PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS MANAJEMEN BISNIS Maman Rachman Prpgram Pascasarjana Unnes A. Latar Belakang Dekade 1980-an merupakan era bagi negara-negara barat bergiat DIRI mencari corak manajemen dalam menjawab tantangan corak manajemen yang yang dikembangkan seperti di Jepang. Jepang menampakkan keunggulan corak manajemen terjadi pada era 1970-an (Satori, 2010). Oleh karena itu, pada tahun 1980-an dipandang sebagai peristiwa dimana gagasan dan pemikiran manajemen mempengaruhi tata kerja dan sendi-sendi kehidupan, yang sebelumnya fenomena itu belum terjadi di negara-negara barat. Pertumbuhan besar-besaran dalam perdagangan internasional dan penanaman modal telah menumbuhkan kegiatan perbankan dan keuangan sampai pada tingkat paling peka bagi terjadinya perubahan mendadak sebagai akibat dari persaingan yang tajam sebagai corak dari manjemen bisnis. Persaingan adalah peerilaku penting dalam dunia bisnis. Pada satu sisi, persaingan merupakan azas utama untuk memperoleh profit, namun di sisi lain persaingan memicu kreativitas dan inovasi dari para pelakunya. Norma kualitas, kepuasan pelanggan, dan loyalitas merupakan nilai dibangun untuk mengejar persaingan. Lain halnya dalam manajemen pendidikan. Nilai-nilai tersebut tidak dominan, sebab pada dasarnya, manajemen pendidikan tidak berorientasi kepada keuntungan. Orientasi dalam organisasi pendidikan adalah bersifat nirlaba. Kendatipun demikian, semestinya norma kualitas, kepuasaan pelanggan, dan loyalitas perlu ada. Peroleh predikat “saya atau kami” yang terbaik adalah perilaku yang dituju oleh watak kompetitif (Satori, 2010). Oleh karena itu, untuk memenuhi kondisi tersebut, maka kemudian dikembangkan budaya layanan prima setiap saat melalui program pengembangan kualitas berkelanjutan. Sementera itu, inovasi dan kreativitas dalam manajemen bisnis dibangun melalui penelitian pasar, mempelajari perilaku pelanggan, mempraktikan fungsifungsi manajemen dan perencanaan stratejik, serta membangun organisasi belajar. Aspekaspek yang dikembangkan seperti itu, tidak lain adalah organisasi yang berorientasi pada laba, yang sebenarnya aspek-aspek seperti itu dapat saja dikembangkan dalam organisasi pendidikan yang sifatnya nirlaba. B. Permasalahan Mengacu kepada kajian masalah seperti yang terjadi dalam manajemen bisnis seperti itu, sebenarnya dimaksudkan untuk menelisik pemikiran dalam membangun manajemen pendidikan sebagai pekerjaan sosial profesional dalam perspektif global. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dikaji mencakupi sebagai berikut. 1. Kecenderungan pemikiran manajemen bisnis apakah yang dapat dijadikan gagasan dalam pendidikan untuk memicu dan memacu kreativitas dalam praktik manajemen pendidikan? 2. Perspektif posisi penyelenggaraan manajemen pendidikan yang bagaimanakah yang perlu diadopsi dan diadaptasi dari hasil pemikiran manajemen bisnis bagi pengembangan kualitas pendidikan? C. Pembahasan Kebutuhan akan manajemen profesional adalah sebuah keniscayaan. Di bidang perusahaan, pertumbuhan manajemen profesional telah menyebabkan terjadinya pemindahan pengelolaan perusahaan, yang semula ditangani oleh keluarga atau berdasar kekerabatan misalnya, kini berpindah tangan kepada orang-orang profesional yaitu yang memiliki kompetensi tertentu, yang mendapat pendidikan/pelatihan khusus tertentu, dan yang dari padanya mendapat imbalan (Rachman, 2010). Penyebab terjadinya gerakan dalam bidang manajemen tersebut, pada dasarnya antara lain disebabkan oleh kecenderungan pemikiran berdasar sinyalemen seperti yang dikemukakan Satori (2010) berikut ini. 1. Gagasan manajemen ilmiah merintis pentingnya pemahaman terhadap kecakapan dan karakteristik personal untuk dikembangkan sesuai dengan norma dan budaya organisasi, spesifikasi tugas, dan tata kerja organisasi. Gerakan ini diikuti oleh pandangan baru yang menganggap pentingnya kepuasan kerja. Hal ini wajar karena garapan manajemen sebagai sistem (input, proses, ouput), dimana produk akhir dari manajemen adalah produktivitas, kepuasan, keuntungan, dan pekerjaan baru (Rachman, 2010). Kepuasan kerja yang dialami pegawai akan memungkinkan dicapai produktivitas organisasi yang tinggi. Pendekatan yang perlu dilakukan pimpinan adalah bagaimana memberikan kesempatan kepada para pegawai untuk mewujudkan seluruh potensi yang dimilikinya dan mendapatkan kepuasan dalam pekerjaan. 