ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN (SUATU KAJIAN TEORITIK DAN BERBAGAI PERMASALAHANNYA) OLEH I NYOMAN NATAJAYA PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GENESHA SINGARAJA 1 2012 PRAKATA Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waca Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan penu-lisan buku ajar dengan judul Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan (Suatu Kajian Teoretik dan Berbagai Permasalahannya) dapat dislesaikan tepat sesuai dengan jadwal waktu yang direncanakan. Buku ajar ini adalah sebagai salah satu produk dari pelaksanaan penelitian pengembangan perangkat pembelajaran pada Program Pascasarjana Undiksha Singaraja dalam rangka untuk mendukung perkuliahan mata kuliah Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan pada Program Studi S2 Administrasi Pendidikan. Buku ajar ini dapat diselesaikan sudah tentunya tidak dapat dilepaskan dari bantuan berbagai pihak terutama Direktur Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha yang berkenan membiayai penelitian dan penulisan buku ajar ini. Lembaga Penelitian Undiksha Singaraja yang berkenan memfasilitasi secara administrasi pelaksanaan penelitian dan penulisan buku ajar ini. Demikian juga pihak-pihak lain yang telah membantu mencer-mati, mengkritisi dan memberikan saran yang diperlukan, sehingga penelitian dan penulisan buku ajar ini dapat dilaksanakan dan selesai tepat sesuai dengan waktu yang direncanakan. Melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih. Kami menyadari bahwa buku ajar sebagai produk dalam penelitian pengembangan ini masih ada kekurangannya, oleh karena itu tegur sapa, masukkan dan koreksi dari berbagai pihak terutama yang memiliki perhatian terhadap laporan penelitian dan buku ajar ini masih tetap kami harapkan demi untuk menambah kesempurnaannya. 2 Singaraja, Nopember 2012 Peneliti, DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i PRAKATA .......................................................................................................................... ii DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii BAB. I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 A. Rasional Penulisan Buku ............................................................................. 1 B. Standar Kompetensi .................................................................................... 4 BAB. II HAKEKAT PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN .................................. 5 A. B. C. D. E. F. G. H. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ............................... 5 Pengertian Pengendalian Mutu Pendidikan ....................................... 11 Sejarah Pengendalian Mutu Pendidikan ........................................... 11 Tujuan Pengendalian Mutu Pendidikan............................................. 16 Basis Pengendalian Mutu Pendidikan ............................................... 18 Prinsip-prinsip Pengendalian Mutu Pendidikan ................................ 19 Rangkuman ........................................................................................ 20 Evaluasi ............................................................................................. 21 BAB. III SISTEM PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN ............................ 22 A. B. C. D. E. F. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannnya ............................ 22 Pengendalian sebagai Sistem Sibernetika .......................................... 22 Pengendalian sebagai Sistem Umpan Muka dan Umpanbalik .......... 23 Pengendalian sebagai Sitem Informasi pada Waktu Kejadian …...… 25 Rangkuman ……………………………….………………………… 26 Evaluasi ……………………………………...……………...…….. 26 BAB. IV PROSES PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN ..........………….. 27 A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya .............................. 27 B. Syarat-syarat Pengendalian Mutu Pendidikan ................................... 27 C. Titik-titik Kritis dalam Pengendalian Mutu Pendidikan ................... 34 3 D. Tahap-tahap Pengendalian Mutu Pendidikan .................................... 1. Menetapkan Standar .................................................................... 2. Mengukur Prestasi kerja ............................................................. 3. Menetapkan Prestasi Kerja yang Sesuai dengan Standar ............ 4. Membetulkan penyimpangan ..................................................... E. Rangkuman ...................................................................................... F. Evaluasi ............................................................................................ 39 39 40 41 41 42 43 BAB. V MUTU PENDIDIKAN ........................................................................... 44 A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ............................. 44 B. Pengertian Mutu Pendidikan .............................................................. 44 C. Komponen Input Sebagai Faktor Pendukung Mutu Pendidikan ...... 49 D. Komponen Proses Sebagai Faktor Pendukung Mutu Pendidikan .... 54 E. Komponen Produk Sebagai Hasil Pendidikan ................................... 56 F. Rangkuman ........................................................................................ 57 G. Evaluasi ............................................................................................. 57 BAB. VI STANDAR MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA ........................... 58 A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya .............................. 58 Standar isi Pendidikan ........................................................................ 59 Standar Proses Pembelajaran ............................................................ 63 Standar Kompetensi Lulusan ............................................................ 64 Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan ....................... 65 Standar Sarana Prasarana Pendidikan .............................................. 68 Standar Pengelola Pendidikan ......................................................... 69 Standar Biaya Pendidikan ................................................................. 71 Standar Penilaian Pendidikan .......................................................... 73 Rangkuman ........................................................................................ 74 Evaluasi ........................................................................................... 75 BAB. VII. MANAJEMEN MUTU TERPADU DAN SEKOLAH EFEKTIF ........ 76 A. B. C. D. E. F. G. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ............................. 76 Konsep Sekolah Efektif .................................................................. 76 Karakteristik dan Indikator Sekolah Efektif .................................. 80 Manajemen Mutu Trepadu dan Sekolah Efektif ............................. 97 Strategi dalam Mengimplementasikan Manajemen Mutu Terpadu . 106 Rangkuman ....................................................................................... 108 Evaluasi ........................................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 110 4 BAB. I PENDAHULUAN A. Rasional Penulisan Buku Program studi yang dibina di lingkungan program pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja terdiri dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Studi Administrasi Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Studi Pendidikan Dasar, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Program Studi Pendidikan Matematika. Semua program studi yang ada dan dikelola di lingkungan Undiksha ini memiliki visi, misi dan tujuan masing-masing. Program Studi Adminsitrasi Pendidikan misalnya memiliki visi menjadikan Program Studi Administrasi Pendidikan memiliki kualitas yang unggul dan andal dalam pengembangan sumberdaya manusia, dapat mengikuti tantangan dan tuntutan kemajuan pembangunan pendidikan nasional, dan kompetitif dalam perkembangan dunia global. Misi Program Studi Administrasi Pendidikan adalah pertama menyelenggarakan program pendidikan yang menyiapkan tenaga ahli dalam bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen), calon kepala sekolah dari tingkat SD sampai pada SMTA, calon pengawas dari tingkat SD sampai pada tingkat SMTA, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menyelenggarakan penelitian dalam bidang pendidikan utamanya dalam bidang administrasi pendidikan dalam arti yang luas, dan yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Kemudian tujuan dari Program Studi Admi- 5 nistrasi Pendidikan adalah pertama menghasilkan lulusan sebagai tenaga ahli dalam bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen) dalam Administrasi Pendidikan, calon kepala sekolah tingkat SD sampai SMTA, pengawas dari tingkat SD sampai SMTA, tenaga ahli perecanaan, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menghasilkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan humaniora yang menunjang pengembangan ilmu kependidikan, dan pelaksanaan tugas profesi tenaga pendidikan (Dosen), utamanya dalam bidang administrasi pendidikan dalam arti yang yang luas, serta yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan umumnya dan bidang manajemen pendidikan pada khususnya, dan masalahmasalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Pada saat sekarang ini di tahun 2012 terungkap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Program Pascasarjana Program S2 Undiksha Singaraja, khususnya Program Studi Administrasi Pendidikan, seperti masa studi mahasiswa adalah berkisar antara lima sampai dengan tujuh semester. Demikian pula IPK komulatif yang dicapai oleh para lulusan berkisar antara 3,00 sampai dengan 3, 55. Dilihat dari masa studi dan IPK yang dicapai mahasiswa menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan pada program Pascasarjana di Undiksha belum terlaksana secara maksimal. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penyelenggaraan pendidikan pada Program Pascasarjana Undiksha belum dapat dilaksanakan secara maksimal, diantaranya adalah fasilitas yang mendukung perkuliahan seperti buku literatur yang tersedia baik di perpustakaan umum di Undiksha maupun di perpustakaan Program Pascasajana masih terbatas dan kurang lengkap. Keterbatasan pasilitas buku-buku di perpustakaan ini 6 terungkap dalam laporan dan temuan penelitian Trecer Study yang dilakukan oleh tim dosen Program Pascasajana di Undiksha terhadap lulusan Program Pascasarjana yang dilakukan secara berturut-turut dalam waktu dua tahun terakhir ini yaitu tahun 2010 dan tahun 2011 (Koyan, dkk. 2010, 2011). Keterbatasan dan kelangkaan buku-buku literatur tersebut lebih diperparah dengan mahalnya harga buku, sulitnya dan sangat jarang dapat ditemukan di toko-toko buku sehingga sulit dapat dicari dan dibeli untuk dimiliki bagi para mahasiswa. Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh mahasiswa program Pascasarjana pada saat ini adalah bahwa sebagian besar inputnya berasal dari guru-guru mulai dari guru SD, SMTP, dan SMTA yang tersebar di seluruh pulau Bali. Untuk mengakses semua guru yang akan melanjutkan studi lanjut, maka perkuliahan untuk mahasiswa program pascasarjana tersebut dikonsentrasikan di dua kampus yaitu kampus Singaraja, dan kampus Pegok Denpasar. Di sisi yang lain pada saat sekarang ini teknologi imformasi komunikasi begitu pesat perkembangannya dan sangat canggih. Lebih dari itu teknologi imformasi komunikasi sudah dikembangkan dalam penyelengagaran pendidikan jarak jauh pada beberapa jenjang pendidikan dan dapat berhasil dengan baik. Untuk mengatasi permasalahan kelangkaan buku-buku yang mendukung kelancaran perkulihan mahasiswa yang berlokasi pada dua lokasi yang cukup berjauhan yaitu di kampus Singaraja dan kampus Pegok Denpasar, maka perlu dilakukan penelitian pengembangan dengan mengangkat judul ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan, Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan, Supervisi Pendidikan, dan Problematika pendidikan Berbasis E-Learning” 7 Jadi dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan menghasilkan produk paling tidak empat buah buku yang diharapkan dapat mendukung materi perkuliahan dalam mata kuliah: (1) Analisis pengembangan sumberdaya pendidikan, (2) Analisis pengendalian mutu pendidikan, (3) Supervisi pendidikan, dan (4) Problematika pendidikkan dengan berbagai keterbatasannya yang dapat mengatasi kelangkaan ketersediaan buku-buku literatur, dan secara teknis ada peluang untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berbasis E-Learning. Jadi tujuan utama penulisan buku ini adalah pembangunan perangkat lunak (software) yang akan dipasang pada portal web e-learning Program Pascasarjana Undiksha untuk menyediakan sumber belajar alternatif kepada mahasiswa khususnya untuk mendukung materi mata kuliah Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan. B. Standar Kompetensi Melalui mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan, wawasan, pemahaman terhadap berbagai konsep dan teori tentang Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan, serta mampu mengaplikasikannya dalam memecahkan berbagai masalah dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. 8 BAB. II HAKEKAT PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami pengertian pengendalian dalam Dapat menyebutkan salah satu pengertian pendidikan. pengendalian. Memahami sejarah pengendalian sebagai Dapat menjelaskan sejarah pengendalian fungsi manajemen sebagai fungsi manajemen. Memahami hambatan penerapan total qua- Dapat menjelaskan hambatan penerapan lity management dalam bidang pendidikan. total quality management dalam bidang pendidikan. Memhami hubungan basis pengendalian Dapat menjelaskan hubungan basis pe- dengan strategi pengendalian. ngendalian dengan strategi pengendalian Memahami prinsip-prinsip pengendalian. Dapat menjelaskan prinsip-prinsip pengendalian B. Pengertian Pengendalian Mutu Pendidikan Pendidikan di sekolah merupakan salah satu dari tri pusat pendidikan, di samping pendidikan dalam keluarga dan pendidikan dalam masyarakat (Dewantara. 1977). Pendidikan di sekolah merupakan suatu sistem pendidikan yang dilakukan dan diorganisasikan secara formal. Sekolah sebagai organisasi pendidikan merupakan suatu sistem yang sangat kompleks, di dalamnya terdiri dari berbagai komponen yang mempunyai tugas dan 9 fungsi secara sendiri-sendiri maupun saling berkaitan satu sama lainnya, dan berproses dalam rangka mencapai tujuannya. Untuk dapat berfungsi dan berprosesnya berbagai komponen sekolah tersebut secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan, maka berbagai fungsi manajemen dalam lembaga pendidikan sekolah supaya dilakukan secara benar. Fungsi-fungsi manajemen yang dimaksudkan diantaranya adalah fungsi perencanaan, pengorgasian, komunikasi, pengarahan, kepemimpinan, pengendalian, pengawasan, evaluasi, monitoring, dan berbagai fungsi yang lainnya. Pengendalian seperti fungsi manajemen perencanaan, pengorganisasian, penganggaran, kepemipinan, koordinasi dan fungsi yang lainnya merupakan fungsi manajemen yang sangat vital. Fungsi pengendalian dalam organisasi mempunyai peranan penting untuk dapat memastikan berbagai pelaksanaan operasi secara teratur dan akuntabilitas tindakan terhadap suatu keberlangsungan hidup dan pertumbuhan suatu organisasi. Pengendalian dalam manjemen adalah merupakan suatu konsep yang telah berevolusi dari waktu ke waktu, mulai penekanan pada kekuatan, kemudian diikuti dengan suatu penekanan pada perilaku, dan akhirnya penekanan pada multidimensional. Dalam manajemen pengendalian manajemen diberikan pengertian yang bermacam-macam. Pengendalian manajemen diberikan pengertian sebagai suatu proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut (Usman. 2006). Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa pengendalian manajemen adalah suatu proses untuk memastikan bahwa aktifitas sebenarnya sesuai dengan aktifitas yang direncanakan (Stoner. dkk. 1996). Stoner, dkk lebih lanjut dengan mengutip pendapat dari Robert J. Mockler juga 10 menyatakan bahwa pengendalian adalah suatu usaha yang sistematis untuk menetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu, untuk menetapkan apakah ada devisi dan untuk mengukur signifikansinya, serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa semua sumberdaya perusahaan untuk digunakan dengan cara yang efektif dan seefisien mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan. Kemudian pengendalian sebagai proses mengukur dan mengkoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan, bahwa tujuan organisasi disemua tingkat dan rencana yang didesain untuk mencapainya sedang dilaksanakan (Koontz, dkk.1984., Pidarta.1988., Winardi.1990., Suadi. 2001). Demikian juga ada yang menguraikan bahwa pengendalian mutu pada dasarnya merupakan suatu proses untuk mendapatkan umpan balik dalam rangka meningkatkan pengelolaan mutu, efisiensi, efektivitas, pemerataan, dan relevansi pendidikan. Proses pengendalian ini dilakukan dalam tindakan perencanaan, dalam pelaksanaan, dan dalam evaluasi (Antony, Dearden, dan Berford.1989). Begitu penting dan vitalnya pengendalian tersebut tidak saja diyakini sebagai salah satu fungsi manajemen dalam suatu orgnisasi, tetapi eksestensi pengendalian dalam bidang pendidikan khususnya di Indonesia tampaknya juga mempunyai landasan hukum yang sangat kuat, karena memang sudah diatur dalam peraturan dan perundang-undang yang berlaku, yaitu dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, di dalam undang-undang ini diatur bahwa evaluasi pendidikan terdiri dari kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan. Kemudian Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 18, 19 tentang Standar Kompetensi Pendidikan Tinggi. Pasal 45 11 Tentang Pengendalian Mutu, kemudian PP Tentang Pendidikan Tinggi yang mengatur tentang pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan. Demikian juga dalam kerangka pembangunan perguruan tinggi jangka panjang 2003-2010 yang menekankan pentingnya kualitas, yang didasarkan atas aspek otonomi, akuntabilitas, evaluasi. GAMBAR 2.1 BAGAN FUNGSI MANAJEMEN Fungsi Manajamen Perencanaan Pengorganisasaian Penggerakan Bidang Manusia Uang Fasilitas Material Produktifitas Pendidikan (Sekolah) Pengendalian Kepemimpinan Komunikasi Motivasi Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan manusia yang dikendalikan dalam suatu oraganisasi seperti sekolah tersebut adalah kepala sekolah, guru, konselor, laboran, pustakawan, tenaga administratif, beserta fungsi, kewenangan, tanggungjawab, kewajiban, hak, kemudian rencana dan program, ketentuan-ketentuan untuk menjalankan tugas, pengendalian, dan kesan positif yang ditanamkan oleh kepala sekolah kepada warga sekolah. Uang atau faktor biaya dalam bidang pendidikan meliputi biaya investasi, yang meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap, (2) biaya personal, meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, dan (3) biaya operasi, meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependi- 12 dikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomukasi, pemeliharaan sarana prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Kemudian material yang dimaksudkan adalah berupa lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Kemudian fasilitas berupa berbagai peralatan pendidikan yang meliputi mulai kurikulum, buku dan sumber belajar lainnya, media pendidikan, bahan habis pakai, serta perlengkapan lainnya termasuk mesin-mesin, teknologi komputer, radio, televisi, mobil, metode-metode khususnya metode pembelajaran, yaitu cara-cara, tenik dan strategi yang dikembangkan oleh sekolah yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan pada beberapa pengertian dari pengendalian tersebut maka sesungguhnya dapat dipahami bahwa pengendalian tersebut memiliki manfaat sebagai berikut: (1) pengendalian digunakan untuk menstandarisasi ferformansi agar meningkatkan efisiensi dan memperkecil biaya, termasuk diantaranya adalah studi waktu dan gerak, inspeksi, prosedur yang tertulis atau jawal produksi, (2) pengendalian digunakan untuk mengamankan aktiva perusahaan dari pencurian, pemborosan dan penyalahgunaan, pengendalian yang demikian secara tipikal akan menekankan pembagian tanggungjawab, 13 pemisahan operasional, aktivitas dan penyimpanan dan sistem otorisasi dan catatan yang memadai, (3) pengendalian digunakan untuk menstandarisasi mutu agar memenuhi spesifikasi, baik pelanggan, cetak biru, inspeksi dan pengendalian mutu statistikal, melambangkan tolak ukur yang digunakan untuk memelihara integritas produk yang dipasarkan oleh organisasi, (4) pengendalian dirancang untuk menentukan batasan yang ada didalamnya terdapat wewenang yang didelegasi yang dapat dijalankan tanpa persetujuan manajemen puncak, (5) pengendalian digunakan untuk mengukur performa ”on-the-job”. Pengendalian demikian yang tipikal adalah laporan khusus keluaran perjam, perkaryawan, pemeriksaan item, anggaran dan biaya standar, (6) pengendalian digunakan untuk perencanaan dan operasi pemerograman. Pengendalian yang demikian termasuk penjualan dan ramalan penjualan, anggaran berbagai standar biaya, dan standar pengukuran kerja, (7) pengendalian yang diperlukan untuk memungkinkan manajemen puncak mempertahankan berbagai macam rencana perusahaan dan program dalam keseimbangan, pengendalian yang demikian tipikal adalah anggaran induk, manual kebijakan, manual organisasi dan teknik organisasi, seperti komite/panitia dan penggunaan konsultan luar. Kebutuhan untuk pengendalian demikian akan memberikan modal yang diperlukan untuk operasi sekarang dan jangka panjang untuk memaksimalkan laba, dan (8) pengendalian yang didesain untuk memotivasi individual dalam suatu oragnisasi untuk mengkontribusi usaha mereka yang terbaik. Pengendalian demikian perlu mencakup cara-cara mengakui pencapaian melalui hal-hal seperti promosi, hadiah untuk usulan, atau beberapa bentuk pembagian laba (Tunggal. 