BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan
judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan
menguraikan teori mengenai identitas diri pada remaja beserta
kerangka berpikir.
2.1
Pengertian Identitas Diri
Identitas diri adalah identitas konstruksi sosial-psikologis yang
mencerminkan pengaruh sosial melalui proses imitasi dan identifikasi,
kemudian
menghasilkan
sebuah
konstruksi
pribadi
dalam
pembentukannya apa yang penting bagi diri sendiri dan orang lain
(Adams, 1998).
Sementara pengertian lain mengenai identitas diri disebutkan
sebagai kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi
dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri
sebagai suatu kesatuan yang utuh. Menjadi “diri-sendiri” adalah hal
yang terpenting dari identitas (Keliat, 1992).
Selanjutnya Marcia dan Watterman (dalam Yusuf, 2007)
menjelaskan bahwa, identitas diri merujuk pada pengorganisasian atau
pengaturan
dorongan-dorongan,
kemampuan-kemampuan
dan
keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang
meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik
menyangkut pekerjaan, orientasi seksual, dan filsafat hidup.
Gunarsa (1991), mendefinisikan identitas diri secara lebih rinci,
diantaranya sebagai berikut : Identitas dapat diartikan sebagai suatu
inti pribadi yang tetap ada, walaupun mengalami perubahan bertahap
dengan pertambahan usia dan perubahan lingkungan. Identitas dapat
diartikan sebagai cara hidup tertentu yang sudah dibentuk pada masa-
11
12
masa sebelumnya dan menentukan peran sosial manakah yang harus
dijalankan. Identitas merupakan suatu hasil yang diperolehnya pada
masa remaja, akan tetapi tetap masih akan mengalami perubahan dan
pembaharuan. Identitas dialami sebagai suatu kelangsungan di dalam
dirinya dan dalam hubungannya dengan luar dirinya. Identitas
merupakan suatu penyesuaian peran sosial yang pada azasnya
mengalami perubahan.
2.1.1 Identitas Diri
Pembentukan identitas diri pada remaja merupakan masalah
yang penting, karena krisis identitas timbul akibat dari konflik internal
yang berawal dari masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
remaja, maka perlu segera mendapatkan penyelesaian yang baik
dengan mengelola ulang (reorganization) atau membentuk ulang
(restructuring) identitas dirinya (Steinberg, dalam Purwadi, 2004).
Keberhasilan merestrukturisasi identitas diri sebagai sosok individu
remaja akan sangat membantu untuk mengambil peran yang tepat
dalam kehidupannya. Terbentuknya identitas diri pada masa remaja,
akan dapat mengarahkan tingkah laku dan sikap terhadap lingkungan,
berpengaruh pada unjuk kerja dalam melihat serta mentukan pilihan
terhadap alternatif yang muncul.
Menurut Stuart & Sundeen (1998), identitas sering didapat dari
observasi diri seseorang dan dari apa yang kita katakan tentang diri
kita. Selanjutnya
Rumini & Sundari (2004) menjelaskan bahwa,
selama masa remaja, tugas emosional utama adalah perkembangan rasa
diri atau identitas. Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif,
dan sosial pada remaja. Jika remaja tidak dapat memenuhi harapan
dorongan
diri
pribadi
dan
sosial
yang
membantu
mereka
mengidentifikasikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami
kebingungan identitas.
13
Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa
terintegrasi
bukan
terbelah.
Marcia
(dalam
Yusuf,
2007)
menambahkan bahwa ketika individu gagal mengintegrasikan aspekaspek dan pilihan atau merasa tidak mampu untuk memilih, maka
individu tersebut akan mengalami kebingungan (confusion).
Erikson dalam Santrock (2003) juga menjelaskan bahwa
identity confusion atau kebingungan identitas merupakan suatu
kemunduran dalam perspektif waktu, inisiatif, dan kemampuan untuk
mengkoordinasikan perilaku dimasa kini, dengan tujuan di masa
depan. Kebingungan ini dapat ditandai dengan munculnya perasaan
tidak mampu, tidak berdaya, penurunan harga diri, tidak percaya diri
pada individu, dan berakibat pesimis dalam menghadapi masa depan
(Dariyo, 2004).