2. Tumbuhnya pengakuan bahwa manajer itu perlu dibentuk, bukan dilahirkan. Sukses yang diraih manajemen diyakini sebagai hasil belajar, bukan kecakapan yang dilahirkan. Oleh karena itu, pemimpin hebat tidak tidak dilahirkan, tetapi dibuat/diciptakan melalui bekerja dan belajar - to improve their leadership skills, pendidikan, pelatihan, dan pengalaman sehingga menjadi an effective leader Kepemimpinan bukan bicara posisi, sebab seorang manajer, supervisor atau yang lain tidak otomatis layak disebut pemimpin simply makes him/her the boss. Krisis kejadian penting menyebabkan seseorang mendapat kesempatan menjadi pemimpin luar biasa berkualitas. Seseorang menjadi pemimpin, belajar yang dibutuhkan pemimpin (Rachman, 2011). Manajer (orang yang melakukan kegiatan manajemen. Individu yang bertanggungjawab secara langsung untuk memastikan kegiatan dalam sebuah organisasi dijalankan bersama para anggota dari organisasi) yang sukses merupakan hasil belajar. Konsekuensinya, pembentukan manajer profesional harus dirancang melalui program-program latihan. Profesionalisasi dalam manajemen menunut pemahaman akan teori, konsep dan wawasan sebagai dasar tindakan para manajer. 3. Munculnya pengakuan bahwa para pegawai itu bukan semata-mata dipandang sebagai orang-orang rasional, akan tetapi mereka juga adalah makhluk sosial (zoon politicon). Para pegawai adalah manusia yang menginginkan pengakuan dan kesempatan untuk menikmati kepuasan yang diperoleh dari afiliasi sosial dengan orang-orang lain di lingkungan pekerjaannya. Pimpinan hendaknya dapat memberi makna pekerjaan terhadap para pegawai, sebab pekerjaan merupakan aspek kehidupan penting yang dapat memberi arti pada kehidupan seseorang. Oleh sebab itu, seorang pimpinan harus memiliki kecakapan dalam hubungan antar manusia dan dinamika kelompok. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya mampu menggugah pengikutnya mencapai kinerja yang memuaskan. Kekuasaan yang dimiliki para pemimpin seperti yang dikemukakan (Hesselbein, 1996) bersumber dari reward power (kemampuan memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan pemimpin), coercive power (memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan), legitimate power (hak menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimiliki), referent power (pengaruh atas karakteristik reputasi dan kharisma), expert power (kompetensi dan keahlian di bidangnya) 4. Kemampuan pemimpin sebagai pemecah masalah adalah sebuah keharusan. Organisasi yang maju ditandai oleh tantangan hadirnya persoalan-persoalan yang perlu dipecahkan. Sebagai konsekuensinya, para pemimpin dituntut untuk menguasai kecakapan mengambil keputusan, baik keputusan manajerial operastif sehari-hari maupun keputusan stratejik. Kemampuan mendefinisikan masalah, memilih asumsi yang tepat, merumuskan alternatif tindakan, menetapkan kriteria untuk memilih alternatif yang terbaik, melaksanakan alternatif, serta memonitor implementasinya, merupakan kecakapan yang harus dikuasai oleh seorang pemimpin profesional. Selain itu, seorang pemimpin Visionary – memiliki visi membawa staf ke tujuan yang sama, Coaching – memberikan kesempatan pengasuhan atau pembelajaran, Affiliate – mengedepankan keharmonisan atau kerjasama antar fungsi, Demokratic – menghargai pendapat atau sudut pandang orang, sekalipun berbeda, Pacesetting – memberikan model pencapaian, sehingga lebih membumi, dan Commanding – bersikap tegas serta berani mengambil resiko, jika diperlukan (Rachman, 2011). 