Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 LAPORAN RISET MELEK POLITIK (POLITICAL LITERACY) MASYARAKAT DI KABUPATEN NAGAN RAYA Oleh DIVISI BIDANG TEKNIS PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM TIM PENELITI Dr. Rusli Yusuf, M.Pd Arif Budiman, M.Pd Maimun, S.Pd, M.Soc.Sc Bustami, S.Sosi DIVISI BIDANG TEKNIS PENYELENGGARA KOMISI INDEPENDEN PEMILIHAN (KIP) KABUPATEN NAGAN RAYA 2015 0 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu segment politik yang dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih pemimpin. Baik itu pemilu legeslatif, maupun pemilihan presiden (Pilpres), Gubernur, Bupati/Wali kota. Pemilihan Umum atau General election tidak hanya sekedar ciri dari suatu negara yang merdeka, akan tetapi juga berdaulat. Pemilu menandakan pula sebagai bentuk dipenuhinya hak azasi dari masyarakat dalam menyelenggarakan kehidupan politiknya. Salah satu ciri negara yang demokrasi adalah adanya pergantian pemimpin secara teratur, hal ini sebagaimana yang digambarkan oleh Henry B Mayo (Sumatri, 2000). Pemilu juga sering kita maknai dengan pesta demokrasi, atau pesta rakyat. Lakab ini ini didasarkan pada dua alasan utama; pertama, bahwa dalam pemilu (terlebih lagi pemilu era moderen) rakyat dilibatkan secara langsung untuk menentukan calon pemimpin mereka, baik itu presiden, gubernur atau butapi/wali kota ataupun anggota legislatif. Dalam sistem ini rakyat dapat langsung mengenal sosok calon pemimpin yang akan dipilih melalui sistem voting suara di TPS, dan kesempatan besar bagi masyarakat untuk memilih yang terbaik diantara yang baik. Selain itu, bagi para kandidat yang akan di pilih serta ikut dalam bursa pemilihan ini juga dapat menunjukkan kemampuan diri melalui berbagai pendekatan yang sah, sehingga dengan demikian akan memperoleh dukungan suara dari rakyat. kedua, disebut pesta demokrasi 1 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 bahwa, setiap warga negara Republik Indonesia yang memenuhi persyarakat undangundang memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Artinya, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih dengan tidak mengenal latar belakang agama, ras, suku/etnik maupun golongan tertentu. Di hadapan undang-undang, setiap rakyat memiliki hak yang sama. Dua alasan tersebut maka, lahirlah sebutan pemilu sebagai pesta demokrasi rakyat. Pelaksanaan pemilihan umum yang jujur dan adil merupakan keinginan segenab masyarakat. Setiap kita menginginkan pelaksanaan pemilu yang kita maknai sebagai ajang pergantian pemimpin tersebut dapat terlaksana dengan baik, tanpa membawa suatu kerugian bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, membangun cita-cita itu tidaklah semudah membalik telapak tangan. Membangun pemilu yang jujur dan adil adalah sebuah upaya yang harus dilakukan secara terus menerus, terlebih lagi dalam budaya politik masyarakat Indonesia yang masih tergolong ke dalam budaya semi parochial. Kalau kita llihat dalam kasus pemilihan umum yang terjadi di Amerika dengan budaya politik masyarakatnya yang pastisipan, bahwa angka golpun disana sangat rendah sekali, artinya kesadaran politik masyarakat sangat besar, dan kesadaran itu bukan hanya ditunjukkan dalam bentuk voting suara saat di TPS, tetapi keikutsertaan masyarakat Amerika dalam proses politik di negaranya sangatlah intens, jauh berbanding terbalik dengan apa yang sedang terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Disinilah Almond (1995) menggambarkan bahwa Partisipasi politik masyarakat di negara maju telah mendorong terjadinya perubahan besar dalam negara tersebut, sehingga 2 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 melahirkan sistem politik yang demokratis, yang pada akhirnya proses dari sistem politik tersebut mampu melahirkan kebijakan-kebijakan penting bagi pembangunan negaranya . Keadaan ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di negara berkembang, seperti Indonesia, dan bahkan beberapa negara Asia lainnya. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dengan ciri budaya politik masyarakat semi parokial. Masyarakat dengan budaya politik semi parochial, cendrung tidak ingin mengambil peran dalam suatu proses politik, seperti halnya pemilu, proses pengambilan keputusan dan lain-lain. Kalaupun peran itu ada, namun sangatlah terbatas pada segmen-segmen tertentu saja, dapat saja berupa hanya memberikan hak suara pada pemilu, dan itupun karena sifatnya wajib yang dipaksakan, bukan atas kesadaran. Sedangkan pada proses politik lainnya masyarakat sama sekali hampir tidak ikut terlibat di dalamnya. Proses pemilu disebut baik apabila pemilu itu dilaksanakan secara jujur dan adil, serta mampu menghasilkan calon pemimpin yang berkualitas. Dalam literatur sejarah, hampir semua bangsa yang hebat dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas. Hal inilah yang menjadi stimulus bagi semua bangsa di dunia untuk terus berupaya melaksanakan proses pergantian pemimpin secara teratur melalui pemilu, dan melahirkan pemimpin yang berkualitas sebagai hasilnya. Pelaksanaan pemilu di Indonesia sejak tahun 1955 sampai dengan tahun 2014, merupakan waktu yang tergolong lama. Artinya, masyarakat seharusnya belajar dari pengalaman sebelumnya tentang bagaimana memilih pemimpin yang berkualitas melalui proses pemilu. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh masyarakat Indonesia, artinya banyak masyarakat beranggapan bahwa pemilu itu tidak membawa pengaruh bagi kehidupan mereka, dan ini adalah bentuk pernyataan yang lahir dari 3 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 masyarakat yang tidak sadar akan politik atau kita menyebutnya dengan melek politik (political literacy). Melek politik dapat diartikan sebagai bentuk pengetahuan masyarakat tentang politik. Dan ini adalah fondasi yang paling penting dalam membangun suatu bangsa dan negara. Akan lebih baik jika suatu bangsa ini dibangun dan digerakkan oleh seluruh elemen masyarakat yang terlibat secara aktif, ketimbang hanya digerakkan oleh segelintir kelompok tertentu. Peran politik dari masyarakat ini sangat menentukan ke mana arah layar dan kemudi mesti digerakkan baik ketika laut sedang tenang, atau mungkin sedang bergejolak. Pada umumnya, negara-negara yang angka melek politiknya tinggi, taraf kesejahteraan masyarakatnya juga tinggi. Negara yang masyarakatnya memiliki kesadaran/kepedulian politik yang tinggi juga lebih mampu untuk bersaing di perdagangan global. Iklim politik yang sangat kondusif disertai dengan peran aktif masyarakat akan menentukan kekuatan politik negara itu pada kawasan terbatas. Konsep membangun negara sudah banyak diperbicangkan oleh para ahli, salah satunya yaitu Tadaro (2006) yang melihat pembangunan suatu negara dari sudut pembangunan ekonomi dan keadilan di dalamnya. namun, konsep pembangunan semestinya dilihat dalam ranah yang lebih komplek, yang didalanya terdapat variabel yang saling perpengaruh. Melek politik warga sebagai salah satu variabel dalam pembangunan yang tidak boleh dipandang sebelah mata, namun ianya harus dilihat secara positif dan harus terus diupayakan agar masayarakat memiliki tingkat kesadaran yang tinggi terhadap suatu proses politik. 4 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya yang continue untuk membangun kesadaran masyarakat akan proses politik di lingkungannya. Salah satu upaya tersebut yaitu melalui riset tentang tingkat melek politik masyarakat. Karena degan mengetahui tentang melek politik masyarakat, atau kesadaran politik masyarakat, maka akan dapat dipastikan pola pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat dalam suatu wilayah. Penelitian tentang melek politik masyarakat ini dilakukan di Kabupaten Nagan Raya, dengan tiga pertimbangan utama, yaitu: pertama, masyarakat di kabupaten Nagan Raya masih sama seperti masyarakat di kabupaten lain yang ada di Aceh, yaitu masyarakat yang masih terbelakang ditinjau dalam aspek kesadaran politik, sehingga tidak jarang dari mereka yang tidak memahami apa makna sakralnya suatu pemilu, dan juga masyarakat Nagan Raya cenderung untuk tidak aktif dalam proses pemilu, baik aktif sebagai pemilih maupun aktif dalam proses pemilihannya. Kedua, selain masih tingginya angka golput, masyarakat Nagan Raya, dalam memilih calon pemimpin tidak berdasarkan pada pertimbangan tertentu, sehingga banyak sekali calon yang potensial, tetapi tidak dipilih, dan juga banyak terdapat kertas suara yang rusak, akibat tidak tau cara memilih yang baik dan benar. Ketiga, masyarakat di kabupaten Nagan Raya merupakan masyarakat yang egaliter, sehingga kehadiran mereka di Tempat Pemungutan Suara (TPS) bukan sebuah bentuk kesadaran sendiri secara umum, namun lebih kepada ikut-ikutan, dan bahkan ajakan dari pihak lain. Alsan berikutnya adalah berkaitan dengan konsep melek politik itu sendiri, dimana dalam masyarakat dengan angka melek politik tinggi akan mempengaruhi perilaku 5 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 masyarakat tersebut dalam masalah politik. Artinya melek politik berpengaruh terhadap perilaku politik masyarakat, yang secara pasti juga mempengaruhi iklim demokrasi dalam masayarakat tersebut. Alasan di atas menjadi bagian terpenting dalam melaksanakan riset untuk memaknai melek politik dalam kehidupan masyarakat di kabupaten Nagan Raya, dan secara khusus mengarah pada tingkat melek politik masyarakat Kabupaten Nagan Raya, proses terbentuknya melek politik masyarakat, dan faktor yang mendorong melek politik masyarakat. 2. Tujuan Penelitian Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka dapat ditetapkan tujuan dari penelitian ini, yaitu: a. Mengetahui dan mendeskripsikan melek politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. b. Mengetahui dan mendeskripsikan proses terbentuknya melek politik masyarakat. c. Mengetahui dan mendeskripsikan faktor pendorong dan penghambat melek politik masyarakat. 3. Kegunaan Penelitian Penelitian/riset ini akan memberikan beberapa kegunaan hasilnya, yaitu: a. Rekomendasi-rekomendasi dari penelitian ini dapat dijadikan pedoman oleh KIP Kabupaten nagan raya dalam upaya meningkatkan angka melek politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. 