Berdasarkan
definisi-definisi
identitas
diri
yang
telah
dijabarkan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri
adalah
pengalaman
subyektif
yang
merupakan
kesatuan
dan
berkesinambungan dalam ruang dan waktu yang berisi nilai,
keyakinan, sikap dan ide-ide yang mengarahkan tingkah laku dan
menggambarkan kekuatan, kelemahan, dan keunikan individu dalam
rentang kehidupan.
2.1.2 Faktor yang Mendahului Pembentukan Identitas
Purwadi (2004) menjelaskan terdapat beberapa faktor yang
mendahului dalam pembentukan identitas diri yang dimulai sebelum
individu memasuki masa remaja. Faktor-faktor tersebut diantaranya
adalah :
1. Tingkat identifikasi pada orang tua. Sejak masa kanak-kanak
hingga mencapai masa remaja, orang tua sangat berperan
memberikan arah pembentukan identitas diri remaja, sebab
orang tua adalah lingkungan pertama dan utama bagi anak.
14
Semua sikap dan perilaku orang tua menjadi sumber
identifikasi bagi anak, dan selanjutnya menjadi bagian dari
komponen
pembentuk
identitas
dirinya.
Namun,
pada
kenyataannya tidak semua orang tua dapat menjadi tokoh idola
bagi anak, sehingga dapat dijadikan sumber identifikasi bagi
proses pembentukan identitas diri, ketika anak-anak itu telah
menginjak masa remaja.
2. Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua (significant
others). Pengasuhan orang tua memiliki hubungan yang
signifikan dengan pembentukan identitas diri remaja. Dalam
hal ini, bagaimana orang tua mendidik dan memperlakukan
anak. Hal ini dikarenakan selama dalam masa pengasuhannya,
anak melihat, merasakan, dan menilai semua tindakan
pengasuh.
3. Keluarga termasuk dalam faktor ini sebab, keluarga merupakan
lingkungan pertama anak dan sosok yang paling penting selama
tahun-tahun
formatif
awal
(Hurlock,
1989).
proses
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta pembentukan
identitas dirinya, sangat tergantung pada orang tua. Orang tua
jugalah yang pertama kali memberi fasilitas, termasuk
kesempatan kepada anak untuk memainkan fungsi dan peran
dalam keluarga dan konteks kehidupan yang lebih luas.
4. Harapan sosial tentang identitas seseorang, ikut memberi
kontribusi bagi pembentukan identitas diri remaja. Harapanharapan itu muncul dalam keluarga, sekolah, dan teman
sebayanya. Sehingga setiap individu akan selalu menghadapi
tuntunan-tuntunan
tersebut.
Individu
bergaul
dengan
lingkungannya selalu berhadapan dengan nilai atau kriteria
yang dipandang utama menurut ukuran masyarakat dimana
individu tersebut berbeda. Kriteria tersebut, secara langsung
15
maupun tidak langsung akan membuat individu berusaha untuk
dapat memenuhinya. Setiap individu ingin dipandang oleh
orang-orang sekitar sebagai orang baik, dan memenuhi
tuntunan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, kriteria
tentang keutamaan (baik-buruk) tersebut akan memerikan arah
pada remaja dalam membentuk identitas dirinya.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas
Dalam perkembangan kepribadian terdapat dua faktor yang
berperan (Gunarsa, 1991). Kedua faktor yang dimaksud adalah
identifikasi dan eksperimentasi, dapat dijelaskan bahwa :
1. Identifikasi, identifikasi dapat disamakan dengan peniruan,
akan tetapi bersifat lebih mendalam dan menetap. Dengan
identifikasi yang dimaksud bahwa tingkah laku, pandangan,
pendapat, nilai-nilai norma, minat dan aspek-aspek lain dari
kepribadian seseorang akan diambilnya dan dijadikan bagian
dari kepribadian masing-masing individu.