5. Keyakinan bahwa organisasi hadir untuk melayani dan memberi kepuasan kepada pelanggan, harus menjadi komitmen semua unsur. Para pegawai hendaknya memiliki kesadaran yang kuat bahwa mereka bekerja karena ada yang dilayani dan untuk memberi pelayanan. Sikap seperti ini harus menjadi kepemilikan. Dalam iklim kerja seperti itu, aktualisasi diri lahir dari kepuasan yang dirasakan dalam melakukan sesuatu yang terbaik bagi pelanggan, dan dengan sendirinya bagi produktivitas organisasi. Hal demikian itu akan melahirkan komitmen yang kuat terhadap organisasi. 6. Sebuah keniscayaan, globalisasi kehidupan dunia menempatkan organisasi apapun sebagai bagian dari lingkungan yang lebih luas, yang harus berinteraksi dan melaksanakan fungsinya secara tepat. Dalam konteks globalisasi, organisasi apapun harus meningkatkan kemampuannya untuk berkompetensi. Berkompetensi berarti meningkatkan mutu pelayanan dan mutu produk. Kesejagatan (globalisasi) adalah istilah yang menjelaskan fenomena dunia tanpa batas. Fenomena ini merupakan konsekuensi dari kemajuan luar biasa di bidang teknologi komunikasi dan informasi. Kebijakan dan keputusan-keputusan strategis internasional dan regional bahkan nasional negara adikuasa misalnya, mempunyai pengaruh terhadap pemunculan isu-isu strategis suatu negara. Kompetisi internasional yang dimunculkan dalam bentuk isu keunggulan kompetitif dan komparatif merupakan tantangan dalam dunia industri dan bisnis. Kondisi tersebut melahirkan organisasi standar mutu internasional yang dibentuk untuk menjamin validitas data mutu produk bagi konsumsi internasional. Gejala seperti itu akan mempunyai pengaruh yang tidak terbatas hanya dalam pengendalian pengembangan industri dan bismis semata, akan tetapi juga bagi pengembangan format diplomatik, pertahanan dan keamaman, kebudayaan, dan pendidikan. Untuk memenangkan atau setidak-tidaknya mengimbangi kompetisi dalam menajamen pembangunan, maka pemikiran dan antisipasi terhadap kecenderungan dan corak kehidupan masa datang merupakan konsekuensi logis. Globalisasi, kadang-kadang dipersepsi hanya dari dampak negatif semata. Isu globalisasi hendaknya difahami secara rasional dan realistik. Kemajuan dalam bidang iptek, disiplin dan etos kerja yang ditunjukkan sebagai prestasi yang terjadi di negara-negara maju hendaknya ditempatkan sebagai pengaruh positif yang sangat penting untuk dipelajari. Berpikir positif hendaknya diimplementasikan dalam menghadapi isu globalisasai bagi pengembanagan manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan bergerak dalam proses penyelenggaraan pendidikan berkepentingan dengan menjamin penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dengan pengelolaan yang efisien. Pengembanagn teori dan praktik manajemen pendidikan terjadi dimana-mana, di semua negara. Dalam konteks ini, perspektif globalisasi dalam manajemen pendidikan, seperti yang dikemukakan Satori (2010) dapat diposisikan dalam wilayah sebagai berikut. Pertama, wilayah filsafat ilmu manajemen pendidikan. Ilmu dan metodologinya merupakan bidang kajian universal. Ada tiga gugus masalah yang harus dijawab (Suriasumantri, 2005), yaitu (1) hakikat yang dikaji oleh ilmu manajemen pendidikan (ontologi) - manajemen pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi administrasi peserta didik, administrasi tenaga pendidik, administrasi keuangan, administrasi sarana dan prasarana, admistrasi hubungan sekolah dengan masyarakat, dan administrasi layanan khusus. (2) bagaimana cara yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dalam wilayah kajian manajemen pendidikan (epistemologi) - mensosialisasikan konsep dasar manajemen