disini - Library Binus

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Identitas Ego
2.1.1. Definisi Identitas
Menurut Erikson (dalam Corsini, 2002), identitas adalah suatu perasaan tentang
menjadi seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan sensasi fisik dari tubuh,
body image, tujuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang, suatu
perasaan yang berhubungan dengan rasa keunikan dan kemandirian. Marcia (dalam
Papalia, 2007) juga telah mendefinisikan identitas sebagai konstruksi diri dan organisasi
dinamis atas dorongan, kemampuan, kepercayaan, dan sejarah diri yang berlangsung
secara internal. Erikson (dalam Santrock, 2011) berpendapat bahwa identitas merupakan
sebuah aspek kunci dari perkembangan remaja. Identitas merupakan potret diri yang
terdiri atas banyak bagian seperti identitas karir, identitas politik, identitas agama,
identitas intelektual, minat, budaya, kepribadian, dan lain-lain (Santrock, 2011).
Identitas juga dapat diartikan sebagai konsep diri yang terdiri dari tujuan, nilai-nilai dan
keyakinan seseorang yang memiliki komitmen (Papalia, Olds, & Feldman, 2007).
2.1.2. Dimensi Identitas
Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) identitas melibatkan tujuh dimensi,
antara lain:
A. Genetik
Hal ini bekaitan dengan suatu sifat yang diwariskan oleh orang tua pada
anaknya. Orang tua sangat mempengaruhi sifat yang akan dimiliki anaknya
di kemudian hari. Sifat inilah yang akan memberikan sesuatu yang berbeda
antara individu satu dengan individu lainnya, terutama di dalam
menjalankan kehidupannya.
B. Adaptif
Identitas adalah penyesuaian remaja mengenai keterampilan-keterampilan
khusus, dan bagaimana remaja tersebut dapat menyesuaikan diri dengan
masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Sejauh mana keterampilan
atau kemampuannya tersebut dapat diterima oleh masyarakat dilingkungan
13
14
tempat tinggalnya ataukah masyarakat tidak menerima keterampilan yang
dimilikinya.
C. Struktural
Hal ini terkait dengan perencanaan masa depan yang telah disusun oleh
remaja, atau dengan kata lain remaja telah mempersiapkan kehidupan di
masa depannya. Namun bukan berarti tidak ada hambatan dalam
menjalankan rencana masa depannya ini. Seringkali apa yang telah
direncanakan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan bisa jadi
rencana tersebut mengalami suatu kemunduran (deficit structural) atau
bahkan bisa tidak sama sekali terwujud.
D. Dinamis
Proses ini muncul dari identifikasi masa kecil individu dengan orang dewasa
yang kemudian dapat membentuk suatu identitas yang baru di masa
depannya ataukah sebaliknya, proses identifikasi tersebut tidak berpengaruh
pada identitasnya melainkan yang berpengaruh adalah pemberian peran dari
masyarakat terhadap remaja.
E. Subjektif atau berdasarkan pengalaman
Individu yang mempunyai pengalaman akan berbeda dengan individu yang
sama sekali belum memiliki pengalaman. Erikson (dalam Santrock, 2003)
menjelaskan bahwa individu yang telah memiliki pengalaman sebelumnya,
individu tersebut akan merasakan suatu kepastian dalam dirinya. Dengan
adanya pengalaman maka akan banyak alternatif yang dapat kita jadikan
pedoman untuk melangkah dengan lebih yakin ke arah depan atau semakin
banyak pengalaman maka akan semakin timbul antisipasi dalam melakukan
berbagai hal yang belum kita ketahui secara pasti konsekuensinya.
F. Timbal balik psikososial
Erikson (dalam Santrock, 2003) menekankan hubungan timbal balik antara
remaja dengan dunia dan masyarakat sosialnya. Perkembangan identitas
tidak hanya terbentuk oleh diri kita sendiri melainkan melibatkan hubungan
dengan orang lain, komunitas dan masyarakat.
15
G. Status eksistensial
Erikson (dalam Santrock, 2003) berpendapat bahwa remaja mencari arti
dalam hidupnya sekaligus arti dari hidup secara umum. Dalam hal ini
remaja ingin merasakan apa yang dinamakan dengan makna hidup, ingin
diakui keberadaanya di dalam masyarakat dengan peran sosial yang
dijalankan serta keterampilan yang dimilikinya.
