh, & Betty, 2000).
2.6 Berbagai Penelitian Sebelumnya
Kim, Park dan Jeong (2004) melakukan penelitian untuk meneliti hubungan
antara kepuasan pelanggan dan switching barriers terhadap loyalitas pelanggan
pada pelanggan pengguna telepon selular di Korea. Penelitian yang dilakukan oleh
Kim, Park dan Jeong ini menyatakan bahwa efek pada kepuasan konsumen beserta
switching barriers mempengaruhi loyalitas pelanggan pengguna telepon selular di
korea, dimana industri telepon selular di korea mirip dengan pasar telekomunikasi
selular di Eropa maupun di Amerika Serikat yaitu telepon selular dipasarkan secara
bundling dengan simcard-nya. Berikut model penelitian yang dikembangkan oleh
Kim, Park dan Jeong.
Gambar 2.3
Model Penelitian Loyalitas Pelanggan
xxvii
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
Penelitian yang dilakukan oleh Kim, Park dan Jeong ini bertujuan untuk
mengindentifikasi variabel yang menentukan kepuasan konsumen dan switching
barriers pengguna telepon selular di korea. Selain itu, penelitian tersebut juga
bertujuan untuk menganalisis secara empiris pengaruh hubungan kepuasan
konsumen dan switching barriers dengan loyalitas konsumen,, serta hubungan
sebab akibat diantara mereka. Penelitian tersebut juga bertujuan untuk menganalisis
efek yang telah disesuaikan antara kepuasan konsumen dengan loyalitas konsumen
yang dihasilkan oleh switching barriers, serta untuk memeriksa implementasi
strategi untuk mobile carrier di Korea dalam meningkatkan loyalitas pelanggannya.
Penelitian sebelumnya yang meneliti tentang hal ini adalah penelitian yang
dilakukan Dick dan Basu (2004), Gerpott, Rams dan Schindler (2001), serta Lee
dan Cunningham (2001). Namun berbagai penelitian ini masih memfokuskan pada
hanya kepuasan konsumen dan switching barriers, belum menyentuh area
pengaruhnya terhadap loyalitas pelanggan. Secara umum, berbagai penelitian
tersebut mengemukakan bahwa konsumen yang mengalami tingkat kepuasan yang
tinggi akan tetap menggunakan produk yang sebelumnya. Walaupun begitu,
menurut beberapa penelitian, kepuasan konsumen secara tidak selalu positif
mempengaruhi loyalitas konsumen dan memenuhi kondisi tersebut. Pada kasuskasus tertentu kepuasan konsumen gagal untuk menghasilkan efek yang diinginkan,
karena ada beberapa faktor selain model dalam penelitian yang belum
dikembangkan untuk menjelaskan efek negatif tersebut.
xxviii
Analisis faktor-faktor..., Reza Dhamayanto, FE UI, 2008
Download