pendidikan, memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplentasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi; menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendikan/pada sekolah masing-masing, menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan, memotivasi timbulnya pemikiran baru dalam mensukseskan pembinaan dari individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembelajaran, menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan pada tataran sekolah, mempertajam wawasan mutu pendidikan pada tiap sekolah, dan (3) apa manfaat utama ilmu manajemen pendidikan (aksiologi) – dapat diukur misalnya dari a) school review, b) benchmarking, c) quality assurance , dan d) quality control (Suhartono, 2005; Rachman, 2011). . Para ahli ilmu filsafat terus mengingatkan bahwa fenomena kehidupan itu sangat kompleks. Pada prinsipnya gugus fenomena itu terdiri atas fenomena alam yang menjadi kajian natural sciencies dan fenomena kehidupan manusia yang menjadi kajian social sciencies. Ilmu manajemen pendidikan tergolong kajian ilmu-ilmu sosial. Sebagaimana halnya ilmu-ilmu sosial lainnya, maka upaya menemukan kebenaran dan penerapannya dalam ilmu manajemen pendidikan berlaku dalam kondisi yang terjadi. Manajemen pendidikan adalah bidang kajian yang mempelajari bagaimana upaya untuk mencapai produktivitas pendidikan, dengan memobilisasi sumber-sumber daya yang tersedia melalui penciptaan suasana kerja yang kondusif dan bermartabat. Kedua, wilayah kajian teori dan praktik pendidikan. Wilayah kajian ini berkaitan dengan filsafat dan tujuan pendidikan. Merefleksi nilai-nilai kebenaran yang ingin diwujudkan pada manusia sebagai subjek pendidikan, seperti merefleksi kesepadanan rumusan tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU No.20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dalam mewujudkan sosok manusia Indonesia; merefleksi. elaborasi tujuan tersebut dikaitkasn dengan lingkungan pendidikan serta satuan tingkat dan jenis pendidikan; merefleksi uapaya negara-negara lain dalam melakukan jaminan bahwa referensi nilai atau teori pendidikan yang dianut dapat diwujudkan dalam praktik pendidikan mereka. Manajemen pendidikan berkepentingan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan bagaimana proses belajar dilakukan dengan benar. Ilmu manajemen pendidikan dikembangkan dan dilaksanakan atas keyakinan bahwa teori dan praktik pendidikan yang dilakukan oleh sebuah negara merupakan realisasi dari teori yang benar. Ketiga, wilayah kajian sistem pendidikan. Kajian dilakukan terhadap berbagai dampak pasca krisis moneter secara nasional dan internasional, kenerja sistem pendidikan nasional Indonesia yang terpuruk sebagai memberi isyarat bahwa ada sesuatu yang salah. Permasalahan sesungguhnya bisa diperjelas manakala dipersoalkan business core sistem pendidikan nasional, yaitu pada kegiatan belajar mengajar. Mutu kegiatan belajar-mengajar ditentukan oleh kinerja profesional guru (yang dapat dikaji dari aspek kompetensi, komitmen, motivasi, kreativitas). Profesionalisme guru berkaitan dengan mutu pendidikan pra-jabatan guru. Mutu pra-jabatan guru ditentukan terutama oleh mutu input calon guru dan pembinaan karakter profesi selama mengikuti pendidikan Sementara itu, menurut teori motivasi, mutu input pendidikan pra-jabatan guru berkaitan dengan ekspektasi kompensasi yang akan diterima. Selama kompensasi untuk profesi guru belum melindungi tingkat kepatutan martabat guru, sangat sulit untk menarik calon mahasiswa pendidikan guru yang potensial (Tilaar, 1998). Manajemen pendidikan sebagai praktik sulit dijadikan alat pendukung kinerja sistem dalam posisi rendahnya penghargaan terhadap profesi guru. Apapun dukungan input instrumental (kebijakan kurikulum, dan evaluasi) bagi proses pendidikan, apablia tidak menyentuh pada peningkatan martabat guru, tampaknya upaya meningkatkan kinerja sistem