6 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 b. Dari hasil penelitian ini juga dapat dilahirkan Standar Operasional Prosedur (SOP) menyangkut dengan model atau pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat Nagan Raya. c. Rekomendasi dari hasil penelitian ini juga dapat dijadikan oleh pihak KIP untuk meningkatkatkan kesadaran politik masyarakat Nagan Raya berdasarkan jenis kelami, pekerjaan, umur, jenjang pendidikan dan lain-lain, sehingga masing- masing karakteristik tersebut membutuhkan pendekatan yang berbeda satu dengan yang lainnya. d. Kegunaan lainnya yaitu menyangkut dengan pola pendekatan dalam sosialisasi kepada warga, agar kesadaran politik masyarakat dapat ditingkatkan. 4. Metode Penelitian Penelitian ini berusaha mengungkapkan masalah melek politik warga masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. Data yang terdapat dalam penelitian atau riset ini terdiri atas dua jenis data, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Dengan demikian, penelitian ini tergolong ke dalam penelitian campuran antara kualitatif dan kuantitatif atau mix method. Pendekatan dalam penelitian campuran bertujuan untuk mencari kencederungan angka variabel di satu sisi, dan menjelaskan makna vaiabel di sisi lain. Penelitian ini menggunakan dua instrument utama, yaitu: kuisioner/angket dan juga daftar wawancara untuk mewawancari informan secara indept. Kuisioner digunakan untuk melihat kecenderungan angka menyangkut dengan melek politik masyarakat di Nagan Raya, sedangkan wawancara dilakukan untuk menemukan makna secara kualitas 7 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 berkaitan dengan proses pembentukan melek politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. Informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Nagan Raya yang diambil secara terstruktur dan berdasarkan pada dua kriteria besar; a. Berdasarkan karakteristik masyarakatnya, terdiri dari: 1) Tokoh Masyarakat (agama, dan Adat), 2) Tokoh Pemuda, 3) Pedagang, 4) Pegawai Negeri Sipil, 5) Petani/nelayan 6) Tokoh Perempuan. b. Berdasarkan karaktersitik tempat/wilayah, yaitu terdiri atas: 1) Wilayah kota 2) Wilayah Pinggiran 3) Wilayah Pedalaman Tabel. 1 Wilayah Sampel Kecamatan Seunagan (Kota) Kuala Pesisir (Pinggiran) Tripa Makmur Karakteristik Desa Pinggiran Cot Lele Lung mane Neubokye PP Desa Kota Jeuram Kuala Baroe Kabu 8 Desa Pedalaman Lhok Padang Cot Rambong Babah Lhung Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 Adapun personalia yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak enam orang, terdiri atas dua kelompok utama, kelompok peneliti dan kelompok tenaga pembantu, namanama tersebut adalah sebagai berikut: Ketua : Dr. Rusli Yusuf, M.Pd Anggota 1. Arif Budiman, M.Pd 2. Maimun, S.Pd, M.Soc.Sc 3. Bustami, S.Sosi Tenaga Pembantu Penelitian; Personlia KIP Nagan Raya, Personlia KIP Nagan Raya Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian No 1 2 3 4 5 6 Bulan Mei 2015 Kegiatan Minggu I Take off Meeting Perumusan Instrumen Penelitian Lapangan Penelitian Lapangan Penyusunan Laporan Hasil Penyampaian Laporan 9 Minggu I Minggu I Minggu I Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 BAB II TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berikut ini akan ditampikan gambaran secara lengkap angka kualitatif dan kuantitatif dari riset ini. Secara garis besar riset ini akan menggali makna daripada melek politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya, dan mendeskripsikan proses terbentuknya melek politik masyarakat, serta mendeskripsikan faktor pendorong dan penghambat melek politik masyarakat di kabupaten Nagan Raya. Pemaknaan tersebut didasarkan pada data lapangan dengan menggunakan instrumen kuisioner dan juga wawancara mendalam dengan pihak yang ekspert pengetahuannya di bidang politik, dalam hal ini para tokoh Nagan Raya. Riset ini tidak bertujuan untuk menguji hipotesis tentang pengaruh tingkat melek politik terhadap perilaku politik suatu masyarakat. Namun, penelitian ini lebih bertujuan untuk menggambarkan bagaimana tingkat melek politik warga di Kabupaten Nagan Raya secara umum. Menyangkut dengan hal tersebut, maka berikut ini akan ditampilkan dalam poin-poinnya. Grafik 1. Informan dalam penelitian ini Tokoh Perempuan. 11% berj umlah 54 orang, terdiri dari karakteristik, yaitu; (1) berdasarkan karakteristik masyarakatnya, terdiri dari: Tokoh Masyarakat (agama, dan Adat), Tokoh Pemuda, Pedagang, Tokoh Masyarakat (agama, dan Adat), 11% Tokoh Pemuda, 11% PNS, 11% Petani/nelay an 41% pedagang , 15% Pegawai Negeri Sipil, Petani/nelayan dan Tokoh Perempuan. Namun, yang paling dominan 10 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 informan dalam riset ini adalah kaum petani dan nelayan , yaitu sekitar 41 %, kemudian diikuti oleh kelompok pedagang sebanyak 15 %. Sedangka pemuda, PNS, dan tokoh masyarakat masing-masing hanya 11 %. Selajutnya ke (2) berdasarkan karaktersitik tempat/wilayah, yaitu terdiri atas: Wilayah kota, Wilayah Pinggiran dan Wilayah Pedalaman. 