2.1.3. Definisi Identitas Ego
Menurut Kroger & Marcia (2011), identitas ego adalah salah satu bagian dari
perkembangan manusia yang dimulai dari anak-anak hingga dewasa. Menurut Kroger &
Marcia (2011), pembentukan identitas ego mencakup perpaduan antara kemampuan,
kepercayaan, dan identifikasi menjadi suatu keterkaitan, sesuatu yang unik dan utuh
yang menciptakan rasa kontinuitas pada masa lalu dan arahan untuk masa depan.
Menurut Kroger & Marcia (2011), identitas ego juga biasa disebut “perasaan”, “sikap”,
“resolusi” dan lain-lain. Cara lain dalam menafsirkan identitas adalah sebagai selfstructure yaitu sekumpulan dorongan internal, kemampuan, kepercayaan, dan sejarah
individu. Semakin baik individu membangun struktur, semakin individu menyadari
keunikan dan persamaan dengan orang lain, kelemahan dan kekuatan dirinya. Struktur
identitas ego bersifat dinamis, unsur-unsur terus menerus ditambahkan dan
dikesampingkan (Kroger & Marcia, 2011).
Menurut Levesque (2014) identitas ego adalah identitas yang dimana
individunya mengenal siapa mereka, dan juga bertindak atas pengertian siapa mereka
tersebut, secara berkelanjutan dan sama. Erikson (dalam Levesque, 2014) menjelaskan
identitas ego sebagai sarana untuk kelangsungan individu. Erikson (dalam Levesque,
2014) melihat identitas ego sebagai pelindung individu dalam menghadapi perubahan
yang dihasilkan oleh perubahan mendadak karena faktor pribadi atau situasional.
Sedangkan menurut Erik Erikson (dalam Marcia, 1993) pemahaman tentang identitas
merupakan konsep dalam skema pengembangan kepribadian normal. Menurut Erikson
(dalam Marcia, 1993) dalam tiga aspek yaitu :
1. Struktur mengacu pada konsekuensi identitas yang dimiliki untuk keseimbangan
seluruh proses psikodinamik.
16
2. Fenomenologis mengacu pada komponen yang dapat diamati dari proses formasi
identitas atau yang disebut gaya identitas individu.
3. Dari aspek perilaku, identitas adalah upaya untuk melampaui intrapsikis dan
fenomenologi ke dalam empiris.
Dapat disimpulkan bahwa identitas ego merupakan proses pengenalan diri dan
pemahaman diri secara utuh agar dapat mengetahui keunikan kita yang membedakan
diri kita dengan orang lain dan dapat mengkategorikan diri kita dalam kelompok sosial
tertentu.
2.1.4. Dimensi Identitas Ego
Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), didalam proses pembentukan identitas
ego terdapat dua dimensi, yaitu exploration dan commitment.
1.
Exploration
Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), Exploration merupakan sebagai
suatu masa perkembangan identitas di mana remaja memilah-milah berbagai
alternatif yang berarti dan tersedia. Exploration tertuju pada periode
individu mulai mempertanyakan secara lebih mendalam mengenai tujuan,
nilai dan keyakinan yang akan atau telah dianut. Ia harus memilah-milah
berbagai alternatif tujuan, nilai dan keyakinan yang di tawarkan untuk
kemudian memilih yang paling sesuai dengan dirinya. Menurut Marcia
(1976), eksplorasi merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk
menggali dan mencari informasi sebanyak-banyaknya. Berbagai informasi
dan alternatif lain tersebut selanjutnya dibandingkan di antara satu dengan
yang lain. Soenens (dalam Purnama, 2009) mengatakan bahwa eksplorasi
adalah ketertarikan individu dalam mencari jati diri mengenai nilai,
kepercayaan, tujuan dan proses eksplorasi menunjukkan percobaan dengan
perbedaan aturan sosial, rencana dan ideologi. Eksplorasi melibatkan
pertimbangan terhadap elemen identitas dengan kemungkinan alternatif
dalam pencarian yang lebih lengkap terhadap diri (Purwadi, 2004)
17
2.
Commitment
Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), Commitment atau komitmen
merupakan bagian dari perkembangan identitas dimana remaja menunjukan
adanya suatu investasi pribadi pada apa yang akan mereka lakukan.
Commitment tertuju pada ketetapan individu terhadap tujuan dan rencana
yang telah dibuatnya. Apabila ia telah membuat sebuah keputusan yang
tetap dan pasti tentang tujuan, nilai dan keyakinannya, ia tidak ragu dan juga
tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal lain yang dapat membuatnya
mengubah keputusan tesebut. Menurut Whitbourne (2012) individu yang
memiliki komitmen memiliki rasa yang kuat, mengetahui siapa mereka, dan
merasa yakin dengan pilihan yang telah mereka buat.