pendidikan sulit direalisasikan. Keempat, wilayah kajian profesionalisme manajer pendidikan. Prinsip the right men in the right position bukan konsep baru. sejak kajian birokrasi konsep ini telah mendapat penerimaan dalam praktik. Kajian profesionalisme manajemen pendidikan dapat dipiliah ke dalam dua level, yaitu building level untuk posisi kepala sekolah dan structur level untuk posisi manajemen sistem pendidikan, yaitu jabatan-jabatan pada tingkat kantor dinas pendidikan kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Kepala sekolah merupakan posisi kunci bagi kemajuan sekolah, school principal makes the difference, yang mengandung arti bahwa seorang kepala sekolah dengan kinerja baik dapat menjadikan sekolah tampil beda. Rekruitmen dan seleksi merupakan tahapan kritis dalam pencaharian kepala sekolah, yang telah menjadi perhatian serius dan dipraktikkan di negara-negara maju. Selama ini, penyiapan khusus penyiapan atau penguatan posisi kepala sekolah belum merupakan kebijakan yang mengikat jika dilihat dari kebijakan pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Berbagai posisi jabatan manajer pendidikan dalam struktur organisasi dinas pendidikan di lingkungan pemerintah daerah dan departemen pendidika dan kebudayaan nasional belum menjadi kajian profesionalisme manajer pendidikan secara serius. Gejala ini malahirkan ketidak puasan dari banyak pihak yang menekuni pendidikan sebagai profesi, dan yang paling membahayakan adalah dilihat dari segi perspektif pembangunan pendidikan. Kelima, wilayah kajian pengembangan teori manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan sebagai disiplin ilmu didukung oleh kerangka berfikir yang logis yang diisi oleh konsep dan teori-teori manajemen pendidikan. Secara historis respon untuk mempelajari manajemen pendidikan dilakukan oleh orang-orang yang menekuni profesi pendidikan. “Orang-orang pendidikan” adalah mereka yang menekuni pendidikan sebagai profesai dengan “teaching profession” sebagai business core-nya. Literatur manajemen pendidikan menjelaskan bahwa pengembangan teori dan konsep yang membantu pengembangan ilmu manajemen pendidikan berasal dari kajian ilmu manajemen bisnis. Fungsi-fungsi dan sasaran manajemen pendidikan seperti yang di kemukakan oleh Henry Fayol, Luther Gulick, Lyndall F. Urwick, G.R Terry, Oey Liang Lee, Harold Koontz dan Cyril Odonnell, Louis A.Allen, S.P.Siagian, John F.Mee, MC.Namara, W.H Newman, John D. Millet dalam Stoner (1996), Handoko (2003), Sudjana, 2004), Puwanto (2008) diperoleh dari literatur ilmu manajemen. Demikian pula, konsep-konsep kepemimpinan, teori organisasi, analisis kebijakan perencanaan, dan lain-lain diperoleh dari literatur manajemen. Keenam, wilayah kajian manajemen pendidikan. Seperti halnya wilayah kajian teori manajemen pendidikan, kajian penelitian manajemen pendidikan belum tumbuh subur. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya motivasi dan biaya untuk melakukannnya, sementara itu di lingkunagn manajemen bisnis, iklim kompetisi telah menjadi kebutuhan untuk membiayai penelitian-penelitian. Sesungguhnya yang membedakan penelitian manajemen bisnis dan manjemen pendidikan adalah aspek filosofis, substansi dan seting kebijakan. Dengan demikian, penelitian manjemen pendidikan seharusnya terbuka untuk dilakukan oleh kelompok pendukung profesi itu (peneliti dan dosen). Oleh karena itu, bagaimana upaya mendorong minat untuk melakukan penelitian dalam bidang manajemen pendidikan (di luar produk tesis dan disettasi oleh mahasiswa/dosen program studi manajemen pendidikan). Yang harus menjadi perhatian awal adalah menemukan tema sentral penelitian yang merupakan prioritas dalam manajemen pendidikan dilihat dari kategori basic research dan applied reseacch. Ketujuh, kajian asosiasi atau organisasai profesi manajemen pendidikan. Asosiasi profesi merupakan