BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai identitas diri pada remaja beserta kerangka berpikir. 2.1 Pengertian Identitas Diri Identitas diri adalah identitas konstruksi sosial-psikologis yang mencerminkan pengaruh sosial melalui proses imitasi dan identifikasi, kemudian menghasilkan sebuah konstruksi pribadi dalam pembentukannya apa yang penting bagi diri sendiri dan orang lain (Adams, 1998). Sementara pengertian lain mengenai identitas diri disebutkan sebagai kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh. Menjadi “diri-sendiri” adalah hal yang terpenting dari identitas (Keliat, 1992). Selanjutnya Marcia dan Watterman (dalam Yusuf, 2007) menjelaskan bahwa, identitas diri merujuk pada pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual, dan filsafat hidup. Gunarsa (1991), mendefinisikan identitas diri secara lebih rinci, diantaranya sebagai berikut : Identitas dapat diartikan sebagai suatu inti pribadi yang tetap ada, walaupun mengalami perubahan bertahap dengan pertambahan usia dan perubahan lingkungan. Identitas dapat diartikan sebagai cara hidup tertentu yang sudah dibentuk pada masa- 11 12 masa sebelumnya dan menentukan peran sosial manakah yang harus dijalankan. Identitas merupakan suatu hasil yang diperolehnya pada masa remaja, akan tetapi tetap masih akan mengalami perubahan dan pembaharuan. Identitas dialami sebagai suatu kelangsungan di dalam dirinya dan dalam hubungannya dengan luar dirinya. Identitas merupakan suatu penyesuaian peran sosial yang pada azasnya mengalami perubahan. 2.1.1 Identitas Diri Pembentukan identitas diri pada remaja merupakan masalah yang penting, karena krisis identitas timbul akibat dari konflik internal yang berawal dari masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja, maka perlu segera mendapatkan penyelesaian yang baik dengan mengelola ulang (reorganization) atau membentuk ulang (restructuring) identitas dirinya (Steinberg, dalam Purwadi, 2004). Keberhasilan merestrukturisasi identitas diri sebagai sosok individu remaja akan sangat membantu untuk mengambil peran yang tepat dalam kehidupannya. Terbentuknya identitas diri pada masa remaja, akan dapat mengarahkan tingkah laku dan sikap terhadap lingkungan, berpengaruh pada unjuk kerja dalam melihat serta mentukan pilihan terhadap alternatif yang muncul. Menurut Stuart & Sundeen (1998), identitas sering didapat dari observasi diri seseorang dan dari apa yang kita katakan tentang diri kita. Selanjutnya Rumini & Sundari (2004) menjelaskan bahwa, selama masa remaja, tugas emosional utama adalah perkembangan rasa diri atau identitas. Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif, dan sosial pada remaja. Jika remaja tidak dapat memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan sosial yang membantu mereka mengidentifikasikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami kebingungan identitas. 13 Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi bukan terbelah. Marcia (dalam Yusuf, 2007) menambahkan bahwa ketika individu gagal mengintegrasikan aspekaspek dan pilihan atau merasa tidak mampu untuk memilih, maka individu tersebut akan mengalami kebingungan (confusion). Erikson dalam Santrock (2003) juga menjelaskan bahwa identity confusion atau kebingungan identitas merupakan suatu kemunduran dalam perspektif waktu, inisiatif, dan kemampuan untuk mengkoordinasikan perilaku dimasa kini, dengan tujuan di masa depan. Kebingungan ini dapat ditandai dengan munculnya perasaan tidak mampu, tidak berdaya, penurunan harga diri, tidak percaya diri pada individu, dan berakibat pesimis dalam menghadapi masa depan (Dariyo, 2004). Berdasarkan definisi-definisi identitas diri yang telah dijabarkan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri adalah pengalaman subyektif yang merupakan kesatuan dan berkesinambungan dalam ruang dan waktu yang berisi nilai, keyakinan, sikap dan ide-ide yang mengarahkan tingkah laku dan menggambarkan kekuatan, kelemahan, dan keunikan individu dalam rentang kehidupan. 