1. TEMUAN PENELITIAN 1.1. Gambaran Tentang Melek politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. Tingkat melek politik suatu masyarakat sangat berkaitan erat dengan perilaku politik masyarakat tersebut, dan hal ini merupakan hasil kajian yang telah dibuktikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. Perilaku politik masyarakat sendiri sebagai bentuk manivestasi daripada pengetahuan politik, yakni berkaitan dengan hak dan kewajiban suatu warganegara dalam menentukan pilihan, bersikap terhadap orang lain yang berbeda Petani/nelay an 4% Tokoh Grafik 2 Perempuan. 13% Tokoh Masyarakat (agama, dan Adat), 33% Pegawai Negeri Sipil, 28% pilihan dengannya, setidaknya begitulah gambaran menyangkut dengan Pedagang , 7% melek politik. Tokoh Pemuda, 15% Secara umum, tingkat melek politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya terbanyak berada pada golongan tokoh masyarakat, yaitu sekitar 33 %, kemudian PNS 28 % dan tokoh pemuda 15 % serta tokoh perempuan 13 %. Sedangkan pedagang sebanyak 7 11 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 % , dan yang paling sedikit sekali tingkat melek politik masyarakat adalah dari golongan petani/nelayan, yaitu 4 %. Grafik 3 Hasil temuan dari riset yang dilakukan bahwa masyarakat di Senang 42% Tidak Tahu 15% Kabupaten Nagan Raya memiliki Tidak Senang 43% pandangan yang relatif berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, antara tokoh masyarakat, Pegawai Negeri Sipil (PNS), petani/nelayan serta perempuan memiliki pandangan yang berbeda. Namun diantara mereka, tokoh masyarakat dan Pegawai Negeri Sipil di Nagan Raya lebih mentehaui tentang politik dibandingkan dengan unsur lainnya, seperti pedagang dan juga kaum perempuan. Sehingga sangat wajar, jika kemudian peran tokoh masyarakat dalam urusan politik di kabupaten Nagan Raya sangatlah penting. Peran tersebut seperti memberi pendidikan politik/sosialisasi politik, kemudian juga mengajak warga untuk berpartisipasi dalam urusan politik dan juga memberikan kebebasan kepada masyarakat umum untuk memilih yang terbaik diantara pilihan-pilihan politik yang ada. Keadaan ini sangatlah penting, karena, jika dilihat dalam persentase, bahwa masyarakat di Kabupaten Nagan Raya dominan atau sekitar 43 % dari mereka masih menganggap politik itu tidak baik, dan mereka juga tidak senang dengan makna politik, hal ini sebagaimana yang terlihat dalam garafik 3 ini menandakan bahwa betapa tokoh masyarakat di Nagan Raya harus bersedia berperan aktif untuk meningkatkan pengetahuan politik masyarakat. 12 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 Adapun alasan masyarakat di Kabupaten Nagan Raya tidak senang terhadap politik yaitu; (1) Politik dapat mengadu domba antara lembaga politik, (2) Politik dapat bermusuhan antara satu sama lain, (3) Politik dapat memecahkan hubungan saudara, (4) Karena dia member penjelasan kepada masyarakat tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya (JANJINYA), (4) Politik membuat masyarakat bingung dalam menentukan pilihan pemimpin, (5) Karena politik itu jahat, kadang bisa kita diadu domba, (6) Politik itu sama kita menipu orang, kalau jadi pemimpin, maka pemimpin tersebut juga nanti akan menipu masyarakat, (6) Akan terjaid gejolak buruk dalam masyarakat, seperti fitnah, adu domba sesama masyarakat dan lainnya, (7) Politik itu kejam, tidak mengenal saudara, (8) Politik sering membuat masyarakat bingung, (9) Politik dapat memutuskan tali persaudaraan, dan (10) Karena realita politik itu hanya menguntungkan pribadi seseorang, serta (11) Kadang bisa membawa daerah kita ke arah konflik Hasil penelitian membuktikan bahwa tidak senangnya masyarakat dengan kata politik ini juga lebih dipicu oleh adanya perilaku elit politik di daerah yang terkesan tidak adil, terlalu memaksa dan juga lebih memintingkan diri sendiri di bandingkan dengan kepentingan masyarakat ini. hal tersebut sejalan dengan temuan lainnya melalui wawancara dengan salah seorang tokoh terpelajar yang berinisial AK (32th), menurutnya bahwa: bagaimana masyarakat bisa suka dengan politik, elit politik sendiri tidak memberikan ruang bagi masyarakat untuk lebih bebas dalam memilih tanpa ada intervensi dari elit. Jujur saja sangat jarang kita temukan adanya kata adil dalam urusan politik, baik dulu maupun sekarang, sehingga masyarakat yang merupakan konstituen dari pemilu misalnya itu tidak begitu senang mendengar kata politik, sebab bagi mereka politik itu jahat, politik itu bicara kepentingan peribadi dengan 13 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 membohongi orang lain, dan politik itu juga mengabaikan hati nurani (wawancara, juni 2015) TEMUAN Tingkat melek politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya tergolong tinggi. Kenyataan ini dapat dilihat dari persentase tidak senangnya masyarakat terhadap kata politik yaitu sekitar 43 %. Tidak senangnya masyarakat terhadap kata politik, bukan tolak ukur satu-satunya yang menandakan bahwa masyarakat tidak melek politik, tetapi berdasarkan teori tolak ukur ini menjadi satu satu tolak ukur dari beberapa tolak ukur lainnya, seperti sikap/tindakan politik masyarakat. Hasil tersebut sangat erat kaitannya dengan jawaban yang diberikan oleh masyarakat di Kabupaten Nagan Raya, bahwa terjadi penyalahgunaan politik dalam kehidupan masyarakat sejak dulu hingga kini. Hal tersebut lebih diakibatkan oleh faktor Tidak Tahu 15% Grafik. 