1993). Tampaknya pengendalian mutu dalam bidang pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah khususnya departemen pendidikan pada saat sekarang ini tidak lain keber- 14 manfaatannya adalah dalam rangka untuk dapat terciptanya suatu standarisasi ferformansi dalam bidang pendidikan yang didukung oleh suatu sistem yang efisien, mengamankan penyelengaraan pendidikan dari pemborosan dan penyalahgunaan tanggungjawab, menjaga mutu agar memenuhi spesifikasi sesuai dengan tolak ukur yang digunakan untuk memelihara integritas produk pendidikan, untuk menentukan batasan wewenang yang dapat didelegasikan dan dijalankan tanpa persetujuan manajemen puncak, untuk perencanaan dan operasi pemerograman anggaran berbagai standar biaya, dan standar pengukuran kerja, untuk memungkinkan manajemen puncak mempertahankan berbagai macam rencana program, memberikan biaya yang diperlukan untuk operasi sekarang dan jangka panjang dalam memaksimalkan pencapaian tujuan pendidikan, dan untuk memotivasi individual agar mereka menjadi yang terbaik dalam melaksanakan tugasnya sebagai karayawan melalui hal-hal seperti promosi, dan kompensasi kesejahteraan yang lainnya. C. Sejarah Pengendalian Mutu Pendidikan Menurut Garvin dalam Nasution (2001) menjelaskan bahwa mutu sebagai suatu konsep sudah dikenal sejak lama, namun kemunculannya sebagai salah satu fungsi manajemen baru muncul pada akhir-akhir belakangan ini. Garvin membagi pendekatan modern terhadap kualitas ke dalam empat era kualitas, yaitu inspeksi, pengendalian kualitas secara statistik, jaminan kualitas, dan manajemen kualitas strategik. Inspeksi, pendekatan inspeksi ini mulai diterapkan pada permulaan abad 19. Pengendalian kualitas mencakup beberapa model yang seragam dari suatu produk untuk mengukur kinerja sesungguhnya. Keseragaman seperti itu dimungkinkan pada manufakturing yang dilengkapi dengan pengembangan peralatan yang dirancang untuk menjamin operasi mesin-mesin agar menghasilkan bagian-bagian yang identik sehingga dapat 15 saling menggantikan. Inspeksi terhadap output dapat dilakukan secara langsung maupun dengan bantuan alat tertentu dirancang untuk mengukur output fisik dibandingkan dengan standar yang seragam. Sejak awal abad 20, kegiatan inspeksi dikaitkan secara lebih formal dengan pengendalian mutu, di mana mutu itu sendiri dipandang sebagai fungsi manajemen yang berbeda. Pengendalian kualitas secara statistik, gerakan kualitas yang menggunakan pendekatan ilmiah untuk pertama kalinya pada tahun 1931 dengan dipublikasikannya karya WA Schewart seorang peneliti kualitas dari Belll Telephone Laboratories. Ia menyatakan bahwa variabelitas merupakan suatu kenyataan dalam industri dan hal ini dapat dipahami dengan menggunakan prinsip probabilitas dan statistik. Kontribusi utamanya adalah bagan pengendalian proses untuk merencanakan nilai produksi guna menentukan apakah nilai tersebut masuk dalam rentang yang dikehendaki. Dua rekan Shewhart mengembangkan teknik statistik untuk melakukan sampling sejumlah item yang terbatas di setiap kelompok produksi sasarannya adalah untuk melakukan trade-off antar biaya tinggi akibat inspeksi 100 % dan resiko dari salah satu keadaan: (1) menerima suatu kelompok produksi yang sesungguhnya terdiri atas item-item yang rusak dalam prosentase tinggi, atau (2) menolak suatu kelompok produksi yang sesungguhnya memenuhi standar kualitas. Perbaikan dalam skala besar terhadap teknik statistik dilakukan selama masa perang dunia II untuk mempercepat produksi dan penyerahan perbekalan meliter untuk menghindari inspeksi yang membuang waktu, tenaga dan biaya. Jaminan kualitas, dalam era ini terdapat pengembangan empat konsep baru yang penting mengenai jaminan kualitas, yaitu biaya kualitas, pengendalian kualitas terpadu, reliability engineering, dan zero defects. Biaya kualitas merupakan istilah yang dicipta- 16 kan oleh Joseph M. Juran untuk menjawab pertanyaan seberapa besar kualitas dirasa cukup. Menurut Juran biaya untuk mencapai tingkat kualitas tertentu dapat dibagi menjadi biaya yang dapat dihindari dan biaya yang tidak dapat dihindari. Biaya yang tidak dapat dihindari adalah biaya yang dikaitkan dengan inspeksi dan pengendalian kualitas yang dirancang untuk mencegah terjadinya kerusakan. Biaya yang dapat dihindari adalah biaya kegagalan produk, meliputi bahan baku yang rusak, jam kerja yang dipergunakan untuk pengerjaan ulang dan perbaikan, pemerosesan keluhan, dan kerugian finansial akibat pelanggan yang kecewa. Implikasi dari pandangan Juran ini adalah bahwa pengeluaran tambahan untuk perbaikan kualitas dapat dibenarkan selama biaya kegagalan masih tinggi. Pengendalian kualitas terpadu merupakan pemikiran Armand Feigenbaum yang dikemukakan pada tahun 1956. Armand Feigenbaum menyatakan bahwa pengendalian harus dimulai dari perancangan produk dan berakhir hanya jika produk telah sampai ke tangan pelanggan yang puas. Prinsip utamanya adalah mutu merupakan pekerjaan setiap orang. Ia menyatakan bahwa kegiatan kualitas dapat dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu: pengendalian rancangan baru, pengendalian bahan baku yang baru datang, pengendalian productshop floor. Sistem kualitas saat ini juga memasukkan pengembangn produk baru, seleksi pemasuk, dan pelayanan pelanggan. Reliability engineering atau rekayasa keandalan muncul pada dekade 1950 an yang didorong oleh kebutuhan angkatan bersenjata Amerika untuk memiliki peralatan elektornik dan senjata udara yang dapat diandalkan, bekerja dengan baik, serta menghindari kebutuhan untuk penggantian suku cadang yang mahal. Zero defects (tidak boleh ada yang salah) pertama kali dimunculkan oleh Martin Company pada tahun 1962. Konsep ini timbul karena kebutuhan pelanggan 17 meliter akan produks yang tidak hanya bekerja baik saat pertama kali, tetapi juga diserahkan tepat waktu. Konsep zero defect lebih dipusatkan pada harapan menajemen dan hubungan antar pribadi daripada keterampilan rekayasa. Tujuan utamanya adalah mengharapkan kesempurnaan pada saat pertama dan fokusnya adalah indentifikasi masalah pada sumbernya dengan perhatian khusus untuk mengkoreksi penyebab umum kesalahan karyawan, seperti kurang pengetahuan, fasilitas yang kurang tepat, dan kurangnya perhatian, kesadaran, dan motivasi karyawan. Menurut konsep zero defects kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dapat diatasi dengan menggunakan teknik-teknik pelatihan modern, kesalahan karena kurangnya fasilitas dapat diatasi dengan survei pabrik dan peralatan secara periodik, sedangkan kesalahan yang disebabkan karena kurangnya perhatian adalah merupakan kesalahan yang paling sulit dideteksi. Oleh karena itu perlu diatasi dengan program zero defects. Era ketiga manajemen kualitas ini menandai titik balik yang menentukan. Konsep ini menaruh perhatian utama pada pelanggan dan inisiatif karyawan sebagai masukkan penting bagi program peningkatan kualitas. Gerakan manajemen kualitas dengan penekanan pada karyawan muncul bersamaan dengan pemikiran baru manajemen sumberdaya manusia. Berbagai konsep seperti teori Y dan Scanlon plan, mendorong manajer untuk menawarkan wewenang yang lebih besar kepada karyawan, seperti halnya zero defect yang berfokus pada motivasi dan inisiatif karyawan. Total quality management dimulai dari studi yang dilakukan oleh F. W. Taylor yang dikenal dengan bapak manajemen ilmiah. Pada dekade 1920 an. Aspek yang paling penting dalam manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan. Dengan adanya pemisahan tugas telah menimbulkan peningkatan yang 18 besar dalam produktifitas. Sebenarnya konsep pembagian tugas tersebut telah menyisihkan konsep lama mengenai keahlian atau keterampilan, dimana individu yang sangat terampil melakukan semua pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Manajemen ilmiah mengatasi hal ini dengan membuat perencanaan tugas manajemen dan tugas tenaga kerja. Untuk mempertahankan kualitas produks dan jasa yang dihasilkan, maka dibentuklah departemen kualitas yang terpisah. Bersamaan dengan adanya peningkatan kompleksitas dari manufakturing kualitas juga menjadi hal yang semakin sulit, dan mendorong timbulnya quality engineering 1920 an, reliability engineering 1950 an. Quality engineering kemudian mendorong timbulnya penggunaan metode-metode statistik dalam pengendalian mutu, yang mengarah pada konsep control chart dan statistical process control. Kedua konsep terakhir inilah kemudian merupakan aspek dasar dari total quality management. Gerakan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan tampaknya masih relatif baru, masih sedikit buku yang memuat referensi tentang ini, beberapa upaya reorganisasi dengan konsep kerja total quality management telah dilaksanakan pada beberapa universitas di Amerika dan beberapa universitas di Inggris, bahkan pada tahun 1990 an di kedua negara tersebut sangat berkembang pesat dan gagasan-gagasan mutu tersebut terus menerus diteliti dan diimplementasi pada sekolah-sekolah. Namun demikian jika penelitian-penelitian total quality management di dunia pendidikan terutama pada program-program studi bisnis dan program MBA di Amerika dan Inggris terjadi kesenjangan kebutuhan industri terhadap pengajaran dan penelitian total quality management dibandingkan dengan kurikulum program-program bisnis. Jadi ada semacam kesenjangan dalam beberpa pendidikan di Inggris untuk menerapkan metodelogi dan 19 bahasa manjemen industri. Hal inilah yang kemungkinannya menyebabkan jauh pendidikan dari visi gerakkan mutu. Beberapa pelaku pendidikan tidak suka menarik analogi antara proses pendidikan dan penciptaan produk-produk industri (Sallis. 2010). Pada saat sekarang telah berkembang insiatif yang baru menempatkan guru dalam industri dan kerjasama antara pendidikan dan bisnis telah membuat hubungan semakin dekat dan membuat konsep-konsep industri semakin dapat diterima dalam dunia pendidikan. D. Tujuan Pengendalian Mutu Pendidikan Pengendalian manajemen sebagai salah satu fungsi dari manajemen mempunyai tujuan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Ada beberapa pendapat yang menjelaskan tentang tujuan dari pengendalian tersebut. Ada pendapat yang menyatakan bahwa tujuan pokok pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana proses dan hasil produk atau jasa yang dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan prusahaan (Prawirosentono. 2004). Pendapat yang lainnya menyatakan bahwa tujuan pengendalian mutu adalah: (1) menghentikan dan meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan, (2) mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan, (3) mendapat cara-cara yang lebih baik untuk pemberian yang telah baik, (4) menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas organisasi, (5) meningkatkan kelancaran operasi organisasi, (6) meningkatkan organisasi kinerja, (7) memberikan opini atas kinerja organisasi, (8) mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja yang ada, dan (9) menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih (Usman. 20060). Kemudian pendapat yang lainnya menyatakan bahwa pengendalian dilakukan agar: (1) perilaku personalia 20 organisasi mengarah pada tujuan organisasi, bukan semata-mata ke tujuan individual mereka masing-masing, ini tidak berarti meniadakan tujuan-tujuan invidual membuat manusia menjadi robot, melainkan mengusahakan agar tujuan individual tidak merugikan organisasi. Perilaku yang memadukan tujuan individual dengan tujuan organisasi disebut perilaku organisasi, (2) agar tidak terjadi penyimpangan yang berarti antara rencana dengan pelaksanaan perencanaan tersebut (Pidarta. 2004). Penyimpangan antara perencanaan dengan penyimpangan sangat mungkin terjadi kalau tidak ada atau tidak ada pengendalian. Sudah menjadi kodrat manusia bahwa mereka pada umumnya tidak dapat bertahan lama bekerja dengan baik dan mencapai hasil kerja yang baik sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Jarang manusia yang berbakti secara sungguh-sungguh terhadap tugasnya, oleh karena itulah dibutuhkan kontrol atau pengendalian agar pelaksanaannya tidak menyimpang secara berarti dari rencananya. Demikian sesungguhnya tujuan pengendalian tersebut memiliki dua sasaran, yaitu individu sebagai orangorang yang memperoses input menjadi ouput dan output organisasi itu sendiri. Demikian juga ada pendapat lainnya yang menyatakan bahwa tujuan pengendalian adalah: untuk mengarahkan beragam aktifitas perencanaan sumberdaya manusia dan mengidentifikasi penyimpangannya dari rencana beserta sebab-sebabnya (Simamora. 2004), untuk menjamin agar semua peraturan dan perintah organisasi ditaati dan diikuti (Etzioni. 1985). Jadi tampaknya dari beberapa tujuan pengendalian manajemen tersebut pada dasarnya semuanya menyebutkan bahwa pengendalian manajemen tersebut sangat penting untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi apakah organisasi tersebut berupa perusahaan, industri ataupun organisasi pendidikan. E. Basis Pengendalian Mutu Pendidikan 21 Menurut Tunggal (1993) pengendalian didasarkan pada beberapa bentuk kukuatan. Setiap bentuk kekuatan menentukan dan mempengaruhi strategi pengendalian. Disebutkan oleh Tunggal ada 6 jenis kekuatan, yaitu; (1) reward power adalah pola persepsi yang dipegang seseorang atau kelompok bahwa orang lain atau kelompok lain mempunyai kemampuan untuk memberikan ganjaran yang bervariasi untuk performa yang berbeda, (2) coercipe power adalah didasarkan pada persepsi yang dipegang sesorang atau sekelompok orang, bahwa orang lain atau kelompok lain mempunyai kemampuan untuk memberikan hukuman, (3) legitimate power adalah didasarkan pada persepsi yang dipegang orang atau kelompok orang bahwa orang lain atau kelompok lain mrmpunyai hak untuk mempengaruhi tindakan yang terlebih dahulu, (4) referent power adalah pola persepsi yang dipegang seseorang atau kelompok orang bahwa orang lain atau kelompok lain mempunyai harus diidentifikasi dengan meniru tindakan, gaya dan kepercayaan yang terakhir, (5) expert power adalah pola persepsi yang dipegang seseorang atau kelompok orang bahwa orang lain atau kelompok lain harus diidentifikasi karena pengetahuan dan keahlian yang terakhir, (6) integration of power yaitu suatu hasil dari penggunaan dalam setiap organisasi dari semua tipe kekuatan reward power, coercipe power, legitimate power, referent power, expert power, dan integration of power. Dalam kenyataannya setiap jenis adalah efektif hanya dalam situasi khusus, artinya bahwa dalam suatu sistem manajemen yang organik akan cocok dengan perusahaan yang akan beroperasi di lingkungan pemasaran yang berubah, dan sistem yang mekanis cocok untuk perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan pemasaran yang relatif stabil. Sebab itu dalam suatu sistem manajemen organik yang dicirikan oleh perubahan yang lebih sering dari posisi dan peranan kurang struktur hiarkhis dan lebih 22 dinamis saling mempengaruhi antar berbagi fungsi dari suatu organisasi untuk berhubungan dengan kondisi yang tidak stabil dan berubah expert power atau reward power mungkin cocok. Meskipun demikian dalam suatu sistem manajemen yang mekanistik untuk perusahaan yang beroperasi dalam suatu lingkungan yang relatif stabil dan dengan daya rutin, coercipe power dan legitimate power mungkin lebih dominan. Demikian pula halnya dengan organisasi dalam bidang pendidikan tampaknya dalam sistem manjemennya lebih mekanik dan beroperasi pada lingkungan yang relatif stabil dan dengan daya yang rutin maka mungkin cocok juga expert power, reward power dan legitimate power digunakan sebagai basis pengendalian manajemennya. F. Prinsip-prinsip Pengendalian Mutu Pendidikan Menurut Pidarta (2004) ada beberapa prinsip yang dipegang oleh seorang manajer untuk dapat dilaksanakannya pengendalian secara efektif. Prinsip-prinsip tersebut adalah: (1) tertuju kepada strategi kunci sasaran yang menentukan keberhasilan, (2) kontrol harus menggunakan umpan balik sebagai bahan revisi dalam mencapai tujuan, (3) harus fleksibel dan responsif terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan, (4 ) cocok dengan organisasi pendidikan misalnya adalah organisasi sebagai sistem terbuka, (5) merupakan kontrol diri sendiri, (6) bersifat langsung yaitu pelaksanaan kontrol di tempat pekerja, (7) memperhatikan hakekat manusia dalam mengontrol para petugas pendidikan. Untuk lebih efektifnya pelaksanaan pengendalian disamping prinsip-prinsip pengendalian yang harus dipegang lebih dari itu soeorang menajer harus menerapkan apa yang disebut setrategi manjemen. Startegi yang dimaksudkan adalah: (1) pengendalian hendaknya diterjemahkan kedalam peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan yang dibuat secara bersam-sama oleh manajer, (2) desain organisasi harus jelas, strukturnya 23 yang jelas, deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas, agar setiap anggotanya merasa tidak tumpang tindih, (3) unit personalia harus berfungsi dengan baik. Ini dapat dilakukan dimulai dengan prosedur seleksi yang baik sesuai dengan kebutuhan, menempatkan karyawan sesuai dengan bidangnya dan kompetensi masing-masing (4) memiliki dan memberi hadiah, kemajuan pekerjaan karyawan perlu dinilai dan dihargai secara berkala dan bagi yang berprestasi perlu diberikan penghargaan serta motivasi kerja karyawan yang tetap dijaga, (5) anggaran belanja, setiap unit perlu memiliki anggarananggaran serta prioritas-prioritas yang berkaitan dengan sistem penganggaran, dan (6) pemakaian teknik yang tepat, yang dimaksudkan di sini adalah apabila proses pengendalian tersebut melakukan pengendalian terhadap peralatan atau mesin-mesin maka perlu menggunakn teknik umpan balik yang tertutup. Demikian juga pengendalian dapat menggunakan teknik informasi dengan memanfaatkan data informasi sebagai bahan mengadakan perbaikan. G. Rangkuman Pengendalian mutu pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses untuk mendapatkan umpan balik dalam rangka meningkatkan pengelolaan mutu, efisiensi, efiktivitas, pemerataan, dan relevansi pendidikan. Proses pengendalian ini dilakukan dalam tindakan perencanaan, dalam pelaksanaan, dan dalam evaluasi. Begitu penting dan vitalnya pengendalian tersebut tidak saja diyakinkan sebagai salah satu fungsi manjemen dalam suatu oragnisasi, tetapi eksestensi pengendalian dalam bidang pendidikan tampaknya juga mempunyai landasan hukum yang sangat kuat, karena memang sudah diatur dalam peraturan dan perundang-undanga yang berlaku, yaitu dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, di dalam undang-undang ini diatur bahwa evaluasi 24 pendidikan terdiri dari kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan. Kemudian Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 18, 19 tentang Standar Kompetensi Pendidikan Tinggi. Pasal 45 Tentang Pengendalian Mutu, kemudian PP Tentang Pendidikan Tinggi yang mengatur tentang pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan. Demikian juga dalam kerangka pembangunan perguruan tinggi jangka panjang 2003-2010 yang menekankan pentingnya kualitas, yang didasarkan atas aspek otonomi, akuntabilitas, dan evaluasi. Untuk dapat pengendalian terlaksanakan dengan efektif maka pengendalian harus dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip-prinsip dan strategi yang tepat sesuai dengan organisasinya. H. Evaluasi 1. Sebutkan salah satu pengertian pengendalian. 2. Jelaskan sejarah pengendalian sebagai fungsi manajemen. 3. Jelaskan hambatan penerapan total quality management dalam bidang pendidikan. 4. Jelaskan hubungan basis pengendalian dengan strategi pengendalian. 5. Jelaskan prinsip-prinsip pengendalian. BAB. III 25 SISTEM PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami pengendalian sebagai sistem Dapat menjelaskan pengendalian sebagai sibernetika sistem sibernetika Memahami pengendalian sebagai sistem Dapat menjelaskan pengendalian sebagai umpan muka, dan umpan balik sistem umpan muka, dan umpan balik Memahami pengendalian sebagai infor- Dapat menjelaskan pengendalian sebagai masi pada waktu kejadian informasi pada waktu kejadian B. Pengendalian sebagai sistem sibernetika Pengendalian dalam manajemen pada pokoknya merupakan proses dasar yang sama seperti yang terdapat dalam sistem kimia, fisika, biologi, dan sosial. Wiener seperti yang dikutip oleh Koontz dkk (1984) menyebutkan bahwa komunikasi atau transfer informasi dan pengendalian terjadi dalam banyak sistem yang disebutnya dengan kibernetika. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam semua sistem kibernetika akan terjadi pengawasan terhadap dirinya sendiri dengan umpan balik informasi yang mengungkapkan kekeliruan dalam pencapaian tujuan dan memprakarsai dilakukan tindakan untuk perbaikan atau pembetulan. Dengan kata lain, bahwa sistem kibernetika menggunakan beberapa energinya untuk mengumpan balik informasi yang membandingkan prestasi kerja dengan standar. Proses-proses ini terjadi dalam sistem kerja mesin, demikian juga pada badan manusia dalam mengendalikan suhu, tekanan darah, sistem elektrik dalam pengaturan voltase, dan lain-lain. 26 Pengendalian kibernetika ini dalam batas-batas tertentu sebenarnya bisa dilakukan dalam pengendalian sistem pendidikan baik secara makro, maupun secara mikro di sekolah oleh pimpinan ataupun oleh suatu unit yang ditugaskan untuk mengendalikan mutu pendidikan, oleh karena pendidikan pada tingkat persekolahan dan peguruan tinggi pada dasarnya merupakan sistem. Sistem yang dimaksudkan kalau mengikuti alur berpikir dalam manajemen peningkatan mutu terdiri dari: (1) kontek, (2) input, (3) proses, (4) out put, dan (5) out come. Semua komponen ini merupakan suatu kompleksitas yang terdiri dari beberapa indikator yang saling berhubungan dan ketergantungan, kait berkait, dan berproses untuk mencapai tujuan pendidikan yang bemutu, yang kemudian dalam model pengendalian mutu pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi secara initernal semua komponen sistem tersebut seharusnya dibuatkan standar-standar oleh masing-masing sekolah dan perguruan tinggi yang ditetapkan dalam Rencana Setrategi Pengembangannya, dalam rencana operasional lima tahunnya, dan rencana satu tahunnya. Dengan demikian kalau terjadi gejala aktivitas kinerja dalam proses pelaksanaan pendidikan yang tidak sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan, maka dengan segera akan dapat diketahui, dan lebih lanjut akan segera pula dapat dilakukan perbaikkannya. D. Pengendalian sebagai sistem umpan muka, dan umpan balik Dalam pengendalian sebagai sistem umpan muka cukup baik dalam memonitor in put ke dalam proses untuk memastikan input adalah sesuai dengan rencana. Jika input yang mencakup instrumental input seperti kebijakan pendidikan, program pendidikan, kurikulum, personil pimpinan, dosen, pegawai administrasi, sarana fasilitas, media, dan mungkin juga biaya, row input seperti kondisi mahasiswa seperti; intelek, fisik dan 27 kesehatannya, sikap sosial, peer group, dan environmental input seperti lingkungan kampus, lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga sosial tidak sesuai, maka input atau prosesnya perlu dilakukan perubahan untuk memastikan bahwa tujuan pendidikan yang berupa lulusan dilihat dari aspek; pengetahuan, kepribadian, dan perfomasi tersebut dapat dicapai. Demikian pula sebaliknya sistem umpan balik mengukur output suatu proses yang berupa lulusan dilihat dari aspek pengetahuan, kepribadian dan ferformasinya apabila rendah dan tidak sesuai standar-standar yang telah dietapkan sebelumnya, maka berdasarkan atas output tersebut akan dapat untuk mengumpan tindakan koreksi ke dalam proses apakah dalam pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi, ekstrakurikuler, pengelolaan dan bahkan untuk mengkoreksi input untuk memperoleh output yang dikehendaki. Nilai output yang dikehendaki (standar) Input Proses output Umpan muka Umpan balik D. Pengendalian sebagai informasi pada waktu kejadian 28 Pengendalian sebagai informasi pada waktu kejadian, dengan menggunakan dan melalui teknik tertentu berbagai data dapat dikumpulkan dalam saat kejadian yang sedang berlangsung, untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan, proses dan prosedur telah berjalan dengan baik, sesuai dengan ketentuan atau dengan rencana. Pimpinan atau manajer dapat melakukan pengendalian dengan melakukan observasi secara langsung pada saat bawahannya yang sedang melakukan tugasnya. Dengan demikian apabila seorang bawahannya tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka segera pula akan dapat diketahui dan pada saat itu pula akan bisa dilakukan perbaikan. Dari beberapa konsep pengendalian tersebut pada dasarnya semuanya menyimpulkan bahwa dengan dilaksanakannya pengendalian tersebut penjaminan mutu akan dapat dilakukan atau diwujudkan dalam arti proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaaan secara konsisten berkelanjutan sehingga semua stakeholder mendapat kepuasaan. Menemukan penyimpangan Membandingkan prestasi kerja yang menimbulkan penyimpangan Menganalisis sebab-sebab kepincangan Rencana tindakan koreksi Pengukuran prestasi kerja yang sesungguhnya Pelaksanaan tindakan koreksi E. Rangkumam 29 Prestasi kerja sesungguhnya Prestasi kerja yang dikehendaki Pengendalian mutu pada dasarnya merupakan suatu proses untuk mendapatkan umpan balik dalam rangka meningkatkan pengelolaan mutu, efisiensi, efiktivitas, pemerataan, dan relevansi pendidikan. Proses pengendalian ini dilakukan dalam tindakan perencanaan, dalam pelaksanaan, dan dalam evaluasi. Begitu penting dan vitalnya pengendalian tersebut bagi suatu organisasi, dan pengendalian tersebut dilihat dalam melakukan proses koreksi dan membetulkan berbagai penyimpangan yang terjadi dikenal dengan sistem sibernetika, sistem pengendalian umpan muka dan umpan balik, dan sebagai sistem imfomasi pada waktu kejadian. F. Evaluasi 1. Jelaskan pengendalian sebagai sistem sibernetika 2. Jelaskan pengendalian sebagai sistem umpan muka, dan umpan balik 3. Jelaskan pengendalian sebagai informasi pada waktu kejadian BAB. IV PROSES PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN 30 A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami syarat-syarat pengendalian Dapat menjelaskan syarat-syarat pengenda- manajemen mutu. lian manjemen mutu. Memahmai titik-titik kritis dalam pengen- Dapat menjelaskan titik kritis dalam mana- dalian manajemen mutu jemen pengendalian mutu. Memahami tahap-tahapan pelaksanan pe- Dapat menjelaskan tahap-tahapan pengen- ngendalian manjemen mutu. dalian manjemen mutu. B. Syarat-syarat Pengendalian Pendidikan Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang manajer agar dapat merecanakan suatu sistem pengendalian yang efektif. Dalam sistem pengendalian manajemen sebenarnya banyak orang terlebih dahulu justru memusatkan dan memperhatikan terhadap teknik dan sistem pengendalian tanpa terlebih dahulu memastikan bahwa apakah dua persyaratan tersebut telah dipenuhi. Kedua persyaratan yang dimaksudkan adalah bahwa suatu pengendalian manajemen memerlukan perencanaan yang baik dan membutuhkan suatu struktur organisasi yang jelas (Koontz, dkk. 1984). Jelaslah kiranya bahwa sebelum pengendalian dapat dipergunakan atau disusun sistemnya, pengendalian manajemen harus berdasarkan pada perencanaan yang baik, lebih lengkap, dan lebih terpadu akan dapat meningkatkan efektifitas pengendalian manajemen. Secara sederhana dapat dipahami dan dijelaskan bahwa tidak akan ada kemungkinan bagi manajer untuk memastikan bahwa unit oragnisasinya sedang melaksa- 31 nakan apa yang diinginkan dan yang diharapkannya, kecuali apabila manajer tersebut telah mengetahui terlebih dahulu yang diharapkan menjadi tujuan organisasi. Pengendalian manajemen merupakan sisi lain dari perencanaan. Pada awalnya manajerlah yang merencanakan, kemudian rencana tersebut dijadikan standar yang dipergunakan untuk sebagai tolak ukur bagi kegiatan-kegiatan yang diinginkan. Kenyataan yang sederhana ini dalam perakteknya mengandung berbagai arti. Salah satu diantaranya adalah bahwa semua teknik pengendalian yang bermanfaat, pertama-tama adalah teknik perencanaan. Arti yang lainnya adalah akan sia-sia saja untuk mendesain pengendalian tanpa meneliti lebih dahulu perencanaan untuk mengetahui baik tidaknya rencana itu dibuat. Gambaran yang paling jelas mengenai hal ini adalah dalam soal merencanakan suatu anggaran. Anggaran diidentifikasi sebagai sebuah perencanaan yang diutarakan dengan angka-angka. Untuk menganggap anggaran semata-mata sebagai suatu bentuk pengendalian saja akan menjadikannya tidak mempunyai arti sama sekali dan tidak efektif. Meskipun demikian sampai sekarang beberapa badan usaha dan instansi pemerintah serta organisasi-organisasi lain masih tetap dan malah banyak menganggap anggaran mempunyai fungsi seperti itu. Persyaratan lainnya seperti yang telah disebut terdahulu bahwa pengendalian memerlukan struktur suatu organissai yang jelas. Karena tujuan pengendalian adalah untuk mengukur aktivitas dan mengambil tindakan guna menjamin bahwa rencananya sedang dilaksanakan maka manajer tersebut harus mengetahui siapakah dalam perusahaan yang bertanggungjawab atas terjadinya penyimpangan dari rencana tadi dan yang harus mengambil tindakan untuk membetulkannya. Aktifitas pengendalian dilakukan melalui orang-orang. Akan tetapi dapat diketahui siapakan yang akan bertanggungjawab 32 atas terjadinya penyimpangan dan tindakan koreksi yang perlu dilakukan, kecuali apabila tanggungjawab dalam organisasi itu dinyatakan dengan jelas dan terperinci. Oleh karena itu maka prasyarat yang penting untuk pengendalian adalah adanya struktur organisasi yang jelas seperti halnya dalam perencanaan, makin jelas makin lengkap dan makin bersatu-padunya struktur tersebut, makin besar pula efektifitas pengendaliannya. Oleh karena itu dalam dunia pendidikan khususnya di sekolah perlu memiliki suatu perencanaan yang jelas. Demikian pula yang dimaksud bisa perencanaan tersebut bisa berupa perencanaan jangka panjang, perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka pendek yang dikenal perencanaan tahunan sehingga dengan demikian akan lebih mudah dapat dievaluasi apakah tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan tersebut sudah dapat dicapai apa belum. Demikian pula struktur aliran dan alur tugas dan wewenang yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara satu unit dengan unit yang lainnya. Dengan demikian tidak akan terjadi atau menimbulkan banyak frustrasi di kalangan manajer, sebab apabila seorang manajer mengetahui adanya sesuatu yang tidak beres dalam perusahaan pada salah satu bagian atau salah satu departemennya, namun tidak mengetahui dengan pasti siapakah yang seharusnya bertanggungjawab atas ketidak beresan itu. Jika biayanya tertalu tinggi, suatu kontrak terlambat datangnya atau persediaan sudah melampoi tingkat yang diinginkan, sedangkan manajer tidak mengetahui siapakah yang harus bertanggungjawab atas terjadinya penyimpanganpenyimpangan itu, maka mereka yang bertugas melaksanakan operasi tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengatasi situasi tersebut. Dalam sebuah perusahaan misalnya dilaporkan bahwa persediaan sudah melampoi berjuta-juta dolar di atas tingkat yang dianggap layak. Ketika dilakukan pengusutan siapakah yang bertangungjawab atas perencanaan penye- 33 diaan dan pengendaliannya, ternyata bahwa tidak ada seorangpun selain direktur perusahaan itu sendiri yang memikul tanggungjawab tersebut, akan tetapi karena harus melaksanakan kewajiban lainnya yang mendesak, dia tidak dapat menangani sendiri pengendalian atas persediaan tersebut. Di sisi yang lain Koontz, dkk. ( 1984) juga menjelaskan bahwa persyaratan suatu pengendalian untuk dapat memadai dan memuaskan dalam proses perjalanannya, maka harus memenuhi persyaratan khusus diantaranya adalah: (1) pengendalian harus disesuaikan dengan rencana dan kedudukan. Semua teknik dan sistem pengendalian harus dirancang untuk mencerminkan perencanaan yang harus diikuti. Tiap-tiap rencana dan tiap jenis serta tahap kegiatannya mempunyai ciri-ciri yang khas, yang harus diketahui oleh manajer, ia harus mendapat semua informasi yang memberitahukan kepadanya tentang perkembangan rencana yang menjadi tanggungjawabnya. Sebab infomasi perkembangan rencana tentang pemasaran akan berbeda dengan rencana yang dibutuhkan untuk mencek rencana produksi. Dengan cara yang sama, pengendalian harus menyesuaikan dengan posisi atau kedudukan, apa yang mencukupi bagi direktur yang bertanggungjawab atas produksi, tentunya tidak cocok bagi pengawas toko, artinya pengendalian untuk departemen penjualan berbeda dengan departemen keuangan, dan berbeda pula dengan departemen pembelian. Demikian pula perusahaan yang lebih kecil akan membutuhkan sistem pengendalian yang berbeda dengan perusahan yang besar. Dengan demikian semakin pengendalian tersebut didesain untuk mencerminkan sifat dan struktur yang khas dari perencanaan akan makin efektif. (2) pengendalian harus cocok dengan individu manajer dan kepribadiannya. Pengendalian harus disesuaikan dengan kepribadian individu 34 manajer. Sistem pengendalian dan informasi ditujukan untuk membantu manajer dalam melaksanakan fungsi pengendaliannya. Jika sistem tersebut tidak merupakan jenis yang dapat atau mau dipahami oleh manajer, maka sistem itu tidak ada gunanya. Dalam kedua hal ini maka laporan tersebut tidak dipahami. Dan apa yang tidak dapat dipahami oleh individu tidak akan dipecaya, dan apa yang tidak dipercayainya tidak akan digunakannya. (3) pengendalian harus dapat mununjukkan pengecualian atau penyimpangan pada titik kritis. Salah satu cara yang paling penting untuk membuat agar pengendalian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien ialah dengan memastikan, bahwa pengendalian tersebut telah didesain sedemikian rupa sehingga dapat menunjuklan penyimpangan. Dengan kata lain dengan memusatkan perhatian terhadap penyimpangan dari prestasi kerja yang direncanakan, pengendalian didasarkan pada prinsip penyimpangan yang berlaku sepanjang masa, memungkinkan para manajer untuk menemukan tempat yang memerlukan perhatian mereka dan memang seharusnya diberikan. Akan tetapi tidak cukup hanya memperhatikan penyimpangan saja. Beberpa penyimpangan dari standar tidak mempunyai arti yang begitu penting, tetapi ada penyimpangan lain yang besar sekali artinya. Penyimpangan-penyimpangan kecil di tempat-tempat tertentu mungkin lebih penting daripada penyimpangan-penyimpangan yang lebih besar di tempat yang lain. Seorang manajer akan merasa cemas apabila biaya tenaga kantor menyimpang 5 % dari anggaran, tetapi akan tidak memperdulikannya harga perangkat naik sebesar 20 %. (4) pengendalian harus bersifat obyektip. Bidang manajemen banyak mengandung unsurunsur yang subyektif. Akan tetapi seorang bawahan yang melaksanakan tugasnya dengan baik, secara ideal tidak boleh dijadikan sebagai sasaran untuk mengambil keputusan yang subyektif. Jika pengendalian bersifat subyektif maka kepribadian manajer atau bawahan- 35 nya dapat mempengaruhi penilaian yang tidak tepat mengenai prestasi kerja. Orang akan memberi alasan untuk menghilangkan pengendalian yang obyektif atas prestasi kerja mereka, terutama jika standar dan ukurannya ditetapkan berdasarkan perkembangan terakhir melalui peninjauan kembali secara periodik. Hal ini mungkin dapat diusahakan dengan mengatakan bahwa pengendalian yang terbaik membutuhkan standar yang obtyektif, akurat dan yang cocok. (5) pengendalian harus mudah disesuaikan. Pengendalian harus tetap dapat dilaksanakan sekalipun telah dilakukan perubahan dalam perencanaan, terjadi keadaan yang tidak terduga, atau terjadi kesalahan yang mendadak. Program rencana manajerial yang rumit dapat menemui kegagalan dalam keadaan tertentu. Sistem pengendalian harus dapat melaporkan kegagalan semacam itu dan harus mengandung unsur-unsur yang cukup luwes untuk mempertahankan terus dilaksanakannya pengendalian manjerial atas operasi organisasi sekalipun telah terjadi kesalahan tersebut. Dengan kata lain pengendalian harus tetap berfungsi efektif, (6) sistem pengendalian harus cocok dengan suasana organisasi. Agar dapat berfungsi efektif tiaptiap sistem atau teknik pengendalian harus cocok dengan suasana organisasi. Jika sistem pengendalian yang ketat ingin diterapkan dalam suatu organisasi, dimana aparat karyawannya sebelumnya mempunyai kebebasan dan partisipasi yang besar, hal ini akan berlawanan sekali dengan suasana organisasi itu, sehingga pasti menemui kegagalan. Di lain pihak apabila pengawas hanya sedikit saja memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk turut serta dalam pengambilan keputusan maka sukar sekali untuk menerapkan sistem pengendalian yang umum dan yang lunak. Orang-orang yang hanya sedikit mempunyai keinginan untuk turut serta, mungkin sekali akan menghendaki agar ditetapkan standar dan pengukuran yang jelas serta diberitahukan apa yang harus mereka 36 lakukan. (6) pengendalian harus murah dan ekonomis. Pengendalian harus sepadan dengan biaya. Meskipun syarat tersebut sederhana akan tetapi dalam kenyataannya kerapkali sulit, karena manajer mungkin akan menghadapi kesulitan untuk mengetahui berapa besarnya manfaat suatu sistem pengendalian yang khusus atau berapa besar jumlah biaya yang diperlukan untuk itu. Istilah ekonomis itu adalah relatif, karena manfaat yang diperoleh berbeda-beda tergantung pada pentingnya kegiatan, besarnya operasi, biaya yang mungkin harus dikeluarkan karena tidak adanya pengendalian dan kontribusi yang dapat diberikan oleh sistem itu. Ada juga pendapat lainnya yang menyatakan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat pengendalian manjemen tersebut dapat efektif adalah seperti yang dinyatakan oleh Mitchell (1978) syarat-syarat yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: (1) personalia mengerti akan makna pengendalian, (2) personalia berpartisipasi dalam pengendalian, (3) pengendalian bersifat fleksibel, (4) pengendalian mencakup umpan balik, dan (5) ada kejujuran dalam melakukan pengendalian. Persoalannya adalah sudahkah dalam organissai dalam bidang pendidikan tersebut terpenuhi persyaratan perencanaan yang jelas, struktur pengorganisasian yang jelas, dan lebih dari itu personalia sudah mengerti makna pengendalian, berpartisipasi dalam pengendalian, sudahkah pengendaliannya dilakukan secara fleksibel, sudah mencakup umpan balik dan juga dilandasi oleh kejujuran semua personalia. Dengan demikian berarti didalam melaksanakan pengendalian dalam bidang pendidikan personalia harus berpartisipasi dalam pengendalian sebab personalia yang seharusnya paling terlibat dalam melakukan pengendalian terhadap diri mereka sendiri. Demikian juga agar mereka dapat melakukan pengendalian secara baik perlu diberikan 37 pemahaman akan makna pengendalian yang sudah tentunya yang melakukan tersebut adalah para manajer. Lebih dari itu agar pelaksanaan dan tujuan pendidikan dapat dicapai dengan baik sesuai dengan rencana, penjelasan pengarahan tersebut dilakukan setiap terjadi penyimpangan. Sesungguhnya dengan adanya partisipasi dari personalia dalam pengendalian, dan demikian juga dengan adanya penjelasan pada setiap terjadi penyimpangan maka sudah terjadi umpan balik, terjadi fleksibelitas sebab jenis tugas apapun dapat dijabarkan menjadi kegiatan-kegiatan bulanan, mingguan dan harian yang dapat dikerjakan pada saat yang akan datang sebegitu rupa dengan dilandasi kesadaran diri, kejujuran dan secara berkelanjutan. C. Titik-titik Kritis dalam Pengendalian Mutu Pendidikan Dalam uraian pengendalian sebagai umpan muka, dan umpan balik telah disinggung bahwa pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem dalam melaksanakan fungsi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, maka semua komponen sistem tersebut saling terkait, dan saling ketergantungan satu sama lainnya. Dalam proses mencapai tujuan tersebut, tidak dapat terlaksana dan tercapai secara mudah, tetapi juga akan menghadapi berbagai hambatan, yang dalam pengendalian mutu distilahkan dengan titik-titik kritis, karena memerlukan standarstandar yang jelas. Terdapat beberapa titik kritis yang memerlukan standar-standar tersebut seperti yang dapat dilihat dalam gambar bagan di bawah ini. 38 GAMBAR BAGAN 4.1 TITIK KRITIS DALAM ORGANISASI (PENDIDIKAN) Tujuan aspirasi Pihak-pihak berkepentingan Standar, norma-norma Efektivitas Akuntabilitas internal Masukan/ input Efisiensi - masukan dasar - instrumental - lingkungan (Diambil dari Makm sekolah/ kampus proses Produk tivitas Keluaran hasil/ output - pemanfaatan masukan - iklim/suasana - manusia/ lulusan - produk/karya - jasa Apresiasi Relevansi Link & Match Dampak outcome - return - kepuasan - perubahan (Makmun. 1997) Dalam gambar bagan di atas tampak titik-titik kritis, yang seharusnya dibuatkan dan ditetapkan standar mutunya seperti kualitas input, kualitas proses, kualitas produk yang mencakup keluaran dan dampak. Semua standar mutu yang disebutkan tersebut tampaknya pada saat ini sudah diatur dan dikembangkan dengan berbagai kebijakan yang mengatur mutu pendidikan. Secara teoritik standar mutu memang memiliki dua pengertian yang berbeda, yaitu mutu yang diberikan pengertian absolut dan relatif (Nurkolis. 2003). Dalam pengertian absolut mutu dianggap sebagai sesuatu yang memenuhi standar tertinggi dan sempurna. Oleh kerena itu tidak ada sesuatu yang melebihi, jadi paling, paling-paling, paling tertinggi, maka biasanya juga mahal. Berbeda dengan mutu dalam pengertian relatif, mutu dianggap sebagai sesuatu yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Dalam pengertian relatif mutu bukan merupakan tujuan akhir, tetapi hanya 39 merupakan alat ukur atas produk akhir dari standar yang ditetapkan. Dengan demikian sesuatu yang bermutu tidak perlu mahal, dan tidak harus spesial. Jadi biasa-biasa saja, bersifat umum, dan dikenal orang banyak, yang penting sudah sesuai dengan tujuan. Sejalan dengan alur berpikir seperti tersebut, Sallis (1993) menguraikan bahwa mutu itu bisa dilihat dari dua sisi, yaitu dari standar konsumen yang akan memilih produk tersebut, dan dari standar produk dan layanan sebagai produsen. Sesuatu itu bermutu menurut standar konsumen kalau menyenangkan konsumen, memuaskan konsumen, dan memenuhi harapan konsumen. Sedangkan sesuatu itu bermutu menurut standar produk dan layanan, kalau sesuatu itu sesuai dengan spesifikasi, sesuai dengan tujuan, tidak memiliki cacat, dan kondisinya baik saat pertama mulai digunakan dan seterusnya. Tampaknya masalah standar efisiensi, produktivitas, efektifitas, relevansi output, apresiasi terhadap outcome, pemenuhan terhadap aspirasi pihak-pihak berkepentingan dan standar efektivitas pencapaian tujuan, sampai pada saat ini masih dalam tataran normatif, teoritik, dan relatif sehingga variasi dalam pemahaman, penerapan, dan evaluasinya secara nyata belum bisa dijadikan sebagai suatu pedoman yang jelas, praktis dan mengikat. Namun demikian masalah-masalah standar yang mencakup standar efisiensi, produktivitas, efektifitas, relevansi output, apresiasi terhadap outcome, kesesuaian dengan aspirasi pihak-pihak berkepentingan dalam pencapaian tujuan sesuai dengan gagasan di atas paling tidak harus dapat dijelaskan. Mengapa demikian, kerena persyaratan ambang yang merupakan perangkat peraturan, norma-norma, ukuran-ukuran standar kelayakan sistem (input, proses, dan produk), dan kelayakan kinerja sistem (efisiensi, produktivitas, efektivitas, dan relevansi) yang secara minimal seharusnya dipenuhi. 