23 BAB II KERANGKA TEORETIK A. Peran Guru Dalam Pembelajaran Berbagai peran guru dalam pembelajaran, yang mana dalam hal memakai dan menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar. Kemampuan ini perlu dimiliki para guru karena pembelajaran bukan semata – mata proses transformasi informasi atau keterampilan, tetapi suatu proses yang harus melibatkan secara aktif para siswa dalam mengembangkan perilaku yang diharapkan, yang mana proses pembelajaran tersebut adalah proses yang konstitusional, artinya harus berbasis kepada kondisi objektif dan perkembangan siswa. Diantara berbagai peran guru antara lain : 1. memahami siswa sebagai dasar pembelajaran Menurut Santok dan Yussen( 1992 : 1.8 ) perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang di mulai pada saat terjadi perubahan dan berlangsung terus selama siklus kehidupan ( Mulyani Sumantri, Nana Syaodih. 2009 : 1.8 ) Perkembangan sering dibedakan dari pertumbuhan. Pertumbuhan biasanya lebih merujuk kepada perubahan aspek fisik ( biologis ) seprti perubahan kelenjar, tinggi badan, dan kekuatan otot. 24 Pertumbuhan yang menyangkut perubahan materil dan struktur fisiologis, sangat dipengaruhi oleh aspek – aspek tertentu yang mana aspek – aspek itu sendiri saling berhubungan. Adapun aspek – aspek yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain : 1. Anak sebagai keseluruhan Anak sebagai keseluruhan tumbuh oleh kondisi dan interaksi dari setiap aspek kepribadian yang yang ia miliki. Intelek anak berhubungan dengan kesehatan jasmanianya, kesehatan jamaninya sangat dipengaruhi oleh emosi – emosinya, sedangkan emosi – emosinya dipengauhi oleh keberhasilannya disekolah. 2. Umur mental anak mempengaruhi pertumbuhannya Umur mental anak mempengaruhi pertumbuhan kapasitas mentalnya. Kapasitas mental anak menentukan prestasu belajarnya. 3. Permasalahan tingkah laku sering berhubungan dengan Pola-pola pertumbuhannya. Kita harus menyadari, bahwa pertumbuhan itu sendiri menimbulkan situasi – situasi tertentu yang menimbulkan problem– problem tingkah laku. 25 4. Penyesuaian pribadi dan sosial mencerminkan dinamika pertumbuhan Peristiwa – peristiwa yang terjadi pada anak akibat pertumbuhan dan setelah dihadapkan dengan tantangan kultural masyarakat terutama harapan orang tua, guru-guru dan teman-teman sebayanya ( Dalyono.1996 : 72) Perkembangan merujuk kepada perubahan yang sistematis yang terjadi sepanjang siklus kehidupan manusia. Kata sistematis dalam pengertian perkembangan mengandung implikasi bahwa perubahan yang bersifat perkembangan adalah perubahan yang beraturan atau terpola mengikuti tahap atau sekuensi tertentu. Perkembangan adalah proses yang kompleks karena perkembangan merupakan hasil dari berbagai proses biologis,kognetif,sosial,moral. Menurut Santok dan Yussen (1992) perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang di mulai pada saat terjadi pembuahan dan berlangsung terus selama siklus kehidupan. ( Mulyani Sumantri, Nana Syaodih. 2009 : 1.8) Dalam perkembangan terdapat pertumbuhan. pola gerakan itu kompleks karena merupakan hasil ( produk ) dari beberapa proses : proses biologis, proses biologis, proses kognetif dan proses sosial. 26 Dalam pandangan lama, para ahli membagi konsentrasi studi tentang perkembangan anak ke dalam : (1) pertumbuhan dan perkembangan fisik yang mencakup perubahan badaniah dan keterampilan motorik; (2) perkembangan aspek kognitif yang mencakup persepsi,bahasa,belajar dan berfikir; (3) perkembangan psikososial ang mencakup perkembangan emosi,kepribadian,dan hubungan antarpribadi. Dalam pandangan mutakhir pembagian konsentrasi itu tidak tepat dan artifisial (dibuat-buat) karena bagaimanapun juga perkembangan dalam aspek yang satu akan mempengaruhi aspek lainnya. Pandangan mutakhir ini disebut pandangan holistis yang melihat manusia sebagai makhluk biologis,kognitif,soaial, dan makhluk Tuhan dimana perubahan dalam aspek akan bergantung kepada dan mempengaruhi perubahan/perkembangan aspek lain. Perspektif holistis merupakan keterpaduan pandangan tentang proses perkembagan yang menekankan pentingnya interaksi antara perkembangan fisik,sosial,emosi,dan moral. Perkembangan dapa dilihat tidak hanya sebagai hasil interaksi proses biologis, kognitif , dan sosial melainkan juga sebagai hasil interaksi kematangan dan pengalaman. Kematangan merujuk kepada perubahan yang terjadi sebagai hasil pertumbuha fisik atau perubahan biologis dari pada sebagai hasil pengalaman. 27 Perkembangan tidak semata-mata ditentukan oleh faktor kematangan yang memandang faktor biologis dan genetik sebagai faktor bawaan ( nature ) dan juga tidak semata-mata pengalaman yang melihat faktor lingkungan yang paling penting ( nurture ). Baik kematangan maupun pengalaman turut menentukan perkembangan , perkembangan merupakan interaksi antara faktor nature dan nurture dari pada sebagai hasil salah satu faktor. Kombinasi faktor kematangan dan pengalaman akan menghasilkan kesepakatan belajar ( resdiness to learn ). Selain dari itu , seorang guru pelu memahami aspek – aspek pentig dalam perkembangan anak / siswa antara lain : 1. Perkembangan Motorik dan Persepsi Pertumbuhan fisik paling pesat terjadi pada masa prasekolah yang terutama tampak dalam perubahan ukuran, tinggi,berat, dan gerak – gerak motorik kasar. Sedangakan gerak/keterampilan motorik halus tumbuh pesat pada usia sekolah dasar. Pada masa sekolah dasar perkembangan motorik anak menjadi lebih terkoordinasi dan pada masa ini anak menjadi lebih siap mempelajari berbagai keterampilan olahraga dan keterampilan lainnya. 