4 dari elit politik itu sendiri. Anggota Keluarga 18% Kawan 11% Pengetahuan politik masyarakat terbentuk dari tokoh, sebagai mana yang pernah di singgung Tokoh Masyarakat 56% di atas, jika tokoh masyarakat di Nagan Raya cenderung meperlihatkan sikap dan perilaku politik mereka yang negatif, maka itu juga yang akan dijadikan pedoman oleh masyarakat, dan sebaliknya bahwa jika tokoh di Nagan Raya cenderung memperlihatkan perilaku politik yang positif, maka masyarakat juga akan mengadopsi nilai-nilai politik dari sang tokoh tersebut. Menyangkut dengan perkara ini, dapat dilihat dalam grafik 4. di atas, yaitu pengaruh tokoh bagi kehidupan politik masyarakat sangatlah doniman atau sebanyak 56 %, dan ini adalah angka paling dominan untuk suatu pengaruh. Ini menadakan bahwa tingkat melek politik masyarakat masih 14 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 sangat rendah sekali, dan sebaliknya tokoh masyarakat dalam hal ini elit politik lebih memiliki pengetahuan politik dibandingkan masyarakat umum yang disebutkan sebelumnya. Pengetahuan politik masyarakat (political literacy) sangatlah luas, termasuk yang laing utama adalah menyangkut dengan pemilu dan juga makan demokrasi. Hasil penelitian di Kabupaten Nagan Raya bahwa masyarakat belum memiliki pengetahuan yang tergolong bagus tentang segmen politik yang satu ini yaitu demokrasi. Hal ini dapat dilihat dari jawaban mereka yang sangat dominan atau sebanyak 72,2 % dari mereka menjawab tidak tau berdemokrasi, sebagaimana yang terlihat dalam grafik 1.3. Makna melek politik (political literacy) dapat dilihat dalam tigas aspek, yaitu Pengetahuan tentang politik (political knowledge), sikap atau perilaku politik (political behavior) dan skil politik (political skill). Tahu demokrasi 28% Grafik 2 sampai dengan 5 Grafik 5 menunjukkan bahwa pengetahuan politik (political knowledge) masyarakat di Kabupaten Nagan Tidak Tahu demokrasi 72% Raya masih tergolong rendah, sehingga memberikan efek negatif terhadap suatu proses politik dalam masyarakat Nagan Raya sendiri. Pemilu yang terjadi di Indonesia secara umum terlaksana dalam fase yang lumanya bagus dilihat dalam proses pemungutan suara. Artinya proses pemungutan suara berhasil dilakukan diatas 60 %. Namun, secara kualitas pemilu tersebut menjadi pertanyaan semua pihak, dan sudah 15 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 menjadi rahasia umum jika kualitas pemilu di Indonesia masih belum mampu menggambarkan iklim demokrasi secara subtansial, hanya lebih menampakkan adanya demokrasi yang prosedural semata. Asumsi ini juga sama, seperti yang terjadi di Kabupaten Nagan Raya, bahwa demokrasi dalam pemilu di Kabupaten Nagan Raya juga mengarah kepada demokrasi yang prosedural, bukan subtansial, sehingga kualitas dari pemilu tersebut masih perlu untuk ditingkatkan. Temuan ini dibenarkan oleh banyak tokoh di Nagan Raya, salah satunya adalah HA (46th) yang juga pernah menjadi calon kandidat dalam Pilkada Nagan Raya dulu, beliau memberikan argumen sebagai berikut: Iklim pemilihan umum di Kabupaten Nagan Raya memang berjalan secara kuantitatif. Artinya angka golputnya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang terpelosok. Namun bicara kualitas, pemilu di Nagan Raya juga sama seperti yang terjadi di banyak daerah lain yang ada di Indonesia, yaitu masih sangat rendah. Hal ini dibuktikan dari tingginya politik uang, kompanye hitam, dan penggiringan yang dilakukan pihak-pihak tertentu, dan bahkan pernah ada terjadi penggelapan suara, baik yang terjadi di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan (wawancara, juni 2015). Temuan di atas membuktikan bahwa kualitas pemilu di Kabupaten Nagan Raya masih tergolong sama seperti daerah-daerah lain yang ada di Indonesia, yaitu dengan mengikuti gaya demokrasi prosedural yang lebih melihat kuantitas dan mengabaikan kualitas. Kenyataan ini didasarkan pada temuan lapangan, baik atas dasar wawancara maupun sebaran kuisioner. TEMUAN Pengetahuan politik masyarakat di nagan raya masih tergolong sama seperti yang terjadi daerah lain secara umum di Indonesia, bahwa rendahnya pengetahuan politik masyarakat dalam politik telah mengakibatkan hidupnya iklim demokrasi yang prosedural, dimana sekitar 72,2 % masyarakat di Nagan Raya belum memiliki pengetahuan tentang berdemokrasi, terutama menyangkut dengan demokrasi dalam pemilu, sehingga pemilu yang terjadi berdasarkan pada demokrasi prosedural dengan mementingkan kuantitas, bukan kualitas. 