2.1.2 Faktor yang Mendahului Pembentukan Identitas Purwadi (2004) menjelaskan terdapat beberapa faktor yang mendahului dalam pembentukan identitas diri yang dimulai sebelum individu memasuki masa remaja. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : 1. Tingkat identifikasi pada orang tua. Sejak masa kanak-kanak hingga mencapai masa remaja, orang tua sangat berperan memberikan arah pembentukan identitas diri remaja, sebab orang tua adalah lingkungan pertama dan utama bagi anak. 14 Semua sikap dan perilaku orang tua menjadi sumber identifikasi bagi anak, dan selanjutnya menjadi bagian dari komponen pembentuk identitas dirinya. Namun, pada kenyataannya tidak semua orang tua dapat menjadi tokoh idola bagi anak, sehingga dapat dijadikan sumber identifikasi bagi proses pembentukan identitas diri, ketika anak-anak itu telah menginjak masa remaja. 2. Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua (significant others). Pengasuhan orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan pembentukan identitas diri remaja. Dalam hal ini, bagaimana orang tua mendidik dan memperlakukan anak. Hal ini dikarenakan selama dalam masa pengasuhannya, anak melihat, merasakan, dan menilai semua tindakan pengasuh. 3. Keluarga termasuk dalam faktor ini sebab, keluarga merupakan lingkungan pertama anak dan sosok yang paling penting selama tahun-tahun formatif awal (Hurlock, 1989). proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta pembentukan identitas dirinya, sangat tergantung pada orang tua. Orang tua jugalah yang pertama kali memberi fasilitas, termasuk kesempatan kepada anak untuk memainkan fungsi dan peran dalam keluarga dan konteks kehidupan yang lebih luas. 4. Harapan sosial tentang identitas seseorang, ikut memberi kontribusi bagi pembentukan identitas diri remaja. Harapanharapan itu muncul dalam keluarga, sekolah, dan teman sebayanya. Sehingga setiap individu akan selalu menghadapi tuntunan-tuntunan tersebut. Individu bergaul dengan lingkungannya selalu berhadapan dengan nilai atau kriteria yang dipandang utama menurut ukuran masyarakat dimana individu tersebut berbeda. Kriteria tersebut, secara langsung 15 maupun tidak langsung akan membuat individu berusaha untuk dapat memenuhinya. Setiap individu ingin dipandang oleh orang-orang sekitar sebagai orang baik, dan memenuhi tuntunan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, kriteria tentang keutamaan (baik-buruk) tersebut akan memerikan arah pada remaja dalam membentuk identitas dirinya. 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Dalam perkembangan kepribadian terdapat dua faktor yang berperan (Gunarsa, 1991). Kedua faktor yang dimaksud adalah identifikasi dan eksperimentasi, dapat dijelaskan bahwa : 1. Identifikasi, identifikasi dapat disamakan dengan peniruan, akan tetapi bersifat lebih mendalam dan menetap. Dengan identifikasi yang dimaksud bahwa tingkah laku, pandangan, pendapat, nilai-nilai norma, minat dan aspek-aspek lain dari kepribadian seseorang akan diambilnya dan dijadikan bagian dari kepribadian masing-masing individu. 2. Eksperimentasi, individu yang memasuki masa remaja harus memperoleh kesempatan untuk melakukan eksperimentasi atau mencoba beberapa peran sosial sebelum mereka menentukan peranan sosial yang akan diambilnya untuk masa dewasa, karena eksperimentasi berkaitan erat dengan peran sosial di kemudian hari. 2.1.4 Perkembangan Identitas Diri Identitas diri terus mengalami perkembangan selama kehidupan manusia, berubah-ubah seiring dengan perjalanan dan dinamika, sesuai dengan kehidupan yang dialami. Perkembangan dan perubahan identitas diri terjadi dikarenakan pengaruh pendidikan, budaya, jenis kelamin, serta lingkungan. Steinberg, (dalam Purwadi, 2004). 