BAGIAN II BAB 5 PENGERINGAN KAYU SECARA ALAMI 5.1. Pengertian Pengeringan Alami Pengeringan alami atau disebut juga sebagai pengeringan udara adalah suatu sistem pengeringn kayu gergajian yang unsur-unsur pengeringan berupa suhu udara, kelembaban udara, dan sirkulasi udara yang dilibatkan di dalam pengeringan diperoleh secara alami dari atmosfer atau lingkungan tempat kayu tersebut dikeringkan. Pengeringan alami bermaksud untuk memanfaatkan semaksimal mungkin angin dan sinar yang tersedia secara gratis, sembari memberi perlindungan kayu gergajian dari siraman air hujan. 5.2. Sasaran Pengeringan Alami Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pengeringan secara alami terhadap kayu gergajian adalah untuk mengevaporasikan air sebanyak mungkin dari kayu. Dalam pengeringan secara alami. kayu gergajian ditumpuk dalam satuan-satuan tumpukan untuk diletakkan pada tempat beratap (bangsal atau aula) atau lapangan terbuka dan oleh karena itu disebut sebagai air seasoning. Pengeringan alami berlangsung selama durasi waktu tertentu sehingga kayu tersebut mengindikasikan bahwa seluruh air bebas telah terevaporasikan dari kayu. Kayu gergajian tersebut pada akhir proses pengeringan alami sudah dapat dinyatakan siap untuk diproses lebih lanjut. Jenis dan sifat pemrosesan lebih lanjut itu sangat bergantung pada penggunaan produk kayu tersebut. Apabila kayu gergajian tersebut hams dikeringkan pada peringkat kadar air yang lebih rendah, misalnya yang akan digunakan dalam industri mebel (furniture) untuk penggunaan di dalam ruang (in-door), maka kayu tersebut harus dikeringkan lebih lanjut dalam tanur pengering. Sebaliknya, jika penggunaan kayu gergajian tidak mempersyaratkan kadar air yang lebih rendah, maka pengeringan alami dinilai sudah cukup untuk mempersiapkan kayu sebelum dikenai pemrosesan lebih lanjut. Kayu gergajian hasil pengeringan alami tersebut dinyatakan cukup siap sebagai bahan pada: (1) industri mebel-taman dan mebel lainnya yang terdebah di luar ruangan (out-door) dan (2) industri kayu sebagai struktur bangunan, misalnya bangunan rumah di daerah beriklim tropis. Di samping itu juga sebagai struktur gudang dan garasi yang tidak memerlukan pemanasan yang terdapat di daerah beriklim sedang/temperata. Penilaian bahwa kayu dalam industri cukup siap itu biasanya kayu tersebut dikering-alamikan sampai kadar air yang cukup rendah. Pengeringan alami juga digunakan secara luas untuk menurunkan kadar air dalam kayu sampai pada tingkat yang cocok bagi perlakuan pengawetan. Di samping itu, Universitas Gadjah Mada 1 pengeringan alami juga mengurangi kesempatan untuk berkembang bagi berbagai jamur, baik jamur penoda, jamur pelapuk maupun jamur pembusuk. Pada umumnya, jamur berkembang pada kayu ketika kayu berada dalam pengangkutan, penimbunan, dan penggunaan kayu. Jamur penoda biru dan fungi perusak kayu tidak dapat tumbuh pada kayu yang kadar aimya kurang dari 20%. Mengingat kayu sebelum dikeringkan secara alami itu biasanya berupa kayu segar yang sudah tentu kadar airnya jauh di atas 20%, maka sebaiknya kayu segar tersebut perlu diperlakukan terlebih dahulu dengan fungisida untuk menghindarkannya dari serangan jamur-jamur tersebut pada tahap awal proses pengeringan alami. Pengeringan alami juga merupakan tindakan perlindungan terhadap kayu dari kerusakan berupa lubang-lubang pada kayu yang diakibatkan oleh serangan sebagian terbesar insekta penggerek kayu. 5.3. Keunggulan dan Kelemahan Keunggulan yang mudah dirasakan pada pengeringan alami dibandingkan terhadap cara pengeringan lain sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu: a. Proses pengeringan tidak memerlukan investasi awal yang besar untuk membeli alat dan mendirikan bangunan, b. Rendahnya beaya yang diperlukan dalam proses dan pelaksanaan pengeringan sehingga lebih menguntungkan, dan c. Prinsip umum pengeringan alami mudah dipahami secara baik, sehingga penerapannya lebih mudah dan lebih mudah pula melakukan usaha-usaha untuk mencari variasi dan kiat pengurangan kadar air secara lebih efisien. Sementara itu, kelemahan pengeringan alami pada umumnya berkaitan dengan tidak dapat dikendalikannya alam atau iklim sebagai unsur utama dalam proses pengeringan. Skedul produksi sangat bergantung pada perubahan kondisi iklim, yaitu temperatur, kelembaban relatif, pancaran sinar matahari, dan angin. Mengingat kecepatan pengeringan sangat ditentukan oleh kondisi alam, maka kecepatan pengeringan sangat bervariasi. Pengeringan berproses sangat lambat bila pengeringan berlangsung pada bulan-bulan yang diwamai oleh musim dingin dan musim penghujan. Sebaliknya, pada musim panas dan musim kemarau, proses pengeringan berlangsung relatif cepat. Meskipun demikian, angin yang kering pada musim panas itu mungkin akan meningkatkan degradasi kayu sehingga akan memperbanyak volume kayu yang rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi. Degradasi kayu dan meningkatnya jumlah kayu yang hilang disebabkan oleh beberapa cacat permukaan dan pecah ujung. Periode hangat dan lembab atau gerah (pengap) yang disertai dengan sedikitnya pergerakan udara mungkin akan mendorong pertumbuhan jamur biru yang menjadi bertambah buruk lagi karena hadirnya noda kimia berwarna coklat. Universitas Gadjah Mada 2 Di samping itu, terdapat pula kelemaan lain, yaitu durasi waktu yang relatif lama bagi kayu untuk menganggur selama proses pengeringan. Kayu hams menanti sampai mencapai tingkat kekeringan tertentu yang dipersyaratkan, sebelum dinyatakan siap untuk dijual berdasarkan kadar air atau diproses lebih lanjut. 