28 Pada usia sekolah dasar perkembangan fisik harus merupakan kepedulian guru. Pada usia sekolah dasar perkembangan fisik akan amat erat kaitannya dengan dengan perkembangan intelektual atau kognitif. Reaksi-reakasi fisik sering kali menunjukkan dinamika intelektual peserta didik (Djam’an Satori. Dkk. 2008 : 3.4) 2. Implikasi bagi Proses Pembelajaran Ada beberapa implikasi dari perkembangan motorik dan persepsi anak terhadap proses pembelajaran. a. Perkembangan motorik, terutama pada awal, terkait erat dengan perkembangan pengenalan anak terhadap dunianya. Implikasi bagi pembelajaran ialah bahwa bahan ajar dan proses pembelajaran disekolah dasar harus terpadu dengan seluruh aspek perkembangan anak. b. Faktor pertumbuhan otak dimana kedua belahan otak (kiri dan kanan) perlu dikembangkan dalam proses pendidikan. Proses belajar disekolah pengembangan dasar tidak kemampuan hanya terfokus memori,logis,dan pada berfikir detai,tetapi juga menyangkut pengembangan ekspresi dan berfikir kreatif. 29 c. Faktor kemampuan konsentrasi dan daya selektifitas anak terhadap objek pengamatan membawa implikasi kepada perancangan dan pengorganisasian bahan ajar, dan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. 2. Pengembangan Rancangan Pembelajaran Proses pembelajaran sebagai proses implementasi kurikulum, menuntut peran guru untuk mengartikulasikan kurikilum/bahan ajar serta mengembangkan dan mengimplementasikan program-program pembelajaran dalam suatu tindakan yang akurat dan adekuat. Istilah pembelajaran bukanlah hal yang baru dikenal bahkan mungkin kita tidak hanya mengenal istilah itu melainkan pernah melakukannya. 1. Pembelajaran sebagai Proses Inkuiri Refleksi Cara kita memandang esensi pembelajaran akan bergantung kepada bagaimana kita memandang pendidikan. Apakah kita memandang pendidikan itu suatu hasil atau sebagai proses. Dengan kata lain apakah kita memandang pendidikan sebagai kualias kata benda atau kualitas kata kerja. Cara kita memandang kedua hal ini akan mempengaruhi cara mempelajari pendidikan dan prilaku kita sebagai guru (Djam’an Satori. Dkk. 2008 : 2.24) Di dalam pembelajaran guru terlibat dalam secara mendalam di dalam berbagai kegiatan seperti menjelaskan, merumuskan, 30 membuktikan,menyimpulkan dan mengklasifikasikan. Guru tidak sekedar bertugas mentransfer pengetahuan, sikap, dan keterampilan, mereka membantu peserta didik menerjemahkan semua aspek itu kedalam perilaku-perilaku yang berguna dan bermakna (Djam’an Satori. Dkk. 2008 : 2.24) Sebagai proses inkuiri reflektif, pembelajaranmengandung makna sebagai poses sintesis dan analisis. Inkuiri di dalam pembelajaran mengandung makna mempertanyakan, menjelajahi lebih jauh, dan memperluas pemahaman tentang situasi. Sedangkan refleksi mengimplikasikan adanya dugaan, penilaian, dan pertimbangan faktor-faktor yang signifikanterhadap pencapaian tujuan.dengan kata lain proses pembelajaran sebagai inkuiri refleksi sanga menekankan unsur aktivitas dan dinamika proses yang harus dipahami dan di hayati guru. 2. Perkembangan sebagai Tujuan Pembelajaran Bukan hal mustahil bahwa pembelajaran yang ekselen (unggul) dikerjakan oleh guru-guru artistik yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang tujuan tetapi mereka secara intuitif memiliki pemahaman tentang apa proses pembelajaran yang baik, Akan tetapi jika suatu program pendidikan atau pembelajaran dirancang dan di upayakan untuk dilakukan perbaikan secara berkesinambungan, bagaimanapun juga pemahaman akan konsep- 31 konsep tujuan yang hendak dicapai adalah keharusan bagi guru. Tujuan pembelajaran menjadi tolak ukur untuk memilih bahan ajar, merancang isi pembelajaran, mengembangkan prosedur pembelajaran, dan mempersiapkan tes dan ujian. Semua aspek pembelajaran secara nyata merupakan instrumen untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pengembangan rancangan pembelajaran kelas, yang mencakup rancangan jangka pendek yang disebut dengan satuan acara pelajaran dan rancangan jangka panjang yang disebut dengan rencana unit pengajaran yang dikembangkan. Kegiatan dalam menyusun rancangan –rancangan ini mencakup : 1. Analisis Kurikulum Secara fisik, kurikulum dituagkan dalam suatu dokumen yang pada intinya menggambarkan cakupan bahan ajar yang harus diajarkan dalam tingkatan kelas dan kurun waku tertentu.kurikulum dalam bentuk dokumen semacam itu merupakan kurikulum ideal atau kurikulum yang diharapkan (ideal or expected curriculum) (Djam’an Satori. Dkk. 2008 : 2.24) Didalam praktek seorang guru dituntut untuk mengartikulasikan kurikulum kedalam ragam dan rentang pengalaman belajar peserta didik. Artikulasi dan implementasi kurikulum yang ideal akan sangat akan bersifat kontekstual 32 dan bergantung kepada kondisi objektif guru maupun peserta didik. Seorang guru perlu melakukan analisis kurikulum yang dimaksudkan untuk merumuskan rencana dan bahan ajar yang lebih bermakna sesuai dengan perkembangan peserta didik. Dalam hal ini ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis kurikulum, yaitu sebagai berikut : a. Total waktu yang dimiliki untuk menangani topik-topik