40 Efisiensi pada dasarnya menunjuk pada ukuran tingkat kemampuan sistem dalam memanfaatkan seluruh atau sebagian dari sumberdaya secara optimal pada pelaksanaan proses dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan, norma-norma sebagai ambang batas standarnya sudah jelas karena diatur oleh pemerintah, seperti, misalnya pengaturan prosedur, persyaratan dan cara-cara penerimaan mahasiswa baru, pengaturan tentang kelengkapan fasilitas perguruan tinggi, pengaturan pembiayaan, dan kelengkapan sumberdaya tenaga kependidikan. Sampai saat ini penerapannya masih sangat relatif pada masing-masing institusi pendidikan atau perguruan tinggi berbeda-beda. Angka daya tampung setiap bervariasi, ada yang menerima mahasiswa dalam jumlah yang besar walaupun perguruan tinggi itu masih kecil, ruang kuliah yang terbatas, sehingga isinya di setiap kelas lebih dari 40 orang. Sumber belajar yang terbatas, laboratorium yang tidak lengkap, perpustakaan yang tidak lengkap, rasio dosen dengan mahasiswa tidak imbang, biaya kuliah yang terlalu tinggi, sumber daya yang lainnya juga kurang memadai. Jadi norma-norma yang dianggap sebagai ambang batas dalam standar efisiensi boleh dikatakan diabaikan. Produktivitas pada prinsipnya menunjukkan suatu ukuran keberhasilan proses dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan proses pendidikan berbagai ambang persyaratan telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai ukuran standarnya. Berbagai standar dapat ditentukan indikatornya, seperti proses perkuliahan yang efektif, proses pengelolaan lingkungan yang aman dan tertib, pengelolaan sumberdaya yang efektif, pengelolaan budaya mutu, partisipasi warga masyarakat yang tinggi, pengelolaan sistem evaluasi yang berkelanjutan, sistem pertanggungjawaban, dan 41 pelayanan yang lainnya. Pada saat ini pelaksanaannya masih sangat relatif, dalam arti sangat ditentukan oleh sekolah masing-masing. Relevansi pada dasarnya menunjuk pada suatu ukuran tingkat keluaran hasil atau output dan peluang diterima pada pasar kerja. Atau dengan kata lain kesesuaian antara keluaran hasil atau output dengan dunia kerja. Semua jenis pendidikan atau sekolah sudah diatur oleh pemerintah, seperti keberadaan pendidikan atau sekolah kejuruan dan pendidikan umum. Pendidikan sekolah kejuruan diharapkan menyiapkan output sebagai tenaga kerja yang siap pakai di dunia kerja, pendidikan tinggi memiliki tujuan untuk menyiapkan output sebagai tenaga kerja, Kenyataannya walaupun sudah diatur demikian, output pendidikan kita memiliki mutu yang rendah, angka penganguran yang tinggi, relevansi output dengan dunia kerja juga rendah, angka tidak melanjutkan pada pendidikan yang lebih tinggi sangat tinggi. Gejala ini menunjukkan ada sesuatu yang tidak sesuai dengan rencana, yang perlu diluruskan melalui pengendalian mutu. Efektivitas pada dasarnya menunjukkan kepada suatu ukuran tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya jumlah kelulusan, prestasi lulusan, kompetensi lulusan, kesesuaian lulusan dengan dunia kerja, penghargaan terhadap lulusan, kepuasan masyarakat dan dunia kerja/industri. Semua indikator efektivitas tersebut masih relatif dilihat dari perguruan tinggi sebagai institusi produsen, maupun masyarakat sebagai pelanggan, dan dunia kerja sebagai user. Perguruan Tinggi sebagai institusi yang memproduksi mempunyai standar sendiri, kemudian disisi lain dunia kerja/industri dan masyarakat sebagai user dan pelanggan juga memiliki standar tersendiri. 42 D. Tahap-tahap dalam Pengendalian Dalam melaksanakan proses pengendalian, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu: (1) menetapkan standar kerja, (2) mengukur kinerja, (3) mengidentifikasi penyimpangan dari standar yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan (Pearce dan Robinson. 1996., Jauch dan Glueck. 1988). Demikian juga Stoner, dkk (1995) menjelaskan bahwa tahap-tahap dalam pelaksanaan pengendalian manjemen tersebut harus melalui empat tahap. Tahapan yang dimaksudkan adalah: (1) menetapkan standard an metode mengukur prestasi kerja, (2) mengukur prestasi kerja, (3) mengidentifikasi apakah prestasi kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan yang (4) adalah mengambil tindakan korektif mengevaluasi ulang standar yang telah ditetapkan. Dalam hubungan ini Koontz dkk (1984) menggabungkan tahapan mengidentifikasi dan tindakan koreksi menjadi satu, sehingga ada tiga tahapan dalam proses pengendalian. Untuk lebih jelasnya dari masing-masing tahapan tersebut, maka di bawah ini diuraikan secara satu persatu. 1. Menetapkan Standar Karena perencanaan merupakan tolak ukur untuk merancang pengendalian, maka hal itu berarti bahwa langkah pertama yang dilakukan adalah menyususun perencanaan. Demikian pula untuk mudahnya melakukan pengendalian maka perlu dilakukan standarstandar khusus. Standar khusus yang paling sederhana biasanya berupa tujuan atau sasaran yang dapat diperiksa kebenarannya baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat sasaran dengan kata-kata yang merupakan seperti memperbaiki keterampilan karyawan hanya berupa selogan kosong sampai manajer yang mulai menetapkan apa yang mereka maksudkan dengan meperbaiki 43 dan apa yang mereka ingin mereka perbaiki dengan sasaran ini, dan kapan. Kemudian barangkali sasaran yang kata-katanya lebih tepat seperti memperbaiki keterampilan karyawan dengan melaksanakan seminar di perusahaan selama seminggu sekali selama kegiatan bisnis menurun pada bulan-bulan tertentu lebih mudah dapat dievaluasi ketepatannya dan kegunaannya dari pada selogan-selogan kosong. Dengan demikian kata-kata yang tepat, tujuan yang dapat diukur, dan mudah dapat dikomunikasikan menjadi standar dan metode yang dapat dipergunakan untuk mengukur prestasi kerja. Mengingat sasaran begitu pentingnya dalam melaksanakan pengendalian manajemen maka dalam hubungan ini kemudian dikenal dengan manajemen berdasarkan sasaran (MBO) atau disebut dengan management by objectives oleh Drucker (Sukristono. 1955). Namun demikian seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa standar-standar yang ditetapkan dalam pengendalian tersebut tidak saja berkaitan dengan tujuan atau sasaran, tetapi termasuk komponen-komponen kontek, input, proses, dan produk. Dalam bidang bidang pendidikan khususnya di perguruan tinggi misalnya bisa berupa jumlah daya tampung, rasio dosen dengan mahasiswa, syarat untuk bisa lulus, syarat-syarat untuk bisa diterima, untuk bisa naik kelas, dll. 2. Mengukur prestasi Kerja Jika standar telah ditetapkan secara tetap, dan tersedia sarananya untuk mengetahui apakah sebenarnya yang sedang dilakukan oleh stafnya, maka penilaian atas prestasi kerja yang nyata diharapkan akan mudah dilakukan. Pengukuran dalam pengendalian manajemen ini adalah merupakan proses yang dilakukan secara berulangulang dan beralangsung secara terus menerus. Frekuensi pengukurannya tergantung pada jenis aktifitas yang akan diukur. Perlu pula disadari bahwa didalam melakukan 44 pengukuran berbagai aktivitas akan sulit dibuatkan standarnya dan sulit untuk diukur, seperti di dalam mengukur proses, relevansi out put dengan lapangan kerja, mengukur outcome pendidikan. Namun demikian sasaran, proses, produk supaya diusahakan dijabarkan secara operasional, kuantitatif dan terukur dalam perencanaan, karena inilah kemudian dijadikan standar-standar. 3. Menetapkan Prestasi Kerja yang Sesuai dengan Standar. Menetapkan prestasi kerja yang sesuai dengan standar adalah merupakan tahapan langkah yang mudah dilakukan dalam proses pengendalian. Kompleksitasnya sudah dianggap ditangani dalam langkah pertama yaitu dalam menetapkan standar. Langkah ini hanya membandingkan hasil pengukuran dengan target atau sasaran yang telah ditetapkan. Apabila prestasi telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan manajer mungkin menganggap bahwa segala sesuatu sudah dalam kendali. 4. Membetulkan Penyimpangan Pengendalian disebutkan sebagai proses pembetulan penyimpangan yang terjadi, tidak saja lebih ditekankan pada pendikteksian (penelitian) dan pembetulan produk atau pada prestasi kerja yang tidak baik atau yang berada di bawah standar yang telah ditetapkan, tetapi mencakup seluruh sistem dengan melihat bagian-bagian dari sistem kerja tersebut sebagai keseluruhan, mulai dari komponen kontek, input, proses, dan produknya baik output dan outcomenya. Jadi mutu ditentukan oleh sistem secara keseluruhan. Oleh karena itu kemudian pengendalian mutu itu dikenal dan disebut dengan total quality in education (Sallis.1993., Paine. 1993). 45 Kemudian untuk lebih mudahnya dapat dipahami dari tahap-tahap pengendalian manajemen tersebut mulai dari menetapkan setandar, mengukur pretasi, menetapkan prestasi kerja yang sesuai dengan standar, dan melakukan koreksi atau perbaikan dapat dilihat dalam gambar bagan berikut di bawah ini. GAMBAR BAGAN 4.2 SIKLUS IMPLEMENTASI PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN Input Output Tenaga kerja, uang, dan perencanaan Proses atau operasi Pendeteksian penyimpangan Tindakan pembetulan Tujuan Umpan balik Proses pembetulan GAMBAR BAGAN. 4.3 SIKLUS IMPLEMENTASI PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN Standar Pelaksanaan Monitoring Standar Baru Pengangkatan Mutu Rumusan Koreksi Evaluasi Diri E. Rangkuman Suatu organisasi akan dapat mencapai tujuannya dengan baik, akan sangat tergantung kepada efektifnya sistem pengendalian yang ada dan dikembangkan dalam 46 suatu organisasi tersebut. Sehubungan dengan itu suatu sistem pengedalian disebut efektif apabila memenuhi persyaratan dari pengendalian yaitu perencanaan program dan struktur organisasi tersebut harus jelas. Demikian juga titik titik kritis dan tahap-tahapan pengendalian harus dipahami betul oleh manajer perusahaan atau organisasi tersebut. E. Evaluasi 1. Jelaskan syarat-syarat pengendalian manjemen mutu!. 2. Jelaskan titik kritis dalam manajemen pengendalian mutu!. 3. Jelaskan tahap-tahap pengendalian manjemen mutu!. 47 BAB. V MUTU PENDIDIKAN A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami pengertian mutu Dapat menjelaskan pengertian mutu. Memahami komponen input sebagai faktor Dapat menjelaskan komponen input seba- pendukung mutu pendidikan gai faktor pendukung mutu pendidikan Memahami komponen proses sebagai Dapat menjelaskan komponen proses seba- faktor pendukung mutu pendidikan gai faktor pendukung mutu pendidikan Memahami komponen produk sebagai hasil Dapat menjelaskan komponen produk sebapendidikan. gai hasil pendidikan. B. Pengertian Mutu Pendidikan Pengertian mutu dianggap suatu hal yang sangat membingungkan dan sulit diukur. Mutu dalam pandangan orang yang satu terkadang berbeda dengan pandangan orang yang lainnya, sehingga merupakan suatu yang wajar kalau diantara para pakar tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang cara bagaimana membentuk dan menggambarkan suatu organisasi yang bermutu termasuk dalam hal ini organisasi pendidikan yang disebut sekolah. Dalam uraian selanjutkan akan dikutipkan beberapa definisi dari mutu tersebut. Nasution (2001) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Mutu Terpadu mengutip beberapa pengertian tentang mutu, seperti pengertian dari Juran, Deming, Feigenbaum, dan Garvin. Menurut Juran mutu produk adalah kekcocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu 48 didasarkan pada lima ciri utama, sebagai berikut: (1) teknologi berarti memiliki kekuatann dan daya tahan, (2) psikhologis, yaitu citra rasa atau status, (3) waktu, yaitu keandalan, (4) kontraktual yaitu adanya jaminan, dan (5) etika, yaitu sopan santun, ramah dan jujur. Dengan demikian sesuatu yang bermutu apabila suatu produk tersebut mempunyai daya tahan penggunaan yang lama, meningkatkan citra yang memakainya, tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas, dan sesuai dengan etika bila digunakan, demikian juga khususnya untuk jasa diperlukan pelayanan kepada pelanggan yang ramah, sopan, serta jujur sehingga dapat menyenangkan atau memuaskan pelanggan. Kecocokan penggunaan produk di atas memiliki dua aspek utama, yaitu ciri-ciri utamanya produknya memenuhi tuntutan pelanggan dan tidak memiliki kelemahan. Memenuhi tuntutan pelanggan artinya apabila memiliki ciri-ciri yang khusus atau istimewa berbeda dari produk pesaing dan dan dapat memenuhi harapan atau tuntutan sehingga dapat memuaskan pelanggan. Kualitas yang lebih tinggi memungkinkan peruasahaan meningkatkan kepuasan pelanggan, membuat produk laku dijual, dapat bersaing, meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualannya dapat dijual harga yang lebih tinggi. Sedangkan tidak memiliki kelemahan berarti tidak ada sedikit cacatpun. Kualitas yang tinggi menyebabkan perusahaan dapat mengurangi tingkat kesalahan, mengurangi pengerjaan kembali dan pemborosan, mengurangi pembajaran biaya garansi, mengurangi ketidak puasan pelanggan, mengurangi inspeksi dan pengujian, mengurangi waktu pengiriman produk ke pasar, meningkatkan hasil, meningkatkan utilisasi kapasitas produksi serta memperbaiki kinerja penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan. Kemudian pengertian mutu yang lainnya adalah dari Crosby memberikan pengertian mutu sebagai sesuatu yang sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu 49 produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Standar mutu meliputi standar bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. Deming memberikan pengertian mutu sebagai keksesuaian dengan kebutuhan pasar. Apabila juran mendifinisikan mutu sebagai sesuatu yang sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan, maka Deming memberikan pengertian mutu sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan konsumen atau suatu produk yang akan dihasilkan. Demikian juga Feigenbaum memberikan pengertian mutu sebagai kepuasan pelanggan sepenuhnya. Suatu produk disebut bermutu apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk. Nasution juga mengutip pendapat dari Ganvin yang memberikan pengertian terhadap mutu tersebut sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, mausia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah sehingga mutu juga harus berubah atau disesuaikan. Dengan perubahan mutu produk tersebut, diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas. Dari beberapa pengertian mutu di atas kalau dicermati secara hati-hati tampak ada persamaannya, dan ada perbedaan cara pandangnya. Persamaannya yaitu bahwa dalam semua pengertian mutu tersebut disebutkan: (1) mutu mencakup usaha memenuhi atau harapan pelanggan, (2) mutu mencakup produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan, dan (3) mutu merupakan kondisi yang selalu berubah misalnya apa yang dianggap merupakan mutu saat ini mungkin dianggap kurang pada masa yang akan datang. 50 Perbedaannya tampak mutu tersebut terkesan bahnwa dalam satu pengertiannya hanya untuk memenuhi pihak tertentu seperti pelanggan, ada yang menekankan pada konsumen dan pasar, dan ada pula yang menekankan pada produsen. Sejalan dengan alur berpikir seperti tersebut diatas, tampaknya Sallis (1993) memberikan pengertian mutu tersebut terkesan dengan kompromis dari pendapatpendapat tersebut di atas dengan mengambil jalan tengah dengan menguraikan bahwa mutu itu sesungguhnya bisa dilihat dari dua sisi, yaitu dari standar konsumen yang akan memilih produk tersebut, dan dari standar produk dan layanan sebagai produsen. Sesuatu itu bermutu menurut standar konsumen kalau menyenangkan konsumen, memuaskan konsumen, dan memenuhi harapan konsumen. Sedangkan sesuatu itu bermutu menurut standar produk dan layanan, kalau sesuatu itu sesuai dengan spesifikasi, sesuai dengan tujuan, tidak memiliki cacat, dan kondisinya baik saat pertama mulai digunakan dan seterusnya. Berdasarkan pada beberapa pengertian mutu tersebut maka kemudian dapat dirumuskan bahwa dimensi dari mutu tersebut adalah sebagai berikut: (1) performa (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk. Sebagai contoh, misalnya, performa TV berwarna adalah memiliki gambar yang jelas, performa mobil adalah akselerasi, kecepatan, kenyamanan, dan pemeliharaan, performa dari produk jasa penerbangan misalnya ketepatan waktu, kenyamanan, keramahan dan lain-lain. (2) Features merupakan aspek kedua dari performa yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. Sebagai contoh features untuk produksi penerbangan adalah memberikan minuman atau makanan gratis dalam 51 pesawat, pembelian tiket melalui telpon, dan penyerahan tiket diantar kerumah, pelaporan pemberangkatan di kota dan diantar ke lapangan terbang. Features dari produk mobil misalnya atap yang bisa dibuka, dan lain-lain. Seringkali terdapat kesulitan untuk memisahkan karakteristik performa dengan feature. (3) Keandalan (Realibilty) berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu. Dengan demikian keandalan merupakan karakteristik yang merefleksikan kemungkinan tingkat keberhasilan dalam penggunaan suatu produk, misalnya mobil memiliki keandalan kecepatan. (4) Konformitas (Conformance) berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konformitas merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan, serta sering didefinisikan sebagai konformitas terhadap kebutuhan atau prosentase produk yang gagal memenuhi sekumpulan standar yang telah ditetapkan dan karena itu perlu dikerjakan ulang atau diperbaiki. Contohnya seperti semua pintu untuk mobil tertentu yang diproduksi berada dalam rentang dan tolerasi yang dapat diterima 30-0,01 inci. (5) Daya tahan merupakan ukuran masa pakai suatu produk, Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari suatu produk. Misalnya pelanggan akan membeli ban mobil berdasarkan daya tahan ban itu dalam penggunaannya. Dengan demikian ban mobil yang memiliki masa pakai yang lebih panjang tentu akan mmerupakan salah satu karaketristik produk mutu yang dipertimbangkan oleh pelanggan ketika akan membeli ban. (6) Kemampuan pelayanan merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan/ kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam perbaikan. Sebagai contoh, banyak perusahaan otomotif yang memberikan pelayanan perawatan atau perbaikan 52 mobil sepanjang hari (24 Jam) atau permintaan pelayanan melalui telpon dan perbaikan mobil dilakukan di rumah. (7) Estetika (Aesthetics) merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subyektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual. Dengan demikian estetika dari suatu produk lebih banyak berkaitan dengan perasaan pribadi dan mencakup karakteristik tertentu, seperti keelokan, kemulusan, suara yang merdu, selera dan lain-lain, dan dimensi yang ke (8) adalah kualitas yang dipersepsikan (perceivel quality) bersifat subyektif berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkomsumsi suatu produk, seperti meningkatkan harga diri. Hal ini dapat juga berupa karakteristik yang berkaitan dengan reputasi, sperti sesorang akan membeli produk elektronik merek Sony karena memiliki reputasi sebagai produk yang berkualitas, meskipun orang itu belum pernah menggunakannya (Nasution. 2001., Prawirosentono. 2004). C. Komponen Input sebagai Faktor Pendukung Mutu pendidikan Input adalah berbagai faktor yag diperlukan untuk mendukung suatu institusi yang disebut bermutu. Input tersebut dapat merupakan bahan baku, bahan pembantu, suku cadang untuk dirakit, imformasi yang diperlukan untuk membangun suatu tugas kerja. Untuk industri jasa misalnya sekolah sebagai institusi disebut bemutu apabila didukung oleh beberapa faktor input tersebut. Faktor-faktor input tersebut kalau diidentifikasi adalah dapat berupa manusia, uang, material, metode-metode dan mesin-mesin (Komariah, Triatna. 2004., Prawirosentono. 2004). Manusia adalah unsur utama yang memungkinkan terjadinya proses penambahan nilai. Kemampun manusia untuk melakukan suatu tugas adalah kemampuan, pengalaman, pelatihan, dan potensi kreativitas yang beragam. Manusia sebagai masukkan dalam 53 proses pendidikan adalah sebagai bahan utama atau bahan mentah (raw input). Untuk mencapai hasil pendidikan adalah manusia yang seutuhnya diperlukan manusia yang memiliki potensi untuk dididik, dilatih, dibimbing, dan dikembangkan menjadi manusia yang seutuhnya. Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan itu maka sekolah yang mempunyai tugas memperosesnya sudah tentu di sekolah dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari banyak orang, seperti misalnya kepala sekolah yang lazim disebut sebagai pemimpin, manajer, adminitrator, sebagai supervisor, dan yang lainnya. Kepala sekolah harus memberikan layanan terbaik kepada guru, personel non guru, peserta didik, dan pihak lain yang berkepentingan dengan sekolah. Untuk dapat memberikan layanan yang terbaik kepala sekolah menyusun program sekolah berbasis data dan informasi mengenai sekolah yang dipimpinnya, membina kelompok guru, konselor, laboran, pustakawan, tenaga administratif dan tenaga kependidikan yang lainnya. Kepala sekolah bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan di sekolah yang dipimpinnya dengan menjamin terselenggaranya layanan pembelajaran dan layanan yang lainnya sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Kepala sekolah mempertinggi mutu layanan belajar murid dengan memberdayakan seluruh potensi sekolah untuk meningkatkan mutu penyelengagraan yang lebih kompetetitif. Guru sebagai anggota tim di sekolah harus mampu bertindak sendiri, guru merupakan ujung tombak dan penggerak kemajuan pendidikan, guru adalah suatu profesi, oleh akrena itu sebagai seorang profesional dalam memberikan pelayanan belajar akan melakukan sentuhan pendidikan sesuai dengan nilai-nilai yang menggambarkan kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Guru memberikan layanan belajar untuk membantu peserta didik menjelaskan dan meluruskan konsep-konsep yang 54 keliru. Menuntun muridnya untuk menggunakan sumber informasi dan menantang mereka melakukan belajar mandiri di luar teks. Tanggungjawab terhadap kompetensi profesionalnnya guru mengajar dan mendidik, melaksanakan tugas pokok sebagai pengajar, pemimpin, model, dan manajer kelas, mampu menyusun silabus mengacu pada standar isi, dan menyusun rencana pembelajaran mengacu pada silabus, serta mengimplementasikannya dalam kegiatan belajar dan mengajar. Artinya guru harus memahami dengan seksama tugas dan tanggungjawabnya. Konselor yang melaksanakan tugas bimbingan dan penyuluhan memegang peranan penting dalam membantu mengatasi kesulitan belajar peserta didik karena: (1) sekolah merupakan lingkungan hidup kedua bagi peserta didik sesudah rumah, dimana anak-anak untuk setiap jam setiap hari mengisi hidupnya, (2) dalam masa perkembangan, anak memerlukan bantuan dari berbagai pihak termasuk bantuan dari guru dan konselor, (3) sebagai tempat untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupannya sebaik-baiknya sebagai pribadi dalam keluarga, dalam masyarakat sesuai dengan tujuan bimbingan dan penyuluhan akan sangat membantu meningkatkan kualitas layanan belajar bagi peserta didik (Sagala. 