16 Perkembangan masa remaja sangat dipengaruhi oleh konteks dimana remaja itu sendiri berada. Latar belakang lingkungan, sosio-kultur masyarakat sekitar, maupun latar belakang keluarga (orang tua), akan ikut memberikan corak dan arah proses perkembangan maupun proses pembentukan identitas diri remaja yang bersangkutan. Demikian juga, dimana orang tua, keluarga atau pengasuh remaja itu tinggal (Purwadi, 2004). Misalnya, apakah orang tuanya tinggal di kota atau di desa. Sebab, diantara desa dengan kota, keduanya memiliki latar belakang yang berbeda-beda, sehingga masing-masing memberikan kontribusi berbeda terhadap pembentukan identitas remaja. Identitas diri juga berkaitan dengan berbagai ragam domain kehidupan yang terdapat ditengah masyarakat. Marcia (dalam Santrock, 2005) membedakan domain menjadi dua kelompok, yaitu domain utama dan domain pelengkap. Domain utama mengungkap pekerjaan, keyakinan agama, politik, peran jenis, dan domain ekspresi sosial. Sedang domain-domain pelengkap meliputi minat yang menyenangkan, hubungan dengan teman, hubungan dengan kekasih, peran sebagai suami/istri, peran sebagai orang tua, tugas-tugas utama pada keluarga, dan karir. Status identitas seseorang pada sesuatu domain akan berbeda dengan status identitasnya pada domain yang lain. Hal ini disebabkan adanya kemampuan dan tingkat keberhasilan eksplorasi dan komitmen seseorang juga berbeda untuk domain satu dengan domain yang lain. Hal ini sangat wajar karena dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti : latar belakang keluarga, jenis pekerjaan orang tua, serta pengalaman yang diperoleh dari pengasuhan orang tua pada masa kanak-kanak pada masyarakat kota maupun masyarakat desa, hal tersebut akan dapat mempengaruhi eksplorasi dan komitmennya. Pengalaman selama hidup dan tinggal bersama orang tua dalam suasana gaya pengasuhan yang diterapkan, memberikan pengalaman 17 yang bersifat psikologis, kemudian hal tersebut dapat dijadikan informasi tambahan ketika individu akan menentukan pilihan alternatif. Dapat juga dijadikan pertimbangan dalam membuat keputusan, dan memilih alternatif tertentu yang memberikan jaminan masa depan. Dengan demikian, sangat mungkin pada domain tertentu , eksplorasi dan komitmen berada pada tingkat tertentu (tinggi). Tetapi pada domain yang lain, eksplorasi dan komitmen dapat lebih tinggi, atau lebih rendah. Sebagai contoh, untuk domain pekerjaan, seseorang berada pada status achievement, sedang pada domain agama seseorang dengan status identitas foreclosure, dan sebagainya (Santrock, 2005). Tingkat eksplorasi dan komitmen yang dicapai seseorang sangat dipengaruhi oleh hasil perkembangan yang dicapai pada masa sebelumnya. 2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Identitas Perkembangan identitas menurut Yusuf (2007) dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu iklim keluarga, tokoh idola, dan peluang pengembangan diri. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Iklim keluarga, berkaitan dengan interaksi sosio-emosional antar anggota keluarga, sikap dan perlakuan orangtua terhadap anaknya. Apabila hubungan antar anggota keluarga hangat, harmonis, serta sikap perlakuan orangtua terhadap anak positif dan penuh kasih sayang, maka remaja akan mampu mengembangkan identitasnya secara realistik dan stabil, sehingga terbentuk identitas yang sehat. Sebaliknya, bila dalam sebuah keluarga dipenuhi konflik, tegang, dan orangtua bersikap keras kepada anak, maka remaja akan berpotensi mengalami kegagalan dalam mencapai identitasnya secara 18 matang, mereka akan mengalami kebingungan, konflik bahkan frustasi. 2. Tokoh idola, orang-orang yang dipersepsikan oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. Pada umumnya, seseorang yang menjadi idola remaja berasal dari kalangan selebritis. Namun ada juga remaja yang menjadikan tokoh masyarakat, tokoh agama, pejuang atau pahlawan sebagai tokoh idola mereka. 3. Peluang pengembangan diri, merupakan kesempatan untuk melihat kedepan dan menguji dirinya dalam setting (adegan) kehidupan yang beragam. Dalam hal ini, eksperimentasi atau pengalaman dalam menyampaikan gagasan, penampilan peranperan dan bergaul dengan orang lain (dalam aktivitas yang positif) sangat penting bagi perkembangan identitasnya. 