2. Eksperimentasi, individu yang memasuki masa remaja harus
memperoleh kesempatan untuk melakukan eksperimentasi atau
mencoba beberapa peran sosial sebelum mereka menentukan
peranan sosial yang akan diambilnya untuk masa dewasa,
karena eksperimentasi berkaitan erat dengan peran sosial di
kemudian hari.
2.1.4 Perkembangan Identitas Diri
Identitas diri terus mengalami perkembangan selama kehidupan
manusia, berubah-ubah seiring dengan perjalanan dan dinamika, sesuai
dengan kehidupan yang dialami. Perkembangan dan perubahan
identitas diri terjadi dikarenakan pengaruh pendidikan, budaya, jenis
kelamin, serta lingkungan. Steinberg, (dalam Purwadi, 2004).
16
Perkembangan masa remaja sangat dipengaruhi oleh konteks dimana
remaja itu sendiri berada. Latar belakang lingkungan, sosio-kultur
masyarakat sekitar, maupun latar belakang keluarga (orang tua), akan
ikut memberikan corak dan arah proses perkembangan maupun proses
pembentukan identitas diri remaja yang bersangkutan. Demikian juga,
dimana orang tua, keluarga atau pengasuh remaja itu tinggal (Purwadi,
2004). Misalnya, apakah orang tuanya tinggal di kota atau di desa.
Sebab, diantara desa dengan kota, keduanya memiliki latar belakang
yang berbeda-beda, sehingga masing-masing memberikan kontribusi
berbeda terhadap pembentukan identitas remaja.
Identitas diri juga berkaitan dengan berbagai ragam domain
kehidupan yang terdapat ditengah masyarakat. Marcia (dalam
Santrock, 2005) membedakan domain menjadi dua kelompok, yaitu
domain utama dan domain pelengkap. Domain utama mengungkap
pekerjaan, keyakinan agama, politik, peran jenis, dan domain ekspresi
sosial. Sedang domain-domain pelengkap meliputi minat yang
menyenangkan, hubungan dengan teman, hubungan dengan kekasih,
peran sebagai suami/istri, peran sebagai orang tua, tugas-tugas utama
pada keluarga, dan karir.
Status identitas seseorang pada sesuatu domain akan berbeda
dengan status identitasnya pada domain yang lain. Hal ini disebabkan
adanya kemampuan dan tingkat keberhasilan eksplorasi dan komitmen
seseorang juga berbeda untuk domain satu dengan domain yang lain.
Hal ini sangat wajar karena dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti :
latar belakang keluarga, jenis pekerjaan orang tua, serta pengalaman
yang diperoleh dari pengasuhan orang tua pada masa kanak-kanak
pada masyarakat kota maupun masyarakat desa, hal tersebut akan
dapat mempengaruhi eksplorasi dan komitmennya.
Pengalaman selama hidup dan tinggal bersama orang tua dalam
suasana gaya pengasuhan yang diterapkan, memberikan pengalaman
17
yang bersifat psikologis, kemudian hal tersebut dapat dijadikan
informasi tambahan ketika individu akan menentukan pilihan
alternatif. Dapat juga dijadikan pertimbangan dalam membuat
keputusan, dan memilih alternatif tertentu yang memberikan jaminan
masa depan.
Dengan demikian, sangat mungkin pada domain tertentu ,
eksplorasi dan komitmen berada pada tingkat tertentu (tinggi). Tetapi
pada domain yang lain, eksplorasi dan komitmen dapat lebih tinggi,
atau lebih rendah. Sebagai contoh, untuk domain pekerjaan, seseorang
berada pada status achievement, sedang pada domain agama seseorang
dengan status identitas foreclosure, dan sebagainya (Santrock, 2005).
Tingkat eksplorasi dan komitmen yang dicapai seseorang sangat
dipengaruhi oleh hasil perkembangan yang dicapai pada masa
sebelumnya.