5.4. Dasar-dasar Proses Pengeringan Alami Sebagaimana dikatakan, bahwa pengeringan alami merupakan pengeringan yang selalu memanfaatkan unsur-unsur alam sebagai elemen proses pengeringan. Oleh karena itu, maka angin dan sinar matahari serta hujan harus selalu diperhatikan, karena ketiganya merupakan anasir (unsur) kondisi atmosfer. Angin, yang terjadi oleh adanya sirkulasi udara, akan menghindarkan udara untuk mengalami kondisi jenuh, meskipun dirinya telah menyerap kelembaban yang berasal dari kayu yang dikeringkan. Matahari, dengan pancaran sinarnya, akan meningkatkan temperatur udara, sekaligus menurunkan panas dan kelembaban relatifnya. Kombinasi dari dua faktor tersebut (yaitu peningkatan temperatur dan penurunan kelembaban relatif udara) secara serentak memberikan pengaruh positif, yaitu berupa mempertahankan secara berkelanjutan Jaya pengering (kemampuan mengeringkan) pada udara. Sebaliknya, hujan akan meningkatkan kelembaban atmosfer, dan oleh karena peningkatan ini selalu diikuti dengan penurunan temperatur udara, maka hujan akan mengurangi daya/kemampuan pengeringan pada diri udara. Manakala hal ini terjadi, maka kayu gergajian pada saat itu jugs akan menjadi lebih basah, karena kayu telah mengambil kelembaban dalam jumlah yang cukup. Sebagai rumus umum, problematika pengeringan alami tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan sirkulasi udara seperlunya. Meskipun demikian, kita perlu berhatihati dan tidak gegabah, terutama di daerah tropis. Di daerah tropis suhu rata-ratanya cukup tinggi, dan kayu gergajian yang dikeringkan pada umumnya cenderung mudah mengalami cacat pengeringan alami. Oleh karena itu, maka usaha mengurangi sirkulasi udara merupakan hal yang penting untuk dilakukan, demi menghindarkan terjadinya carat pengeringan. Sebagai konsekuensinya, pengurangan kecepatan sirkulasi ini berarti jugs memperlambat kecepatan proses pengeringan. Pengendalian terhadap faktor iklim merupakan usaha terbaik untuk merlindungi kayu, dan hal itu dapat ditempuh dengan membangun bangsal yang strukturnya tepat dan berventilasi baik. Meskipun demikian, pembangunan bangsal dengan struktur manapun merupakan hal yang tidak praktis dilihat dari perhitungan berdasarkan aspek ekonomi, manakala kayu gergajian yang dikeringkan itu berkualitas rendah. Selain itu, bangsal atau aula yang paling efisien pun hanya akan efektif bila bangunan itu terbuat dari bahan yang Universitas Gadjah Mada 3 kedap terhadap cuaca. Meskipun demikian, kelembaban relatif udara bervariasi secara nyata pada musim yang berbeda sepanjang tahun. Pengendalian terhadap sirkulasi udara yang berlangsu di dalam bangsal atau tempat terbuka, sangat dipengaruhi oleh penumpukan kayu gergajian dalam tumpukan yang diatur secara tepat. Rancang-bangun yang dicurahkan dalam pengaturan tumpukan kayu merupakan pemikiran yang paling penting dalam pengeringan udara secara alami. Kontrol terhadap perpindahan air dalam kayu sangatlah sulit. Sudah barang tentu, perpindahan air dipengaruhi secara langsung oleh pengendalian terhadap sirkulasi udara. Di camping itu, disarankan pula untuk melakukan langkah atau tindakan tambahan sebagai kompensasi terhadap pergerakan kelembaban yang lebih cepat sepanjang arah serat daripada yang berlangsung melintang arah serat. Apabila kehilangan kelembaban dari ujung sebuah kayu tidak dikontrol secara bersungguh-sungguh, tegangan akan terbentuk dan hal ini dapat menciptakan pecah ujung yang sangat merugikan. Untuk mengurangi pecah ujung ini, beberapa bentuk penutup ujung perlu diadopsi dan dioleskan pada ujung kayu. Dengan demikian, maim ada tiga faktor yang menentukan untuk mengatur pengeringan secara alami. Ketiga faktor itu meliputi (1) bangsal pengeringan atau lapangan pengeringan, (2) penumpukan yang benar, dan (3) proteksi di bagian ujung pada setiap spesimen kayu yang ditumpuk/dikeringkan. 5.5. Lapangan Pengeringan Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mewujudkan lapangan pengeringan yang baik. Ketiga hal itu adalah (1) pemilihan lapangan pengeringan, (2) tats letak lapangan pengeringan, dan (3) metode transportasi dalam lapangan pengeringan. Dalam memilih dan menentukan lokasi, ada empat faktor yang • perlu dipertimbangkan, yaitu (1) keharusannya untuk dekat dengan pabrik kilang penggergajian, (2) ketersediaan dan harga tanah, (3) tingkat kemudahan dalam pengangkutan (transportasi), dan (4) kedekatan dengan pasar kayu atau industri kayu yang memproses dan membuat produk akhir. Biasanya letak lapangan pengeringan diusahakan untuk selalu berdekatan dengan kilang penggergajian. Di samping itu, lapangan pengeringan juga diusahakan untuk berdekatan dengan pabrik yang menggunakan kayu kering sebagai bahan baku untuk membuat produk akhir. Dalam kaitan dengan kondisi lapangan pengeringan, maka kondisi alami lantai pengeringan atau bangsal perlu diperhatikan pertama kali, karena kondisi alami lantai lapangan atau bangsal pengeringan merupakan hal yang terpenting. Lantai yang terbuat dari beton atau diperkeras dengan konblok merupakan kondisi yang paling baik, karena Universitas Gadjah Mada 4 tidak mengandung kelembaban dan mudah dijaga kebersihannya. Alternatif yang lebih murah tersedia bila lantai itu terbuat dari lempung atau abu. Sebaliknya lantai yang terdiri dari serbuk kayu adalah sangat jelek, karena mengandung kelembaban. Bila demikian halnya, maka udara yang bersirkulasi bersifat lembab dan proses pengeringan akan terhambat serta mendorong tumbuhnya cendawan dan jamur pembusuk kayu. Di samping kondisi lantai, lapangan