2.1.6 Dimensi Status Identitas Marcia melakukan pengembangan teori psikososial yang dikemukakan oleh Erikson mengenai status identitas diri, pengembangan teori tersebut kemudian menghasilkan dua dasar pengembangan status identitas, yaitu krisis (eksplorasi) dan komitmen. Selanjutnya, definisi krisis (eksplorasi) dan komitmen dijelaskan oleh Santrock (2003) sebagai berikut: a. Krisis merupakan suatu periode perkembangan identitas dimana remaja memilih berbagai macam pilihan-pilihan yang bermakna, dan kebanyakan peneliti kontemporer menggunakan istilah ini dengan istilah eksplorasi. b. Komitmen didefinisikan sebagai bagian dari perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang akan mereka lakukan. 19 Eksplorasi dan komitmen merupakan dimensi identitas yang dapat digunakan untuk melihat dan mengukur perkembangan status identitas pada remaja (Santrock, 2005). Status identitas dapat diramalkan dari hasil tahapan psikososial sebelumnya, dan dapat digunakan untuk memprediksikan penampilan tahapan psikososial berikutnya. Proses pembentukan identitas, merupakan suatu pengalaman yang sangat peting bagi individu. Proses pembentukan identitas mencakup perpaduan antara keterampilan, keyakinan, dan identifikasi pada seluruh masa kanak-kanak yang sesuai dan unik, yang menjadikan masa dewasa muda akan merasa berhasil dimasa lalu, sedang dipihak lain, memberikan arah pada masa yang akan datang. Identitas diri dicapai melalui proses eksplorasi terhadap alternatif yang ada disekitarnya; dan tingkat komitmen yang dimiliki terdapat alternatif yang telah dipilih atas dasar hasil eksplorasinya, Santrock (2005). Keberhasilan memecahkan masalah pada masa remaja yang berujung pada pencapaian struktur identitas diri baru di akhir masa remaja dari akumulasi sejumlah pengalaman-pengalaman baru, merupakan suatu capaian yang sangat memungkinkan remaja memperoleh ketenangan. Dengan kata lain remaja telah memperoleh identitasnya yang sesuai (Achievement Identity). Kondisi ini yang selanjutnya akan menjamin tercapainya siklus M-A-M-A (Moratorium-Achievement- Moratorium- Achievement) (Santrock, 2005). 2.1.7 Status Identitas Diri Marcia (dalam Nisfianoor&Valentini, 2006) membagi status identitas diri menjadi empat, dalam menentukan empat status identitas tersebut Marcia telah melakukan wawancara semistruktur pada remaja 20 tentang ideologi (menyangkut aspek pekerjaan, agama, filosofi dan politik) dan interpersonal (menyangkut peran gender, hubungan dengan lawan jenis, pertemanan, dan hobi). Selanjutnya wawancara tersebut dinilai berdasarkan dua kriteria, yaitu krisis dan komitmen. Marcia (dalam Papalia, Old, dan Feldman, 2009) mendefinisikan ideologi sebagai sistem keyakinan. Sementara identitas interpersonal oleh Marcia (dalam Santrock, 2005) sebagai kemampuan individu dalam hubungan terhadap individu lain yang berkaitan pada hubungan pertemanan, peran gender dalam pernikahan, hubungan dengan lawan jenis (berkencan), dan hubungan dengan individu lain dalam melakukan kegiatan yang disukai (hobi). Empat status identitas diri menurut Marcia (dalam Santrock, 2005) diantaranya adalah: 1. Identitas achievement, merupakan status identitas yang terbentuk pada individu yang berhasil melakukan eksplorasi yang cukup dan menguasai sejumlah informasi mengenai halhal baru bagi dirinya, remaja mampu membandingkan dengan rasa senang (sikap positif) berbagai segi positif-negatifnya masing-masing. Dengan demikian remaja dengan segera mampu menentukan pilihan informasi mana yang diambil sebagai komponen pembentuk identitas dirinya. Di sisi lain, ketika menentukan pilihan, maka remaja pada identitas ini menunjukkan kesetian atau komitmen yang kuat terhadap pilihannya, karena remaja tahu bahwa pilihannya itu memang tepat bagi dirinya. 2. Identitas moratorium, merupakan status identitas yang terbentuk dari hasil eksplorasi yang cukup, akan tetapi tidak didukung dengan tingkat komitmen yang seimbang. Dari segi komitmen, remaja dengan identitas ini kurang menunjukkan keteguhan untuk mempertahankan alternatif yang telah menjadi 21 pilihannya, hal ini bisa disebabkan karena yang bersangkutan kurang menguasai informasi tentang alternatif yang menjadi pilihannya. Sehingga tidak tahu tentang apa, bagaimana, kelebihan dan kekurangan dari pilihannya itu, sehingga cenderung mudah terombang-ambing oleh kemunculan alternatif baru yang berhasil dieksplorasi. 