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Identitas
Perkembangan identitas menurut Yusuf (2007) dipengaruhi
oleh tiga faktor utama yaitu iklim keluarga, tokoh idola, dan peluang
pengembangan diri. Ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Iklim keluarga, berkaitan dengan interaksi sosio-emosional
antar anggota keluarga, sikap dan perlakuan orangtua terhadap
anaknya. Apabila hubungan antar anggota keluarga hangat,
harmonis, serta sikap perlakuan orangtua terhadap anak positif
dan penuh kasih sayang, maka remaja akan mampu
mengembangkan identitasnya secara realistik dan stabil,
sehingga terbentuk identitas yang sehat. Sebaliknya, bila dalam
sebuah keluarga dipenuhi konflik, tegang, dan orangtua
bersikap keras kepada anak, maka remaja akan berpotensi
mengalami kegagalan dalam mencapai identitasnya secara
18
matang, mereka akan mengalami kebingungan, konflik bahkan
frustasi.
2. Tokoh idola, orang-orang yang dipersepsikan oleh remaja
sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. Pada
umumnya, seseorang yang menjadi idola remaja berasal dari
kalangan selebritis. Namun ada juga remaja yang menjadikan
tokoh masyarakat, tokoh agama, pejuang atau pahlawan
sebagai tokoh idola mereka.
3. Peluang pengembangan diri, merupakan kesempatan untuk
melihat kedepan dan menguji dirinya dalam setting (adegan)
kehidupan yang beragam. Dalam hal ini, eksperimentasi atau
pengalaman dalam menyampaikan gagasan, penampilan peranperan dan bergaul dengan orang lain (dalam aktivitas yang
positif) sangat penting bagi perkembangan identitasnya.
2.1.6 Dimensi Status Identitas
Marcia melakukan pengembangan teori psikososial yang
dikemukakan
oleh
Erikson
mengenai
status
identitas
diri,
pengembangan teori tersebut kemudian menghasilkan dua dasar
pengembangan status identitas, yaitu krisis (eksplorasi) dan komitmen.
Selanjutnya, definisi krisis (eksplorasi) dan komitmen dijelaskan oleh
Santrock (2003) sebagai berikut:
a. Krisis merupakan suatu periode perkembangan identitas
dimana remaja memilih berbagai macam pilihan-pilihan yang
bermakna, dan kebanyakan peneliti kontemporer menggunakan
istilah ini dengan istilah eksplorasi.
b. Komitmen didefinisikan sebagai bagian dari perkembangan
identitas dimana remaja memperlihatkan suatu tanggung jawab
pribadi terhadap apa yang akan mereka lakukan.
19
Eksplorasi dan komitmen merupakan dimensi identitas yang
dapat digunakan untuk melihat dan mengukur perkembangan status
identitas pada remaja (Santrock, 2005).
Status identitas dapat diramalkan dari hasil tahapan psikososial
sebelumnya, dan dapat digunakan untuk memprediksikan penampilan
tahapan psikososial berikutnya.
Proses pembentukan identitas, merupakan suatu pengalaman
yang sangat peting bagi individu. Proses pembentukan identitas
mencakup perpaduan antara keterampilan, keyakinan, dan identifikasi
pada seluruh masa kanak-kanak yang sesuai dan unik, yang
menjadikan masa dewasa muda akan merasa berhasil dimasa lalu,
sedang dipihak lain, memberikan arah pada masa yang akan datang.
Identitas diri dicapai melalui proses eksplorasi terhadap alternatif yang
ada disekitarnya; dan tingkat komitmen yang dimiliki terdapat
alternatif yang telah dipilih atas dasar hasil eksplorasinya, Santrock
(2005).
Keberhasilan memecahkan masalah pada masa remaja yang
berujung pada pencapaian struktur identitas diri baru di akhir masa
remaja dari akumulasi sejumlah pengalaman-pengalaman baru,
merupakan suatu capaian yang sangat memungkinkan remaja
memperoleh ketenangan. Dengan kata lain remaja telah memperoleh
identitasnya yang sesuai (Achievement Identity). Kondisi ini yang
selanjutnya
akan
menjamin
tercapainya
siklus
M-A-M-A
(Moratorium-Achievement- Moratorium- Achievement) (Santrock,
2005).