pengeringan juga harus menyediakan drainase yang baik terhadap air hujan. Selain itu, perpindahan udara yang masuk maupun yang keluar meninggalkan lapangan hams dapat berlangsung secara lancar dan bebas dari hambatan. Dalam kaitan dengan tata letak lapangan pengeringan, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu jalan lintasan (gang/lorong) dan tumpukan. Jalan lintasan menyangkut orientasi gang/lorong dan ukuran lorong. Sementara itu, topik tumpukan menyangkut orientasi tumpukan, jarak antar deretan tumpukan, jarak antar tumpukan, lebar tumpukan, dan tinggi tumpukan. Ada dua alternatif yang berkait dengan orientasi tumpukan terhadap jalan lintasan utama, yaitu tumpukan melintang dan tumpukan membujur. Tumpukan melintang (endwise) adalah tumpukan yang tersusun atas kayu-kayu gergajian dengan sumbu longitudinal tegak lurus terhadap jalan lintasan. Tumpukan membujur (sidewise) adalah tumpukan yang tersusun atas kayu-kayu gergajian dengan sumbu longitudinal sejajar terhadap jalan lintasan. Tumpukan melintang mempermudah menginspeksi dan menghitung jumlah kayu dalam tumpukan, sedangkan tumpukan membujur mengakibatkan adanya sirkulasi udara yang lebih baik dari jalur lintasan. Dengan tata letak demikian, maka lapangan pengering itu diatur agar penanganan kayu yang dikeringkan dapat dilakukan dengan leluasa. Jalan utama atau lorong yang dibuat cukup lebar bagi peralatan yang digunakan untuk memobilisasikan kayu gergajian. Alat pemindah kayu biasanya berupa forklift atau peralatan mekanis yang lain. Disamping itu, crane yang menggerakkan kayu kearah atas atau crane yang mobil juga digunakan, terutama untuk menempatkan tumpukan kayu gergajian yang telah disusun dengan menggunakan sticker di atas tumpukan lain yang sudah ada. Untuk memperjelas pemahaman terhadap tats letak tumpukan pada lapangan pengeringan maka disajikan gambar perspektif dan gambar skematiknya sebagai berikut: Universitas Gadjah Mada 5 Gambar 4. Lapangan pengeringan secara perspektif Sumber Rietz dan Page (1971) Universitas Gadjah Mada 6 Gambar 5. Lapangan pengeringan secara skematik Sumber Rietz dan Page (1971) 5.6. Penumpukan Kayu Gergajian Metode penumpukan merupakan faktor yang paling penting dalam pengeringan alami, karena metode penumpukan bersama dengan posisi dan orientasi (arah) tumpukan akan mengatur dan sangat menentukan kecepatan sirkulasi udara. Metode penumpukan yang baik perlu mempertimbangkan fondasi sebagai penyangga tumpukan, sortasi kayu sebelum ditumpuk dan bentuk tumpukan Fondasi hares kokoh dengan bidang sangga yang mantap, karena amblesnya fondasi akan membuat papan menjadi bengkok atau mengalami cacat yang lain. Fondasi dapat terbuat dari beton bila lapangan pengeringan dirancang secara permanen. Sedang untuk lapangan pengeringan dirancang untuk beberapa tahun, fondasi cukup dengan kayu yang telah diawetkan. Fondasi ini sebaiknya dalam bentuk cagak-cagak sehingga sirkulasi udara tetap baik. Tinggi fondasi tidak kurang dari 45 cm di bagian belakang dan di bagian depannya lebih tinggi lagi untuk membentuk kemiringan 1:12. Cagak fondasi berjarak 1,25 meter baik ke arah samping maupun ke arah belakang, agar memungkinkan untuk menumpuk kayu yang panjangnya 5 meter dan lebar 2,5 — 3,5 meter. Batang-batang penyangga ukurannya cukup besar agar tidak melengkung. Untuk memperjelas pemahaman terhadap fondasi pengeringan maka disajikan gambar berikut: Universitas Gadjah Mada 7 Gambar 6. Fondasi tumpukan kayu pada pengeringan alami. Sumber Rietz dan Page (1971). Kayu-kayu sebelum dikeringkan perlu dilakukan sortasi terlebih dahulu berdasarkan spesies, kayu teras-gubal, tebal, panjang dan lebar sortimen. Sortasi berdasarkan spesies bertujuan agar pengeringan dapat berlangsung dengan efisien, karena spesies itu mempunyai watak pengeringan yang berbeda-beda. Demikian pula sortasi berdasarkan kayu teras dan kayu gubal. Sortasi berdasarkan dimensi kayu bertujuan untuk mempermudah penumpukan. Penumpukan kayu dikerjakan sedemikian rupa sehingga sirkulasi udara di dalam tumpukan berlangsung cukup lancar. Sirkulasi udara di dalam tumpukan tersebut terdiri atas sirkulasi ke arah horizontal dan ke arah vertikal. Udara bersih masuk ke dalam tumpukan dengan arah horizontal. Di dalam tumpukan, udara tersebut bertambah lembab dan menjadi berat sehingga turun ke dasar untuk menyediakan aliran udara vertikal. Aliran udara horizontal diperoleh dengan memberi ruang antar lapisan papan yang satu terhadap lapisan di atasnya. Ruang antar lapisan papan diciptakan dengan memberi ganjel (sticker) kayu, sedemikian sehingga setiap kayu gergajian itu diletakkan di atas tongkat-tongkat kayu pengganjal dan pemisah (sticker) kayu, sehingga setiap kayu gergajian tidak saling bersentuhan, baik dalam arah horizontal maupun dalam arah vertikal. Sticker harus dipasang dalam posisi baris vertikal yang lurus (tidak zigzag) pada jarak tertentu dan dimulai tepat pada ujung kayu yang satu ke ujung kayu yang lain. Secara ilustratif, cara penumpukan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Universitas Gadjah Mada 8 Gambar 8. Penumpukan kayu dengan menggunakan ganjal. Sumber Rietz dan Page (1971). Di samping cara penumpukan yang mengatur sortimen kayu secara berbaring atau rebah, terdapat pula metode penumpukan yang menempatkan kayu secara berdiri. Di dalam metode penumpukan secara berbaring, terdapat dua jenis penumpukan, penumpukkan berbentuk kotak dan prisma. Penumpukan pertama yang posturnya membentuk kotak, memiliki bidang dasar berupa empat persegi panjang. Tumpukan ini juga