2.1.5. Status Identitas Ego
Menurut Marcia (dalam Santrock, 2003), berdasarkan dua dimensi dasar
identitas ego, Marcia kemudian bisa mengklasifikasikan perkembangan
pembentukan identitas ego seseorang kepada empat status, antara lain:
1.
Identity Foreclosure
Foreclosure merupakan sebuah istilah yang menandakan seorang remaja
yang telah membuat komitmen namun belum pernah mengalami krisis atau
eksplorasi.
2.
Identity Diffusion
Difusi identitas tau identitiy diffusion merupakan sebuah istilah yang dipakai
untuk menandakan seorang remaja yang belum pernah mengalami krisis
(sehingga mereka belum pernah mengeksplorasi adanya alternatif yang
berarti) atau membuat suatu komitmen. Selain tidak mampu membuat
keputusan mengenai pekerjaan dan ideologi, remaja pada status ini juga
tidak menunjukkan adanya minat pada kedua hal tersebut.
3.
Moratorium
Seseorang yang berada dalam status identity moratorium sudah ataupun
sedang mengalami masa eksplorasi (krisis) terhadap alternatif-alternatif
pilihan namun belum membuat komitmen pada aspek identitas.
18
4.
Identity Achivement
Seseorang yang berada dalam status identity achievement telah mengalami
sebuah moratorium psikologis, telah menyelesaikan krisis identitas mereka
dengan secara berhati-hati mengevaluasi sejumlah alternatif dan pilihan, dan
telah menyimpulkan dan memutuskan sendiri setiap pilihan yang akan
dilakukan. Seseorang yang berada dalam tipe ini sudah mengalami masa
krisis dan telah membuat komitmen.
Tabel 2.1
IdentitasDiri
KOMITMEN
TINGGI
RENDAH
IDENTITAS
TINGGI
Identity Achivement
Moratorium
RENDAH
Identity Foreclosure
Identity Diffusion
EKSPLORATION / KRISIS
2.2.
Pengguna Media Sosial
2.2.1. Definisi Pengguna Media Sosial
Media sosial adalah sarana komunikasi online yang bertujuan menghubungkan
para pengguna untuk saling berbagi informasi, video, audio, foto dan lainnya (Boyd &
Ellison, 2007). Sejak diperkenalkan, media sosial seperti MySpace, Facebook, Cyworld,
dan Bebo telah menarik jutaan pengguna, banyak pengguna yang menjadikan media
sosial sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka (Boyd & Ellison, 2007). Media
sosial dapat didefinisikan sebagai layanan yang memungkinkan pengguna untuk (1)
membuat profil yang bersifat publik atau semi publik di dalam sistem yang ada, (2)
membuat daftar teman dengan pengguna lain, dan (3) melihat daftar pengguna lain yang
ada dalam sistem media sosial tersebut (Boyd & Ellison, 2007). Media sosial
merupakan sebuah wadah tempat penggunanya dapat dengan mudah berpartisipasi di
dalamnya, berbagi dan menciptakan konten, termasuk blog, jejaring sosial, wiki, forum
dan dunia virtual (Meyfield, 2008). Sedangkan menurut Gross, (2003) media sosial
merupakan media yang digunakan untuk interaksi sosial yang mudah diakses
19
menggunakan teknologi berbasis web yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi
secara aktif.
Mempertimbangkan definisi media sosial di atas, maka pengguna media sosial
dapat didefinisikan sebagai individu yang memiliki akun media sosial dan
menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, baik aktif maupun tidak aktif.
2.2.2. Tipologi Pengguna Media Sosial
Menurut Brandtzaeg dan Heim (2011), typology adalah penggolongan
penggunaan sosial media ke dalam kategori-kategori. Tujuan dari typology adalah untuk
mengklasifikasikan keberagaman perilaku dalam kategori yang memiliki arti (Barnes et.
al. dalam Brandtzaeg &Heim, 2011). Berdasarkan hasil penenelitiannya Brandtzaeg dan
Heim (2011) menyebutkan bahwa terdapat tipe pengguna media sosial berdasarkan
motivasi dan partisipasinya.
1.
Motivasi, terdapat dua jenis pengguna media sosial, yaitu informational dan
recreational.