2.1.7 Status Identitas Diri
Marcia (dalam Nisfianoor&Valentini, 2006) membagi status
identitas diri menjadi empat, dalam menentukan empat status identitas
tersebut Marcia telah melakukan wawancara semistruktur pada remaja
20
tentang ideologi (menyangkut aspek pekerjaan, agama, filosofi dan
politik) dan interpersonal (menyangkut peran gender, hubungan
dengan lawan jenis, pertemanan, dan hobi). Selanjutnya wawancara
tersebut dinilai berdasarkan dua kriteria, yaitu krisis dan komitmen.
Marcia
(dalam
Papalia,
Old,
dan
Feldman,
2009)
mendefinisikan ideologi sebagai sistem keyakinan. Sementara identitas
interpersonal oleh Marcia (dalam Santrock, 2005) sebagai kemampuan
individu dalam hubungan terhadap individu lain yang berkaitan pada
hubungan pertemanan, peran gender dalam pernikahan, hubungan
dengan lawan jenis (berkencan), dan hubungan dengan individu lain
dalam melakukan kegiatan yang disukai (hobi).
Empat status identitas diri menurut Marcia (dalam Santrock,
2005) diantaranya adalah:
1. Identitas achievement, merupakan status identitas yang
terbentuk pada individu yang berhasil melakukan eksplorasi
yang cukup dan menguasai sejumlah informasi mengenai halhal baru bagi dirinya, remaja mampu membandingkan dengan
rasa senang (sikap positif) berbagai segi positif-negatifnya
masing-masing. Dengan demikian remaja dengan segera
mampu menentukan pilihan informasi mana yang diambil
sebagai komponen pembentuk identitas dirinya. Di sisi lain,
ketika menentukan pilihan, maka remaja pada identitas ini
menunjukkan kesetian atau komitmen yang kuat terhadap
pilihannya, karena remaja tahu bahwa pilihannya itu memang
tepat bagi dirinya.
2. Identitas
moratorium,
merupakan
status
identitas
yang
terbentuk dari hasil eksplorasi yang cukup, akan tetapi tidak
didukung dengan tingkat komitmen yang seimbang. Dari segi
komitmen, remaja dengan identitas ini kurang menunjukkan
keteguhan untuk mempertahankan alternatif yang telah menjadi
21
pilihannya, hal ini bisa disebabkan karena yang bersangkutan
kurang menguasai informasi tentang alternatif yang menjadi
pilihannya. Sehingga tidak tahu tentang apa, bagaimana,
kelebihan dan kekurangan dari pilihannya itu, sehingga
cenderung
mudah
terombang-ambing
oleh
kemunculan
alternatif baru yang berhasil dieksplorasi.
3. Identitas foreclosure, identitas ini terbentuk dari hasil
eksplorasi yang tidak maksimal. Pengetahuan tentang berbagai
alternatif tidak dikuasai dengan baik, bahkan individu dengan
status identitas ini cenderung kurang senang mencari informasi.
Pilihan-pilihan dibuat tanpa didukung dengan pemahaman yang
lengkap tentang kelebihan dan kelemahan secara obyektif dan
proporsional. Akan tetapi individu ini setelah menentukan
pilihan, remaja menunjukkan tingkat komitmen yang sangat
kuat atas pilihannya sehingga remaja tidak mudah tergoyahkan
oleh kemunculan alternatif baru. Hal ini sangat mungkin karena
yang
bersangkutan
tidak
begitu
suka
untuk
mencari
pengetahuan tentang alternatif baru.
4. Identitas diffusion, identitas yang terbentuk pada individu baik
eksplorasi maupun komitmen dengan tingkat yang sama-sama
rendah. Individu dengan identitas ini tidak memiliki semangat
untuk menggali informasi yang diperlukan untuk membentuk
identitas dirinya, sehingga tidak mampu membandingkan
antara alternatif pilihan satu dengan yang lain, pada akhirnya
remaja juga akan mengalami kesulitan ketika harus membuat
keputusan dengan cepat. Pada bagian lain individu dengan
identitas ini tidak memiliki kekuatan untuk mempertahankan
apa yang menjadi pilihannya, karena tidak tahu mengapa dan
bagaimana
remaja
memilih
alternatif
tersebut.
