HUBUNGAN KONSUMSI PROTEIN HEWANI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 6-24 BULAN THE RELATIONSHIP OF ANIMAL PROTEIN CONSUMPTION TO STATUS OF NUTRITIONAL INFANTS THAT AGES 6-24 MONTH Dini Anggraini*, Rinidar**, Razali**, Sugito**, T Reza Ferasyi** *Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Program Pascasarjana,Unsyiah * Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh email: [email protected] Abstrak: Setelah usia 6 bulan, bayi membutuhkan makanan semi padat yang merupakan proses transisi dari pemberian air susu ibu menuju ke makanan semi padat untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Jenis bahan untuk makanan pendamping air susu ibu harus mengandung sejumlah besar bahan nutrisi, salah satunya adalah protein. Protein hewani lebih mudah dicerna oleh tubuh dibanding protein nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi protein hewani terhadap status gizi bayi usia 6-24 bulan. Jenis penelitian observasional analitik dengan desain yaitu cross-sectional study. Jumlah populasi adalah semua anak usia 6-24 bulan yang berada di wilayah pesisir Kecamatan Kuala Pesisir Kota Nagan Raya. Sampel yaitu semua anak usia 6 -24 bulan yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling didapatkan 86 bayi. Hasil penelitian menunjukkan hubungan hubungan konsumsi protein hewani terhadap status gizi bayi sangat siginifikan (p value <0,01). Kesimpulannya konsumsi protein hewani pada bayi usia 6-24 bulan di Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya tinggi.Disarankan agar dilakukan penyuluhan kepada ibu tentang kualitas maupun kuantitas makanan pendamping air Susu ibu yang sesuai dengan usia bayi sehingga masalah gizi pada bayi dapat dicegah sedini mungkin. Kata kunci: bayi 6-24 bulan, protein hewani, status gizi, makanan pendamping ASI Abstract: The infants after 6 months of age, they are need semi-solids which is the process of transition from breastfeeding to get to a semi-solid food to suply their nutritional needs. The type of material for the food addition to breast milk should contain a large amount of nutrients, one of which is a protein. Animal protein more easily digested by the body than vegetable protein. This study aims to determine the relationship of animal protein consumption to the nutritional status of infants aged 624 months. This studi using observational analytic with a design that is a crosssectional study. Total population is all infants aged 6-24 months in Kuala Pesisir subdistrict Nagan Raya Regency. The samples are that all children ages 6 -24 months taken by using proportional sampling obtained 86 infants. The results showed correlation relationship animal protein consumption to the nutritional status of infants is very significant (p value <0.01). In conclusion consumption of animal protein in infants aged 6-24 months in the district of Nagan Raya Kuala Pesisir is highly. Suggested to information to mothers about the quality and quantity of complementary foods breast milk according to the age of the baby so that the nutritional problems in infants can be prevented as early as possible. Keywords: Infants 6-24 months, breast milk, animal protein and nutritional status, Complementary feeding, 152 153 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol. 9 No. 1, April 2016, 152-160 yang tidak tepat dan miskin gizi PENDAHULUAN Masalah gizi pada bayi dan anak menyebabkan disebabkan pemberian ASI dan MP- rendah ASI yang tidak memenuhi standar gizi pertumbuhan. sehingga dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan Organization terdapat World serta badan yang terganggunya Bayi harus mendapat MP-ASI Health karena pada usia 6-12 bulan, ASI menyebutkan bahwa hanya menyediakan ½ atau lebih bayi. 1 bobot 54% kematian bayi kebutuhan gizi bayi, dan pada usia 12- masalah gizi, 24 bulan ASI menyediakan 1/3 dari oleh kebutuhan gizinya sehingga