2010). Kepala tata usaha bertugas mengatur kelancaran kegiatan pembelajaran di sekolah. Layanan tata usaha ini diberikan kepada pendidik, sehingga guru, konselor dan kepala sekolah dapat memperoleh kebutuhan yang berkaitan dengan sejumlah formulir yang diperlukan, bahan-bahan pelajaran yang dibutuhkan dan disediakan oleh sekolah, pemakaian dan penggunaan ruangan belajar beserta seluruh fasilitasnya. Kemudian peserta didik mendapat layanan prima dari tata usaha berkaitan dengan sejumlah formulir yang diperlukan untuk kegiatan belajar, surat-surat yang diperlukan siswa, dokumen- 55 dokumen nilai hasil belajar dan data kesiswaan lainnya yang menyangkut kebutuhan peserta didik dalam memperlancar kegiatan belajarnya. Pustakawan di sekolah sudah tentunya memegang peranan penting bagi peserta didik, karena merekalah yang memfasilitasi terciptanya suasana pendidikan yang terpelajar, terbiasa membaca, dan berbudaya tinggi. Peserta didik di sekolah mendapat layanan belajar di perpustakaan sehingga mempunyai wawasan dan pandangan yang luas, madiri dan percaya diri. Laboran di setiap sekolah harus dapat memberikan layanan belajar yang berkualitas. Pengelolaan laboratorium yang baik dapat mengakomodasi semua pihak yang berkepentingan untuk menggunakan laboratorium, menjadi jaminan belajar untuk mendalami ilmu pengetahuan melalui kegiatan peraktik adalah bagian yang sangat penting bagi peserta didik untuk mencapai kompetensi yang ditentukan. Dana atau biaya merupakan masukan yang melancarkan pemerosesan bahan mentah. Biaya walaupun sebenarnya bukan yang esensial, uang bukan segala-galanya tetapi apabila tidak ada biaya tampaknya proses berbagai aktifitas dalam melaksanakan program pendidikan tersebut akan bisa terganggu tidak akan dapat mencapai tujuannya dengan optimal. Material atau barang-barang atau bahan-bahan termasuk bahan-bahan yang bersifat fisik yang diperlukan untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran dan jalannya pendidikan di sekolah untuk membentuk manusia seutuhnya. Barang-barang berupa sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Kemudian 56 prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Metode-metode di dalam pendidikan lebih dikhususkan pada metode pembelajaran, yaitu cara-cara, tehnik dan strategi yang dikembangkan oleh sekolah dalam melaksanakan proses pendidikan. Mesin-mesin adalah seperangkat yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran, dalam arti memang benar seperangkat pembelajaran untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran, tetapi ada kalanya perangkat pembelajaran tersebut justru juga menjadi obyek yang dipelajarinya. Demikian juga perangkat pembelajaran tersebut dapat berupa teknologi komputer, radio, televisi, mobil, dan media-media yang menggunakan teknologi. Pada bagian yang lain Komariah dan Triatna (2006) juga menjelaskan dan mengulas tentang faktor masukkan ini dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu keompok: (1) faktor sumberdaya, dan (2) faktor manajemen. Faktor sumberdaya meliputi sumberdaya manusia dan sumber daya lainnya. Sumberdaya manusia di sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan yang lainnya, sedangkan sumberdaya yang lainnya bisa berupa uang, peralatan, perlengkapan, bahan, bangunan, dan sebagainya. Sumberdaya tersebut tampaknya untuk dapat mendukung terlaksananya peroses pembelajaran dengan baik maka seharusnya sudah disiapkan sebelumnya seperti kelengkapannya, kualitasnya, dan lain sebagainya. 57 Kemudian yang dimaksudkan dengan faktor manajemen adalah seperangkat tugas yang dilengkapi dengan fungsi, kewenangan, tanggungjawab, kewajiban, dan hak, kemudian rencana dan program, ketentuan-ketentuan untuk menjalankan tugas, pengendalian, dan kesan positif yang ditanamkan oleh kepala sekolah kepada warga sekolahnya. D. Komponen Proses sebgai Faktor Pendukung Mutu pendidikan Proses adalah sebagai integrasi sekuensial dari orang, material, metode dan mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam ouput terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi (Nasution. 2001). Pendapat lainnya yang menyatakan bahwa proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain (Komariah, Triatna. 2004). Sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses berlangsungnya di sekolah pada dasarnya adalah berlangsungnya pembelajaran, yaitu terlaksananya interaksi antara peserta didik dengan guru-guru yang didukung dengan perangkat yang lainnya sebagai bagian berlangsungnya proses pembelajaran. Sehingga dengan demikian pada dasarnya proses tersebut adalah sebagai pendukung dari mutu pendidikan di sekolah. Proses pembelajaran tersebut dapat terlaksana dengan baik karena juga di didukung oleh proses-proses yang lainnya yaitu: (1) proses kepemimpinan yang menghasilkan berbagai keputusan-keputusan kelembagaan, pemotivasian staf, dan penyebaran inovasi, dan (2) proses manajemen yang menghasilkan aturan-aturan penyelenggaraan pengelolaan kelembagaan, pengelolaan prgoram, mengkoordinasikan kegiatan, memonitoring dan evaluasi. Kemudian proses kepemimpinan yang menghasilkan berbagai keputusankeputusan kelembagaan seharusnya bersifat partispatif atau keputusan bersama antara 58 warga sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, para ahli dan orang-orang yang berkepentingan terhadap pendidikan. Keputusan tentang bagaimana keberlangsungan sekolah yang didasarkan atas partisipasi diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki bagi semua kelompok kepentingan sekolah. Pelibatan kelompok kepentingan sekolah dalam proses pengambilan keputusan harus mempertimbangkan keahlian, yurisdiksi, dan relevansinya dengan tujuan pengambilan keputusan. Penyelengraan sekolah dari dimensi kepemimpinan ini diharapkan juga agar mendukung terjadinya pemotivasian terhadap staf agar mereka terus semangat bekerja dan menghasilkan karya yang berguna dan bermutu. Sebab dalam jaman globalisasi ini dituntut keahlian yang terus harus dikembangkan seiring dengan inovasi-inovasi yang ditemukan dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu maka kepala sekolah dituntut agar mampu melaksanakan fungsinya sebagai agent of change dan selalu berupaya untuk bisa terlaksananya apa yang disebut dengan difusi dan inovasi dalam bidang pendidikan. Di samping proses kepemimpinan, di sekolah sangat banyak kegiatan yang perlu ditata dan dikoordinasikan. Oleh karena itu terlaksananya proses manajemen yang menangani kompleksitas yang terjadi di sekolah, dan komfleksitas yang terjadi di sekolah tergambar dari: (1) perencanaan, pengembangan, dan evaluasi program, (2) pengembangan kurikulum,(3) pengembangan proses pembelajaran, (4) pengelolaan sumberdaya manusia, (5) pelayanan siswa, (6) pengelolaan fasilitas, (7) pengelolaan keuangan, (8) pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (9) perbaikan program. Kegiatan lainnya yang harus juga dilakukan di sekolah adalah proses monitoring dan evaluasi sebagai langkah untuk memperoleh kejelasan tentang output yang akan dicapai. Monitoring dilakukan sebagai upya sekolah untuk mengetahui pelaksanaan 59 proses, apakah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau terjadi penyimpangan sebagai bahan evaluasi atau penilaian terhadap aspek-aspek yang terjadi dalam pelaksanaan program. Hasil evaluasi akan digunakan sebagai masukan bagi pengambilan keputusan sekolah. E. Komponen Produk sebagai Hasil Pendidikan Sekolah sebagai suatu sistem, seharusnya menghasilkan ouput yang dapat dijamin kepastiannya. Produk aktifitas sekolah adalah segala sesuatu yang dipelajari di sekolah, yaitu seberapa banyak yang dipelajari, dan seberapa baik mempelajarinya. Apa yang dipelajari bisa berupa pengetahuan kognitif, ketrampilan, dan sikap-sikap. Produk sekolah secara mudah dapat dikatakan berupa siswa yang berhasil belajar sebagai pemenang dari ajang pergumulan ilmu yang diakhiri dengan ujian-ujian dan menghasilkan suatu nilaipenghargaan, berpa angka-angka nilai. Sebutan bagi penyandangnya, yaitu siswa yang lulus dengan terpuji atau siswa yang lulus dengan biasa-biasa saja. Produk sekolah memang fokusnya pada siswa khususnya siswa yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan yang dipersyaratkan. Kompetensi ini tidak hanya kompetensi nalar, tetapi juga kompetensi lain yang dipersyaratkan dalam kehidupan yaitu kompetensi inteltual, agama, sosial budaya, ekonomi dan politik. Pendidikan adalah investasi human cavital sehingga keberadaannya harus terkait kembali dengan hasil atau keluaran yang bermanfaat menguntungkan secara finansial dan sosial. Apabila ditinjau dari sudut kelulusan produk sekolah adalah lulusan sekolah yang bergunan bagi kehidupan, yaitu yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, dan lingkungannya, artinya lulusan ini menyangkut outcome, yaitu hasil dari investasi pendidikan yang selama ini dijalani siswa untuk menjadi sesuatu yang berguna dan 60 bermanfaat. Secara kasat mata outcome pendidikan sekolah dasar dan menengah adalah siswa dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan bila ia tidak melanjutkan maka dalam kehidupannya dapat emncari nafkah dengan bekerja pada orang lain atau mandiri, hidup layak, dapat bersosialisasi, dan bermasyarakat. Produk sekolah tidak hanya diukur dari lulusannya saja, pada umumnya produk sekolah diukur dari tingkat kinerja. Kinerja sekolah bukan semata-mata kinerja siswa yang belajar, tetapi kinerja seluruh komponen sistem, artinya kinerja sekolah adalah pencapaian atau prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses persekolahan. F. Rangkuman Pengertian mutu dianggap suatu hal yang sangat membingungkan dan sulit diukur. Mutu dalam pandangan orang yang satu terkadang berbeda dengan pandangan orang yang lainnya, sehingga merupakan suatu yang wajar kalau diantara para pakar tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang cara bagaimana membentuk dan menggambarkan suatu organisasi yang bermutu termasuk dalam hal ini organisasi pendidikan yang disebut sekolah. Ada beberapa faktor yang disebut sebagai pendukung mutu tersebut, yaitu faktor input, proses dan produk. G. Evaluasi 1. Jelaskan pengertian mutu !. 2. Jelaskan komponen input sebagai faktor pendukung mutu pendidikan !. 3. Jelaskan komponen proses sebagai faktor pendukung mutu pendidikan !. 4. Jelaskan komponen produk sebagai hasil pendidikan!. 61 BAB. VI STANDAR MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami standar isi pendidikan Dapat menjelaskan standar isi pendi-dikan. Memahami standar proses pembelajar-an Dapat menjelaskan standar proses pembelajaran. Memahami standar komptensi lulusan. Dapat menjelaskan standar komptensi lulusan Memahami standar tenaga pendidik. Dapat menjelaskan standar tenaga pendidik dan kependidikan. Memahami standar sarana dan prasarana. Dapat menjelaskan standar sarana dan prasarana, Memahami standar pengelolaan pendi- Dapat menjelaskan standar pengelolaan dikan. pendidikan Memahami standar pembiayaan pendi- Dapat menjelaskan standar pembiayaan dikan. pendidikan. Memahami standar penilaian pendidikan. Dapat menjelaskan standar penilaian pendidikan. 62 B. Standar Isi Pendidikan Dalam PP. No.19 tahun 2005 yang mengatur tentang standar Nasional Pendidikan dalam pasal 5 dijelaskan bahwa standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi sebagaimana yang diatur ayat 1 memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kalender pendidikan/ akademik. Kemudian kalau secara lebih khusus dilihat standar isi tentang kurikulum tingkat satuan pendidikan secara jelas dapat dilihat seperti yang diatur Dalam PP. No. 19 tahun 2005 pasal 17 sebagai berikut: (1) Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masayarakat setempat, dan peserta didik. (2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA dan MAK. (3) Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya untuk program paket A, B, dan C ditetapkan oleh dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan berdasarkan kerangka dasar kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah ini dan standar kompetensi lulusan. 63 Berdasarkan pada bunyi pasal 17 standar isi tentang kurikulum tingkat satuan pendidikan tersebut di atas maka Yamin dengan mengutip pendapatnya Hamalik (2002) menjelaskan bahwa isi kurikulum sebaiknya berpatokan pada karakteristik masyarakat sebagai pihak-pihak yang terkait berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria yang dimaksudkan oleh Hamalik adalah mencakup: 1. Isi kurikulum harus bersifat kekinian, artinya isinya harus memuat pengetahuan, penemuan-penemuan baru. 2. Isi kurikulum memberikan kemudahan-kemudahan untuk memahami prinsip-prinsip pokok dan generalisasi-generalisasi. Genralisasi menjadikan landasan dalam memilih data faktual dalam ruang lingkup pengetahuan yang sedang berkembnag. 3. Isi kurikulum dapat memberi kontribusi pengembangan keterampilan, kecakapan hidup, berpikir bebas, dan disiplin berdasarkan pengetahuan, individu harus mampu menggunakan kemampuan nasional, berpikir logis serta membedakan fakta dan perasaan. 4. Isi kurikulum menyumbang terhadap pengembangan moralitas yang esensial dan yang berkenaan dengan evaluasi dan penggunaan pengetahuan. Pendidikan profesional harus mampu membuat keputusan yang berjangka panjang. 5. Isi kurikulum menyediakan suatu ukuran keberhasilan dan suatu tantangan. Belajar mempengaruhi tingkah laku dan mengembangkan keinginan untuk belajar terus, karena itu pemilihan isi kurikulum harus berdasarkan pada tingkat kematangan dan pengalaman siswa. 6. Isi kurikulum menyumbang terhadap pertumbuhan yang seimbang yakni pertumbuhan siswa secara menyeluruh, seperti: pertumbuhan kepribadian, kemasyarakatan, dan 64 perkembangan sebagai tenaga pengajar. Jadi program pendidikan harus menyumbang terhadap kompetensi yang diperlukan dalam situasi-situasi kehidupan. 7. Isi kurikulum mengarahkan tindakan sehari-hari dan mengarahkan pelajaran serta pengalaman selanjutnya. Kemudian lebih lanjut Hamalik memerinci kriteria memilih isi pendidikan umum dan spesialisasi. Kriteria pemilihan isi pendidikan umum, yang meliputi: 1. Isi pendidikan umum bermakna bagi pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa dalam situasi-situasi sosial, mempelajari berbagai bidang pengetahuan dan melaksanakannya dalam pemecahan berbagai masalah. 2. Isi pendidikan umum menyumbang terhadap pengembangan berbagai keterampilanketerampilan, misalnya keterampilan grafis untuk menyajikan gagasan-gagasan, gagasan dan kemampuan mengembangkan media massa. 3. Isi pendidikan umum menyumbang terhadap interaksi dengan orang lain. Hubungan antar pribadi yang efektif merupakan tujuan-tujuan tingkah laku yang penting dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana halnya dimensi hubungan internasional. Isi pendidikan umum membantu siswa memperoleh perspektif yang berkenaan dengan kontribusi bidang-bidang pengetahuan terhadap manusia, misalnya untuk survival, perbaikan kualitas hidup, memahami orang lain, dan sebagainya. 4. Isi pendidikan umum menyumbang terhadap kehidupan yang kreatif. Kreatif menunjukkan eksplorasi gagasan-gagasan dan kegiatan-kegiatan baru dan memberikan kepuasan serta dorongan untuk memperluas eksplorasinya. Kesempatan kreatif membantu siswa mengembangkan kesehatan mental dan kompetensi keribadian yang bersangkutan. 65 5. Isi pendidikan umum menyediakan landasan dalam rangka memilih daerah spesialisasi. Pendalaman pengetahuan dan inquari materi memberi perasaan memiliki sendiri pada diri siswa tentang suatu bidang dan ini menjadi langkah pertama dalam program pendidikan umum. Kemudian kriteria dalam memilih isi pendidikan spesialisasi, adalah sebagai berikut: 1. Isi pendidikan spesialisasi memiliki makna bagi keputusan-keputusan yang dibuat guru dalam membimbing siswa. Luas dan kedalaman isi yang dipilih dipengaruhi oleh maknanya bagi penyelesaian masalah-masalah person dan sosial siswa. 2. Isi pendidikan spesialisasi membantu siswa untuk memahami bidang spesialisasi. Di dalamnya mencakup mengenai struktur keteraturan, dan hubungan antara unsur-unsur metoda dan pendekatan dalam spesialisasi itu. 3. Isi pendidikan spesialisasi membantu pemahaman tentang bidang daerah pengajaran. Bidang pengajaran ini meliputi konsep-konsep dan prinsip-prinsip. 4. Isi pendidikan spesialisasi meliputi tentang studi daerah tertentu secara mendalam dan menganalisis disiplin-disiplin yang berhubungan dengan itu. Bagi guru SD spesialisasi mungkin meliputi studi yang mendalam tentang bidang tersebut dan studi yang intensif tentang macam-macam aspek pendidikan umum. Bagi guru sekolah lanjutan, spesialisasi dalam suatu bidang didukung oleh studi terhadap ruang lingkup yang lebih luas atau daerah yang berhubungan dengan itu. 5. Isi pendidikan spesialisasi disusun berdasarkan pendidikan umum. Spesialisasi memiliki hubungan intrinsik dengan pendidikan umum dan isinya dipilih berdasarkan pemahaman dan keterampilan yang telah diperoleh dalam pendidikan umum. 66 C. Standar Proses Pembelajaran Dalam PP. No. 19 tahun 2005, pasal 19 (1) berbunyi bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan disenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartispasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatif, dan kemadirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selanjutnya dalam pasal 20 disebutkan bahwa seorang guru merencanakan proses pembelajaran meliputi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode mengajar, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Kemudian Meire yang dikutip oleh Hamalik (2002) menyatakan bahwa belajar tersebut harus dilakukan dengan aktivitas yaitu menggerakkan fisik pada waktu belajar, dan memanfaatkan indra sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar. Model pendekatan pembelajaran yang ditawarkan beliau tersebut disebut dengan pendekatan SAVI, yang sesunguhnya merupakan singkatan dari: 1. Somatis : belajar dengan bergerak dan berbuat. 2. Auditori : adalah belajar dengan berbicara dan mendengar. 3. Visual : belajar dengan mengamati dan menggambarkan. 4. Intelektual : belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Keempat cara belajar ini harus ada agar belajar bisa berjalan optimal, dalam arti terjadi hubungan gerakan fisik dengan gerakan intelektual dan pengunaan semua indera dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Semua unsur ini bisa terpadu, belajar yang paling baik adalah bila semua ini bisa berlangsung digunakan secara simultan. 67 Atas dasar pemikiran di atas maka kemudian Hamalik yang dikutip oleh Yamin (2007) menyarankan kepada guru-guru supaya di dalam melakukan pembelajaran berpegang pada prinsip-prinsip: 1. Pendidikan bukan mempersiapkan siswa untuk hidup sebagai orang dewasa, melainkan membantu agar siswa mampu hidup dalam kehidupan sehari-hari. 5. Siswa sebaiknya dididik sebagai suatu kesatuan, sebagi unit organisme. 6. Pendidikan bertujuan untuk memperbaiki kualitas kehidupan. 7. Para siswa belajar dengan berbuat. 8. Secara luas belajar dilakukan melalui kesan-kesan pengeindraan. 9. Belajar bergantung pada kemampuan individu siswa. 10. Belajar adalah suatu proses berkelanjutan 11. Kondisi sosial dan alamiah menyusun situasi-situasi belajar, 12. Motivasi belajar hendaknya bersifat intrinsik dan asli alamiah. 13. Pengajaran hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan individu murid. 14. Hubungan-hubungan antar guru dan murid, dan murid dengan murid dilaksanakan melalui kerjasama. 15. Metode, isi dan alat pembelajaran besar pengaruhnya terhadap individu siswa. D. Standar Kompetensi Lulusan Undang-undang Sistem pendidikan Nasional Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 35 (1) mengatur bahwa ”standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.”. Kemudian dalam PP No 19 tahun 2005 pasal 25 (2) mengatur bahwa standar kompetensi lulusan adalah meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran 68 dan mata kuliah. Kemudian secara lebih jelasnya diatur dalam pasal 26 bahwa standar kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, mencakup: 1. Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 2. Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 3. Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. 4. Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan. E. Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dalam PP No.19 tahun 2005, dalam pasal 28 (1) berbunyi bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Guru yang memiliki kualifikasi akademik adalah guru yang sesuai dengan surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 034/U/2003 adalah bahwa tenaga kependi- 69 dikan harus memiliki pengetahuan kependidikan, keterampilan-keterapilan yang telah diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah dan keputusan menteri. Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang guru dapat diketahui bahwa kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau diperhatikan pasal 42 (2) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Demikian pula dalam PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa guru SD/MI/SDLB harus berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru SMP/MTs/ SMPLB harus berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undangundang dan peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi guru seperti menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian jika makna bunyi pasal-pasal yang diatur dan terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi guru di Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 dari program studi yang relevan, misalnya untuk menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/PGTK/Psikologi/ kependidikan lainnya. Seseorang untuk dapat diangkat menjadi guru SD/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan tinggi program S1 atau D4 PGSD/Psikologi/Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru 70 Matematika SMP/MTS/SMPLB atau SMA/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu lompatan yang cukup signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006). Di samping kualifikasi akademik seorang guru juga dituntut sehat jasmani dan rohani. Persyaratan ini menunjukkan bahwa tugas guru adalah tugas yang berat lahir bathin. Seorang guru tidak mungkin dapat melakukan tugasnya dalam pembelajaran dengan baik kalau dalam keadaan sakit jasmani, atau guru dalam keadaan memiliki penyakit yang menular yang akan bisa jadi menular kepada anak-anaknya. Kesehatan jasmani sangat akan menopang keberhasilan guru mengajar di kelas. Oleh karena itu guru dituntut prima, cekatan, dan berwibawa dalam memberi pembelajaran, disamping itu persayaratan sehat rohani juga adalah suatu syarat yang mutlak harus dienuhi oleh seorang guru. Disamping kualifikasi akademik seorang guru disebut sebagai agen pembelajaran juga dituntut memiliki kompetensi. Oleh karena itu maka dalam pasal 28 (3) disebutkan bahwa guru itu adalah agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan usia dini pendidikan. Sebagai agen pembelajaran dituntut untuk memiliki kompetensi: (1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi sosial. Dengan ditetapkan standar kualifikasi tenaga kependidikan oleh perintah tampak sudah sangat jelas arahnya adalah tidak lain daripada untuk meningkatkan kualifikasi tenaga pendidikan, yang kemudian akan berdampak pada kualitas proses pembelajar- 71 annya dan hasil belajar siswa, dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. F. Standar Sarana dan Prasarana Sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 42 (1) diatur bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pemeblajaran yang teratur dan berkelanjutan. Kemudian didalam pasal yang sama ayat 2 nya diatur bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan epndidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Melihat masalah sarana dan prasarana pendidikan tersebut sudah diatur dalam peraturan pemerintah, maka sebenarnya adalah merupakan suatu kewajiban oleh pemerintah untuk dipenuhi terutama satuan pendidikan yang dikelola oleh pemerintah agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan lebih dari itu agar mencapai tujuan dan hasil yang bermutu. Fakta atau data di lapangan walaupun tidak merupakan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masih banyak sekolah yang belum dapat memenuhi sarana dan prasarana seperti yang diwajibkan dalam ketentuan tersebut. Lebih dari pada itu satuan pendidikan yang dikelola swasta sudah tentunya lebih terbatas fasilitas sarana 72 dan prasarananya. Sehingga kalau dalam keseharian di masyarakat ada pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih memiliki mutu yang rendah tampak ada benarnya, karena persyaratan sarana dan prasarananya belum terpenuhi padahal masalah sarana dan prasarana tersebut sudah diatur dalam undang-undang maka sudah tentu seharusnya wajib dilakukan atau disediakan. G. Standar Pengelolaan Pendidikan Suatu lembaga pendidikan membutuhkan pengelola atau pemimpin. Pemimmpin adalah seorang yang dapat mengatur terlaksananya proses pendidikan di sekolah dan tercapainya tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya. Seorang pemimpin lembaga pendidikan harus mampu untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengendalikan dan menilai proses pendidikan agar terlaksana dan tercapai tujuan pendidikan pendidikan. Dalam hubungannya dengan standar pengelolaan pendidikan ini pemerintah sudah mengaturnya dalam PP No. 19 Tahun 2005 dalam pasal 50 sebagai berikut: (1) Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh seorang kepala sekolah sebagai penanggung jawab pengelolaan pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya kepala sekolah satuan pendidikan SMP/MTs/SMP LB atau bentuk lain yang sederajat dibantu minimal oleh satu orang wakil kepala satuan pendidikan. (3) Pada satuan pendidikan SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat kepala satuan pendidikan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan yang masing-masing secara berturut-turut membidangi akademik, sarana prasarana, serta kesiswaan. 73 Seorang dapat ditunjuk, diangkat menjadi kepala sekolah sebagai penanggungjawab pengelolaan pendidikan apabila telah memiliki pengalaman sebagaimana yang diatur dalam PP No.19 tahun 2005 pasal 38 (1), (2), (3), (4), dan(5) (1) Kriteria menjadi kepala TK/RA meliputi: a. Bersetatus sebagai guru TK/RA b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pemebalajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA, dan, d. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan. (2) Kriteria untuk menjadi kepala SD/MI meliputi: a. Bersetatus sebagai guru SD/MI b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. e. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SD/MI, dan, d. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan. (3) Kriteria untuk menjadi kepala SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK meliputi: a. Bersetatus sebagai guru SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK. b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. f. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SMP/MTs/ SMA/MA/SMK/MAK , dan 74 d. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan. (4) Kriteria untuk menjadi kepala SDLB/SMPLB/SMALB meliputi: a. Bersetatus sebagai guru pada satuan pendidikan khusus. b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. g. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di satuan pendidikan khusus, dan d. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan. (5) Kriteria kepala satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sampai dengan ayat 4 dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan menteri. H. Standar Biaya Pendidikan Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 46 (1) menyatakan bahwa pembiayaan pendidikan adalah merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerindtah daerah, dann masyarakat. Kemudian dalam ayat 2 nya pemerintah dan pemrintah daerah bertanggungjawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana yang diatur dalam pasal 31 (4) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. kemudian dalam PP. No. 19 tahun 2005 pasal 1 (10) menyebutkan bahwa standar pembiayaan adalah standar yang mengatur tentang komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku dalam selama satu tahun. Kemudian dalam PP. No. 19 tahun 2005 pasal 62 menyebutkan bahwa pembiayaan pendidikan meliputi (1) biaya investasi, yang meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap, (2) biaya personal, meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses 75 pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, dan (3) biaya operasi, mepiputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomukasi, pemeliharaan sarana prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Permen berdasarkan usulan BSNP. Sumber pembiayaan pendidikan terutama sekolah negeri adalah berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belajan daerah (APBD), bantuan operasional sekolah (BOS) yang berasal dari pengurangan subsidi BBM, komite sekolah, dan dana yang bersumber dari masyarakat atau orang tua murid, sedangkan sumber dana untuk sekolah swasta adalah uang pembangunan, subsidi pemerintah, SPP, komite sekolah dan donatur. Perencanaan anggaran harus diusahakan dapat menampung seluruh kegiatan yang berupa kegiatan rutin, pembangunan (proyek) dalam bentuk daftar isisan pelaksanaan anggaran (DIPA). Perencanaan itu disusun berupa anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk tingkat pemerintah pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APB) untuk tingkat pemrintah daerah provinsi dan daerah kabupaten dan kotamadya. Angaran berarti suatu rencana keuangan yang disusun untuk mewujudkan kegiatan dalam suatu usaha kerjasama guna mencapai tujuan jangka waktu tertentu yang biasanya untuk waktu satu tahun. Anggaran untuk waktu satu tahun diselenggrakan penggunaan dan pengelolaannya dalam tahun anggaran yang bersangkutan, yang dimulai dari bulan Januari sampai akhir bulan Desember. Tahun anggaran ini bersifat sambung 76 menyambung, dan perencanaan sudah dimulai beberpa bulan sebelum bulan Januari, yaitu bulan Mei untuk rencana tahun berikutnya. H. Standar Penilaian Pendidikan Dalam PP. No. 19 tahun 2005 pasal 78 disebutkan bahwa evaluasi pendidikan adalah meliputi: (a) evaluasi keinerja yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, (b) evaluasi kinerja oleh pemerintah, (c) evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi, (d) evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, dan (e) evaluasi lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakat atau organisasi profesi untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Evaluasi yang dilakukan oleh satuan pendidikan dilakukan pada akahir semester, yang meliputi: (a) tingkat kehadiran peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, (b) pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler, (c) hasil belajar peserta didik, dan (d) realisasi anggaran. Kemudian hasil evaluasi dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkeptinngan. Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan oleh menteri terhadap pengelola satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dilakukan oleh pemerintah secara berkala, kemudian evaluasi kinerja pendidikan yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama terhadap pengelolaan satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan keagamaan secara berkala. Evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi, dilakukan terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, pada pendidikan dasar 77 dan menengah serta pendidikan nonformal termasuk pendidikan anak usia dini, secara berkala. Evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, dilakukan terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, pada pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal termasuk pendidikan anak usia dini, secara berkala. Evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dilakukan sekurang-kurangnya setahun sekali. Kemudian dalam pasal 85 (1) disebutkan untuk mengukur dan menilai pencapaian standar nasional pendidikan oleh peserta didik, program dan/atau satuan pendidikan, masyarakat dapat membentuk lembaga evaluasi mandiri. J. Rangkuman Standarisasi mutu pendidikan di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 2005 dengan dikeluarkannya PP No 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Kemudian suatu badan yang diberikan wewenang untuk mengembangkan dan melakukan penilaian atas standar pendidikan nasional tersebut adalah dilakukan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Badan ini yang menilai mutu pendidikan nasional berdasarkan pada pasal 35 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang mencakup delapan bidang, yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses pembelajaran, (3) standar komptensi lulusan, (4) standar tenaga pendidik, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan pendidikan, (7) standar pembiayaan pendidikan, dan (8) standar penilaian pendidikan. 78 K. Evaluasi 1. Dapat menjelaskan standar isi pendidikan 2. Dapat menjelaskan standar proses pembelajaran 3. Dapat menjelaskan standar komptensi lulusan 4. Dapat menjelaskan standar tenaga pendidik dan kependidikan. 5. Dapat menjelaskan standar sarana dan prasarana, 6. Dapat menjelaskan standar pengelolaan pendidikan 7. Dapat menjelaskan standar pembiayaan pendidikan. 7. Dapat menjelaskan standar penilaian pendidikan 79 BAB. VII MANAJEMEN MUTU TERPADU DAN SEKOLAH EFEKTIF A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami konsep sekolah efektif. Dapat menjelaskan konsep sekolah efektif. Memahami karakteristik dan indikator Dapat menjelaskan karakteristik dan indi- sekolah efektif . kator sekolah efektif. Memahami kaitan antara manajemen mutu Dapat menjelaskan kaitan antara manaterpadu dan sekolah efektif. jemen mutu terpadu dan sekolah efektif Memahami setrategi dalam mengimple- Dapat menjelaskan setrategi dalam mentasikan manajemen mutu terpadu. mengimplementasikan manajemen mutu terpadu B. Konsep Sekolah Efektif Efektifitas suatu organisasi tidak dapat dipisahkan dari perencanaan yang mantap, baik perencanaan strategik maupun perencanaan opersionalnya. Efektifitas pada dasarnya menunjuk kepada suatu ukuran tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan yang diharapkan sebagaimana yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Parameternya akan dapat diungkapkan sebagai angka nilai rasio antara jumlah hasil seperti kelulususan, produk jasa, produk barang, dan lain sebagainya yang dicapai dalam kurun waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah yang serupa yang diproyeksikan atau ditargetkan dalam kurun waktu tersebut (Makmun. 1997). Stoner, Freeman dan Gilbert (1996) mengartikan bahwa efektifitas itu adalah melakukan sesuatu itu dengan tepat. Demikian juga Etzioni 80 (1964) menguraikan bahwa efektifitas organisasi tersebut diartikan sebagai sejauh mana organisasi berhasil mencapai tujuannya. Namun demikian perlu diingat bahwa pengertian yang disebutkan di atas tampaknya kurang lengkap (Muhyadi. 1989). Tercapainya tujuan atau tingkat produktifitas yang tinggi dari suatu organisasi sebenarnya hanyalah merupakan salah satu aspek gambaran efektifitas suatu organisasi itu. Jadi masih ada aspek yang lainnya dari efektifitas oragnisasi itu, seperti tingkat kepuasan anggota, kualitas produk yang dihasilkan, kemampuan menciptakan dan memelihara stabilitas dan mungkin juga ada yang lainnya. Kemudian ada juga pendapat yang menyatakan bahwa efektifitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melakasanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektifitas adalah bagaimana suatu oerganisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi. Efektifitas juga diartikan tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari anggotan (Mulyasa. 2002). Berdasarkan pada pengertian efektifitas tersebut, maka sesunguhnya efektifitas berkaitan dengan terlaksananya suatu tugas pokok. Efektifitas juga berakaitan erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun sbelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Dengan demikian maka efektifitas tersebut juga mencakup efektifitas jangka pendek, efektifitas jangka menengah, dan efektifitas jangka panjang. Demikian juga Engkoswara (1987) menyatakan bahwa produktifitas sebagai tujuan pendidikan mencakup dua aspek yaitu: aspek efektifitas dan efisiensi. Aspek efektifitas mencakup atau memiliki kriteria (1) masukan yang merata, (2) keluaran yang banyak dan bermutu tinggi, (3) ilmu dan keluaran yang gayut yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, (4) pendapatan tamatan atau keluaran yang yang memadai. Sedang efisiensi mencakup 81 atau memiliki kriteria (1) kegairahan atau motivasi belajar, (2) semangat bekerja yang besar, (3) mendapat kepercayaan dari bebagai pihak, dan (4) pembiayaan, waktu dan tenaga sekecil mungkin tetapi menghasilkan yang besar. Sehubungan dengan pengukuran terhadap efektifitas atau keberhasilan organisasi tersebut sebenarnya dapat digunakan berbagai informasi dan data dasar yang dijadikan indikator atau kriterianya, terutama dalam organisasi atau lembaga pendidikan itu sendiri, seperti misalnya (1) analisis posisi sistem pendidikan untuk indikator pemerataan, (2) proforsi pengangguran misalnya untuk indikator relevansi, (3) angka efisiensi edukasi berdasarkan data kenaikan atau kelulusan, mengulang atau putus studi, untuk indikator efisiensi, (4) angka kelulusan, melanjutkan studi, NEM dan sebagainya untuk indikator kualitas. Melihat begitu luasnya pengertian dari efektifitas organisasi tersebut, maka sesungguhnya kriteria itu tidak hanya mencakup bagaimana hasil secara kuantitatif yang menggambarkan berbagai rasio berbagai parameter seperti yang telah diuraikan di atas, tetapi juga menyangkut masalah kualitas hasil (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1996). Demikian juga kalau masalah kualitas tersebut dicermati secara lebih jauh maka akan mencakup masalah yang lebih luas karena mencakup moral kerja, disiplin kerja, motivasi kerja, nilai-nilai lainnya dan masalah pendanaan. Sehubungan dengan inilah maka kemudian Gibson dkk (1988) menguraikan bahwa ada lima aspek dari efektifitas, yaitu produkdi, efisiensi, kepuasan, kemampuan adaptasi, dan pengembangan organisasi. Setelah dijelaskan dan sedikit tergambar apa yang dimaksud dengan efektifitas organisasi, maka persoalannya yang muncul adalah bagaimanakan suatu sekolah tersebut disebut efektif. Esensi fungsi sekolah pada dasarnya adalah sebagai tempat belajar yang 82 memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan memberikan pengalaman pembelajaran yang bermutu bagi peserta didik. Tempat belajar dimaknai sebagai suatu organisasi pendidikan yang memiliki bidang garapan yang cukup kompleks, yaitu bidang kesiswaan, kurikulum, kepegawaian, sarana dan prasarana, keuangan hubungan dengan masyarakat, pengelolaan kelas, kebijakan, pelayanan khusus, seperti bimbingan dan penyuluhan, perpustakaan, laboratorium, ekstrakurikuler, kantin, koperasi dan transpotasi sekolah. Semua bidang tersebut dikelola untuk kebermanfaatan sekolah bagi siswa dalam belajar. Dengan demikian sekolah efektif adalah sekolah yang menjalankan fungsinya sebagai tempat belajar yang paling baik yang menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagi siswa. Hasil belajar yang memuaskan semua pihak dengan komprehensipnya hasil belajar yang diperoleh siswa atau sekolah yang menunjukkan tingkat kinerja yang diinginkan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dengan menunjukkan hasil belajar yang bermutu para peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan ( Komariah & Triatna. 2004). Sekolah efektif juga terkait dengan kualitas. Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh lulusan yang menunjukkan kemampuannya dalam meuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat, misalnya nilai hasil ujian akhir, prestasi olah raga, prestasi karya tulis, dan prestasi pentas seni. Kualitas tamatan dipengaruhi oleh tahapan-tahapan kegiatan sekolah yang saling berhubungan, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sekolah efektif menunjukkan adanya proses perekayasaan berbagai sumber dan metode yang diarahkan pada terjadinya pembelajaran di sekolah secara optimal. Efektifitas sekolah merujuk pada pemberdayaan pada semua komponen sekolah sebagai 83 organisasi tempat belajar berdasarkan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dalam struktur program dengan tujuan agar siswa belajar dan mencapai hasil yang telah ditetapkan, yaitu memiliki kompetensi. Kemudian Thomas yang dikutip oleh Mulyasa (2002) menjelaskan bahwa efektifitas pendidikan yang disebutnya dengan istilah produktivitas, memaknai efektifitas dari tiga dimensi, yaitu (1) the administrator production function, meninjau produktifitas sekolah tersebut dari segi keluaran administaratif, yaitu seberapa besar dan baik layanan dapat diberikan dalam suatu proses pendidikan, baik oleh guru, kepala sekolah dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan, (2) the psychologist’s production function, meninjau produktifitas sekolah dari sisi keluaran, perubahan perilaku yang terjadi pada peserta didik, dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik sebgai suatu gambaran dari prestasi akademik yang telah dicapainya dalam periode belajar tertentu di sekolah, (3) the economics’s production function, meninjau produktifitas sekolah dari segi keluaran ekonomis yang berkaitan dnegan pembiyaaan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini mencakup harga layanan yang diberikan atau pengorbanan biaya dan perolehan (earning) yang ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut juga peningkatan nilai balik. C. Karakteristik dan Indikator Sekolah Efektif Kajian terhadap efektifitas terhadap suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan atau sekolah tersebut kemudian menimbulkan permalahan baru yaitu apa saja yang menjadi karakteristik dan indikator pendidikan atau sekolah efektif tersebut. Menurut Mukhtar dan Iskandar (2009) bahwa karakteristik sekolah efektif adalah: (1) fokus manajemen didasrakan pada lembaga pendidikan yang bersangkutan dengan menekankan pada prosedur pengembangan organisasi yang aktual dan penggunaan waktu yang efektif, 84 berpusat pada hasil dan tujuan yang jelas terukur, semua anggota memiliki komitmen dan harapan yang tinggi terhadap organisasi, (2) berfungsinya komponen-komponen organisasi secara optimal dan keefektipan manajerial ditandai kepemimpinan instruksional yang lugas dan kuat oleh kepala sekolah, kinerja guru, dan tenaga kependidikan yang profesional ditopang oleh oleh kemampuan teknologi yang baik dan kecakapan individual dan motivasi yang kuat, dan (3) kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan harus menggambarkan sikap kosisten, memiliki pikiran luas dan terbuka, memiliki integritas yang tinggi, jujur, percaya diri, kreatif dan lain sebagainya. Mukhtar dan Iskandar (2009) lebih lanjut dengan mengutip pendapat dari Shanon dan Bylsma juga menjelaskan karakteristik sekolah efektif sebagai berikut: (1) fokus bersama dan jelas, (2) standar dan harapan yang tinggi bagi semua siswa, (3) kepemimpinan sekolah yang efektif, (4) tingkat kerjasama dan komunikasi inovatif, (5) kurikulum pembelajaran dan evaluasi yang melampui standar, (6) frekuensi pemantaun terhadap belajar dan mengajar tinggi, (7) pengembangan staf pendidikan dan tenaga kependidikan yang tefokus, (8) lingkungan yang mendukung pelajar, dan (9) keterlibatan yang tinggi dari keluarga dan masyarakat. Kajian tentang efektifitas pendidikan yang lebih sistemmatis adalah harus dilihat mulai dari masalah input, process, output dan outcome (Mulyasa. 