Dengan
demikian, individu ini menjadi sangat mudah berubah haluan,
22
mengganti pilihan jika ada pengaruh yang datang padanya,
terlebih jika pengaruh itu datang dari orang yang dihormati atau
penting bagi dirinya, seperti orang tua, tokoh lain yang banyak
berperan dalam hidupnya.
2.2 Remaja
2.2.1
Definisi Remaja
WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih
bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologis, dan
sosial ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara
lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
a.
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
b.
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c.
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang
penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Monks (dalam
Nisfianoor&Kartika, 2004) memberikan batasan usia masa remaja
adalah masa diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa
remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun
masa remaja akhir.
Senada
dengan
pendapat
Suryabrata
(dalam
Nisfianoor&Kartika, 2004) membagi masa remaja menjadi tiga, masa
remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun dan
masa remaja akhir 18-21 tahun. Berbeda dengan pendapat Hurlock
(dalam Nisfianoor&Kartika, 2004) yang membagi masa remaja
menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal 13-16 tahun, sedangkan
masa remaja akhir 17-18 tahun.
23
2.2.2 Ciri-ciri Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang
dialami oleh setiap individu, sebagai masa transisi dari masa kanakkanak menuju masa dewasa. Masa ini memiliki ciri-ciri tertentu yang
membedakan dengan periode perkembangan yang lain. Ciri yang
menonjol pada masa ini adalah individu mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang amat pesat, baik fisik, emosional dan sosial.
Nisfianoor&Kartika (2011) menjelaskan bahwa pada masa remaja ini
ada beberapa perubahan yang bersifat universal, yaitu meningkatnya
emosi, perubahan fisik, perubahan terhadap minat dan peran,
perubahan pola perilaku, nilai- nilai dan sikap ambivalen terhadap
setiap perubahan. Berikut ini dijelaskan satu persatu dari ciri-ciri
perubahan yang terjadi pada masa remaja:
a.
Perubahan fisik
Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek
fisiologis, di masa remaja kelenjar hipofesa menjadi masak dan
mengeluarkan beberapa hormon, seperti hormon gonotrop yang
berfungsi untuk mempercepat kemasakan sel telur dan sperma, serta
mempengaruhi produksi hormon kortikortop berfungsi mempengaruhi
kelenjar suprenalis, testosterone, estrogen, dan suprenalis yang
mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan
pertumbuhan (Monks, 1999). Dampak dari produksi hormon tersebut
dijelaskan oleh Atwater (1992) adalah:
(1) Ukuran otot bertambah dan semakin kuat.
(2)
Testosteron
menghasilkan
sperma
dan
estrogen
memproduksi sel telur sebagai tanda kemasakan.
(3)
Munculnya
tanda-tanda
kelamin
sekunder
seperti
membesarnya payudara, berubahnya suara, ejakulasi pertama,
24
tumbuhnya rambut-rambut halus disekitar kemaluan, ketiak dan
wajah.
b.
Perubahan Emosional.
Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada
masa kanak-kanak. Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu,
ingin tahu, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang. Perbedaan
terletak
pada
rangsangan
yang
membangkitkan
emosi
dan
pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja umumnya
memiliki kondisi emosi yang labil pengalaman emosi yang ekstrem
dan selalu merasa mendapatkan tekanan (Hurlock, 1999). Bila pada
akhir
masa
remaja
mengeksperesikan
mampu
emosi
menahan
secara
diri
ekstrem
untuk
dan
tidak
mampu
memgekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan
kondisi lingkungan dan dengan cara yang dapat diterima masyarakat,
dengan kata lain remaja yang mencapai kematangan emosi akan
memberikan reaksi emosi yang stabil (Hurlock, 1999). Nuryoto
(1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi pada masa remaja
yang ditandai dengan sikap sebagai berikut: (1) tidak bersikap
kekanak-kanakan. (2) bersikap rasional. (3) bersikap objektif (4) dapat
menerima kritikan orang lain sebagai pedoman untuk bertindak lebih
lanjut. (5) bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan. (6)
mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi.
c.