disebut sebagai Box piled. Tumpukan yang kedua yang postur tumpukanya membentuk prisma, memiliki bidang dasar berbentuk segi tiga. Tumpukan ini juga disebut crib piled. Kedua jenis tumpukan ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 9. Tumpukan kayu berbentuk kotak (box piled) Sumber Rietz dan Page (1971) Universitas Gadjah Mada 9 Gambar 10. Tumpukan kayu berbentuk prisma (crib piled) Sumber Rietz dan Page (1971) Sementara itu, pada metode penumpukan secara tegak, dilakukan dengan menyandarkan kayu pada satu sandaran yang kuat. Berdasarkan cam penyandarannya, terdapat dua jenis "penumpukkan" kayu. Pertama penyandaran dari dua sisi sedemikan rupa sehingga masing-masing sortimen dari kedua sisi itu saling bersilangan pada bagian ujung sortimen tersebut. Jenis penumpukan ini disebut saling bersilangan atau end racked. Kedua, penumpukan yang hanya disandarkan saja pada satu sisi, atau kalu dari dua sisi sandaran, sortimen yang ditumpuk itu tidak saling bertemu, apalagi bersilangan. Penumpukan ini disebut sebagai penyandaran atau end-piled. Untuk memperjelas pemahaman terhadap wujud bagi masing-masing bentuk penumpukan itu, disajikan dua gambar berikut: Gambar 11. Tumpukan kayu bersandar satu sisi dan dua sisi yang berbentuk (end-piled) Sumber Rietz dan Page (1971) Universitas Gadjah Mada 10 Gambar 12. Penyandaran dua nisi dan saling bersilangan (end-racked). Sumber Rietz dan Page (1971) Bila kayu yang dikeringkan itu ditumpuk pada lapangan terbuka, maka tumpukan itu perlu diberi atap untuk melindungi tumpukan dari sinar matahari langsung dan air hujan. Atap ini dikaitkan dengan kayu yang dikeringkan agar tidak terbang terbawa angin. Di samping itu, di bagian atas tumpukan juga diberi pembeban untuk mengurangi kemungkinan perubahan bentuk yang dialami oleh sortimen kayu yang dikeringkan atau kait yang ikatan dengan kayu yang dikeringkan agar tidak terbang terbawa angin. 5.7. Perlindungan Ujung Kayu yang Akan Dikeringkan Perlindungan ujung kayu dilakukan dengan memberikan (1) pelapisan permukaan pada penampang melintang pada kedua ujung kayu dengan berbagai bahan pelapis (coating) yang kedap air. Di samping itu, terdapat pula cam lain berupa (2) menempelkan potongan kayu atau memakukan paku S terbuat dari plastik atau besi pada kedua ujung kayu yang dikeringkan. Di antara ketiga jenis pelindung ujung itu, cairan kental pelapis (coating) merupakan cam perlindungan terbaik, karena memberikan keleluasaan bagi kayu untuk mengkerut selama proses pengeringan. Bahan yang dapat digunakan antara lain lilin, cat bitumin atau emulsi yang cukup cair untuk dioleskan secara agak tebal dengan menggunakan kuas. Sebaliknya, perlindungan dengan memakukan papan merupakan cara terjelek, karena pengerutan longitudinal papan penutup sangat kecil dibandingkan dengan pengerutan tangensial papan kayu yang dikeringkan. Hal ini mengakibatkan kayu yang dikeringkan terhadap pengerutannya, yang akan mengakibatkan terjadinya tegangan yang mengarah pada pecah ujung. Universitas Gadjah Mada 11 5.8. Perlindungan Terhadap Kayu Setelah Dikering-anginkan Apabila kayu gergajian sudah mencapai tingkat kekeringan sesuai dengan kekeringan yang direncanakan pada penggergajian alami di lapangan, maka kayu tersebut hams disimpan di suatu tempat yang beratap, sehingga kayu tidak lagi terdedah pada angin, matahari, dan hujan. Penurunan kualitas kayu akan terns berlangsung sepanjang kayu dibiarkan di luar atap akibat pemajanan terhadap cuaca. Hal ini disebabkan karena cuaca dapat menurunkan kualitas kayu. Manakala kayu kering hams dibiarkan untuk sementara waktu di luar ruangan yang beratap, maka tumpukan kayu tersebut harus dibungkus dengan kertas yang kedap air atau plastik untuk menghindari penurunan kualitas tersebut. Apabila pemasaran kayu lancar, kits tidak begitu perlu memperhatikan tentang penyimpanan kayu-kayu yang telah dikeringkan tersebut. Tetapi kayu pemasaran kayu sedang seret, penyimpanan kayu ini juga merupakan masalah tersendiri yang perlu dipikirkan. Pada kayu yang telah kering, yang kadar airnya kurang dari 20%, bahaya serangan cendawan sangat kecil. Kayu-kayu ini dapat ditumpuk tanpa menggunakan ganjel-ganjel. Penumpukan demikian disebut sebagai penumpukan tertutup (close piling), sedangkan penumpukan dengan ganjel disebut sebagai penumpukan terbuka (open piling). Dengan penumpukan secara tertutup ini, maka kayu akan sedikit sekali menyerap lagi kelembaban dan udara sekitarnya. Di samping itu, penumpukan tertutup ini juga dapat meluruskan kembali kayukayu yang menjadi bengkok sewaktu dikering-anginkan. Pada saat akan ditransportasikan ke tempat yang lain, kayu yang telah dikeringanginkan ini hams ditutup dengan terpal atau plastik agar tidak terkena air hujan atau sinar matahari langsung. 