2002). Sekolah efektif diidenti-fikasikan sebagai sekolah yang dapat menyelenggarakan proses belajar yang efektif karena ciri khas dari lembaga sekolah adalah terjadinya proses belajar mengajar. Dengan demikian, dalam sekolah yang efektif terdapat proses belajar mengajar efektif, dengan ciri-ciri: (1) aktif, bukan fasif, (2) tidak kasatmata, (3) rumit, bukan sederhana, (4) dipengaruhi oleh adanya perbedaan individual di antara peseta didik, dan (5) dipengaruhi 85 oleh berbagai konteks (Komariah &Triatna. 2002). Namun perlu diingat bahwa sekolah efektif tersebut bukan semata-mata hanya ditentukan dengan terjadinya pembelajaran yang efektif tetapi sekolah efektif tersebut adalah merupakan suatu sistem, artinya bahwa sekolah efektif tersebut sangat ditentukan oleh sinergisitas berbagai komponen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan bermutu. Berbagai komponen yang dimaksudkan tersebut antara lain mencakup: (1) rencana strategis memberikan visi jangka panjang yang diwujudkan dalam program yang bersifat operasional dalam menentukan pasar dan corak budaya yang diinginkan, (2) kebijakan mutu yang memberikan pola standar program utama yang berisi pernyataan tentang hak-hak peserta didik, (3) pertanggungjawaban manajemen dari peran-peran badan pemerintah dan aparat dalam merealisasikan mutu, (4) organisasi mutu sebagai wadah kegiatan dalam mengatur, mengarahkan, dan memonitor pelaksanaan program, (5) pemasaran dan publisitas dalam bentuk informal yang jelas, akurat, dan up to date bagi masyarakat pemakai tentang apa yang ditawarakan dalam program, (6) penyelidikan dan pengakuan terhadap keberadaan peserta didik dalam wujud sistem administrasi peseta didik yang sesuai dengan kebutuhannya, (7) induksi melalui program pelatihan peserta didik yang berisi orientasi tentang sistem, etos, dan gaya pembelajaran yang dialkukan, (8) metode penyampaian kurikulum ditetapkan dengan rinci untuk setiap aspek program, (9) bimbingan dan penyuluhan bagi karier peserta didik yang terintegrasi dengan pelaksanaan kurikulum, dan (10) manajemen belajar diorganisasikan sesuai dengan spesifikasi materi kurikulum, (11) desain kurikulum termasuk dokumentasi tujuan dan sasaran dari setiap spesifikasi program harus didasarkan pada kebutuhan peserta didik dan masyarakat pemakai, (12) pengangkatan, pelatihan, dan pengembangan tenaga kependidikan yang sesuai dan 86 terarah pada kompetensi profesional dan karier staf selanjutnya, (13) kesempatan yang sama dalam menentukan metode dan prosedur penyampaian tujuan, baik bagimpserta didik dan tenaga kependidikan yang tertuang dalam dalam kebijakan tertentu, (14) monitoring dan evaluasi yang kontinu melalui mekanisme dan metode yang sesuai dengan proses terhadap kemajuan prestasi individu dan keberhasilan program, (15) pengaturan administrasi yang mendokumentasikan segala bentuk dokumen mengenai peserta didik termasuk sistem finasialnya yang valid, dan (16) sistem review lembaga yang dapat membangun kepercayaan dan seklaigus mengevaluasi performa lembaga secara keseluruhan serta umpan balik bagi perencanaan strategi selanjutnya (Sallis. 1993). Demikian juga ada pendapat yang menyatakatakan bahwa efektifitas sekolah tersebut dapat dilihat dari efektifitas kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya yang dapat diidentifikasi: (1) produktifitas, bagaimana peserta didik, guru, kelompok, dan sekolah pada umumnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan, (2) efisiensi, perbandingan individu dan prestasi sekolah dengan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai prestasi tersebut, (3) kualitas, tingkat dan kualitas usaha, tujuan, jasa, hasil, dan kemampuan yang dihasilkan oleh peserta didik di sekolah, (4) pertumbuhan, perbaikan kualitas kepedulian dan inovasi, dan tantangan dan prestasi dibandingkan dengan kondisi di masa lalu, (5) ketidak hadiran, yang berkaitan dengan jumlah waktu dan frekuensi ketidakhadiran para peserta didik, guru dan pegawai sekolah lainnya, (6) perpindahan, jumlah perpindahan dan tetapnya peserta didik kepala sekolah dan pegawai yang lainnya, (7) kepuasan kerja guru, bagaimana tingkat kesenangan yang dirasakan guru terhadap berbagai macam pekerjaan yang dilakukannya, (8) kepuasan peserta didik, bagaimana peserta didik merasa senang menerima pelajaran untuk mencapai tujuan yang telah 87 ditetapkan, (9) motivasi, kekuatan kecendrungan dan keinginan guru, peserta didik, dan pekerja sekolah untuk melibatkan diri dalam kegiatan atau pekerjaan sekolah. Hal tersebut bukanlah perasaan senang, (10) semangat, perasaan senang guru, peserta didik, dan personal sekolah yang lainnya, tradisi-tradisi tujuan-tujuannya, sehingga mereka merasa bahagia menjadi bagian atau anggota sekolah, (11) kepaduan, bagaimana peserta didik dan guru-guru saling menyukai satu sama lainnya, bekerja sama dengan baik, berlomunikasi secara penuh dan terbuka, serta mengkoordinasikan usaha-usaha, (12) keluwesan dan adaptasi, kemampuan sekolah untuk mengubah prosedur dan cara-cara operasinya dalam merespons perubahan masyarakat dan lingkungannya dengan bauk, (13) perencanaan dan perumusan tujuan, bagimana anggota sekolah merencanakan langkah-langkah pada masa yang akan datang dan menghubung-kannya dengan perumusan dan perubahan masyarakat dan lingkungan lainnya, (14) konsensus tujuan, bagaimana anggota masyarakat, orang tua, dan peserta didik menyepakati tujuan yang sama di sekolah, (15) internalisasi tujuan organisasi, penerimaan terhadap tujuan sekolah dan keyakinan para orang tua, guru, dan peserta didik bahwa tujuan sekolah itu benar dan layak, (16) keahlian manajemen dan kepemimpinan, keseluruhan tingkat kemampuan kepala sekolah, supervisor, dan pemimpin yang lainnya dalam melaksanakan tugas-tugas sekolah, (17) manajemen informasi dan komunikasi, kelengkapan, efisiensi penyebaran dan akurasi dari informasi dipandang penting bagi efektifitas sekolah oleh semua bagian yang berkepentingan termasuk guru, orang tua, dan masyarakat luas, (18) kesiagaan, penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa sekolah mampu menyelesaikan sesuatu tugas khusus atau mencapai beberapa tujuan khusus dengan baik jika diminta, (19) pemanfaatan lingkungan, bagaimana sekolah berhasil berinteraksi 88 dengan masyarakat, lingkungannya yang lain, serta memperoleh dukungan dan sumberdaya yang langka dan beberapa yang diperlukan untuk operasi yang efektif, (20) penilaian oleh pihak luar, penilaian yang layak mengenai sekolah oleh individu, organisasi, dan kelompok dalam masyarakat yang berhubungan dengan sekolah, (21) stabilitas, kemampuan sekolah untuk memelihara struktur fungsi, dan sumberdaya, sepanjang waktu, khususnya dalam periode-periode sulit, (22) penyebaaran pengaruh, tingkat partisipasi individu dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi mereka secara langsung, (23) latihan dan pengembanga, jumlah usaha dan sumber-sumber daya sekolah yang diperuntukkan bagi pengembangan bakat dan kemampuan guru, serta pegawai yang lainnya (Mulyasa. 2002). Demikian juga Mulyasa dalam buku yang sama menjelaskan bahwa efektifitas organisasi termasuk lembaga pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator berikut: (1) efektifitas keseluruhan, behubungan dengan bagimana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya, (2) kualitas, menyangkut jasa atau produk primer yang dihasilkan oleh organisasi, (3) produktifitas, menyangkut volume atau jasa pokok yang dihasilkan organisasi. Produktifitas dapat diukur dari tiga tingkatan, yaitu tingkat individu, kelompok, dan keseluruhan organisasi, (4) kesiagaan, berhubungan dengan penilaian menyeluruh tentang kemungkinan bahwa organisasi mampu menyelesaikan suatu tugas khsusu dengan baik jika diminta, (5) efisiensi, mencerminkan perbandingan beberapa aspek prestasi unit terhadap biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut, (6) laba atau penghasilan, berkaitan dengan penanaman modal yang dipakai untuk menjalankan organisasi dilihat dari sudut pandang si pemilik, (7) pertumbuhan, berkaitan dengan penambahan, sperti tenaga kerja, fasilitas harta, penjualan, laba, bagian pasar, dan penemuan-penemuan baru. Pertum- 89 buhan ini dilihat dari suatu perbandingan keadaan organisasi sekarang dnegan keadaan masa lalu, (9) stabilitas, berkaitan dengan pemeliharaan struktur, fungsi, dan sumber daya sepanjang waktu, khususnya dalam periode-periode sulit, (10) perputaran atau keluar masuknya pekerja, masayarakat frekuensi atau jumlah pekerja yang keluar atas permintaannya sendiri, (11) semangat kerja, berkaitan dengan kecendrungan anggota organisasi berusaha lebih keras mencapai tujuan dan sasaran organisasi, termasuk perasaan etrikat. Semangat kerja adalah gejala kelompok yang mengakibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan, dan perasaan memiliki, (12) motivasi, berkaitan dengan kekuatan kecendrungan seorang individu melibatkan diri dalam kegiatan dan bersedia atau rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan, (13) kepuasan, berkaitan dengan tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaannya dalam organisasi, (14) penerimaan tujuan organisasi, berkaitan dengan diterimanya tujuan oleh setiap pribadi atau unit-unit dalam organisasi karena mereka percaya bahwa tujuan tersebut benar dan layak, (15) keluwesan dan adaptasi, berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk mengubah prosedur standar operasi jika lingkungan berubah, untuk mencegah kebekuan rangsangan lingkungan, (16) penilaian oleh pihak luar, menyangkut penilaian mengenai organisasi atau unit organisasi oleh mereka dalam lingkungan yakni pihak dengan siapa organisasi ini berhubungan, kesetiaan, kepercayaan, dan dukungan yang diberikan kepada organisasi oleh kelompok-kelompok, seperti pemasok, pelanggan, pemegang saham, para petugas dan masyarakat umum. Sementara itu berdasarkan konsepsi manajemen mutu berbasis sekolah penilaian terhadap karakteristik sekolah efektif harus mencakup proses pembe-lajaran dan metode untuk membantu kemajuan dan memperhatikan multitingkat, yaitu mencakup input, 90 proses dan produk sekolah disamping pekembangan akademik siswa (Nurkolis .2003). Demikian juga lebih jauh Nurkolis menjelaskan bahwa karakteristik dari input, proses dan produk adalah sebagai berikut. Input pendidikan, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan: (1) memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas, (2) sumber daya tersedia dan siap, (3) staf yang berpotensi dan berdedikasi tinggi, (4) memiliki harapan prestasi yang tinggi, (5) fokus pada pelanggan, dan (6) input manajemen. Proses, pendidkan efektif pada umumnya mendidik karakteristik proses sebagai berikut: (1) proses belajar mengajar yang akatifitasnya tinggi, (2) kepemimpinan sekolah yang kuat, (3) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (4) pengelolaan kependidikan yang efektif, (5) sekolah memiliki budaya mutu, (6) sekolah memiliki teamwork yang kompak cerdas dan dinamis, (7) sekolah memiliki kewenangan kemandirian, (8) partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat, (9) sekolah memiliki kemauan untuk berubah, (10) sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, (11) sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, (12) komunikasi yang baik, dan (13) sekolah memiliki akuntabilitas. Output pendidikan meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) prestasi yang sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah (2) output bisa berupa prestasi akademik seperti NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba bahasa Inggris, Matematika, Fisika, cara berpikir kritis, kreatif, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah. (3) prestasi non akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian, dan 91 kepramukaaan. Kemudian Komariah dan Triatna (2006) menjelaskan bahwa sekolah efektif ditentukan oleh adanya aspek-aspek yang diperlukan dalam menentukan keberhasilan sekolah. Untuk lebih memperjelas aspek-aspek yang diperlukan dalam menentukan keberhasilan sekolah Komariah dan Triatna kemudian mengutip berbagai pendapat dan hasil penelitian tentang ciri-ciri sekolah efektif, seperti dari Tola dan Furqon (2002), Bank dunia (2000), Squires (1983), Scheerens (1992), Mackenzie (1983) Edmons (1979) Townsend (1994) Henevald (9192), Guldemon (1991), dan Koster (20020). TABEL. 7.1 CIRI-CIRI EKOLAH EFEKTIF Tujuan sekolah Tujuan Sekolah: dinyatakan secara jelas 1. Dinyatakan secara jelas. dan spesifik. 2. Digunakan untuk mengambil keputusan 3. Dipahami oleh guru, staf dan siswa. Pelaksanaan kepe- Kepala sekolah: mimpinan pendi-dikan 1. Bisa dihubungi dengan mudah. yang kuat oleh kepala 2. Bersikap responsif kepada guru dan siswa. sekolah. 3. Responsif kepada kepada orang tua dan masyarakat. 4. Melaksanakan kepemimpinan yang berfokus kepada pembelajaran. 5. Menjaga agar rasio antara guru/siswa sesuai dengan rasio ideal. Ekspektasi guru dan Guru dan staf: staf yang tinggi. 1. Yakin bahwa semua siswa bisa belajar dan berprestasi. 2. Menekankan pada hasil akademis. 3. Memandang guru sebagai penentu terpenting bagi 92 keberhasilan siswa. Ada kerjasama kemi- Sekolah: traan antara sekolah 1. Komunikasi secara positif dengan orang tua. dengan orang tua, dan 1. Memilihara jaringan serta dukungan orang tua dan masyarakat. masyarakat. 2. Berbagi tanggungjawab untuk menegakkan displin dan mempertahankan keberhasilan. 3. Menghadiri acara-acara penting di sekolah. Adanya iklim yang Sekolah: positif dan kondusif 1. Rapi, bersih, dan aman secar fisik. bagi siswa untuk 2. Dipelihara secar baik. belajar. 3. Memberi penghargaan kepada yang berprestasi. 4. Memberi penguatan terhadap perilaku positif siswa. Siswa: Menekankan kepada keberhasilan siswa 1. Mentaati yang tepat. 2. umpan balik secara cepat/segera. 3. Kemampuan berpartisipasi di kelas secara optimal. 4. Penilaian hasil belajar dari berbagai segi. Siswa: 1. Melakukan hal terbaik untuk mencapai hasil belajar yang dalam mencapai ke- optimal, baik yang bersifat akademis maupun non terampilan aktivitas akademis. yang essensial. 2. Memperoleh keterampilan yang essensial. Kepala sekolah: 1. Menunjukkan komitmen dan mendukung program keterampilan esesnsial. Guru: 1. Menerima bahan yang memadai untuk mengajarkan 93 keteram-pilan yang esensial. Komitmen yang tinggi dari SDM sekolah Guru: 1. Membantu merumuskan dan melaksanakan tujuan terhadap program pendi-dikan. pengembangan sekolah: Staf: 1. memperkuat dan mendukung kebijakan sekolah dan pemerintah daerah. 2. Menunjukkan profesionalisme dalam bekerja. Tola dan Furqon (2002), TABEL. 7.2 CIRI-CIRI EKOLAH EFEKTIF Supporting inputs 1. Dukungan orang tua dan masyarakat. 2. Lingkungan belajar yang sehat. 3. Dukungan yang efektif dan sistem pendidikan. 4. Kelengkapan buku dan sumber belajar. Enabling condition 1. Kepemimpinan yang fektif. 2. Tenaga guru yang kompoten, fleksibelitas, dan otonomi. 3. Waktu di sekolah yang lama. School climate 1. Harapan siswa yang tinggi. 2. Sikap gur4u yang fektif. 3. Keteraturan dan disiplin. 4. Kurikulumm yang terorganisasi. 5. Sistem reward dan insentif bagisiswa dan guru. 94 Teaching leraning 1. Tuntutan waktu belajar yang tinggi. process 2. Strategi mengjar yang bervariasi. 3. Pekerjaan rumah yang sering, penilaian, dan umpan muka baik yang sering. 4. Partisipasi (kehadiran, penyelesaian studi, dan kelanjutan studi). Sistem reward dan insentif bagi siswa dan guru. Bank dunia (2000) TABEL. 7.3 CIRI-CIRI EKOLAH EFEKTIF Konteks Kebutuhan masyarakat. Lingkungan sekolah: 1. Dukungan orang tua siswa dan lingkungannya. 2. Adanya hubungan yang baik antara sekolah dengan orangtua siswa. 3. Dukungan keluarga dan masyarakat terhadap sekolah. Kebijakan pendidikan: 1. Dukungan yang efektif dari sistem pendidikan. 2. Fleksibelitas dan otonomi. Input Kepemimpinan yang kuat: 1. Kepemimpinan dan perhatian kepala sekolah terhadap kualitas pengajaran. 2. Kepala sekolah mempunyai program inservise, pengawasan, supervisi, serta menyediakan waktu untuk membuat rencana bersama-sama dengan para guru dan memungkinkan adanya umpan balik demi keberhasilan prestasi akademiknya. 95 Visi sekolah: 1. Sistem nilai dan keyakinan. 2. Tujuan sekolah mempunyai standar prioritas sekolah yang sangat tinggi 3. Penekanan pada pencapaian kemampuan dasar. Sumber daya: 1. Dukungan materi yang cukup 2. Waktu pembelajaran yang cukup. Kualitas guru: 1. Sikap positif dari para guru. 2. Pemahaman yang mendalam terhadap pengajaran. Siswa: 1. Harapan yang tinggi dari siswa 2. Siswa berpendapat kerja keras lebih penting daripada keberuntungan dapat meraih prestasi. 3. Para siswa diharapkan mempunyai tanggungjawab yang diakui secara umum. 4. Perilaku siswa yang positif. Proses Iklim sekolah: 1. Adanya standar disiplin yang berlaku bagi kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan di sekolah. 2. Lingkungan fisik yang mendukung dan nayaman. 3. Iklim yang nyaman dan tertib bagi berlangsungnya pengajaran dan pemeblajaran. 4. Pengembangan staf dan iklim sekolah yang kondusif untuk belajar. 96 5. Peraturan dan disiplin. 6. Adanya penghargaan bagi siswa yang berprestasi. 7. Adanya penghargaan dan insentif. 8. Harapan yang tinggi dari komunitas sekolah. 9. Pengembangan dan kolegialitas pada guru. Kurikulum: 1. Adanya pengorganisasian kurikulum. 2. Menetapkan sasaran yang jelas dan upaya untuk mencapainya. Proses Belajar dan Mengajar: 1. Ketertiban dan tanggungjawab siswa. 2. Variasi strategi pembelajaran. 3. Frekuensi pekerjaan rumah. 4. Penilaian secara rutin mengenai program yang dibuat siswa. 5. Penilaian siswa yang didasarkan pada pengukuran hasil belajar siswa. 6. Adanya penilaian dan umpan balik sesering mungkin. 7. Pemantauan yang berulang-ulang terhadap kemajuan belajar siswa. 8. Memusatkan diri pada kurikulum dan instruksional. 9. Siswa diharapkan mampu mencapai tujuan yang telah direncanakan. 10. Harapan yang tibggi pada prestasi siswa. Output Hasil belajar siswa: 1. Siswa diharapkan lulus dengan menguasai pengetahuan akademik. 2. Mampu mendemontrasikan kebolehannya mengenai 97 seperangkat kriteria. Pencapaian keseluruhan. Outcome 1. Kesempatan kerja. 2. Penghasilan. Squires (1983), Scheerens (1992), Mackenzie (1983), Edmons (1979), Townsend (1994) Henevald (1992), Guldemon (1991) TABEL. 7.4 CIRI-CIRI EKOLAH EFEKTIF Input Karakteristik sekolah: 1. Luas gedung. 2. Luas laboratorium. 3. Luas perpustakaan. 4. Banyak ruang kelas. 5. Banyak siswa. 6. Banyaknya dana yang disediakan. Karakteristik guru: 1. Umur. 2. Pendidikan. 3. Pengalaman mengajar. Karakteristik siswa: 1. jumlah jam belajar siswa di rumah. 2. Jumlah jam les mata pelajaran. 3. Pendidikan orang tua. 4. Penghasilan orang tua. Proses Kepuasan guru: 1. Sumberdaya pendidikan. 2. Proses belajar emngajar. 98 3. Prestasi sekolah. 4. penghasilan dan penghargaan 5. Kebebasan melakukan aktifitas. Iklim sekolah: 1. Kondisi fisik dan fasilitas sekolah. 2. Cara kerja dan gaya kepemimpinan kepala sekolah. 3. Harapan dan prestasi sekolah. 4. Hubungan kerja. 5. Ketertiban dan disiplin sekolah. Partisipasi orang tua: 1. Ikut menentukan kebiajakan dan program sekolah. 2. Ikut mengawasi pelkasanaan kebijakan dan program sekolah. 3. Pertemuan rutin di asekolah. 4. Kegiatan ekstrakurikuler. 5. mengawasi mutu sekolah. 6. Pertemuan BP3. 7. membiayai pendidikan. 8. Mengembangkan iklim sekolah. 9. Partisipasi dalam pengembangan sarana dan prasarana sekolah. Outcome Hasil belajar: 1. Pengetahuan tiap mata pelajaran Konsep diri siswa: 1. Internal: identitas diri, perilaku diri, penilaian diri. 2. Ekternal: fisik diri, etika moral diri, personal diri, famili diri, sosial diri. Koster (2002). 99 TABEL. 7.5 CIRI-CIRI EKOLAH EFEKTIF Konteks 1. Tuntutan pengembangan diri dan peluang tamatan. 2. Dukungan pemerintah dan masyarakat. 3. Kebijakan pemerintah 4. Landasan hukum. 5. Kemampuan Iptek. 6. Nilai dan harapan masyarakat. 7. Tuntutan otonomi. 8. Tuntutan globalisasi. Input 1. Visi, misi, tujuan dan sasaran. 2. Kurikulum. 3. Pendidik dan tenaga kependidikan. 4. Peserta didik. 5. Sarana dan prasarana. 6. Dana. 7. Regulasi satuan pendidikan. 8. Organisasi. 9. Administrasi. 10. Peranserta masyarakat. 11. Budaya satuan pendidikan. Proses Output Proses PBM. 1. Akademik. 2. Non akademik. 3. Angka mengulang. 4. Angka putus sekolah. 5. Durasi sekolah. 100 Outcome 1. Kesempatan pendidikan. 2. Kesmpatan kerja. 3. Pengembangan diri. Sagala (2010). Dari berbagai karakteristik dan indikator sekolah efektif seperti yang diuraikan terssebut di atas tampaknya diantara pendapat para ahli yang satu dengan yang lainnya kalau dicermati secara lebih teliti maka dapat diketahui lebih banyak ada kesamaannya, walaupun yang menjadi persoalan adalah bagaimana gambaran atau deskripsi dari masing-masing indikator tersebut tidak dijelaskan secara lebih luas dan dalam. Penjelasan atau deskripsi masing-masing indikator ini adalah sangat penting sekali lebih-lebih dalam rangka pengukuran untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk kepentingan penelitian. Namun demikian sebagai stimulan dan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian dan pembahasan secara lebih luas dan dalam tampaknya akan sangat membantunya. D. Manajemen Mutu Terpadu dan Sekolah Efektif Manajemen mutu terpadu adalah merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya (Nawawi. 2003). Manajemen mutu terpadu merupakan suatu pendekatan pengendalian mutu melalui pertumbuhan partisipasi karyawan. Manajemen mutu terpadu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kreatifitas di antara karyawan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu 101 organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dalam memantau kesempatan, bersifat proaktif, tidak menunggu bergerak kalau persoalan timbul dan tidak menghentikan kegiatannya kalau suatu persoalan telah ditemukan dan dipecahkan (Rivai dan Murni. 2009). Manajemen mutu terpadu diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari suatu perusahaan ke dalam falsafat holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktifitas, dan pengertian, serta kepuasan pelanggan. Manajemen mutu terpadu merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai setrategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Nasution. 