16 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 1.2. Proses Terbentuknya melek politik masyarakat Proses terbentuknya pengetahuan politik masyarakat yang paling sering terjadi adalah melalui proses edukasi, atau pendidikan politik. Secara formal, pendidikan politik menjadi salah satu fungsi dan kewajiban dari partai politik. Selain adanya pengaruh tokoh, partai politik merupakan sarana formal yang memiliki kewajiban memberikan pendidikan politik bagi masyarakat dari berbagai karakteristik, baik itu laki-laki maupun perempuan. Peranan Grafik 6. partai 10% hasil Ikutikutan 40% bahwa penelitian menunjukkan terbentuknya pengetahuan politik masyarakat di Kabupaten Nagan Pengaruh Media 50% Raya diakibatkan oleh; (1) adanya peranan partai politik dalam melaksanakan fungsi pendidikan politik bagi masyarakat. (2) adanya pengaruh media, baik media cetak, elektronik, maupun media sosial yang ada saat ini, dan (3) merupakan adanya proses imitasi yang terjadi secara alami. Hanya saja, dalam kasus di Nagan Raya, proses terbentuknya pengetahuan politik masyarakat lebih dominan berasal dari pengaruh media, dalam hal ini sekitar 50 %, sedangkan partai politik hanya 10 % saja, dan malah proses imitasi/meniru dari orang lain, baik itu teman sebaya, ataupun individu lainnya berjumlah 40 %. Temuan ini membuktikan bahwa proses terjadinya pengetahuan politik masyarakat lebih banyak disebabkan oleh media, sedangkan pendidikan politik dari partai sangatlah minim jika kita merujuk pada data lapangan. Hasil ini juga diperkuat oleh hasil 17 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 wawancara yang dilakukan dengan tokoh masyarakat dan beberapa masyarakat dari kategori PNS, dan pengusaha. Salah satunya adalah informan yang berinisial SB (36th), menurutnya: Partai politik di Nagan Raya tidak maksimal dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Partai politik lebih sering mencari sensasi dan itupun hanya dilakukan pada saat-saat menjelang pemilu (wawancara, juni 2015). tidak banyak yang bisa kita harapkan dari partai politik, sebab partai politik tersebut bicara kepetingan. Apa yang dilakukan oleh partai politik saat ini tidak sedang berupaya membangun kesadaran politik masyarakat, tetapi lebih kepada bagaimana dan apa yang harus dilakukan untuk meraih sura terbanyak, walaupun itu sifatnya terkadang melanggar aturan lingkunga, seperti menempelkan posterposter di pohon, sehingga merusak pohon. Jika pun mereka datang memberikan bantuan kepada masyarakat, tidak lain dari upaya mendapatkan suara dalam pemilu. Saya kurang nyakin partai politik mampu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat (wawancara, juni 2015) Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dalam menjalankan fungsinya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Kalau kita lihat dari data yang ada, memang secara umum, bukan hanya di Nagan Raya, tetapi juga seluruh Indonesia, partai politik kurang menjalankan fungsinya yang satu ini, yaitu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Hal ini juga dibuktikan dari minimnya keterlibatan kaum perempuan dalam partai, kalaupun ada hanya bersifat pelengkap semata, dimana undang-undang mengingnkan adanya kuota 30 persen yang harus di isi oleh kaum perempuan dalam sebuah partai politik. Hasil temuan lapangan juga diketahui bahwa, media lebih banyak memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, terutama dalam aspek-aspek tertentu, seperti: adanya lawyer club di TVOne misalnya, program diskusi di MetroTV dan juga adanya opini di media cetak seperti serambi Indonesia dan juga waspada. 18 Kegiatan-kegiatan ini Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 memberikan pengetahuan tertentu kepada masyarakat di Indonesia, dan juga khususnya di Kabupaten Nagan Raya, apalagi sekarang sekitar 98 persen penduduk di Kabupaten Nagan Raya sudah memiliki televisi di rumahnya masing-masing. Selain itu, dalam kesempatan lain juga ditemukan data tentang keterlibatan LSM, dan organisasi kemahasiswaan di Nagan Raya. mereka banyak menyelenggarakan forum-forum penyadaran di masyarakat, baik menyangkut aspek politik maupun aspek lainnya, yang kesemuanya itu menjurus kepada lahirnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya. Dalam hal ini salah seorang informan berisinial WT (31th) memberikan gambaran bahwa: organisasi mahasiswa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) selama ini banyak menyumbangkan pemikiran mereka dalam bentuk kegiatan dan bahkan juga advokasi yang dilaksanakan bagi masyarakat. Organisasi mahasiswa dan LSM biasanya memberikan program edukasi berkaitan dengan berbagai sektor kehidupan masyarakat, dan hal ini dilakukan bertahun-tahun, dengan harapan masyarakat sadar akan hak dan tanggungjawabnya masing-masing dan tanggungjawabnya kepada keluarga, dan bahkan daerahnya (wawancara, juni 2015) Temuan ini menjukkan hal yang penting bahwa, proses terbentuknya pengetahuan politik masyarakat juga disebabkan oleh adanya peran serta masyarakat civil society seperti LSM, dan organisasi kemasyarakat lainnya. Selain itu, juga ditemukan bahwa adanya program edukasi yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat menjadi pendukung lahirnya pengetahuan, sikap dan skill politik masyarakat di kabupaten Nagan Raya. Khususnya menyangkut pemilihan, baik itu pemilihan umum legislatif tetapi juga pemilihan kepala daerah di Kabupaten Nagan Raya proses pendidikan politik juga 19 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 diberikan oleh KIP dan juga ormas lainnya yang menyelenggarakan sosialisasi dalam urusan tatacara pemilihan yang benar. Namun, terbatas pada aspek sosialisasi cara memilih, sedangkan subtansi pendidikan politik secara