 Informational, dalam media sosial hanya untuk mencari informasiinformasi.
 Recreational, dalam media sosial untuk mencari kesenangan.
2.
Partisipasi, terdapat dua jenis yaitu tinggi dan rendah.
2.2.2.1 Kategori dalam Tipologi Pengguna Media Sosial
Menurut Brandtzaeg dan Heim (2011), ada lima kategori dalam typology
pengguna media sosial, yaitu:
1.
Sporadics
Dikatakan sporadic karena mereka mengunjungi media sosial hanya dari
waktu ke waktu. Tetapi, tidak rutin juga. Pengguna dalam tipe ini memiliki
tingkat partisipasi yang rendah dan cenderung lebih ke arahinformasi.
Dalam tipe ini biasanya mereka hanya membuat status dan mengecek ada
yang komen atau tidak di status mereka.
2.
Lurkers
Pengguna dalam tipe ini memiliki tingkat partisipasi yang rendah dan
cenderung lebih ke arah recreation. Pengguna dalam tipe ini agak terlibat
20
dalam beberapa kegiatan di media sosial, tetapi penggunaannya dalam
tingkat yang rendah. Tipe ini memikirkan teknologi hanya untuk
kesenangan dan untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.
3.
Socializers
Pengguna dalam tipe ini memiliki tingkat partispasi yang tinggi dan
cenderung lebih ke arah recreation. Media sosial bagi tipe ini sangat penting
karena orang-orang dalam tipe ini menggunakan media sosial untuk tetap
berhubungan dengan teman-teman.
4.
Debaters
Pengguna dalam tipe ini memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dan
cenderung lebih ke arah informational. Tipe ini sangat bergantung pada
internet untuk melaksanakan tugas-tugas praktis dan menggunakannya
terutama untuk alasan instrumental.
5.
Actives
Pengguna dalam tipe ini memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dan
memiliki motivasi yang seimbang antara informational dan recreation.
2.3.
Remaja
2.3.1. Definisi Remaja
Menurut Santrock (2006), adolescence atau masa remaja adalah periode
perkembangan yang merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa
dewasa. Monks (1999)membagi remaja dalam tiga kelompok usia, yaitu :
1. Early Adolescence (remaja awal)
Berada pada rentang usia 12-15 tahun. Pada masa ini terdapat sikap dan sifat
negatif yang belum terlihat dalam masa kanak-kanak. Menurut Ahmadi dan
Sholeh (dalam Monks, 1999), individu sering merasa bingung, cemas, takut,
dan gelisah.
2. Middle Adolescence (remaja pertengahan)
Berada pada rentang usia 15-18 tahun. Pada masa ini individu menginginkan
sesuatu dan mencari-cari sesuatu. Menurut Ahmadi dan Sholeh (dalam
Monks, 1999), merasa sunyi dan merasa tidak bisa mengerti dan tidak
dimengerti oleh orang lain.
21
3. Late Adolescence (remajaakhir)
Berada pada rentang usia 18-22 tahun. Menurut Ahmadi dan Sholeh (dalam
Monks, 2001), pada masa ini individu mulai merasa stabil, mulai mengenal
dirinya, mulai menyadari tujuan hidup dan mempunyai pendirian tertentu.
2.3.2. Tugas Perkembangan Remaja
Erikson (dalam Santrock, 2011) usia remaja yang berada antara 10 sampai 20
tahun berada pada tahap identity vs identity confusion atau disebut juga sebagai fase
pencarian jati diri. Pada tahap ini remaja berusaha menemukan gambaran diri yang ideal
dengan melakukan berbagai macam peran dan juga kepribadian. Apabila remaja gagal
dalam pencarian identias maka mereka akan menarik diri dari lingkungan teman sebaya
dan peer grup serta hilangnya identitas diri pada remaja tersebut. Dalam proses
peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa, remaja mulai mencoba untuk
melepaskan diri dari orang tua dikarenakan mereka memiliki keinginan untuk mandiri
dan memiliki tanggung jawab pribadi (Santrock, 2011). Pada usia remaja ini peran dari
orang tua digantikan oleh peer group atau sahabat (Santrock, 2011). Menurut Erikson
(dalam Feist & Feist, 2010) pencapaian terhadap identitas mencapai klimaks selama
masa remaja ketika mereka berjuang untuk menemukan jati diri mereka. Dalam masa
pubertas, remaja mencari peran-peran baru untuk membantu menemukan identitas
seksual, ideologis dan pekerjaan mereka. Dalam pencarian ini, remaja menggunakan
beragam gambar-gambar dirinya yang sudah diterima atau ditolak sebelumnya. Menurut
Erikson (dalam Feist & Feist, 2010), identitas muncul dari dua sumber yaitu afirmasi
atau penolakan remaja terhadap identifikasi kanak-kanak dan konteks historis dan sosial
mereka, yang mendukung konformitas bagi standar-standar tertentu. Remaja seringkali
menolak standar-standar orang tua dan lebih menyukai penilaian teman sekelompok
atau geng sebayanya. Masyarakat menjadi tempat mereka yang memainkan peran
penting dalam upaya mereka membentuk identitas.