3. Identitas foreclosure, identitas ini terbentuk dari hasil eksplorasi yang tidak maksimal. Pengetahuan tentang berbagai alternatif tidak dikuasai dengan baik, bahkan individu dengan status identitas ini cenderung kurang senang mencari informasi. Pilihan-pilihan dibuat tanpa didukung dengan pemahaman yang lengkap tentang kelebihan dan kelemahan secara obyektif dan proporsional. Akan tetapi individu ini setelah menentukan pilihan, remaja menunjukkan tingkat komitmen yang sangat kuat atas pilihannya sehingga remaja tidak mudah tergoyahkan oleh kemunculan alternatif baru. Hal ini sangat mungkin karena yang bersangkutan tidak begitu suka untuk mencari pengetahuan tentang alternatif baru. 4. Identitas diffusion, identitas yang terbentuk pada individu baik eksplorasi maupun komitmen dengan tingkat yang sama-sama rendah. Individu dengan identitas ini tidak memiliki semangat untuk menggali informasi yang diperlukan untuk membentuk identitas dirinya, sehingga tidak mampu membandingkan antara alternatif pilihan satu dengan yang lain, pada akhirnya remaja juga akan mengalami kesulitan ketika harus membuat keputusan dengan cepat. Pada bagian lain individu dengan identitas ini tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan apa yang menjadi pilihannya, karena tidak tahu mengapa dan bagaimana remaja memilih alternatif tersebut. Dengan demikian, individu ini menjadi sangat mudah berubah haluan, 22 mengganti pilihan jika ada pengaruh yang datang padanya, terlebih jika pengaruh itu datang dari orang yang dihormati atau penting bagi dirinya, seperti orang tua, tokoh lain yang banyak berperan dalam hidupnya. 2.2 Remaja 2.2.1 Definisi Remaja WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Monks (dalam Nisfianoor&Kartika, 2004) memberikan batasan usia masa remaja adalah masa diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Senada dengan pendapat Suryabrata (dalam Nisfianoor&Kartika, 2004) membagi masa remaja menjadi tiga, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun dan masa remaja akhir 18-21 tahun. Berbeda dengan pendapat Hurlock (dalam Nisfianoor&Kartika, 2004) yang membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal 13-16 tahun, sedangkan masa remaja akhir 17-18 tahun. 23 2.2.2 Ciri-ciri Remaja Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanakkanak menuju masa dewasa. Masa ini memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode perkembangan yang lain. Ciri yang menonjol pada masa ini adalah individu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang amat pesat, baik fisik, emosional dan sosial. Nisfianoor&Kartika (2011) menjelaskan bahwa pada masa remaja ini ada beberapa perubahan yang bersifat universal, yaitu meningkatnya emosi, perubahan fisik, perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku, nilai- nilai dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Berikut ini dijelaskan satu persatu dari ciri-ciri perubahan yang terjadi pada masa remaja: a. Perubahan fisik Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek fisiologis, di masa remaja kelenjar hipofesa menjadi masak dan mengeluarkan beberapa hormon, seperti hormon gonotrop yang berfungsi untuk mempercepat kemasakan sel telur dan sperma, serta mempengaruhi produksi hormon kortikortop berfungsi mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosterone, estrogen, dan suprenalis yang mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan pertumbuhan (Monks, 1999). Dampak dari produksi hormon tersebut dijelaskan oleh Atwater (1992) adalah: (1) Ukuran otot bertambah dan semakin kuat. (2) Testosteron menghasilkan sperma dan estrogen memproduksi sel telur sebagai tanda kemasakan. (3) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya payudara, berubahnya suara, ejakulasi pertama, 24 tumbuhnya rambut-rambut halus disekitar kemaluan, ketiak dan wajah. b. Perubahan Emosional. Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa kanak-kanak. Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja umumnya memiliki kondisi emosi yang labil pengalaman emosi yang ekstrem dan selalu merasa mendapatkan tekanan (Hurlock, 1999). Bila pada akhir masa remaja mengeksperesikan mampu emosi menahan secara diri ekstrem untuk dan tidak mampu memgekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan dan dengan cara yang dapat diterima masyarakat, dengan kata lain remaja yang mencapai kematangan emosi akan memberikan reaksi emosi yang stabil (Hurlock, 1999). Nuryoto (1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi pada masa remaja yang ditandai dengan sikap sebagai berikut: (1) tidak bersikap kekanak-kanakan. (2) bersikap rasional. (3) bersikap objektif (4) dapat menerima kritikan orang lain sebagai pedoman untuk bertindak lebih lanjut. (5) bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan. (6) mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi. c. Perubahaan sosial Perubahan fisik dan emosi pada masa remaja juga mengakibatkan perubahan dan perkembangan remaja, Monks, (1999) menyebutkan dua bentuk perkembangan remaja yaitu, memisahkan diri dari orangtua dan menuju ke arah teman sebaya. Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan maksud menemukan jati 25 diri. Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk kelompok dan mengeksperesikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap penampilan dan perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual. Remaja akan memperlihatkan perubahan radikal dari tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan dan dicintai oleh lawan jenis dan kelompoknya. 2.3 Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang, teori-teori dan penelitian terdahulu dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut: Iklim keluarga, pengaruh teman sebaya, hubungan orangtua anak, sosok idola KRISIS Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 26 Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa, terbentuknya identitas diri pada remaja ditinjau berdasarkan bagaimana proses masa krisis yang dilalui oleh remaja dan bagaimana tingkat komitmen yang ditunjukkan oleh remaja terhadap pilihan yang telah ditentukan. Krisis merupakan suatu masa perkembangan identitas di masa remaja memilah-milah alternatif-alternatif peran yang berarti dan tersedia guna membantu mereka dalam menemukan identitas dirinya (Marcia dalam Santrock, 2003). Remaja yang mampu menyelesaikan krisis dengan baik cenderung mudah untuk menemukan identitas diri barunya. Pada masa krisis, remaja cenderung mudah terpengaruh oleh kondisi sekitarnya, seperti suasana dalam keluarga, hubungan baik atau buruk mereka dengan orangtua, teman sepergaulan, serta tokoh idola. Sementara komitmen merupakan bagian dari perkembangan identitas ketika remaja memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang akan mereka lakukan. Ketika remaja telah melewati krisis dengan baik dan menunjukkan kesetiaan yang kuat atas peran baru yang dipilihnya, maka remaja tersebut dikatakan mmemiliki identitas achievement. Selanjutnya, identitas moratorium akan diperoleh apabila remaja cukup dalam melakukan eksplorasi mengenai hal-hal baru namun tidak dikukung oleh komitmen yang kuat atas pilihannya, hal ini diakibatkan oleh remaja yang tidak maksimal dalam memanfaatkan masa krisisnya. Kemudian identitas forclosure merupakan identitas yang dihasilkan oleh remaja yang kurang dalam melakukan eksplorasi, cenderung malas mencari tahu hal-hal baru yang belum diketahuinya secara mendalam, namun remaja akan menunjukkan komitmen yang baik atas pilihannya. Remaja dengan identitas forclosure dalam menetapkan pilihan cenderung karena adanya tuntutan atau paksaan dari pihak lain, orang tua secara umum. 27 Remaja yang sedang dalam masa krisis identitas sangat memerlukan figure yang baik yang dapat dijadikan contoh bagi remaja dan