utama yang harus diajarkan. b. Asumsi-asumsi yang digunakan tentang pengetahuan dan keterampilan awal peserta didik untuk memulai mempelajari topik-topik baru. c. Tujuan umum belajar yang dirumuskan utuk siswa. Waktu serta pengetahuan dan keterampilan awal akan dibahas sendiri sedangkan tujuan akan dibahas pada bagian tujuan pembelajaran. a. Waktu Keseluruhan waktu yang harus Anda rancang untuk pengajaran mencakup waktu untuk mengajarkan seluruh isi pelajaran dan waktu yang diharapkan dimiliki siswa untuk mengajarkan pekerjaan di luar kelas. Seorang tidak akan pernah memiliki cukup waktu untuk 33 melakukan segalanya yang ingin lakukan didalam suatu pelajaran. Oleh karena itu, harus sadar betul akan kejelasan total waktu yang perlu dimiliki dan direncanakan. Rancangan waktu dapat dirumuskan ke dalam waktu tatap muka dengan kelas, dan kegiatan luar kelas. Banyak ragam kegiatan yang bisa dirancang untuk kegiatan di luar kelas yang .pada intinya mengmbangkan tanggung jawab siswa terhadap tugastugas yang harus dikerjakan, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah akan menjadi alat pembelajaran yang amat penting jika dirancang secara tepat. Pemahaman tentang keseluruhan isi pelajaran yang harus dipelajarisiswa dan total waktu yang tersedia untuk pembelajaran, menghendaki perjanjian atau pemahaman kurjkulum yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan siswa pada proses belajar sebelumnya. b. Pengetahuan dan keterampilan awal Suatu kurikulum atau lingkup pelajaran dirancang dan disusun atas suatu asumsi tak tertulis tentang pengetahuan dan pengetahuan siswa keterampilan sebelumnya. yang menyangkut Dalam konteks 34 pembelajaran asumsi tak tertulis tadi perlu diklasifikasi dan dieksplisitkan sehingga menjadi titik tolak memulai pembelajaran. Benyamin Bloom (1976. 3.28) mengembangkan suatu teori yang menjelaskan mengapa unjuk kerja siswa berbeda atas tugas-tugas pembelajaran (learning tasks) yang diperhadapkan kepadanya. Teori ini mengatakan sebagai berikut. 1. Sampai dengan 50% keragaman prestasi siswa ditentukan oleh kepemilikan keterampilan kognitif awal yang diperlukan pembelajaran. Jika suatu untuk tugas memenuhi pembelajaran melibatkan kemampuan membaca, materi bacaan apa yang tepat untuk siswa itu? Jika tugas pembelajaran itu berkaitan dengan mengajar siswa tentang perkalian dua digit, dapatkah siswamengalikan dua digit itu dengan satu digit? 2. Sampai dengan 25% keragaman prestasi ditentukan oleh karakteristik berkaitan dengan untuk belajar. afektif awal. kemauan dan Karakteristik motivasi ini siswa 35 3. Sampai dengan 25% keragaman prestasi siswa ditentukan oleh balikan yangefekif dan tepat waktu dan guru dan/atau bahan pembelajaran.Teori ini tentu berlaku secara kelompok dan tidak secara individual, dan kita tidak bisa membuat penyederhanan atas proses pembelajaran yang dialami oleh setiap siswa. Proses secara individual akan lebih kompleks, karena perilaku manusia mempunyai ragam penyebab dan adalah hal yang berbahaya jika kita melakukan bcrbahaya jika kita melakukan penyederhanaan dalam menjelaskan perilaku siswa.Bagi seorang guru di sekolah, pemahaman pengetahuan dan kcterampilan awal siswa dapat dilakukan dengan cam menganalisis kurikulum sebelunmya,atau diskusi dengan guru yang pernah rnengajar pada tingkat sebelumnya.Pemahaman tersebut dapat anda padukan dengan pemahaman anda tentang isi pelajaran yang harus dipelajari. 2. Tujuan pembelajaran Belajar merupakan peristiwa sehari-hari disekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat di pandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. 36 Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar.baik berupa keadaan alam,hewan, tumbuh- tumbuhan,manusia,dan bahan yang telah terhimpun dalam bubku-buku pelajaran. Dari segi guru,proses belajar tersebut tampak sebagai pelaku belajar tentang sesuatu hal. (Dimyati dan Mudjiono.1999 :17) Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif,afektif,dan psikomotorik. 3. Rancangan Kegiatan Pembelajaran Secara operasional kegiatan pembelajaran yang tertuang dalam satuan pelajaran diartikan sebagai sejumlah waktu yang dirancang untuk mengajari siswa suatu topik sederhanan,baik berupa konsep, keterampilan, proses, diskusi. Kata sederhana mengandung arti bahwa setiap satuan pelajaran adalah hanya satu dari rangkaian satan-satuan pelajaran yang saling terkait dan bekerja sama membantu siswa memahami hal-hal yang lebih kompleks. Setiap kegiatan pembelajaran dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu : kegiatanawal, kegiatan inti, dan peutup. 37 a. Kegiatan awal Pada kegiatan ini, guru memperkenalkan topik baru kepada siswa, yang mana siswa harus dibantu dalam memahami topik itu ke dalam konteks keseluruhan pengjaran. bagian pengantar dari satuan pelajaran dapat memebantu siswa dalam hal-hal : 1) Mengaitkan hal-hal yang sudah dipelajari dengan halhal baru. pengantar satuan pengajaran dapat di isi dengan mengingatkan kembali pengetahuan awal dan mengaitkannya dangan informasi baru sehingga pengetahuan awal itu dapat menjadi alat yang bermakna bagi proses belajar baru. 2) Memberi kesempatan pada siswa untuk memahami topik secara keseluruhan sebelum mempelajari hal-hal yag terkandung dalam topik secara detail. Pemahaman seperti ini dikembangkan melalui pentiapan penata awal (advance organizer), yaitu suatu cakupan rumusan yang memungkinkan siswa mengetahui informasi apa yang penting sebelum pelajaran dimulia. 