2001). Kemudian dalam bidang pendidikan ada pendapat yang menyatakan bahwa manajemen mutu terpadu memungkinkan memberi peluang untuk perbaikan mutu sekolah menuju sekolah efektif. Sekolah efektif adalah sekolah yang berhasil mencapai tujuannya. Sekolah efektif pada intinya adalah pembelajaran yang efektif. Ada dua sistem pendekatan dalam memahami manajemen mutu terpadu dalam menuju sekolah efektif. Pertama adalah pendekatan sistem yaitu suatu sistem pendekatan yang mempercepat perbaikkan dan berkelanjutan yang berhubungan langsung dengan peserta didik. Kedua adalah pendekatan sistem langsung dan terlibat aktif dalam pengambilan keputusan dan manjemen sekolah (Syafaruddin. 2002). Berdasarkan pada beberapa pengertian manajemen mutu terpadu tersebut kemudian Nawawi (2003), Nasution (2001) dan Usman (2006) menjelaskan beberapa karakteristik atau unsur utama manajemen mutu terpadu sebagai berikut di bawah ini. 1. Berfokus pada yang dilayani. Karakteristik ini pada mulanya menekankan bahwa bagi organisasi non profit keberhasilan akan terlihat dari organisasi tersebut dalam melaksanakan tugas pokoknya dalam memberikan pelayanan umum dan melaksa- 102 nakan pembangunan yang dapt diukur dengan mengacu pada suatu standar tertentu yang telah ditetapkan. Tolak ukur itu ternyata tidak seluruhnya benar. Dalam kenyataannya standar tertentu itu mungkin cocok untuk satu lingkungan msyarakat, namun tidak cocok untuk lingkungan masyarakat yang lain. Misalnya dalam pelaksanan wajib belajar, di masyarakat elite yang cukup terdidik terutama di perkotaan, pelayanan cukup dilakukan di sekolah, karena anggota masyarakat selalu berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya dengan memilih sekolah yang kualitasnya sesuai dengan keinginan dan harapannya. Berbeda dengan daerah pedesaan yang terpencil dan terasing termasuk desa tertinggal di perkotaan, pemberian pelayanan umum harus dilakukan dengan mendatangi anggota masyarakat agar menyekolahkan anak-anaknya. 2. Obsesi pada kualitas. Dalam orgnisasi yang menerapkan manajemen mutu terpadu, pelanggan internal dan ekternal yang menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang telah ditentukan. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap level harus berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan persepektif ”bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik. Bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip good enough is never good enough. Karakteristik ini harus diwujudkan oleh pemimpin atau manajer dalam semua fungsi manajemen mulai dari aktif dalam merumuskan perencanaan yang berorientasi pada kualitas, kemudian aktif pula membagi pembidangan kerja dan mengatur penempatan personel agar pelaksanaan pekerjaan mampu menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Di samping itu aktif pula dalam mewujudkan fungsi pelaksanaan dengan memberikan 103 pengarahan dan bimbingan, diawali dengan menetapkan dan memerintahkan keputusan dan atau kebijakan secara berkualitas, memilih dan menetapkan cara bekerja, sampai pada memberikan pengaarahan dan bimbingan selama pelaksanaan. Di lingkungan organisasi pendidikan, berarti pemimpin atau manjer dari menteri sampai kepala sekolah harus aktif dalam menyusun dan mengimpelemtasikan kurikulum, mengembangkan media pembelajaran, mengembangkan strategi pembelajaran, serta aktif dalam melakukan supervisi dan pengawasan yang berkualitas agar memperoleh hasil berupa lulusan yang bermutu. 3. Pendekatan ilmiah. Pendekatn ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan manajemen mutu terpadu, terutama untuk merancang pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut. Dengan demikian data yang diperlukan dan digunakan dalam menyusun patok duga, memantau prestasi dan melaksanakan perbaikan. Oleh karena itu sudah seharusnya pada organisasi pendidikan pelaksanaan fungsi manajemen dalam pelaksanaannya manejemen mutu terpadu pengembangan konsep mutunya dengan menggunakan sarana berteknologi canggih tersebut. Dengan demikian hasilnya akan lebih akurat, obyektif, dan cepat dengan tingkat ketepatan yang tinggi, sehingga dalam penggunaan hasilnya pada setiap pengiplementasian fungsi manajemen akan lebih berkualitas, misalnya dalam mengolah data dilakukan penghitungan dengan statistik, demikian pula dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dengan menggunakan media dan sarana bertehnologi tinggi. 4. Komitmen jangka panjang. Manajemen mutu terpadu merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru 104 pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan manajemen mutu terpadu dapat berjalan dengan sukses. Komitmen jangka panjang seperti ini berarti memerlukan pelaksanaan pelatihan dan pengembangan personel untuk meningkatkan kualitas, keterampilan, wawasan, sikap, dan nilai-nilai terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya harus dilaksanakan secara terus menerus. Komitmen jangka panjang akan sangat mendukung bagi terwujudnya kualitas kehidupan kerja tanpa diskriminasi yang memberikan kesempatan kepada semua personel agar secara terus menerus berusaha meningkatkan kemampuannya dalam memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas, yang pada gilirannya akan menunjang bagi terwujudnya tim kerja dalam melaksanakan semua fungsi manajemen yang sangat besar pengaruhnya pada kemampuan semua tugas pokok organisasi. Dalam organisasi pendidikan manajemen mutu terpadu konsep mutu harus dikembangkan sebagai obsesi setiap personel dalam melaksanakan tugas pokoknya agar menjadi budaya sekolah. Dengan komitmen jangka panjang setiap prestasi berupa peningkatan kualitas melalui kreativitas, inisiatif dan inovasi dalam bekerja selalu dihargai, karena sangat penting untuk memperkuat perkembangan sikap bersaing secara sehat atas dasar prestasi kerja. Dengan demikian komitmen jangka panjang adalah merupakan karakter yang harus diimplementasikan dalam lingkungan organisasi pendidikan atau sekolah. 5. Kerjasama tim. Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional, seringkali diciptakan persaingan antar departemen yang ada agar daya saingnya terdongkrak. Akan tetapi, persaingan internal tersebut cendrung hanya menggunakan dan menghabiskan energi yang seharusnya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas, yang pada 105 gilirannya untuk meningkat daya saing perusahaan pada lingkungan ekternal. Dalam organisasi yang menerapkan manajemen mutu terpadu kerjasama tim, kemitraan, dan hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat sekitarnya. Pemberdayaan sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui penggunaan dan pengembangan cara bekerja dalam kelompok, agar antar personal dengan personal yang lainnya bekerja dengan cara saling menunjang, saling isi mengisi atau saling melengkapi kekurangan atau kelemahan-kelemahan masing-masing. Dengan bekerja di dalam tim kerja secara efektif, berarti produktifitas dan kualitas kerja dapat ditingkatkan menjadi lebih baik dibandingkan dengan cara dan hasil kerja individual. 6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan. Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memnafaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang ada perlu diperbaiki secar terus menerus agar kualitas yang dihasilkan dapat makin meningkat. 7. Pendidikan dan pelatihan. Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan. Mereka beranggapan bahwa perusahaan bukanlah sekolah yang diperlukan adalah tenaga terampil siap pakai. Jadi perusahaan-perusahaan seperti itu hanya akan memberikan pelatihan sekadarnya kepada para karyawan-karyawannya. Kondisi seperti ini menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit barsaing dengan perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global. Dalam organisasi yang menerapkan manajemen mutu terpadu pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip 106 bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya. 8. Kebebasan yang terkendali. Dalam manajemen mutu terpadu keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan rasa memiliki dan tanggungjawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu, unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik. Pengendalian itu sendiri dilakukan terhadap metode-metode pelaksanaan proses tertentu. Dalam hal ini, karyawanlah yang melakukan standarisasi proses dan mereka pula yang berusaha mencari cara untuk meyakinkan setiap orang agar bersedia mengikuti prosedur standar tersebut. 9. Kesatuan Tujuan. Supaya manajemen mutu terpadu dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian, setiap usaha dapat diarahkan kepada tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan, misalnya mengenai upah dan kondisi kerja. 10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan manjemen mutu terpadu. Keterlbtan karyawan membawa dua manfaat utama. Pertama akan memungkinkan 107 meningkatkan dihasilkannya keputusan yang lebih baik, rencan yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena mencakup pandangan dan pemikiran orang banyak dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Kedua keterlibatan karyawan juga meningkatkan rasa memiliki dan tanggungjawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan, melainkan juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh berarti. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam organisasi pendidikan seperti sekolah dalam hal ini guru, dan staf tata usaha dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah sangat penting karena akan dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik, efektif, karena mencakup pandangan pemikiran dari pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja, dan akan meningkatkan rasa memiliki dan tanggungjawab atas keputusan dengan melibatkan orang yang harus melaksanakannya. Kemudian Usman (2006) menjelaskan bahwa dalam implementasi manajemen mutu terpadu tersebut agar dapat terlaksana secara efektif maka ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh manajer atau pimpinan terutama organisasi dalam bidang pendidikan. Prinsip-prinsip yang dimaksudkan adalah: 1. Kepuasan pelanggan. 2. Respek terhadap setiap orang 3. Manajemen berdasarkan fakta 4. Perbaikan secara terus menerus. Mutu tidak hanya bermakna sebagai kesesuaian dengan spesifiksi-spesifiksi tertentu, tetapi mutu tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pendidikan adalah pelayanan jasa. 108 Sekolah harus memberikan pelayanan jasa sebaik-baiknya kepada pelanggannya. Pelanggan sekolah meliputi pelanggan internal dan ekternal sekolah. Pelanggan eksternal sekolah adalah orang tua siswa, pemerintah dan masyarakat termasuk komite sekolah. Pelanggan internal sekolah adalah siswa, guru, dan staf tata usaha. Dengan kata yang lain sekolah memiliki pelanggan primer, sekunder, dan tertier. Pelanggan primer sekolah adalah adalah siswa, pelanggar sekunder adalah orang tua, dan pelanggar tertier adalah pemerintah dan masyarakat (Usman. 2006). Kebutuhan pelanggan harus dipuaskan dari segala aspek, termasuk juga harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu aktivitasnya harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan. Kualitas yang dihasilkan oleh suatu peruasahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka peningkatan kualitas hidup pelanggan, semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin besar pula kepuasan pelanggan Kemudian dalam rangka menjaga mutu sekolah, maka setiap personel dipandang memiliki potensi, sebagai aset organisasi, karena itu setiap orang diperlakukan dengan baik diberikan kesempatan untuk berprestasi, berkarier, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Manajemen sekolah sekolah supaya berdasarkan pada fakta dalam arti bahwa setiap keputusan supaya didasari pada fakta, bukan pada perasaan, atau ingatan semata. Dalam proses harus dilakukan perbaikan terus menerus secara berkesinambungan mulai dari perencanaan, melaksanakan rencana, memeriksa hasil pelaksanaan, dan dalam melakukan tindakan korektif. 109 E. Setrategi dalam Mengimplementasikan Manajemen Mutu Terpadu Untuk dapat menjadi suatu organisasi atau sekolah yang efektif maka di dalam mengimplementasikan manajemen mutu terpadu tersebut diperlukan suatu strategi yang jelas dan mantap. Sallis (1993) menjelaskan bahwa diperlukan adanya setrategi yang langkah-langkah mencakup: (1) misi yang jelas dan spesifik, (2) perhatian yang jelas terhadap pemakai jasa, (3) suatu strategi untuk mencapai misinya, (4) keterlibatan seluruh pemakai jasa baik internal maupun ekternal di dalam pengembangan strategi, (5) pengembangan kekuatan atau pemberdayaan seluruh staf dengan cara menghilangkan kendala dan membantu mereka dalam meningkatkan kontribusi maksimal kepada lembaganya melalui perkembangan kelompok kerja efektif, dan (6) penerapan dan evaluasi terhadap efektifitas kelembagaan dilihat dari tujuan yang telah disepakati dengan pemakai jasa. Lebih jauh Sallis juga menjelaskan bahwa untuk dapat berhasilnya implementasi manajemen mutu terpadu tersebut harus mulai dari atas atau pimpinan, yang etrgambar dari perilaku adan tindakan pemimpin sebagai berikut: (1) menyenangkan pelanggan melalui peretmuan, diskusi, daftar pertanyaan, dan sebagainya, (2) membentu fasilitator yang akan memasyarakatakan program dan mengarahkan kelompok pengarah dalam pengembangan program peningkatan mutu, (3) membentuk kelompok pengarah peningakatan mutu yang mendorong dan menunjang proses peningakatan mutu, (4) menunjuk koordinator peningakatan mutu yang membantu dan mengarahkan tim kerja dalam menemukan pemecahan masalah, (5) menyelengarakan seminar manajemen untuk mengevaluasi kemajuan, (6) menganalisis dan mendiagnosis situasi yang sedang berkembang, (7) menggunakan atau mencoba model-model yang telah diterapkan oleh lembaga lain, (8) menggunakan konsultan dari luar walaupun tidak dapat dilaksanakan 110 sepenuhnya sebagaimana pada perusahaan, (9) meningkatkan latihan yang mengarah pada mutu yang diutamakan dalam perubahan budaya. (10) menyebarluaskan pengertian mutu kepada seluruh individu dalam lembaga pendidikan agar semua terlibat dalam proses peningakatan buaya, (11) mengukur biaya dari mutu, termasuk menghitung kerugian yang diakibatkan oleh penurunan jumlah siswa baru, drop out, reputasi yang menurun, kehilangan kesempatan, dan sebagainya, (12) menerapkan alat dan teknik melalui pengembangan kelompok kerja efektif, dan (13) mengevaluasi program pada setiap periode tertentu agar program pada setiap periode tertentu sebagaimana direncanakan tidak mengalami kegagalan. Manajemen mutu terpadu sebagai konsep manajemen modern adalah berusaha untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada baik yang didorong oleh keuatan ekternal maupun internal organisasi. Sebagai organisasi modern, lembaga pendidikan sekolah, universitas, akademi, institut harus mengetahui dan memahami pentingnya mengupayakan lulusan pendidikan yang bermutu. Pendidikan harus benar-benar menyadari perlunya untuk mengejar mutu dan mengusahakannya terhadap murid-murid. Ada banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, sperti pemeliharaan gedung, guru-guru, nilai moral tinggi, hasil ujian yang unggul,dukungan orang tua, bisnis dan masyarakat, penerapan teknologi, kekuatan kepemimpinan, pemeliharaan dan perhatian terhadap pelajar, kurikulum yang tepat, atau perpaduan berbagi faktor. Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan merupakan bentuk pengendalian mutu yang disempurnakan. Filosofy dari manjemen mutu terpadu ini adalah terciptanya budaya kerja dari seluruh personel yang terlibat dalam pengadaan dan penyajian jasa 111 pendidikan yang dijiwai oleh motivasi dan sikap untuk memenuhi dan memuaskan harapan pelanggan. Dalam rangka memenuhi harapan pelanggan pendidikan ini, pengelola sekolah secara bertahap dan terus menerus memperbaiki kualitas lulusannya dengan didukung oleh kepemimpinan yang kuat dari fihak pimpinan serta pembagian tanggungjawab untuk mencapai mutu. F. Rangkuman Sekolah efektif adalah sekolah yang menjalankan fungsinya sebagai tempat belajar yang paling baik yang menyediakan layanan pembelajaran yang bermutu bagi siswa. Hasil belajar yang memuaskan semua pihak dengan komprehensip yang diperoleh siswa atau sekolah yang menunjukkan tingkat kinerja yang diinginkan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar dengan menunjukkan hasil belajar yang bermutu para peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sementara itu berdasarkan konsepsi manajemen mutu berbasis sekolah penilaian terhadap karakteristik sekolah efektif harus mencakup proses pembelajaran dan metode untuk membantu kemajuan dan memperhatikan multi tingkat, yaitu mencakup input, proses dan produk sekolah disamping pekembangan akademik siswa. Manajemen mutu terpadu adalah merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Manajemen mutu terpadu merupakan suatu pendekatan pengendalian mutu melalui pertumbuhan partisipasi karyawan. Manajemen mutu terpadu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kreatifitas di antara karyawan. Manajemen mutu terpadu diartikan sebagai perpaduan semua fungsi 112 dari suatu perusahaan ke dalam falsafat holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktifitas, dan pengertian, serta kepuasan pelanggan. Manajemen mutu terpadu merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai setrategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Kemudian dalam bidang pendidikan manajemen mutu terpadu memberi peluang untuk perbaikan mutu sekolah menuju sekolah efektif. G. Evaluasi 1. Jelaskan konsep sekolah efektif !. 2. Jelaskan karakteristik dan indikator sekolah efektif !. 3. Jelaskan kaitan antara manajemen mutu terpadu dan sekolah efektif !. 4. Jelaskan setrategi dalam mengimplementasikan manajemen mutu terpadu !. 113 DAFTAR PUSTAKA. Antony, R. N.,John Dearden, Norton M. Bedfort. (199). Management control system. Richard D. Irwin, Inc. Baroto, T. (2002). Perencanaan dan pengendalian produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia Danim, S. (2006). Visi baru manajemen sekolah dari unit birokrasi ke lembaga akademik. Jakarta: Bumi Aksara. Dewantara, Ki Hadjar. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Engkoswara. (1999). Menuju Indonesia modern 2020. Bandung: Yayasan Amal Keluarga. Etzioni, A. (1985). Organisasi-organisasi modern. Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress) Gibson, J. L. Ivancevich, J.M. Donnely Jr. JH. (1988). Organization behavior, structure, processes. Plano: Business Publication. Hamalik, O. (2002). Pendidikan guru berdasarkan pendekatan kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara. Ichsan, M. (1991). Efektifitas organisasi. Malang: BPFIA-Unibraw Jauch, L. R., W. F. Gluek (1988). Strategic management and business policy. McGrawHILL, Inc. Kast, F. E. dan James E. Rosenzweig. Oraganisasi dan manajemen 2. Jakarta: Bumi Akasara. Komariah, A. dan Cepi Triatna. (2006). Visionary leadership menuju sekolah efektif. Jakarta: Bumi Akasara. Koontz, H., C. O Donnel., H. Weihrich. (1984). Management. New York: McGrawHILL, Inc. Makmun, Tb. A. S. (1997). Analisis posisi pembangunan pendidikan dan kebudayaan. Jakarta: Biro Perencanaan Sekjen Depdikbud. Mitchell, T. R. (1978). Peaple in oragnization understanding their behavior. New York: McGraw-Hill Book Company. 114 Mukhtar, H., Iskandar. (2009). Orientasi baru supervisi pendidikan. Jakarta: Gaung Persada. Muhyadi. (1989). Organisasi teori, struktur dan proses. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebuyaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Mulyadi. (2007). Sistem perencnaan dan pengendalian manajemen: Jakarta: Salemba Empat. Mulyasa, E. (2002). Manajmen berbasis sekolah. Bandung; PT. Remaja Rosdakarya. Nawawi, H. H. (2003). Manajemen strategik organisasi non profit bidang pemerintahan dengan ilustrasi di bidang pendikan. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. Nurkolis. (2003). Manajemen berbasis sekolah: teori, model, dan aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana. Paine, J., R. Pryke. (1993). Total quality in education. Sydney: Ashton Scholastic Pidarta, M. (2004). Manajemen pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Pearce, J. A. & R. B. Robinson. (1996). Strategic management. Richard D Irwin. Inc. Prawirosentono, S. (2004). Manajemen mutu terpadu. Jakarta: Bumi Akasara. Rivai,V., Sylviana M. (2009). Education management, analisis teori dan praktik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Robbins, S. P. (1987). Teori organisasi, struktur, desain dan aplikasi. Jakarta: Arcan Sagala. H.S. (2010). Supervisi pembelajaran dalam persepektif profesi pendidikan. Bandung: Alfabeta Sagala. H.S. (2010). Manajmen strategik dalam peningakatan mutu pendidikan. Bandung: Alfabeta Sallis, E. (1993). Total quality management in education. London: Kogan Page Limited 120 Pentoville. Sergiovanni, T. J. et.al. (1987). Educational governance and administration. New Jersey: prentice Hall inc. Simamora, H. (2004). Manajmen sumberdaya manusia. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. 115 Suadi, A. (2001). Sistem pengendalian manajemen. Yogyakarta: BPFE. Sukristono. (1995). Perencanaan strategis bank. Jakarta:Institut Bankir Indonesia Stoner, J. A. F., R.E. Freeman., D. R. Gilbert. JR. (1995). Management. New Jersey Prentice-Hall,Inc. Syafaruddin. (2002). Manajemen mutu terpadu dalam pendidikan, konsep,strategi, dan aplikasi. Jakarta: Grasindo. Tjiptono, F & Anastasia Diana. (2002). Total quality management. Yogyakarta: Andi. Tunggal, A.W. (1993). Sistem pengendalian manjemen. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Usman, H. (2006). Manajemen, teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Winardi. (1990). Asas-Asas manajemen. Bandung: Penerbit Mandar maju. Yamin, H. M. (2007). Profesionalisasi guru dan implementasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press. 116