5.9. Cacat-cacat Pengeringan Alami, Penyebab dan Pencegahannya Cacat pengeringan menyebabkan kerugian dalam bentuk penurunan kualitas kayu. Cacat juga menurunkan nilai kayu karena adanya kehilangan yang terjadi lewat mekanisme pengurangan ukuran panjang kayu. Cacat tersebut melanda kayu gergajian seiring dan menyertai berlangsungnya proses pengeringan secara alami. Kerugian dan kehilangan demikian akan meningkatkan biaya pengeringan. Jika diamati, beasarnya kehilangan itu dapat ditaksir dan diketahui secara langsung selama proses pengeringan. Besaran kehilangan nilai itulah yang merupakan cacat pengeringan. Cacat-cacat pengeringan alami ini mungkin disebabkan oleh empat penyebab, baik berproses secara serempik, bersamaan ataupun mandiri saja, yaitu: (1) penyusutan, (2) infeksi (penularan) jamur atau fungi, (3) reaksi kimia khususnya zat ekstraktif, (3) serangan insekta, terutama rayap kayu. Universitas Gadjah Mada 12 Penyusutan menyebabkan retak ujung atau pecah ujung, retak permukaan, cacat kulit mengeras, dan pemelengkungan. Pendedahan kayu gergajian secara langsung terhadap kondisi cuaca mendorong terjadinya cacat-cacat penyusutan tersebut. Di samping itu, perpanjangan waktu penggelantangan di lapangan setelah kayu mencapai kondisi kering angin akan mempercepat tingkat penurunan kualitas kayu atau kehilangan ukuran panjang. Infeksi fungi menyebabkan noda biru pada kayu gubal dan pembusukan atau bulukan (mold). Sementara itu, reaksi kimia menyebabkan noda biru kimiawi, dan pembekasan (membekasnya) ganjal pada kayu gergajian merupakan salah satu bentuk perubahan warna (diskolorisasi). Serangan insekta, terutama kumbang bubuk dan rayap, menyebabkan bercak-bercak pada empulur, liang-liang sebesar peniti (pinhole) atau liang-liang kotor pada kayu gergaj ian. Di samping cacat-cacat pengeringan yang secara langsung menurunkan kualitas kayu tersebut di atas, terdapat pula cacat-cacat pengeringan yang tidak secara langsung dan berpotensi untuk menurunkan kualitas kayu gergajian pada saat dikeringkan. Meskipun cacatcacat tersebut tidak berpengaruh secara langsung, mungkin pada saatnya nanti juga akan menyebabkan kerugian atau kehilangan dalam bentuk pengurangan panjang kayu. Pada umumnya kerugian itu akan mewujud dan terekspresikan selama kayu tersebut dalam proses perrnesinan (dikerjakan dengan mesin pengolah kayu). Beberapa contoh dapat diketengahkan di sini. Pemelengkungan kayu mungkin menyebabkan ketidakmerataan (ketidaksambungan) dan pemisahan (peloncatan) selama kayu tersebut diproses dalam operasi pelapisan permukaan. Mata kayu yang menjadi longgar selama proses pengeringan pada kayu dawn jarum, mungkin akan terlepas selama proses penyerutan. Mata kayu yang semula hanya retak mungkin akan berkembang lebih lanjut menjadi pecah. 5.9.1. Cacat yang disebabkan oleh perubahan kimiawi Noda warna tertentu atau diskolorisasi berkembang pada kayu gergajian selama pengeringan alami. Noda warna ini sebagai tambahan dari noda yang diakibatkan oleh jamur dan penggelantangan. Noda ini dihasilkan dari perubahan kimiawi yang terjadi di dalam kayu. Ada beberapa jenis noda warna. Noda kimiawi biru akan mempergelap warna kayu dari putih kekuningan menjadi kecoklatan atau mengarah ke biru gelap. Pinus panderosa dan beberapa kayu daun misalnya magnolia merupakan kayu perdagangan yang rentan terhadap cacat ini (Riets dan Page, 1971). Pada pinus, cacat noda coklat ini berlangsung pada kayu gubal dan kayu teras. Kayu yang telah ditebang beberapa waktu yang lalu lebih cenderung ternoda dibandingkan dengan kayu segar yang Baru raja ditebang. Papan gergajian yang ditumpuk rapat selama dua atau Universitas Gadjah Mada 13 beberapa hari setelah digergaji juga lebih cenderung ternoda dibandingkan dengan pagan dalam tumpukan terbuka yang segera dikeringkan setelah digergaji. Noda ini dihasilkan dari konsentrasi zat ekstraktif yang ditransportasikan oleh air dan diendapkan pada titik tertentu tempat menguapnya air atau tempat terikatnya air tersebut menjadi air terikat. Zat ekstraktif ini terutama terdiri atas asam-asam amino dan gula yang terlarut dalam air bebas, terbentuk atas aktifitas enzimatik segera setelah proses penebangan pohon atau selama proses penumpukan kayu gergajian secara tertutup. Aktifitas enzimatik ini dapat diperlambat melalui perendaman kayu gergajian segar dalam kemikalia penghambat enzim. Pembekasan ganjal, yakni suatu bentuk noda kimiawi biru, berkembang dalam kayu selama bulan-bulan di musim panas yang hangat dan lembab. Diskolorisasi ini dapat dikurangi dengan penggunaan ganjal yang kering dan memperlakukan kayu dengan pengeringan yang berkondisi baik dan tepat sesegera mungkin setelah kayu itu disusun vertikal atau ditumpuk. Ganjal yang sempit, bergelombang atau bergigi kadang-kadang digunakan untuk mengurangi luasnya permukaan medan persentuhan antara kayu gergajian dan ganjal, sehingga dapat menjaga pembekasan ganjal pada tingkat minimal. Bangsal pengeringan alami yang dilengkapi dengan kipas angin atau pengeringan alami yang diberdayakan atau tanur pengering bertemperatur rendah merupakan cam yang sangat efektif dalam melindungi pembekasan ganjal pada bulan-bulan yang lebih hangat. Noda kimiawi coklat dapat dikurangi dengan menciptakan kondisi yang mendorong terjadinya pengeringan yang berlangsung cepat. Pengeringan alami secara cepat dapat diciptakan dengan menjaga permukaan lapangan bebas dari tumbuh-tumbuhan atau penghalang lainnya. Di samping itu, juga dengan menggunakan pondasi tumpukan yang tinggi dan terbuka, menambah jarak antar baris-baris tumpukan, membuka unit-unit tumpukan dengan menambah papan pembuat spasi serta membangun lebih banyak cerobong asap dalam tumpukan yang disusun secara manual. 