filosofi tidak terjadi pada bagian ini. hal ini diungkapkan oleh salah seorang informan yang bekerja sebagai pengusaha dengan berinisial (S45th), dalam kesempatan wawancara beliau menyebutkan bahwa; sosialisasi atau pendidikan pemilih sering dilakukan oleh KIP dan juga LSM kepada masyarakat, namun terbatas pada aspek tatacara memilih, sedangkan aspek lain tidak disentuh. Daripada partai politik yang sama sekali tidak memberikan pencerahan. Di tempat saya partai politik hanya memberikan hadiah ataupun bantuan-bantuan bagi ibu-ibu rumah tangga dengan pesan agar ibu-ibu tidak lupa memilih partainya saat pemilu, dan kejadian ini sebenarnya hanya dilakukan pada saat-saat menjelang pemilu saja, selebihnya tidak (wawancara, juni 2015) Hasil wawancara di atas juga menunjukkan bahwa petapa peran partai politik masih sangat minim sekali dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakatnya, sehingga politik hanyalah bicara kepentingan kelompok kecil semata-mata, bukan bicara kepentingan umum, kepentingan negara dan bangsa. Dari sederetan wawancara yang dilakukan di lapangan, diketahui bahwa harapan masyarakat ke depan adanya proses pendidikan politik bagi masyarakat kelas bawah, terutama para petani dan juga nelayan serta ibu-ibu rumah tangga. Selama ini proses pemungutan suara yang terjadi tidak lebih dari adanya dorongan atau usaha penggiringan oleh partai tertentu atau kandidat tertentu dengan tunggangan uang ataupun imingan yang lainnya. Dalam grafik 7. terdapat 19 % masyarakat mengaku akan mudah mengenal calon pemimpin apabila mereka bertemua langsung dengan pemimpin dan mendengarkan visi dan misi seorang calon pemimpin, walaupun keputusan memilih pemimpin juga ada pengaruh dari iklan televisi. 20 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 Disini dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan media sangatlah besar dalam proses pendidikan politik masyarakat. Baik masyararakat yang ada di Nagan Raya dan juga masyarakat lain yang ada di Indonesia. Tidak ada yang mempengaruhi 6% Grafik 7. Lain-lain 8% Kegiatan keagamaan 6% Iklan TV 36% Komunikasi langsung dengan calon/ tim 19% Berita TV 23% Spanduk/ poster/brosur/TShirt/lain-lain 2% TEMUAN Proses terbentuknya melek politik masyarakat diakibatkan oleh; (1) adanya peranan media, baik media cetak maupun elektronik dan bahkan media sosial, (2) adanya proses pendidikan dari partai politik, walaupun masih terbatas, dan (3) adanya peranan teman sebanya sehingga menimbulkan sikap imitsai dalam politik masyarakat. 1.3. Faktor pendorong dan penghambat melek politik masyarakat. Secara umum ada dua faktor yang mendorong dan menghambat melek politik masyarakat di Nagan Raya, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dalam diri masyarakat itu sendiri, seperti (1) pendidikan, (2) keluarga. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas; (1) faktor lingkungan dan (2) budaya masyarakat setempat. Hasil wawancara dengan para tokoh masyarakat di Nagan Raya dapat diketahui 21 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 bahwa faktor utama yang mendorong angka melek politik itu meningkat adalah faktor pendidikan. hal ini dibenarnya oleh salah seorang informan dengan inisial (AD35th), yang mengatakan bahwa: baik politik, ekonomi ataupun lainnya sangatlah dipengaruhi oleh pendidikan seseorang, semakin bagus pendidikan yang didapatkannya, maka akan semakin bagus juga pengetahuan politik seseorang tersebut, dan sebaliknya bahwa semakin terpuruk pendidikan seseorang, maka terpuruk jualah pengetahuannya tentang politik (wawancara, juni 2015) Hasil temuan dapat ditarik kesimpulan bahwa, memang pendidikan menajadi faktor terpenting bagi seseorang manusia, agar manusia tersebut dapat hidup dalam suasana yang penuh dengan peradaban. Maka aspek pendidikan seseorang menjadi faktor yang sangat mendorong pengetahuan seseorang terhadap politik, semakin banyak seseorang membaca, maka akan semakin banyak tau dan semakin mampu berbuat. Dalam kasus masyarakat Nagan Raya, bahwa hanya masyarakat dengan kategori yang muda yang lebih energik, dan banyak memahami proses politik yang sedang berlangsung di daerahnya tersebut, sedangkan rentang usia dewasa dan tua hanya ikuta-ikutan dalam urusan politik. Maka Nagan Raya masih terkenal dengan politik perkauman. Selain pendidikan, faktor lainnya adalah faktor keuarga, dimana keluarga memberikan peran penting terhadap anggotanya menyangkut dengan pengetahuan secara umum, termasuk pengetahuan politik di dalamnya.Faktor selanjutnya adalah faktor eksternal, yang didalamnya termuat faktor lingkungan dan budaya masyarakat. Hasil temuan lapangan, bahwa kebudayaan masyarakat di kabupaten Nagan Raya sangat dipengaruhi oleh ikatan emosional, dalam kata lain, pengetahuan politik masyarakat lebih tergantung kepada tokoh, dan kemudian munculnya politik perkauman 22 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 disana. Gambaran yang dapat dilihat, betapa pengaruh ikatan emosional keluarga dalam kekerabatan masyarakat di kabupaten Nagan Raya sangatlah kental. Hal ini menjadi unik dan tidak dimiliki oleh kabupaten lain yang ada di wilayah