memberi arahan mengenai hal-hal baru yang dibutuhkan remaja. Figure tersebut merupakan orang yang dianggap dekat dengan remaja yang bersangkutan, seperti orang tua atau significant others lainnnya. Dalam konteks remaja yang mendapat binaan di dalam lapas dianggap memiliki status identitas diri yang tidak lebih bila dibandingkan dengan remaja lainnya. Remaja lapas cenderung tidak memiliki kesempatan dalam mengembangkan dirinya, hal ini dipengaruhi ketika remaja belum mendapat binaan di lapas, yaitu saat masih tinggal di lingkungannya sebelumnya. Tidak tercapainya identitas achievement atau moratorium yang seharusnya dimiliki remaja bisa dipengaruhi oleh kurangnya arahan yang diberikan oleh orang tua dan juga sebaliknya,orang tua terlalu menetapkan banyak hal yang harus dilakukan oleh remaja, sehingga remaja tidak memiliki kesempatan untuk mencoba hal-hal baru yang dia inginkan. Hal tersebut akhirnya membuat remaja tidak merasa perlu mencari tahu segala hal yang dia butuhkan, karena semua sudah diatur dan ditetapkan oleh orang tua atau significant others, pengasuhan tersebut akhirnya akan membuat remaja membentuk identitas diri forclosure. Peran orang tua dalam pembentukan identitas diri remaja didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Santrock 2007), yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi identitas diri meliputi adanya pengaruh keluarga, etnis dan budaya serta jenis kelamin. Sebaliknya, orang tua yang terlalu membebaskan anaknya dalam melakukan sesuatu tanpa adanya arahan, akan membuat anak memiliki identitas diffusion. Remaja mencari akhirnya terpengaruh oleh lingkungan teman sebanyanya. Banyak informasi mereka dapatkan dari teman sebaya dan dijadikan pilihannya tanpa mencari 28 tahu sisi postif dan negatif dari informs tersebut. Sementara, dalam perkembangan identitas dirinya, remaja tersebut harus dapat menyaring informasi yang dia terima sehingga informasi tersebut dapat berguna bagi perkembangan dirinya. Remaja yang dapat mencapai identitas achievement merupakan remaja yang banyak melakukan ekplorasi terhadap hal-hal baru bagi dirinya dan dapat memilah apa saja informasi yang patut mereka gali lebih dalam maupun informasi yang tidak berguna. Setelah cukup melakukan eksplorasi, remaja kemudian mampu menentukan informasi baru tersebut menjadi identitas baru yang tepat bagi dirinya dan disertai dengan komitmen yang baik dalam mempertahankan pilihannya tersebut. Identitas achievement merupakan identitas yang dinilai positif. Sementara identitas moratorium diperoleh remaja atas hasil eksplorasi informasi-informasi baru yang cukup baik, namun tidak didukung dengan tingkat komitmen yang seimbang. Remaja dengan identitas ini kurang menunjukkan keteguhan untuk mempertahankan informasi pilihannya, hal ini disebabkan oleh kurang dikuasainya informasi yang telah mereka pilih. Identitas berikutnya adalah forclosure, dalam identitas ini remaja melakukan eksplorasi informasi baru yang tidak maksimal dan pengetahuan mengenai informasi baru tersebut tidak dikuasai dengan baik, remaja cenderung kurang senang mencari informasi. Akan tetapi, setelah remaja menentukan pilihan, remaja akan menunjukkan tingkat kesetiaan/komitmen yang tinggi atas pilihannya tersebut. Identitas yang terakhir adalah diffusion, remaja dengan identitas ini tingkat ekplorasi dan komitmen atas informasi baru sama-sama rendah. Remaja tidak memiliki semangat dalam mencari informasi. 29 Terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi remaja dapat unggul di identitas tertentu, diantaranya adalah aspek pekerjaan, peran jenis kelamin, peran sosial, aspek ideologi politik dan agama. 2.3 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah, status identitas diri remaja (anak didik) di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Pria Tangerang berada pada status identitas Ideologi Forclosure. Status identitas diri remaja (anak didik) di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Pria Tangerang berada pada status identitas Interpersonal Diffusion. 30