22
2.4.
Kerangka Berpikir
Menurut Gross (2003), media sosial merupakan media yang digunakan untuk
interaksi sosial yang mudah diakses menggunakan teknologi berbasis web yang
memungkinkan pengguna untuk berinteraksi secara aktif. Subjek yang menjadi sorotan
dalam penelitian ini adalah remaja usia 15-19 tahun yang sering menggunakan media
sosial. Erikson (dalam Santrock, 2011) usia remaja yang berada antara 10 sampai 20
tahun berada pada tahap identity vs identity confusion atau disebut juga sebagai fase
pencarian jati diri. Media sosial banyak digemari oleh remaja saat ini karena dapat
mengabadikan moment/peristiwa di sekelilingnya melalui updatean dan dokumentasi
foto, juga dapat menuangkan ide kreatif melalui sarana informasi atau mungkin sebagai
media promosi.
Menurut Brandtzaeg dan Heim (2011), typology adalah penggolongan
penggunaan sosial media ke dalam kategori-kategori. Berdasarkan hasil
penenelitiannya, Brandtzaeg dan Heim (2011) menyebutkan bahwa terdapat lima tipe
pengguna media sosial berdasarkan motivasi dan partisipasinya. Brandzaeg dan Heim
menjelaskan bahwa ada dua motivasi penggunaan media sosial, yaitu informational dan
recreational. Motivasi Informational adalah menggunakan media sosial hanya untuk
mencari informasi-informasi saja, sedangkan motivasi Recreational adalah
menggunakan media sosial untuk mencari kesenangan. Sedangkan mengenai partisipasi,
Brandtzaeg dan Heim menjelaskan bahwa ada dua jenis partisipasi, yaitu tinggi dan
rendah.
Peneliti berasumsi bahwa remaja menggunakan motivasi informational dan
partisipasi yang tinggi cenderung menggunakan eksplorasi dalam menggunakan media
sosial karena remaja butuh mendapatkan informasi yang banyak sehingga remaja
mengeksplor semua media sosial yang digunakan untuk mencari informasi-informasi
yang dibutuhkan, sedangkan remaja yang menggunakan motivasi informational dan
partisipasi rendah cenderung menggunakan komitmen dalam menggunakan media
sosial karena remaja tidak membutuhkan banyak informasi yang dibutuhkan, remaja
hanya menggunakan satu media sosial dan tidak rutin dalam menggunakan media sosial
hanya untuk mengecek ada atau tidaknya komen atau tidak.
23
Peneliti berasumsi bahwa remaja menggunakan motivasi recreational dan
partisipasi yang tinggi cenderung menggunakan eksplorasi dalam menggunakan media
sosial karena kategori ini menggunakan media sosial untuk mencari kesenangan, dalam
mencari kesengan menggunakan banyak media sosial, sedangkan remaja yang
menggunakan motivasi recreational dan partisipasi yang rendah cenderung
menggunakan komitmen dalam menggunakan media sosial karena kategori ini agak
terlibat dalam beberapa kegiatan di media sosial, hanya untuk kesenangan dan menjaga
hubungan baik dengan orang lain, dan hanya menggunakan satu media sosial untuk
mencari kesenangan.
Kategori tipologi menurut Brandtzaeg dan Heim (2011), yaitu Sporadics, dalam
tipe ini biasanya mereka hanya membuat status dan mengecek ada yang komen atau
tidak di status mereka Lurkers, pengguna dalam tipe ini agak terlibat dalam beberapa
kegiatan di media sosial, tetapi penggunaannya dalam tingkat yang rendah. Tipe ini
memikirkan teknologi hanya untuk kesenangan dan untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain. Socializers, media sosial bagi tipe ini sangat penting karena orangorang dalam tipe ini menggunakan media sosial untuk tetap berhubungan dengan
teman-teman. Debaters, tipe ini sangat bergantung pada internet untuk melaksanakan
tugas-tugas praktis dan menggunakannya terutama untuk alasan instrumental. Actives,
pengguna dalam tipe ini memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dan memiliki motivasi
yang seimbang antara informational dan recreation.