Perubahaan sosial
Perubahan
fisik
dan
emosi
pada
masa
remaja
juga
mengakibatkan perubahan dan perkembangan remaja, Monks, (1999)
menyebutkan dua bentuk perkembangan remaja yaitu, memisahkan diri
dari orangtua dan menuju ke arah teman sebaya. Remaja berusaha
melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan maksud menemukan jati
25
diri. Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan berkumpul
bersama teman sebayanya dengan membentuk kelompok dan
mengeksperesikan segala potensi yang dimiliki. Kondisi ini membuat
remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap
penampilan dan perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah
hubungan heteroseksual. Remaja akan memperlihatkan perubahan
radikal dari tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai.
Remaja ingin diterima, diperhatikan dan dicintai oleh lawan jenis dan
kelompoknya.
2.3
Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang, teori-teori dan penelitian terdahulu
dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Iklim keluarga, pengaruh teman sebaya, hubungan
orangtua anak, sosok idola
KRISIS
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
26
Berdasarkan
gambar
diatas,
dapat
dijelaskan
bahwa,
terbentuknya identitas diri pada remaja ditinjau berdasarkan bagaimana
proses masa krisis yang dilalui oleh remaja dan bagaimana tingkat
komitmen yang ditunjukkan oleh remaja terhadap pilihan yang telah
ditentukan.
Krisis merupakan suatu masa perkembangan identitas di masa
remaja memilah-milah alternatif-alternatif peran yang berarti dan
tersedia guna membantu mereka dalam menemukan identitas dirinya
(Marcia dalam Santrock, 2003). Remaja yang mampu menyelesaikan
krisis dengan baik cenderung mudah untuk menemukan identitas diri
barunya. Pada masa krisis, remaja cenderung mudah terpengaruh oleh
kondisi sekitarnya, seperti suasana dalam keluarga, hubungan baik atau
buruk mereka dengan orangtua, teman sepergaulan, serta tokoh idola.
Sementara komitmen merupakan bagian dari perkembangan identitas
ketika remaja memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap
apa yang akan mereka lakukan.
Ketika remaja telah melewati krisis dengan baik dan
menunjukkan kesetiaan yang kuat atas peran baru yang dipilihnya,
maka remaja tersebut dikatakan mmemiliki identitas achievement.
Selanjutnya, identitas moratorium akan diperoleh apabila remaja cukup
dalam melakukan eksplorasi mengenai hal-hal baru namun tidak
dikukung oleh komitmen yang kuat atas pilihannya, hal ini diakibatkan
oleh remaja yang tidak maksimal dalam memanfaatkan masa krisisnya.
Kemudian identitas forclosure merupakan identitas yang dihasilkan
oleh remaja yang kurang dalam melakukan eksplorasi, cenderung
malas mencari tahu hal-hal baru yang belum diketahuinya secara
mendalam, namun remaja akan menunjukkan komitmen yang baik atas
pilihannya. Remaja dengan identitas forclosure dalam menetapkan
pilihan cenderung karena adanya tuntutan atau paksaan dari pihak lain,
orang tua secara umum.
27
Remaja yang sedang dalam masa krisis identitas sangat
memerlukan figure yang baik yang dapat dijadikan contoh bagi remaja
dan memberi arahan mengenai hal-hal baru yang dibutuhkan remaja.
Figure tersebut merupakan orang yang dianggap dekat dengan remaja
yang bersangkutan, seperti orang tua atau significant others lainnnya.