MP-ASI dan harus segera diberikan mulai bayi malaria. Selain itu, faktor lain adalah berusia 6 bulan. Makanan pendamping kurangnya ibu memahami bahwa sejak ASI harus mengandung zat gizi mikro bayi yang disebabkan oleh selebihnya disebabkan pneumonia, diare, berusia 6 campak, bulan sudah cukup untuk memenuhi memerlukan MP-ASI dalam jumlah kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dan mutu yang baik 2. Oleh karena itu, oleh ASI saja 5. prioritas utama penanganannya adalah Jenis bahan untuk MP-ASI harus memperbaiki MP-ASI kepada bayi dan mengandung sejumlah besar bahan ibu 3. nutrisi, salah satunya adalah protein. Makanan Pendamping ASI Pasokan protein harus tetap ada untuk diperlukan oleh bayi selain untuk menjaga integritas dan fungsi seluler, pemenuhan gizi juga diperlukan untuk kesehatan dan reproduksi. Penyusun membantu proses penguatan rahang protein adalah asam amino dan banyak melalui proses pengunyahan untuk terlibat sebagai koenzim, hormon, menunjang sistem asam nukleat, katalisator, pembawa, pencernaannya. Maseko dan Owaga, bahwa pemberian 4 menyatakan MP-ASIakan pengerak, pengatur, ekpresi genetik, neurotransmitter, penguat sempurna bila diberikan pada waktu penguat yang tepat, jenis bahan dan cara pertumbuhan1. Menurut FAO/WHO pembuatan Pemberian tahun 1985 asam amino yang sering makanan bayi tidak boleh terlalu dini kurang dalam asupan makanan anak ataupun terlambat. Pemberian MP-ASI anak MP-ASI. immunitas adalah dan struktur, unsur untuk Lysine, Hubungan Konsumsi Protein Hewani Terhadap Status Gizi Bayi... 154 Methionine+Cysteine, Threonine +Tryptophan. terhadap status gizi bayi usia 6-24 bulan di kecamatan kuala pesisir Pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu Kabupaten Nagan Raya. Tujuan Penelitian untuk mengetahui apakah pemberian, frekuensi, jenis, jumlah ada bahan cara hewani terhadap status gizi bayi usia 6- pembuatannya. Untuk bayi usia ≥6-9 24 bulan di Kecamatan Kuala Pesisir bulan diberikan MP-ASI dalam bentuk Kabupaten Nagan Raya 7. makanan, dan hubungan konsumsi protein makanan lumat, untuk bayi usia ≥9-12 bulan diberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lembek, sedangkan untuk METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan bayi usia ≥12-24 bulan diberikan MP- penelitian deskriptif, dengan desain ASI dalam bentuk makanan keluarga 6. cross sectional survey, untuk Kasus kekurangan gizi pada balita mengetahui data tentang hubungan masih melanda di sebagian wilayah konsumsi protein hewani terhadap Indonesia, salah satunya adalah di status gizi bayi usia 6-24 bulan di Kabupaten Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Nagan Raya tahun masih Populasi pada penelitian ini adalah terdapat bayi dengan status gizi gizi semua ibu yang memiliki bayi berusia buruk 6-24 bulan di Kecamatan Kuala Pesisir sebanyak 2014, Nagan Raya. 17 jiwa. Di Kecamatan Kuala pesisir terdapat 3 Kabupaten kasus gizi buruk. Maka karena itu, berjumlah 650 orang yang tersebar di sangatlah menarik untuk mengkaji 16 desa. Teknik pengambilan sampel kasus gizi buruk pada bayi usia 6-24 dalam penelitian ini dilakukan dengan bulan yang terjadi di kecamatan Kuala menggunakan pesisir Raya sampling. Penentuan besar sampel dikaitkan dengan asupan protein pada berdasarkan rumus Slovin, berjumlah MP-ASI. 86 sampel. Analisa data menggunakan Kabupaten Nagan Nagan metode Raya yang proportional Berdasarkan latar belakang di atas, aplikasi komputerisasi uji korelasi maka peneliti ingin melihat bagaimana untuk menjelaskan hubungan konsumsi hubungan konsumsi protein hewani 155 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol. 9 No. 1, April 2016, 152-160 protein hewani terhadap status gizi dan orang (3,5%). Karakteristik responden uji regresi linear sederhana. menurut pekerjaan paling banyak ibu tidak bekerja (IRT) sebanyak 56 orang HASIL PENELITIAN (65,1%) sedangkan paling Karateristik Responden dan Sampel adalah ibu bekerja sebanyak 30 orang Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan Keluarga di Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya (34,9%). Karakteristik sedikit responden menurut pendapatan keluarga yang paling banyak adalah berpendapatan rendah sebanyak 44 orang (51,2%) sedangkan yang paling sedikit adalah Frekuensi Persentasi (n) (%) yang berpendapatan tinggi sebanyak 42 Umur 19-30 Tahun 56 65,1 orang (48,8%). 