3) Menumbuhkan hasrat ingin tahu siswa dan merangsang perhatian dan hasrat belajar siswa secara berkelanjutan. 38 4) Menyadarkan siswa akan apa yang diharapkan guru dari siswa dalam atau selama pembahasan topik tersebut, disamping menyampaikan tujuan pembelajaran. b. Rancangan untuk kegiatan inti pembelajaran Banyak ragam konsep dan pemikiran tentang bagaimana proses dan kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Ada yang melihat sebagai suatu “ Siklus Pelajaran” yang mengorganisasikan kegiatan mengajar kedalam aspekaspek rangkaian arah kegiatan guru (hunter, 1984. 3.31). Ada yang merumuskan ke dalam langkah-langkah terstruktur. Posenshine dan stevens (1986. 3.31). Ada pula yang menekankan kepada model (joyce dan Weil, 1986.3.31) yang tidak sependapat dengan adanya langkahlangkah sistematis dan standar di dalam peroses pembelajaran. Ini berarti bahwa banyak ragam rancangan yang dilaksanakan dalam pembalajaran untuk mencapai tujuan yang beraneka ragam pula. Walaupun demikian kegiatan pembelajaran yang dikehendaki mampu menumbuhkan dan mengembangkan hal – hal berikut : 1) Mengantarkan siswa keterampilan baru. kepada informasi atau 39 2) Mendorong siswa untuk mengkaji ulang atau menafsirkan ulang inormasi atau keterampilan yang sudah dipelajari sebelumnya. 3) Memungkinkan siswa mampu melihat kekurangan pada proses belajar sebelumnya dan mengisi kekurangan itu. 4) Mendorong siswa untuk mengembangkan atau memperkuat proses - proses fisik, kognitif, sosial, maupun afektif. 5) Mendorong siswa untuk menghasilkan, mengorganisasikan dan menyatakan informasi baru itu dalam cara – cara yang kreatif. 6) Mendorong siswa untuk memperkirakan dan memikirkan gagasan yang belum dikembangkan serta masalah yang belum terpecahkan. Tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan menjadi pandahuluan bagi Andadalam memikirkan keseluruhan proses pembelajaran, memutuskan basil yangpaling penting yang harus dicapai, mengaitkan tujuan pembelajaran dengan tujuankürikulum. Kegiatan pembelajaran adalah tugas-tugas akademik yang mendorongsiswa berunjuk kerja ke ahali 40 pencapaian tujuan pembelajaran yang dikehendaki.Kegiatan adalah apa yang dilakukan siswa, bukan apa yang dilakukan guru, sebab belajar bergantung kepada apa yang ada dalam pikiran siswa. Guru dapat memberikan kuliah yang cemerlang, melaku.kan simulasi dan demonstrasi, tetapi jika kegiatan guru itu tidak di persepsi siswa sebagai sesuatu yang bermakna,maka sesunggubnya tidak terjadi proses belajar. c. Kegiatan penutup Pada kegiatan penutup, guru membimbing siswa untuk merumuskan ikhtisaryang bertjuan untuk: 1) mengkaji ulang butir-butir penting dan isi dan kegiatan pembelajaran. 2) memungkinkan siswa merefleksikan pembelajaran dan menggambarkankumpulan dan pengalaman pembelajaran; serta 3) memberikan gambaran tentang pembelajaran yang akan datang. 41 4. Perencanaan evaluasi Davies mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang,objek, dan masih banyak yang lainnya ( Davies, 1981:3.190 ) Sedangkan Wand dan brown mengemukakan : Evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu ( Dimyati dan Mudjiono.1999:191 ) ( dalam Nurkanca, 1986:1. 191 ). Pengertian Evaluasi lebih dipertegas lagi, dengan batasan sebagai poses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Nana Sudjana, 1990:3. 191). Dengan berdasarkan batasan – batasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis uuk menentukan nilai sesuatu ( tujuan, kegiatan, keputusan, unjukkerja, proses, orang, objek, dan yang lain ) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Salah perencanaan sata komponen pembelajaran penting adalah dan keseluruhan perencanaan untuk mengetahui apakah setelah kurun waktu tertentu siswa memperoleh kemajuan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan atau apakah siswa siap mencapai tujuan yang lebih 42 kompleks. Tujuan-tujuan yang sudah dirumuskan baik tujuan keperilakuan pemecahan masalah, maupun tujuan ekspresif menjadi landasan untuk mengetahui dan mengukur tingkat pencapaian tujuan dan kemajuan siswa. Semua kegiatan evaluasi ini disebut evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang merangkum seluruh hasil belajar siswa pada jangka waktu tertentu. Evaluasi lain yang perlu dirancang adalah evaluasi formatif Evaluasi ini dimaksudkan untuk melihat kemajuan siswa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan monitoring yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran seperti yang didiskusikan di atas merupakan contoh evaluasi yang terjadi selama siswa belajar dan memberikan latihan kepada siswa tentang bagaimana dia tumbuh dan berubah ke arah perbaikan. 3. pembelajaran dan manajemen kelas Proses pembelajar adalah proses membantu siswa belajar, yang ditandaidengan perubahan perilaku baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Seorang guru hanya dapat dikatakan telah melakukan kegiatanpembelajaran terjadi perubahan perilaku pada dan peserta didik sebagai akibat dankegiatan tersebut. Ada hubungan fungsional antara perbuatan guru mengaiar dengan perubahan perilaku peserta didik. Artinya, 43 proses pembelajaran itumemberikan dampak kepada perkembangan pesena didik. ( Djam’an Satori. Dkk. 2008. 