5.9.2. Cacat yang dihasilkan oleh penularan fungi Fungi atau jamur merupakan tanaman berukuran renik (sangat kecil) yang tumbuh pada kayu dan memanfaatkan bagian kayu tersebut sebagai sumber makanannya. Jamur yang tumbuh mengakibatkan cacat kayu. Jamur ini dibedakan menjadi jamur penoda, jamur penyebab bulukan, dan jamur pembusuk. Jamur penoda berkembang luas pada kayu gubal baik kayu daun jarum maupun kayu daun lebar dan tampil dalam berbagai warna. Jamur yang disebut jamur penoda biru merupakan jamur yang paling umum dijumpai. Jamur penoda biru berpengaruh sangat sedikit terhadap sifat mekanika kayu, kecuali terhadap kekerasannya, tetapi sangat menurunkan kualitas kayu lewat perubahan warna kayu. Universitas Gadjah Mada 14 Jamur penoda biru tampaknya berkembang pada pengeringan alami yang terhambat keberlangsungan prosesnya. Jamur ini selalu terjadi selama musim lembab yang hangat di setiap tahun. Noda ini muncul pada: 1. kayu gergajian yang ditumpuk dalam tumpukan datar dan sekaligus berfungsi sebagai ganjal, saat kayu tersebut dalam kondisi segar 2. kayu gergajian yang ditumpuk secara end recking dan crip pilling, yang pada tumpukan itu papan-papan kayu tersebut saling bersentuhan Kemungkinan munculnya jamur penoda biru dapat dikurangi dengan penggunaan ganjal sempit dan kering, serta dengan membuka lapangan dan tumpukan untuk mengusahakan agar pengeringan alami dapat berproses secara cepat. Pertumbuhan jamur pada kayu gergajian dapat dicegah dengan cam pengeringan yang kayu secara cepat sehingga berkadar air mencapai 20 persen atau kurang, kemudian menjaganya agar tetap kering. Karena kondisi pengeringan alami tidak selalu cocok untuk menghambat pertumbuhan fungi penoda, maka perlakuan kimiawi terhadap kayu segar yang baru saja ditebang sangatlah diperlukan. Perlakuan kimiawi ini dilakukan dengan mencelupkan kayu atau menyemprotnya dengan fungisida yang sesuai. Akan tetapi, apabila kayu gergajian telah tertulari oleh fungi, fungi tersebut mungkin telah melakukan penetrasi agak jauh di bawah permukaan papan, sehingga pencelupan tidak dapat sepenuhnya membunuh organisme tersebut. Manakala kayu gergajian dikering-alamikan secara lambat, bagian dalam kayu mungkin sudah terkena jamur penoda biru, meskipun bagian 'permukaan mungkin masih tampak bersih cemerlang. Tingkat keefektifan kemikalia tidak hanya bergantung pada perlakuan yang sesegera mungkin dan secukupnya, tetapi juga bergantung pada penanganan yang tepat terhadap kayu gergajian selama berada pada lapangan pengeringan. Lapangan pengeringan dan area penumpukan kayu hams dijaga agar sesehat dan sebersih mungkin untuk mengurangi kesempatan fungi untuk menular. Fungi ini berkembang biak melalui spora yang diproduksi pada permukaan kayu tatkala fungi telah mencapai tahap perkembangan tertentu. Spora ini terkandung dalam udara dan praktis selalu ada di udara. Mereka menyerang kayu segar yang barn raja digergaji dengan cara datang untuk berhinggap pada permukaan papan. Bila kondisi udara, kelembaban, dan temperatur sesuai, mereka berkembang cepat menjadi jamur. Jamur muds pada cairan sap dapat tumbuh pada temperatur 35-100 °F. Meskipun biasanya disebarkan oleh angin, spora dapat juga disebarkan oleh insekta, pada saat insekta membuat hang dalam kayu gubal, spora itu terbawa masuk ke dalam hang. Jamur penyebab bulukan juga berkembang biak oleh spora yang terbawa angin. Selama cuaca lembab dan hangat, jamur ini tumbuh pada permukaan kayu dan juga melakukan penetrasi terhadap kayu. Karena hifa atau penapaknya tidak berwarna, mereka tidak menodai kayu. Dengan demikian diskolorisasi (perubahan warna) pada permukaan kayu Universitas Gadjah Mada 15 tidak disebabkan oleh hifa, melainkan disebabkan oleh badan buah. Di bawah kondisi tertentu, jamur pembuluk mungkin berkembang pada suatu titik dengan intensitas tertentu yang dapat menghambat sirkulasi udara pada bagian tertentu di dalam tumpukan dan oleh karena itu menghambat proses pengeringan. Tata cara yang digunakan untuk mengurangi dan mengendalikan jamur penyebab bulukan ini mirip dengan yang digunakan untuk pengengalian jamur penoda biru. Jamur pembusuk atau pelapuk disebabkan oleh fungi yang tidak hanya mewarnai kayu tetapi juga secara aktual merusak kayu. Organisme pembusuk, penoda biru, dan pembuluk, semuanya tumbuh dengan subur di bawah kondisi yang sama dalam hal kadar air, udara, dan temperatur. Meskipun demikian, jamur pembusuk mempersyaratkan tiga hal itu dengan agak longgar untuk tumbuh. Kayu gergajian segar mungkin ditulari oleh spora yang terkandung dalam udara atau dengan sentuhan dengan kayu gergajian atau ganjal yang telah terserang jamur pembusuk. Cara terbaik untuk melawan jamur pembusuk dengan mengeringkan secepat mungkin kayu gergajian menjadi berkadar air 20%. Dalam beberapa kasus, jamur pembusuk ini perlu diperlakukan dengan fungisida yang cocok. Jamur pembusuk seringkali muncul pada pohon yang masih hidup dan kayu gergajian yang dihasilkan dari log itu akan mengandung organisme pembusuk. Beberapa jamur pembusuk ini mungkin terus berkembang di dalam kayu selama pengeringannya. 5.9.3. Cacat kayu yang disebabkan oleh serangan serangga Kayu di dalam setiap tingkat pengeringan, dari kondisi segar ke kondisi yang kering sepenuhnya, mungkin menjadi sasaran bagi serangan serangga. Tumpukan kayu dalam lapangan pengeringan alami sering kali diserang. Limbah, dalam bentuk kayu patahan atau ganjal, menyediakan tempat bagi berkembang-biaknya insekta yang kemudian akan menyebar ke dalam kayu. Penyemprotan kayu gelondong dengan insektisida yang sesuai akan mengendalikan insekta. Penambahan salah satu fungisida yang telah disebut terdahulu untuk mengendalikan jamur penoda, pembuluk, dan pembusuk kayu akan tetap menjaga kayu selalu mengkilap dan cemerlang. Serangga bubuk kayu menyerang kayu daun maupun kayu jarum, baik berkondisi potongan segar maupun kering udara, khususnya bagian kayu gubal. Adanya kerusakan diindikasikan oleh dua hal. Pertama, adanya lobang yang terdapat pada permukaan kayu dan menjadi pintu atau tempat munculnya serangga dewasa yang telah bersayap. Kedua, oleh adanya bubuk halus yang mungkin jatuh