31-35 Tahun 22 25,6 > 36 Tahun 8 9,3 Hubungan Konsumsi Protein Pendidikan Dasar (SD) 3,5 Hewani 3terhadap Status Gizi Bayi Menengah (SLTP,SLTA) 36 Bulan 53,5 Usia 6-24 di Kecamatan Tinggi (Diploma,PT) 43 Kuala 37 Pesisir Kabupaten Nagan Pekerjaan Bekerja (PNS, Swasta, Petani) Raya 30 34,9 Ibu Tidak Bekerja (IRT) 56 65,1 Pendapatan Tinggi 42 Tabel 2. Hubungan 48,8 Konsumsi Protein Keluarga Rendah 44 51,2 Hewani terhadap Status Gizi Bayi Usia Sumber: Data Primer (Diolah, 2016) 6-24 Bulan di Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya n=86 Berdasarkan data (tabel 1)terlihat Karakteristik Responden bahwa distribusi karakteristik responden menurut umur yang paling banyak adalah rentang umur ibu 19-30 tahun sebanyak 56 orang (65,1%), sedangkan paling sedikit adalah rentang umur ibu >36 tahun sebanyak 8 orang (9,3%). Karakteristik responden menurut pendidikan yang paling banyak adalah tamatan pendidikan menengah (SLTP,SLTA) sebanyak 29 orang (45,5%), sedangkan yang paling sedikit adalah tamatan pendidikan Dasar (SD) sebanyak 3 Konsumsi Status Gizi (BB/U) (%) Protein Kurang Buruk Hewani Lebih Baik Tinggi 7 75,6 4,7 0 Rendah 0 0 12,8 0 Jumlah 7 75,6 17,4 0 Jlh (%) 87,2 0,000 12,8 100 Sumber: Data Primer (Diolah, 2016) Pada tabel 2, terlihat bahwa bayi yang mengkonsumsi protein hewani dalam jumlah tinggi P value tidak menggambarkan bahwa status gizi juga baik. Hal ini terlihat dari masih ditemukan bayi yang mengkonsumsi protein tinggi memiliki status gizi kurang sebanyak 4,7%, sebanyak 7% memiliki status gizi lebih, dan hanya Hubungan Konsumsi Protein Hewani Terhadap Status Gizi Bayi... 156 75,6% memiliki status gizi baik. Pada memperlihatkan bayi protein kurang (12,8%). Hal ini sesuai dengan hewani rendah di Kecamatan Kuala penelitian Mamahit et al.8, berdasarkan Pesisir Raya analisis statistik dengan menggunakan gizi uji korelasi Spearman antara variabel Pada asupan protein dengan status gizi penelitian ini juga memperlihatkan BB/U diperoleh nilai (p≤0,05) yang bahwa tidak ada bayi yang memiliki artinya status gizi buruk. signifikan antara konsumsi protein yang mengkonsumsi Kabupaten Nagan menunjukkan memiliki kurang sebanyak status 12,8%. Hasil uji korelasi bivariat untuk status terdapat gizi yang hubungan yang dengan status gizi BB/U. melihat hubungan antara konsumsi Kurnia 9 menyatakan bahwa status protein hewani terhadap status gizi gizi tergantung dari tingkat konsumsi bayi usia 6-24 bulan di Kecamatan zat gizi yang terdapat pada makanan Kuala Pesisir kabupaten Nagan Raya sehari-hari. memperlihakan ditentukan oleh kualitas hidangan. hubungan positif Tingkat (P<0,01). Hasil analisis regresi variabel Kualitas konsumsi protein hewani dengan status adanya semua zat gizi yang diperlukan gizi bayi 6-24 bulan di Kecamatan tubuh di dalam suatu susunan hidangan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya dan perbandingan yang satu terhadap berpengaruh yang sangat nyata sig hidangan konsumsi lain. 1,00<0,001. Persamaan Regresi : Y = jumlah 3.000+ 1.027x, dengan nilai analisis terhadap determinasi R2 (R square) sebesar susunan 0,504 kebutuhan atau 50,4%. menunjukkan bahwa Analisis ini persentase menunjukkan Kualitas menunjukkan masing-masing kebutuhan gizi tubuh. hidangan tubuh, zat baik Kalau memenuhi dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka sumbangan pengaruh konsumsi protein tubuh terhadap status gizi sebesar 50,4%, kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. sedangkan sisanya sebesar 49,6%. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas Pada penelitian ini bayi yang protein dan mendapatkan kuantitasnya kondisi akan memberikan kondisi kesehatan gizi PEMBAHASAN konsumsi akan hewani rendah kurang atau kondisi defisit. Status gizi atau tingkat konsumsi pangan 157 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol. 9 No. 1, April 2016, 152-160 merupakan status bagian kesehatan terpenting seseorang. dari Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status laut juga kaya akan asam lemak omega-3 10. Menarik umtuk dikaji bahwa walaupun di Kecamatan Kuala Pesisir kesehatan juga mempengaruhi status Kabupaten gizi. Maka, tingkat konsumsi makanan memakan proein dari hewan tetapi sangat berpengaruh terhadap status gizi masih ditemukan status gizi bayi yang balita. Pola pemberian makan pada kurang. Terdapatnya bayi yang masih anak yang berhubungan dengan status dalam katagori mengalami gizi kurang, gizi. dapat kemungkinan dipengaruhi oleh faktor konsumsi lain seperti proses pengolahan bahan Oleh karena mempengaruhi energi dan itu tingkat protein pada balita, pangan. Nagan Raya, Menurut sudah Sumiati 11 , sehingga berimplikasi pada status gizi mengatakan bahwa, pengolahan seperti underweight pada balita jika tingkat penggorengan, konsumsinya kurang. pengukusan Berdasarkan didapatkan hasil bahwa penelitian masih banyak pemanggangan, dan perebusan serta adanya penambahan bumbu (larutan garam dan asam cuka) tidak ditemukan bayi mengalami gizi kurang mempengaruhi nilai mutu cerna protein walaupun mengkonsumsi pada ikan jenis mujair, namun Sundari daging, ikan dan telur. Padahal dalam et al., menyatakan bahwa proses 100 gram telur rebus mengandung pengolahan 12,58 gram protein. Daging merah menggunakan segar penurunan kadar zat gizi bahan pangan sudah mengandung 25,21 gram bahan pangan panas menyebabkan protein.Daging domba dalam 100 gram tersebut dibandingkan mengandung mentahnya, tinggi sekitar 28,22 gram dengan atau bahan rendahnya protein. Dari 100 gram ayam panggang penurunan kandungan gizi suatu bahan mengandung 25 gram protein. Ikan pangan akibat pengolahan tergantung salmon dari jenis bahan pangan, suhu yang kalengan ikan herring mengandung dan 23 gram digunakan dan lamanya Proses proses protein per 100 gram sajian. Ikan tuna pengolahan. menggoreng kalengan mengandung sekitar 29 gram menyebabkan penurunan kandungan protein. Selain kaya akan protein, ikan gizi yang sangat signifikan karena Hubungan Konsumsi Protein Hewani Terhadap Status Gizi Bayi... 158 penggorengan menggunakan suhu yang tinggi sehingga zat gizi seperti protein tanaman dan menjadi sumber yang lebih baik untuk pertumbuhan. 12 mengalami kerusakan, Menurut Menkes RI proses perebusan protein untuk bayi usia 6-24 bulan sedangkan menyebabkan berkurangnya , kebutuhan sebesar 12 gram-20 gram/hari. kandungan zat gizi karena banyak zat Usia 0-24 bulan merupakan masa gizi terlarut dalam air rebusan. Oleh pertumbuhan dan perkembangan yang karena itu, perlu suau kajian khusus pesat, sehingga diistilahkan sebagai mengapa di Kecamatan Kuala Pesisir periode emas sekaligus periode kritis. Kabupaten Periode Nagan Raya masih emas dapat diwujudkan diemukan guzi kurang walaupun sudah apabila pada masa ini bayi dan anak mengkonsumsi protein hewani. memperoleh asupan gizi yang sesuai Protein adalah suatu makanan untuk tumbuh kembang optimal, yang diperlukan oleh tubuh yang sebaliknya apabila bayi dan anak pada berguna untuk memperbaiki sel sel dan masa ini tidak memperoleh makanan untuk pertumbuhan. Ketika anak lahir, sesuai tubuh, terus periode emas akan berubah menjadi berkembang. Sel-sel tubuh anak juga periode kritis yang akan mengganggu aus, membutuhkan tumbuh kembang bayi dan anak, baik protein untuk perbaikan serta untuk pada saat ini maupun masa selanjutnya