3.39 ) dampak itu terjadi karena ada prosesinteraksi antara guru dan peserta didik, antarapeserta didik dengan peserta didik,antara peserta didik dengan iklim atau suasana belajar yang kembagkan. Setiapkegiatan pembelaiaran bertolak dan dan terarah kepada pencapaian tujuan Di sini,upaya sistematis yang berkaitan dengan pengembagan lingküngan belajardiciptakan agar tujuan pembelajalan tercapai. Ketercapaian tujuan pembelajaran dapat dikatakan sebagai dampak dan proses pembelajaran. Dampak pembelajaran dibedakan ke dalam dampak langsung atau dampak instruksionial dan dampak tak langsung atau dampak pengiring. Dampak langsung adalah dampak yang ditirnbulkan oleh kegiatan pembelajaran yang telahdiprogramkan semula, sedangkan dämpak penginiug muncul sebagai pengaruhdarn atau terjadi pengalaman dan lingkungan belajar. Proses penibelaiaran yangmengutamakan disiplin akademik tinggi dapat menimbulkan dampak penginingberupa tunibuhnya sikäp ilmiah yang positif, tetapi mungkin pula tumbuh sikaparoganis (keangkuhan) intelektual. Dampak pengiring adalah sesuatu yang bisaterjadi ke arah positif maupun negatif. Dalam suatu kegiatan pembelaiaran bisaterjadi lebih dan satu dampak pengiring. 44 Dampak pengiring bisa berwujud dalam bentuk pemahaman apresiasi, sikap,motivasi, kesadaran, keterampilan sosial, dan perilaku sejenis lainnya.Dampak pengiring pada suatu proses pernbelajaran bisa menjadi dampak instruksional dan proses pembelajaran yang lain. Oleh karena itu, dalam wujud perilaku individu dampak instruksional dan dampak pengiring akan menjadi satu keterpaduan. Kondisi ini merupakan gambaran perilaku efektif dari proses perkembangan peserta didik. Tampak jelas bahwa. pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang tidak semata-mata memberikan dampak instruksional tetapi juga membenkan dampak pengiring positif. Proses pembelajaran akan selalu berlangsung dalamsuatu adegan, di sekolah jelasnya adalah adegan kelas. Adegan itu perlu diciptakan dan dikembangkan menjadi wahana bagi keberlangsungan proses pembelajaran yang efektif. Hal ini berarti diperlukan manajemen tersendiri untuk mengembangkan dan memelihara adegan itu, dan manajemen yang dimaksud adalah manajemen kelas. Tidak ada satu pendekatan pun yang dianggap sebagai pendekatan terbaik dalam manajemen kelas. Oleh karena itu, seorang guru memang perlu memahami berbagai pendekatan antara lain : Pendekatan pertama ialah pendekatan otoriter . Pendekatan ini memandangbahwa manajemen kelas adalah proses mengendalikan perilaku peserta didik. Dalam posisi ini. peranan guru adalah mengembangkan dan memelihara aturanatau disiplin di dalam kelas. Tekanan utamanya terletak 45 pada menjaga ketertibandan memelihara kcndali melalui penanaman disiplin. Di dalam pendekatan ini disiplin adalah sama dengan manajemen kelas. Terkait erat dengan pendekatan otoriter. pendekatan kedua disebut pendekatan intimidasi. Pendekatan ini juga memandang manajemen kelas .sebagai proses mengendalikan perilaku peserta didik. Lain halnya dengan pendekatan otoriter, pendekatan intimidasi tampak lebih dilandasi oleh asumsi babwa perilaku peserta didik paling baik dikendalikan oleh perilaku guru. Perilaku guru yang dimaksud seperti menyalahkan, mengancam. memaksa dan menolak. Peran guru adalah mengiring peserta didik berperilaku sesuai dengan keinginan guru sehingga mereka merasa takut untuk melanggamya. Pandangan ketiga, yang bertentanguan langsung dengan pendekatan intimidatif, ialah pendekatan permisif. Esensi pendekatan terletak pada peran guru memaksimalkan kebebasan peserta didik, membantu peserta didik merasa bebas melakukan apa yang mereka mau. Jika hal itu tidak dilakukan maka yang terjadi adalah proses menghambat perkembangan peserta didik. Tidak seperti pendekatan sebelumnya, pendekatan keempat ini disebut pendekatan buku masak. Pendekatan ini tidak didasarkan atas konsep teoretis atau landasan psikologis tertentu. Pendekatan ini merupakan kombinasi dan berbagai pandangan, merupakan himpunan “resep” bagi guru. Pendekatan ini disajikan dalam bentuk daftar tentang apa yang hendaknya dilakukan dan tidak dilakukan guru di dalam bereaksi atas berhagai situasi bermasalah. 46 Pendekatan ini disebut pendekatan büku masak karena berisi rakitan daftar tahapan yang harus dilakukan guru, peran guru adalah mengikuti resep itu. Pendekatan manajemen kelas yang kelima didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang cermat (careful) akan mencegah muncul perilaku bermasalah Pendekatan ini menekankan bahwa perilaku guru dalam pembelajaran ialah mencegah atau menghentikan periaku peserta didik yang tdak tepat. Peran guru ialah merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan baik, yaitu pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik, dan yang memotivasi peserta didik.Pendekatan kelima ini disehut pendekatan intruksional. Pendekatan keenam ialah pendekatan modifikasi perilaku. Pendekatan ini memandang manajemen kelas scbagai proses memodifikasi perilaku peserta didik.Peran guru adalah mempercepat tercapainya perilaku yang dikehendaki dan mengurangi atau menekan perilaku yang tidak dikehendaki. Dengan kata lain,guru membantu peserta didik mempelajari perilaku yang tepat dengan menggunakan prinsip-prinsip pengkondisian dan penguatan. Pendekatan ketujuh memandang manajemen