dari kayu. Sterilisasi kayu segar dalam uap jenuh (pengukusan) pada suhu 130 °F atau pada kelembaban relatif yang lebih rendah pada 180 °F selama 2 jam merupakan cara yang sangat efektif bagi kayu berketebalan 2,54 cm agar terhindar dari serangan bubuk kayu. Kayu yang lebih tebal memerlukan waktu pengukusan Universitas Gadjah Mada 16 yang lebih lama. Karena kayu yang disterilisasi dari panas tidak akan melindungi kayu kayu dari serangan berikutnya, maka kesehatan lapangan yang relatif baik merupakan hal yang sangat penting dalam mengendalikan serangan yang dilakukan oleh insekta ini. 5.9.4. Cacat yang disebabkan oleh penyusutan Ketika kayu gelondong digergaji menjadi kayu gergajian, maka dimulainya proses pengeringan dan diikuti dengan penumpukan pada pengeringan alami, penyusutan papan juga mulai berlangsung sesegera mungkin. Tegangan yang berlangsung pada mintakat (bagian) permukaan kayu gergajian oleh karena penyusutan, mungkin menyebabkan deformasi atau kerusakan. Karena besarnya penyusutan bervariasi dalam spesies kayu dan arah serat kayu gergajian maka perubahan ukuran kayu biasanya akan disertai dengan perubahan bentuk. Apabila tegangan melampaui kekuatan kayu, kerusakan akan berkembang menjadi berbagai cacat, seperti berbagai jenis retak, terbelah, dan pecah. Retak merupakan kerusakan kayu yang berkembang sepanjang serat karena tegangan pengeringan. Kerusakan akibat tegangan pengeringan ini terekspresi dalam tiga bentuk: retak ujung, retak permukaan, dan kayu-bagian-luar mengeras (case hardening). Beberapa kayu cenderung untuk mengalami retak lebih cepat dibanding dengan yang lain. Tendensi retak dapat dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Retak ujung berasal dari permukaan ujung serat kayu dan muncul sebagai garisgaris radial mengarah kepada empulur atau hati kayu. Mereka terjadi pada tempat pertemuan antara jari-jari kayu dan sel-sel lain yang berdekatan atau di dalam jari-jari sel. Sekali retak ini mulai terbentuk, mereka menjadi melebar dan akan berkembang menjadi terbelah oleh perluasan secara radial dan longitudinal. Retak permukaan merupakan pemisah yang sama pada kayu yang terkena tegangan pengeringn, tetapi mereka terjadi pada permukaan tangensial atau flatgrain. Mereka menjadi lebih panjang dengan perluasa pada arah longitudinal serat-serat kayu dan menjadi lebih dalam oleh perluasan dalam arah radial. Cuaca yang panas dan kering yang terjadi secara mendadak setelah penumpukan tampaknya merupakan penyebab retak. Retak ujung biasanya berkembang pertama kali, diikuti oleh retak permukaan. Retak ujung dan retak permukaan mungkin akan lebih banyak terjadi pada bagian itu dan pada tumpukan yang terdedah lebih penuh, yaitu tumpukan yang terdedah pada bagian ujung, bagian sanping, dan bagian atasnya. Bila tumpukan itu tidak diatapi, maka retak secara khusus akan lebih banyak terjadi pada permukaan yang lebih atas dan papan pada permukaan atas tumpukan. Retak ujung dan pecah ujung akan memaksa sortimen kayu untuk dipotong agar mendapatkan sortimen yang utuh. Pemotongan akan mengakibatkan pengurangan dan kehilangan panjang sortimen. Kehilangan panjang kayu sehubungan dengan retak ujung dan Universitas Gadjah Mada 17 terbelah ujung dapat sangat serius, terutama dalam kayu gergajian yang berketebalan 3,2 cm atau lebih dan dalam kelas nilai yang lebih tinggi. Pelapisan ujung kayu sesegera mungkin setelah dipotong dalam arah panjang akan menghambat kecepatan proses pengeringan ujung. Faktor yang menjadi penyebab bagi kerusakan ini dapat dikurangi oleh perlakuan pelapisan ujung tersebut. Universitas Gadjah Mada 18 Cacat pengerasan kayu bagian luar tidak begitu biasa terjadi dalam pengeringan alami bila dibandingkan dengan retak ujung dan retak permukaan. Meskipun demikian, cacat pengerasan kayu bagian luar atau retak- bagian-dalam kayu mungkin terjadi juga. Cacat pengerasan kayu bagian luar mungkin dihasilkan dari retak permukaan dan retak ujungyang telah tertutup pada bagian permukaannya, atau juga mungkin dihasilkan oleh kerusakan tank secara keseluruhan pada bagian-dalam-kayu. Beberapa retak ujung dan retak permukaan mungkin tidak menjadi serius bagi retak-retak itu, tetapi mereka dapat melakukan penetrasi dan melebar secara memanjang pada papan. Kadang-kadang kehadiran cacat pengerasan kayu bagian luar diindikasikan oleh depresi permukaan atau alur lekuk, tetapi biasanya cacat ini tidak dapat dideteksi. Cacat ini baru dapat dideteksi ketika sepotong sortimen kayu yang mengalami cacat itu dipoles atau digergaji. Pencegahan untuk melindungi retak ujung dan retak permukaan mungkin juga dapat digunakan untuk melindungi cacat pengerasan kayu bagian luar. Terbelah merupakan pemisahan serat secara radial dan longitudinal pada kayu. Pada umumnya, cacat ini terjadi secara radial. Mereka biasanya terletak pada akhir papan dan kadang-kadang terjadi di sepanjang dimensi panjang papan kayu gergajian, terutama di bagian yang berada di dekat persilangan dengan ganjal. Pembelahan di sepanjang ukuran panjang papan mungkin saja meluas, tetapi juga mungkin tidak meluas secara penuh menembus ketebalan sortimen. Seperti telah disebutkan, bahwa cacat terbelah pada umumnya dimulai dengan retak permukaan dan retak ujung. Cacat terbelah kadang-kadang berasosiasi dengan tegangan longitudinal yang ada di dalam kayu gelondong dan pada papan tatkala dirinya (kayu) digergaji dalam kondisi segar. Apabila retak menjadi penyebab awal, tegangan longitudinal akan menyebabkan cacat ini terbuka lebar dan berkembang sepanjang ukuran dimensi panjang