sekelompok orang yang berkecimpung, mengabdikan diri, dan memiliki komitmen perkembangan profesi yang bersangkutan. Pembentukan organisasi profesi manajemen pendidikan bukan sekedar deklarasi formal dan seremonial, akan tetapi memliki roh komitmen dan pengabdian, dengan cita-cita membangun mutu kinerja praktik manajemen pendidikan yang profesional. Terbentuknya Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indonesia (ISMAPI) dan sejenisnya patut disyukuri dan diberdayakan secara berkelanjutan. Penutup Tidak dipungkiri bahwa kecenderungan pemikiran manajemen bisnis dapat dijadikan gagasan dalam memicu dan memacu kreativitas peningkatan kualitas pendidikan berpendekatan pengembangan dan praktik manajemen pendidikan. Perspektif manajemen bisnis, realitasnya mengilhami implementasi dan pengembangan teori dalam praktik manajemen pendidikan. Realitas ini seyogianya menggugah para ahli manajemen pendidikan untuk mengembangkan teori dalam budaya keilmuan mandiri. Ilmu Manajemen Pendidikan/Administrasi Pendidian diposisikan sebagai bidang kajian universal, fenomena empirik yang menjadi objek studinya merupakan gejala (fakta) yang dapat dipelajari di manapun dalam praktik penyelenggaraan pendidikan. Perspektif globalisasi dalam manajemen pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam gugus kajian filsafat ilmu, validasi teori dan praktik, sistem pendidikan, profesionalisme, pengembangan teori, penelitian, dan asosiasi profesi. Standar kinerja penyelenggaraan pendidikan (khususnya persekolahan) dapat dikembangkan dalam perspektif global. Demikian pula, penyelenggaraan manajemen pendidikan pada dasarnya dapat diukur berdasarkan kriteria universal. Sifat terbuka, dinamis dan kontekstual dari Ilmu manajemen/administrasi menuntut penelitian berkelanjutan yang harus dimanfaatkan oleh para pengembang pendidikan Daftar Rujukan Fatah, Nanang. 2000. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen. Yogyakarta: BPFE bekerjasana dengan LMP2M MP– YKPN. Hasibuan, Malayu SP. 1996. Manajemen: Dasar, Pengertian, danmasalah. Jakarta: Gunung Agung Hesselbein, Frances, et.al. 1996. The Leader of the Future.San Francisco: Jossey-Bass Publisher Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2007. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Program Studi Administrasi Pendidikan. 2010. Konsep-Konsep dasar Ilmu Administrasi Pendidikan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Purwanto, Iwan. 2008. Manajemen Strategi. Bandung: CV.Yrama Widya. Rachman, Maman. 2010. Penjelasan Penlok Pekerti/AA. Semarang: LP3 Universitas Negeri Semarang. Rachman, Maman. 2010. Kapita Selekta Manajemen. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Rachman, Maman. 2011. Pengembangan Kepribadian Kepemimpinan Pendidikan. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Rachman, Maman. 2012. Filsafat Manajemen Kependidikan. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Satori, Djam’an. 2010. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI. Siagian, S.P. 1985. Filsafat Administrasi : Jakarta: Gunung Agung. Sidharta, Arif (ed). 2008. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu? Bandung: Pustaka Surya Stoner, James AF; R. Edward Freeman, dan Daniel Gilbert JR. 1996. Manajemen (terj). Jakarta: Gramedia. Sudjana, H. D. 2004. Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah Production. Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Suriasumantri, Jujun S. 1999. Filsafat Ilmu. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan Tilaar, H.A.R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Magelang: Tera Indonesia. Tilaar, H.A.R. (2009). Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional di Tengah Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta. Winanto, Paulus. 2005. The Leadership Wisdom. Jakarta: PT Elex Media Komputindio Kelompok Gramedia.