kelas sebagai proses menciptakan iklim sasio-emosional yang positif di dalam kelas. Asumsi dan pendekatan ini ialah bahwa belajar dapat dimaksimalkan di dalam iklim kelas yang positif, dan iklim semacam ini muncul dan hubungan antar pribadi yang positif antara guru peserta didik maupun antara peserta didik peserta didik. Oleh karena itu, peran guru adalah mengembangkan iklim sosio-emosional 47 kelas yang positif melalui pengembangan hubungan anta rpribadi yang sehat. Dalam pendekatan ini juga terkandung peran guru sebagai seorang fasilitator dan motivator bagi peserta didik untuk lebih berkembang dengan optimal. Pendekatan yang kedelapan menempatkan kelas sebagai suatu sistem sosial dimana proses kelompok dalam sistem tersebut menjadi hal penting yang paling utama. Asumsi dasarnya ialah bahwa pembelajaran itu terjadi di dalam kelompok.Oleh karena itu, hakikat dan perilaku kelompok kelas dipandang sebagai faktor yang memiliki pengaruh berarti (signifikan) terhadap belajar, bahkan dalamproses belajar individual sekalipun. Peran guru iaiah mempercepat perkembangan dan terwujudnya kelompok kelas yang efektif. Kedelapan posisi yang dikemukakan di atas menggarnbarkan perbedaan dan delapan pcndekatan manajemen kelas, dengan masing-masing keyakinan, akantetapi tidak ada satu pendekatan pun yang teruji paling baik. Oleh karena itu, sebagai guru didorong untuk menyerap pendekatan pendekatan tersebut dan tidak hanya bertolak pada satu pendekatan. Seorang guru didorong untuk melihat adanya kejamakan definisi tentang manajemen kelas. Pendekatan kesembilan bertolak dan kejamakan definisi. Definisi jamak akan memperluas ragam pendekatan dimana kita akan memilih strategi untuk menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang mendukung terjadinya pembelajaran yang efektif. Pendekatan jamak atau pendekatan pluralistik 48 (JamesM. Cooper, ed., 1990: 3.42) ini tidak mengikat guru kepada strategi manajerial tunggal, melainkan memberi peluang kepada guru untuk mempertimbangkan seluruh strategi yang dapat dan tepat dilakukan. Definisi manajemen kelas yang marefleksikan kejamakan pendekatan itu kiranya dapat dirumuskan sebagai perangkat kegiatan di mana mengembangkan dan memelihara kondisi kelas yang dapat mendorong terjadinya pembelajaran yang efektif dan efisien. Brophy dan Putnan ( Good dan Brophy, 1990: 3.43 ) menyebutnya sebagai pendekatan optimal. yaitu sebagai peroses pengembangan lingkungan belajar yang dikehendaki dan menekankan sekecil mungkin pembatasan- pembatasan. ( Djam’an Satori. Dkk. 2008. 3.43 ) B. Pengelolaan Kelas Untuk meningkatkan peranan guru dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa, maka guru diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan mampu mengelola kelas. Karena kelas merupakan lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisir. Lingkungan ini perlu diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Pengelolaan kelas adalah semua upaya dan tindakan guru membina, memobilisasi, dan menggunakan sumber daya kelas secara 49 optimal, selektif dan efektif untuk menciptakan kondisi atau menyelesaikan problema kelas agar proses belajar mengajar dapat berlangsung wajar. Suatu kondisi belajar optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan dalam mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa, dan antara siswa dengan siswa, yang merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan syarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. Dengan demikian siswa dapat belajar dengan suasana yang tenang, dan aman sekaligus dapat membangkitkan minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa. Jadi efektif merupakan faktor yang menentukan ketertiban siswa secara aktif dalam belajar. Sejak lahirnya pekerjaan mengajar, saat itu pulalah muncul istilah guru, meskipun tidak bersifat formal. Saat itupun telah dimulai upaya peningkatan hasil belajar peserta didik, baik secara sederhana sampai upaya peningkatan secara metodis. Berbagai komponen pembelajaran selalu memperoleh sorotan: guru, siswa, kurikulum, dan berbagai infra strukturnya. Memperhatikan peranan guru, berikut dapat diuraikan pola tingkah laku guru dalam pengelolaan kelas sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan (Satori, 2008: 78). 50 Pertama, kualitas pembelajaran akan bervariasi sesuai variasi guru. Guru adalah manusia dan manusia adalah unik. Setiap manusia memiliki spesifikasi sendiri-sendiri. Dengan adanya keunikan tersebut lahirlah situasi pembelajaran sesuai ciptaan yang unik pula. Apabila dibeberapa bagian terdapat kesamaan, hal ini mungkin terlibatnya unsur lain yang ikut serta atau bersama-sama mencipta situasi pembelajaran secara utuh. Kedua, kualitas pembelajaran tergantung waktu guru beraksi. Situasi pembelajaran tercipta oleh seorang guru akan berbeda dari waktu ke waktu. Seorang guru A mengajar ceria dipagi hari, akan tetapi berubah ketika mengajar di siang hari. Terkadang guru kaku dan keras, tetapi dilain waktu cukup toleran dan demokratis. Latar belakang psikologis sesaat sangat berpengaruh terhadap aksi guru di dalam kelas. Latar belakang psikologis tersebut tergantung pada: hari, tanggal, jam, suasana, dan lain-lain. Ketiga, kualitas pembelajaran bervariasi tergantung subjek didik. Seorang guru dari rumah berangkat dengan suasana hati yang gembira, sampai di kantor bertemu kepala sekolah dan rekan guru semakin menunjang rasa gembiranya, akan tetapi ketika sampai di kelas bertemu dengan kelompok siswa yang saat itu kurang bergairah, ramai, dan bertingkah laku masing-masing, keceriaan yang seharusnya menambah semangat guru dalam mengajar dapat berubah total karena kelompok siswa yang akan diajar kurang mendukung. 