Dalam konteks remaja yang mendapat binaan di dalam lapas
dianggap memiliki status identitas diri yang tidak lebih bila
dibandingkan dengan remaja lainnya. Remaja lapas cenderung tidak
memiliki kesempatan dalam mengembangkan dirinya, hal ini
dipengaruhi ketika remaja belum mendapat binaan di lapas, yaitu saat
masih tinggal di lingkungannya sebelumnya.
Tidak tercapainya identitas achievement atau moratorium yang
seharusnya dimiliki remaja bisa dipengaruhi oleh kurangnya arahan
yang diberikan oleh orang tua dan juga sebaliknya,orang tua terlalu
menetapkan banyak hal yang harus dilakukan oleh remaja, sehingga
remaja tidak memiliki kesempatan untuk mencoba hal-hal baru yang
dia inginkan. Hal tersebut akhirnya membuat remaja tidak merasa
perlu mencari tahu segala hal yang dia butuhkan, karena semua sudah
diatur dan ditetapkan oleh orang tua atau significant others,
pengasuhan tersebut akhirnya akan membuat remaja membentuk
identitas diri forclosure.
Peran orang tua dalam pembentukan identitas diri remaja
didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Santrock 2007),
yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi identitas diri meliputi adanya
pengaruh keluarga, etnis dan budaya serta jenis kelamin.
Sebaliknya, orang tua yang terlalu membebaskan anaknya
dalam melakukan sesuatu tanpa adanya arahan, akan membuat anak
memiliki identitas diffusion. Remaja mencari akhirnya terpengaruh
oleh lingkungan teman sebanyanya. Banyak informasi mereka
dapatkan dari teman sebaya dan dijadikan pilihannya tanpa mencari
28
tahu sisi postif dan negatif dari informs tersebut. Sementara, dalam
perkembangan identitas dirinya, remaja tersebut harus dapat menyaring
informasi yang dia terima sehingga informasi tersebut dapat berguna
bagi perkembangan dirinya.
Remaja yang dapat mencapai identitas achievement merupakan
remaja yang banyak melakukan ekplorasi terhadap hal-hal baru bagi
dirinya dan dapat memilah apa saja informasi yang patut mereka gali
lebih dalam maupun informasi yang tidak berguna. Setelah cukup
melakukan eksplorasi, remaja kemudian mampu menentukan informasi
baru tersebut menjadi identitas baru yang tepat bagi dirinya dan
disertai dengan komitmen yang baik dalam mempertahankan
pilihannya tersebut. Identitas achievement merupakan identitas yang
dinilai positif.
Sementara identitas moratorium diperoleh remaja atas hasil
eksplorasi informasi-informasi baru yang cukup baik, namun tidak
didukung dengan tingkat komitmen yang seimbang. Remaja dengan
identitas ini kurang menunjukkan keteguhan untuk mempertahankan
informasi pilihannya, hal ini disebabkan oleh kurang dikuasainya
informasi yang telah mereka pilih.
Identitas berikutnya adalah forclosure, dalam identitas ini
remaja melakukan eksplorasi informasi baru yang tidak maksimal dan
pengetahuan mengenai informasi baru tersebut tidak dikuasai dengan
baik, remaja cenderung kurang senang mencari informasi. Akan tetapi,
setelah remaja menentukan pilihan, remaja akan menunjukkan tingkat
kesetiaan/komitmen yang tinggi atas pilihannya tersebut.
Identitas yang terakhir adalah diffusion, remaja dengan identitas
ini tingkat ekplorasi dan komitmen atas informasi baru sama-sama
rendah. Remaja tidak memiliki semangat dalam mencari informasi.
29
Terdapat beberapa aspek yang dapat mempengaruhi remaja
dapat unggul di identitas tertentu, diantaranya adalah aspek pekerjaan,
peran jenis kelamin, peran sosial, aspek ideologi politik dan agama.
2.3 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah, status
identitas diri remaja (anak didik) di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Anak Pria Tangerang
berada pada status identitas Ideologi
Forclosure.
Status identitas diri remaja (anak didik) di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Anak Pria Tangerang berada pada status
identitas Interpersonal Diffusion.
30
Download