Pencarian jati diri yang dilakukan remaja disebut identitas ego. Identitas ego
adalah salah satu bagian dari perkembangan manusia yang dimulai dari anak-anak
hingga dewasa. Menurut Levesque (2014) identitas ego adalah identitas yang dimana
individunya mengenal siapa mereka, dan juga bertindak atas pengertian siapa mereka
tersebut, secara berkelanjutan dan sama. Didalam proses pembentukan identitas ego
terdapat dua dimensi, yaitu exploration dan commitment. Menurut Marcia (1976),
Exploration merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk menggali dan mencari
informasi sebanyak-banyaknya. Berbagai informasi dan alternatif lain tersebut
selanjutnya dibandingkan di antara satu dengan yang lain. Menurut Marcia (dalam
Santrock, 2003) Commitment tertuju pada ketetapan individu terhadap tujuan dan
rencana yang telah dibuatnya. Apabila ia telah membuat sebuah keputusan yang tetap
24
dan pasti tentang tujuan, nilai dan keyakinannya, ia tidak ragu dan juga tidak mudah
terpengaruh oleh hal-hal lain yang dapat membuatnya mengubah keputusan tesebut.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah ada hubungannya antara
tipologi dengan eksplorasi dan komitmen sebagai dimensi identitas ego. Peneliti
berasumsi bahwa remaja yang memiliki eksplorasi dalam menggunakan media sosial
dan mengunjungi media sosial hanya dari waktu ke waktu tetapi, tidak rutin cenderung
memiliki tipe sporadics. Selanjutnya, peneliti berasumsi bahwa bahwa remaja yang
memiliki eksplorasi dalam menggunakan media sosial agak terlibat dalam beberapa
kegiatan di media sosial, tetapi penggunaannya dalam tingkat yang rendah dan untuk
menjaga hubungan baik dengan orang lain memiliki tipe lurkers. Selanjutnya, peneliti
berasumsi bahwa remaja yang memiliki eksplorasi dalam menggunakan media sosial
untuk tetap berhubungan dengan teman-teman cenderung memiliki tipe socializers.
Selanjutnya, peneliti berasumsi bahwa remaja yang memiliki eksplorasi dalam
menggunakan media sosial sangat bergantung pada internet untuk melaksanakan tugastugas praktis dan menggunakannya terutama untuk alasan instrumental cenderung
memiliki tipe debaters. Selanjutnya, peneliti berasumsi bahwa remaja yang memiliki
eksplorasi dalam menggunakan media sosial dan memiliki tingkat partisipasi yang
tinggi dan memiliki motivasi yang seimbang antara informational dan recreation
memiliki tipe actives
Peneliti berasumsi bahwa remaja yang memiliki komitmen dalam menggunakan
media sosial dan mengunjungi media sosial hanya dari waktu ke waktu tetapi, tidak
rutin cenderung memiliki tipe sporadics. Selanjutnya, peneliti berasumsi bahwa bahwa
remaja yang memiliki komitmen dalam menggunakan media sosial agak terlibat dalam
beberapa kegiatan di media sosial, tetapi penggunaannya dalam tingkat yang rendahdan
untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain memiliki tipe lurkers. Selanjutnya,
peneliti berasumsi bahwa remaja yang memiliki komitmen dalam menggunakan media
sosial untuk tetap berhubungan dengan teman-teman cenderung memiliki tipe
socializers. Selanjutnya, peneliti berasumsi bahwa remaja yang memiliki komitmen
dalam menggunakan media sosialsangat bergantung pada internet untuk melaksanakan
tugas-tugas praktis dan menggunakannya terutama untuk alasan instrumental cenderung
memiliki tipe debaters. Selanjutnya, peneliti berasumsi bahwa remaja yang memiliki
komitmen dalam menggunakan media sosial dan memiliki tingkat partisipasi yang
25
tinggi dan memiliki motivasi yang seimbang antara informational dan recreation
memiliki tipe actives.
Tipologi Pengguna Media Sosial :

Sporadics

Lurkers


Exploration
Socializers


Commitment.
Debaters

Actives
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir (Sumber: Peneliti)
Identitas Ego :
26
Download