51 Keempat, kualitas pembelajaran tergantung kemampuan guru menguasai kurikulum. Kemampuan guru berbeda dalam menterjemahkan kurikulum tingkat kelas. Ada guru yang mengajar secara urut mengikuti kurikulum, ada yang mengikuti buku, ada yang membuat perencanaan, dan tidak jarang yang mengajar sesuai dorongan saat itu. Kondisi demikian jelas akan mempengaruhi kualitas pembelajaran. Kelima, kualitas pembelajaran tergantung kemampuan guru memilih metode mengajar. Kemampuan guru menterjemahkan kurikulum, penguasaan substansi materi, akan menentukan pemilihan metode mengajar. Pemilihan metode juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non teknis. C. Penataan Lingkungan Fisik Kelas Manajemen kelas yang baik terarah kepada upaya pencegahan munculnya perilaku bermasalah, dan penataan lingkugan fisik merupakan unsur penting dalam manajemen kelas. Penataan secara fisik harus sejalan dengan tujuan pembelajaran. Wahana lingkungan fisik akan mempengaruhi perilaku peserta didik baik secara langsung maupun melalui perilaku guru, atau melalui tugas – tugas terstruktur yang diberikan guru kepada peserta didik. Ukuran kelas di indonesia amat beragam. Di kota – kota besar, ukuran kelas relatif besar, antara 30 – 40 orang, namun di kota – kota kecil dan pedesaan cenderung brukuran kecil. Seorang guru tentu tidak dapat langsung mendistribusikan perhatian kepada kelas secara menyeluruh. Oleh 52 karena itu, salah satu alteratif atau cara yang dapat dilakukan, terutama dalam kelas besar, membagi peserta didik ke dalam kelompok – kelompok kecil. (Djam’an Satori. Dkk. 2008. 3.51 ) Pengelompokan peserta didik ke dalam kecil harus dilakukan dengan hati-hati. Apakah kelompok akan dibuat secara homogen atau heterogen. Yang dimaksud kelompok homogen disini adalah kelompok yang terdiri atas peserta didik dengan kemampuan dan kebutuhan yang relatif sama. Sedangkan kelompok heterogen ialah kelompok yang terdiri dari peserta didik dengan kemampuan dan kebutuhan yang beragam. Kelompok homogen akan lebih mudah di kelola tetapi sulit memunculkan peran pengambil inisiatif didalam kelompok. Kelompok heterogen memerlukan keragaman perlakuan tetapi mungkin dapat dimunculkan peran-peran pengambil inisiatif yang dapat meningkatkan dinamika dan produktivitas kelompok. Pengelompokan peserta didik seperti itu akan bergantung kepada tujuan pembelajaran. Jika pembelajaran itu lebih terarah kepada upaya memberikan perlakuan khusus seperti remidial dan pengayaan, kelompok homogen mnugkin akan lebih efektif. Akan tetapi jika pembelajaran itu dimaksudkan untuk mempelajri topik-topik tertentu, apalagi sekaligus ingin menyentuh perkembangan, non-kognitif kelompok heterogen mugkin akan lebih efektif. 53 Dapat dikatakan bahwa pengelompokan peserta didik seperti ini tidak dapat mengubah tugas guru, dan mengalihkan tanggung jawab kepada peserta didik. Tugas esensial guru tetap dilakukan, bahkan guru harus menjadi lebih toleran terhadap keragaman individual peserta didik serta menyiapkan sumber dan media pembelajaran yang dapat membantu efektivitas kegiatan kelompok. D. Pengaturan Fasilitas Kelas Salah satu tugas guru sebagai pendidik di sekolah adalah sebagai menajer. Seorang guru harus mampu memimpin kelasnya agar tercipta pembelajaran yang optimal. Fasilitas dan kondisi kelas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Padmono (2011, 23) fasilitas kelas (instrumental in put) berkaitan erat dengan terciptanya lingkungan belajar (environmental in put) kondusif sehingga murid dengan senang dan sukarela belajar. Penataan fasilitas dapat menjadi pendorong jika diorganisir secara baik. Di sinilah peran guru dapat terlihat, adapun peran guru dalam memenej kelas agar tercipta pembelajaran yang efektif sebagai berikut: 1. Peran guru dalam pengorganisasian kelas Organisasi kelas yang tepat akan mendorong terciptanya kondisi belajar yang kondusif. Pengorganisasian kelas ini pada dasarnya bersifat lokal, artinya organisasi kelas tergantung guru, kelas, murid, lingkungan kelas, besar ruangan, penerangan, suhu, dan sebagainya. Kita ketahui pada saat ini penataan kelas secara tradisional yang menempatkan satu meja guru 54 berhadapan dengan meja kursi siswa. Kelas yang ditata secara tradisional tersebut menempatkan guru sebagai pusat kegiatan dan sentra perhatian murid tampak sebagai objek pengajaran bukan sebagai subjek yang belajar. Akibatnya aktivitas sebagian besar dilakukan guru sedang murid hanya pasif menerima. a. Kelas terbuka Kelas dapat terdiri dari siswa dengan berbagai tingkat kelas berbeda. Pelaksanaan model ini dapat dilaksanakan di Indonesia, jika jadwal pelajaran kelas 1 sampai kelas 6 sama atau diterapkan di kelas tinggi saja. Misalnya: pada waktu jam pelajaran Bahasa Indonesia, maka seluruh guru mengajar pelajaran tersebut, sedang siswa masuk ke kelas di mana siswa menguasai tingkatan yang dicapai. Dengan demikian ada siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia masuk kelas III, tetapi