pesisir utara di Aceh. Nagan Raya merupakan kabupaten yang dilandasi oleh kehidupan budaya yang masih kental, dan hubungan kekerabatan sangatlah di jaga di daerah ini, sehingga banyak pihak akademisi juga tertarik untuk meneliti tentang masyarakat di Kabupaten Nagan Raya yang terkenal ramah dan memiliki kekerabatan yang kental di dalamnya. Tokoh dalam masyarakat Nagan Raya masih sangat sakral, dipatuhi, sebagaimana rakyat Beutong Ateuh patuh terhadap Almarhum Bantaqiah yang terkenal tersebut. Menyangkut dengan masalah politik, maka tokohlah yang memiliki kewajiban penting untuk mendorong secara terus menerus tumbuh dan berkembangnya pengetahuan politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. baik buruknya pengetahuan politik masyarakat selain sangat tergantung oleh aspek pendidikan, juga dipengaruhi oleh aspek peranan tokoh. Oleh karena itu, tokoh harus berperan aktif dalam membangun kesadaran politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. semakin tinggi peranan tokoh untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, maka akan semakin bagus pula tingkat melek politik masyarakat, dengan catatan bahwa harus dilakukan dalam kerangkan yang sesuai dengan pendidikan itu sendiri yaitu teori dan prakteknya seorang tokoh menjadi tolak ukur yang akan dicontohi oleh masyarakat. TEMUAN Faktor pendidikan, keluarga, budaya dan lingkungan masyarakat merupakan faktor yang mendorong angka melek politik masyarakat, dan faktor tersebut juga menjadi faktor penghambat terhadap tumbuhnya melek politik dalam kehidupan masyarakat di Kabupaten Nagan Raya. 23 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 2.2. Pembahasan Riset ini telah memberikan gambaran betapa melek politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya masih tergolong rendah, yaitu sama seperti daerah kabupaten lain yang ada di Indonesia. Hanya pada unsur tokoh masyarakat saja yang tingkat melek politiknya bagus, kemudian disusul dari golongan PNS, sementara dari golongan petani dan nelayan, mereka masih berada pada tahapan melek politik yang tergolong sangat rendah. Sehingga proses politik yang berjalan dan akan terus berjalan ke depan masih bersifat prosedural, bukan subtansial, yaitu: bahwa jika politik bicara pemilu, maka pemilu berhasil melahirkan pemimpin yang terbaik diantara yang baik. Kemudian, menyangkut dengan proses terbentuknya melek politik masyarakat sangat dipengaruhi oleh media yang ada, seperti media cetak dan elektronik, seharusnya juga partai politik berdasarkan kewenangan yang diberikan undang-undang memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, selain faktor imitasi dari masyarakat itu sendiri. Kemudian, jika dilihat dari faktor yang mendorong dan menghambat tumbuh dan berkembangkan angka melek politik yaitudisebabkan oleh dua faktor, yakni: internal dan eksternal. 24 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 BAB IV REKOMENDASI Atas dasar hasil penelitian di atas, maka untuk meningkatkan angka melek politik masyarakat di Kabupaten Nagan Raya berikut ini dirumuskanlah beberapa rekomendasi sebagai berikut, yaitu: 1. KIP Kabupaten Nagan Raya beserta pemerintah secara formal harus lebih mengutamakan memberikan pendidikan politik bagi para petani/nelayan, serta kaum ibu-ibu, baik yang ada di wilayah kota, wilayah pinggiran maupun wilayah pedalaman. 2. Dalam rangka meningkatkan melek politik warga, dan juga sosialisasi kegiatan pemilu, KIP nagan raya semestinya memiliki media cetak sendiri yang diterbitkan sekurang-kurangnya enam bulan sekali dan didistribusikan kepada setiap institusi pemerintah di Nagan Raya, LSM, dan institusi masyarakat desa. 3. KIP Nagan Raya bekerjasama dengan pemerintah daerah dan juga organisasi masyarakat yang ada di Nagan Raya untuk mendesain suatu Standard Operational Procedure dalam meningkatkan pengetahuan politik masyarakat dengan pendidikan non formal, baik di tingkat kabupaten, maupun tingkat kecamatan. 4. Pemerintah kabupaten Nagan Raya perlu membentuk sebuah tim khusus melalui peraturan bupati (Perbup) tentang forum pencerahan massa. Dengan tujuan utama dari forum ini adalah membangun kesadaran publik dalam bidang pengetahuan politik. Forum ini terdiri dari tokoh non formal yang tugas dan kewenanganya diatur dalam Perbub tersebut. 25 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 5. Sosialisasi pengenalan tatacara pemilihan harus lebih inten dilakukan dil wilayah pedalaman. 6. KIP nagan Raya perlu melakukan kerjasama dengan Sekolah Menengah Atas untuk melakukan penguatan sosialisasi bagi pemilih pemula yang ada di SMA, sehingga dengan demikian, hak pilih pemilih pemula akan dapat tersalurkan dengan baik. 26 Riset Melek Politik (Political Literacy) Komisi Independen Pemilihan (KIP) Nagan Raya 2015 DAFTAR RUJUKAN Almond, Gabriel A. & Sidney Verba. 1990. Budaya Politik Tingah Laku di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Jujun S. Suria Sumantri. 2000. Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik, Jakarta: Gramedia. Todaro. M.P., 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (H.Munandar, Trans. Edisi Ketujuh ed.). Jakarta: Erlangga. 27