pertumbuhan. Agar anak tumbuh cepat 13 dan sehingga terutama anak otak, dan baik, maka diperlukan banyak kebutuhan gizinya, maka . WHO/UNICEF merekomendasikan asupan protein. Pada usia enam bulan empat hal penting yang harus pertama kehidupan bayi mendapat dilakukan untuk mencapai tumbuh semua protein ASI, kemudian setelah 6 kembang optimal di dalam Global bulan ibu memperkenalkan makan lain Strategy for Infant and Young Child untuk bayi, salah satunya adalah Feeding, yaitu; pertama memberikan protein. air susu ibu kepada bayi segera dalam Sumber protein ada dua yaitu waktu 30 menit setelah bayi lahir, nabati dan hewani, namun semua kedua memberikan hanya Air Susu Ibu makanan hewani mengandung lebih (ASI) saja atau pemberian ASI secara banyak protein dibandingkan dengan eksklusif sejak lahir sampai bayi 159 Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes Vol. 9 No. 1, April 2016, 152-160 berusia 6 bulan, ketiga memberikan Demografi dan Faktor Informasi makanan pendamping air susu ibu Tentang ASI Dan MP-ASI (Studi (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan Di Kota Padang dan Kabupaten sampai Solok Provinsi Sumatera Barat). 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai Jakarta:Pusat anak berusia 24 bulan 14. Pengembangan Gizi dan Makanan, Badan hasil Litbang dan Kesehatan, Kementerian Kesehatan; 2010. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan Penelitian penelitian 3. Departemen Kesehatan RI. diambil kesimpulan konsumsi protein Pedoman Umum Gizi Seimbang. hewani pada bayi usia 6-24 bulan di Jakarta: Departemen Kesehatan RI; Kecamatan Kuala Pesisir Nagan Raya 2007. tinggi.Diharapkan selanjutnya dapat kepada peneliti mengembangkan 4. Maseko, M., Malnutrition E.Owaga. and Child Mortality in penelitian yang lebih cermat terhadap Swizeland Situation Analysis of the faktor lain seperti proses pengolahan Immedate, Underlying and Basic bahan pangan, jenis bahan pangan Causes 2012. African Journal of yang dikonsumsi. Food, Agriculture, Nutrisi, and Development; 2012. 5. Menteri Kesehatan RI. Peraturan UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Masyarakat di Menteri Kesehatan Republik Kecamatan Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Kuala Pesisir yang telah memberi Tentang Pedoman Gizi Seimbang. waktu terhadap penelitian ini. Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2014 6. Departemen Kesehatan RI. Buku DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization. Child Growth Standart. Geneva: WHO; 2010. Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2009. 7. Dinas Kesehatan Nagan Raya. 2. Hermina dan Nurfi, Hubungan Profil Kesehatan Kabupaten Nagan Praktik Pemberian ASI Eksklusif Raya Tahun 2014. Suka Makmue; Dengan 2014 Karakteristik Sosial, Hubungan Konsumsi Protein Hewani Terhadap Status Gizi Bayi... 160 8. Mamahit, D., Kawengian, E.S. Shirley., and N.H. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember; 2005 Kapantow.HubunganAntaraAsupan 14. Hikmawati, I., M. Sakundarno., Energi Dan Protein Dengan Status dan A. Purwanti. Risk factors of GiziAnakUsia Di failure to give breast feeding Wilayah KerjaPuskesmasRanomut during two months. 2008. http:// Kota www.pdffactory.com. 1-3 Tahun Manado. Manado: FakultasKesehatanMasyarakatUniv ersitas Sam Ratulangi; 2013. 9. Kurnia, F.R. Faktor Risiko Underweight Balita Umur 7-59 Bulan. Jakarta: Stikes Kuningan; 2014. Public Health 9 (2)115-12 10. Anna, L.K. Lebih Protein Daging atau Telur. Kompas. http://health.kompas.com/read/201 4/04/24/1436524/Lebih.Banyak.Pr otein.Daging.atau.Telur.2014 11. Sumiati, T. Pengaruh Pengolahan Terhadap Mutu Cerna Protein Ikan Mujair (Tilapia mossambica). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor; 2008 12. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta; 2013 13. Ningtyas, F.W . Hubungan Pola Pemberian ASI Eksklusif dan MPASI Dengan Status Gizi Balita.