pada waktu Matematika masuk kelas IV, dan mungkin pada pelajaran IPS ke kelas V. Konsep ini mengikuti perkembangan masing-masing individu. b. Kelas dua tingkat Konsep ini dilaksanakan dengan cara seorang guru menghadapi kelompok siswa yang berbeda kelas tetapi berdekatan, misalnya: kelas I dan II, II dan III, III dan IV, dan seterusnya. c. Kelas awal Pembelajaran dengan pendekatan integral atau terpadu dengan kehidupan anak pada tahap pelaksanaannya menerpadukan berbagai 55 konsep, topik, bahan pelajaran dengan mengurangi sedikit mungkin pemisahan-pemisahan secara artificial, bila dimungkinkan guru tidak melabel bahan kajian dalam mata pelajaran-mata pelajaran. Pembelajaran dikemas menjadi satu model pembelajaran yang utuh sehingga pemaknaan terhadap bahan kajian menjadi alami. Hal ini terjadi karena anak belajar secara keseluruhan dalam hubungan dengan kehidupan akan lebih mudah dibanding belajar dengan pemisahan-pemisahan secara artifisial yang tak bermakna. 2. Peran guru dalam pengaturan tempat duduk Penataan kelas sebagaimana diuraikan pada pengorganisasian kelas ditata fleksibel yang mudah diubah sesuai pembelajaran yang akan dikembangkan guru. Penataan tempat duduk dapat berbentuk : a. Seating chart Penempatan murid dalam kelas dibuat suatu denah yang pada satu periode waktu tertentu dapat diubah sesuai tuntunan pembelajaran yang sedang dikembangkan oleh guru, sehingga perkembangan dan pertumbuhan murid tidak terganggu. Penataan tempat duduk yang didesain dalam chart dapat digambar sendiri oleh murid atau sekelompok murid secara bergilir, sehingga keterbatasan penataan tempat duduk secara tradisional ini dapat diminimalkan pengaruh buruknya. Penataan dan gambar desain dilaksanakan secara bergilir, sehingga setiap kelompok mempu menuangkan idenya dan mengembangkan iklim demokrasi di 56 kelasnya, sehingga sikap menghargai pendapat orang lain dengan menghilangkan pandangan mereka sendiri. b. Melingkar Model duduk seperti ini dapat digunakan guru dalam pembelajaran diskusi kelompok, sehingga ada modifikasi untuk menghilangkan kejenuhan siswa. c. Tapal kuda Model ini sesuai untuk melaksanakan diskusi kelas yang dipimpin oleh guru atau ketua diskusi yang dipilih siswa. Diskusi kelas akan meningkatkan keberanian dibanding keberanian yang hanya muncul pada kelompok kecil. 3. Peran guru dalam pengaturan alat-alat pelajaran Alat-alat pelajaran dapat klasifikasikan menjadi beberapa kelompok, antara lain: Menurut kedudukannya; alat pelajaran dibedakan atas permanen dan tidak permanen. Permanen jika alat pelajaran tersebut diletakkan di kelas secara terus menerus, misalnya: listrik, papan tulis, dan sebagainya. Alat pelajaran tidak permanen atau yang bergerak (movable) yaitu alat pelajaran yang dapat dipindah, misalnya: kursi, OHP, mesin-mesin, peta, dan sebagainya. Menurut fungsinya; a) alat untuk menulis; kapur, papan tulis, pensil, dan lain-lain; b) alat-alat lukis; jangka, meter, segitiga, buku. 57 Alat-alat pelajaran tersebut tidak perlu disimpan ditempat khusus, tetapi cukup diatur di dalam kelas, sehingga bila sewaktu-waktu digunakan akan cepat. 4. Peran guru dalam pemeliharaan keindahan ruangan kelas Motto yang menyatakan “bersih adalah sehat dan rapi adalah indah” merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri. Setiap manusia memiliki cita rasa keindahan walaupun derajat keindahannya berbeda. Keindahan akan memberikan rasa nyaman dan membuat anak betah tinggal di tempat tersebut. Kelas yang diharapkan mengundang anak untuk betah berada di dalamnya hendaknya dijaga kebersihan dan keindahannya. Guru memiliki peran untuk mengorganisir siswanya agar dapat mendesain kelasnya menjadi kelas yang indah. Keindahan dapat dicapai dengan beberapa cara, yaitu: (a) menata ruangan menjadi rapi, misalnya; menata alat pelajaran sesuai kelompoknya, menata buku sesuai tinggi buku, tebal buku, dan kelompok buku, penataan alat pelajaran permanent yang sesuai dengan ruangan. Desain interior yang harmonis akan merangsang anak untuk tenggelam dalam suasana akademik (Immersion). Anak yang tenggelam dalam lautan ilmu pengetahuan akan mengalami pembelajaran secara alamiah, nyata, langsung, dan bermakna, (b) penataan meja guru, gambar-gambar tercapainya ruangan yang rapid an indah. merupakan factor pendukung 58 5. Cahaya, Ventilasi, Akustik dan Warna Kelas yang terlalu terang atau terlalu gelap kurang mendukung pembelajaran. Anak berada pada tahap perkembangan yang menentukan, untuk itu menjaga kesehatan anak merupakan salah satu tugas managemen kelas oleh guru (Suharsimi Arikunto, 1989: 77). Kelas harus cukup memiliki ventilasi untuk pertukaran udara sehingga anak merasa sejuk dan nyaman tinggal di kelas. Guru sering kurang menyadari ruangan yang terang tetapi jendela tidak dibuka serta kurangnya ventilasi menjadikan suara guru bergema, akibatnya anak kurang mampu memusatkan perhatian pendengarannya pada suara guru, sebab terganggu oleh gema suara. Untuk itu disamping membuka jendela digunakan untuk pertukaran udara, maka juga berfungsi sebagai sarana untuk mengurangi gema. Warna disamping memiliki arti juga membawa kesan terhadap orang yang melihat. Dinding sekolah atau kelas berpengaruh terhadap siswa. Pemilihan warna sering tidak melibatkan guru apalagi murid, sehingga kadang guru sendiri tidak betah tinggal di kelasnya.