sortimen. Panjangnya belahan mungkin bertambah oleh penanganan atau perencanaan yang buruk setelah proses pengeringan berlangsung. Pecah mempunyai kenampakan seperti retak permukaan dan cacat terbelah, tetapi pecah ini terbentuk secara berbeda. Pecah terjadi pada bagian kayu yang mengandung empulur atau pusat kayu. Pecah biasanya berkembang dari retak permukaan atau retak ujung, tetapi luasnya dan lebarnya yang menandai pecah itu disebabkan oleh perbedaan antara penyusutan tangensial dan radial. Pecah atau retak pada empulur pohon tidak selalu disebabkan oleh penyusutan, tetapi sering terjadi pada pohon dan pada kayu gelondong. Mereka merupakan hasil_ dari tegangan yang terjadi pada pohon hidup saat terdedah dan mungkin juga dipicu oleh angin. Tegangan yang terjadi pada pohon yang hidup itu dikenal dengan nama tegangan pertumbuhan. 5.10. Beaya Pengeringan Alami Universitas Gadjah Mada 19 Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan besarnya biaya pengeringan secara alami bagi kayu gergajian. Penelitian dalam bentuk pengumpulan data tentang biaya tersebut merupakan hal yang bermanfaat bagi studi lapangan. Meskipun demikian, pengumpulan data ini mempunyai keterbatasan tersendiri dalam mencoba untuk menyajikan gambaran yang cukup berarti tentang ongkos pengeringan yang dapat diberlakukan secara umum. Hal itu terutama disebabkan karena faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya pengeringan alami ini begitu banyak dan kompleks sifatnya. Di samping itu, kesulitan ini juga disebabkan oleh karena ketiadaan kriteria, baik kriteria umum maupun khusus untuk mengevaluasi ongkos (biaya) pengeringan tersebut. Berikut disajikan beberapa fakta untuk sekedar memberi contoh tentang kesulitan dan ketiadaan kriteria standar tersebut. Beberapa pegusaha memasukkan ongkos atau beaya persortasian kayu gergajian sebagai komponen biaya penggergajian, tetapi pengusaha yang lain memasukkannya sebagai bagian dari biaya pengeringan. Di scat yang lain, pengusaha tertentu memasukkan nilai kerugian yang disebabkan karena penurunan kualitas kayu sebagai komponen biaya pengeringan, sementara pengusaha yang lain lagi tidak bersikap demikian. Contoh lain masih banyak dan hal itu perlu direnungkan untuk dapat menyajikan secara jernih biaya pengeringan secara alami. Di samping adanya dua kendala di atas, penetapan biaya aktual pengeringan alami juga bervariasi terhadap banyak faktor. Faktor-faktor itu antara lain spesies kayu gergajian, ketebalan kayu, kondisi cuaca, lingkungan dan tats letak lapangan pengeringan, penanganan dan metode penumpukan, volume kayu, kadar air awal dan akhir yang ditargetkan bagi kayu yang dikeringkan, kapasitas lapangan pengeringan persatuan luas, dan penurunan kualitas kayu dan kehilangan panjang sortimen kayu yang diakibatkan carat pengeringan. Faktor yang lainnya meliputi biaya pembelian atau sewa lapangan pengeringan dan perbaikannya, jumlah investasi bagi pembangunan (pembuatan) pondasi tumpukan, atap, stiker, dan pelindung sinar matahari, pemeliharaan jalan dan peratusan (drainase), pembelian peralatan, pemeliharaan dan depresiasi. Upah pekerja dan pajak, asuransi, dan bunga bagi inventaris lapangan pengeringan juga bervariasi dari industri pengeringan yang satu terhadap yang lain. Universitas Gadjah Mada 20 Dari berbagai data tentang biaya pengeringan secara alami yang telah dikumpulkannya, seorang pakar teknologi pengeringan kayu bernama D.D. Johnston dari British Forest Product Research Laboratory, mengajukan rumus untuk menentukan biaya pengeringan alami. Biaya tersebut merupakan perpaduan antara biaya pengoperasian pengeringan dan biaya yang hams ditanggung akibat kerugian oleh penurunan kualitas kayu. Adapun rumus yang diajukannya itu sebagai berikut: Biaya (Rp/m3) = {(C + T + L) r + C (x + y) + T (z) } t/K dengan keterangan: C = (Capital) investasi awal dalam pembuatan lapangan pengeringan (termasuk persiapan lapangan, pembuatan jalan, forklift, pondasi, ganjal, dan penutup tumpukan) T = (Timber) nilai kayu yang dikeringkan L = (Land) harga (sewa) lahan r = (rate) suku bunga di bank (nilai/100) x = penyusutan (depresiasi) (nilai/100) y = biaya pemeliharaan (nilai/100) z = asuransi dan biaya kantor (nilai/l 00) t = lama waktu (pemakaian) pengeringan rata-rata pertahun K = kapasitas lapangan pengeringan (m3) Untuk memahami tata dan cara menggunakan rumus tersebut dalam menentukan biaya pengeringan alami yang harus dibebankan pada setiap m3 kayu yang dikeringkan, berikut disampaikan contoh perhitungan. Contoh perhitungan dalam menentukan biaya pengeringan. Suatu industri pengeringan kayu secara alami mencatat komponen-komponen biaya pengeringan sebagai berikut: C = (investasi awal) Rp 30.000.000 T = (nilai timber) Rp 300.000.000 L = (harga lahan) Rp 5.000.000 r = (suku bunga) 0.06 x = (penyusutan = depresiasi) 0.15 y = (biaya pemeliharaan) 0.10 z = (asuransi) 0.01 t = (durasi pemanfaatan pertahun) 9 bulan/12 bulan K = (kapasitas lapangan) 2.000.000 m3 Dengan data itu, maka biaya pengeringan almi dapat dihitung melalui mekanisme perhitungan sebagai berikut: Biaya (Rp/m3) = (C + T + L) r + C (x + y) + T (z) ) t/K = (Rp 30.000.000 + Rp 300.000.000 + Rp 5.000.000) 0.06 + Rp 30.000.000 (0.15 + 0.10) Universitas Gadjah Mada 21 + Rp 300.000.000 (0.01) ) (9 bulan pertahun / 2.000.000 m3) = { (Rp 335.000.000) 0.06 + Rp 30.000.000 (0.25) + Rp 300.000.000 (0.01) ) (9 bulan/12 bulan) / 2.000.000 m3) = { (20.100.000 + Rp 7.500.000 + Rp 3.000.000) (0.75 / 2.000.000 m3) = {Rp 30.600.000) (0.75 / 2.000.0000 m3) = Rp 11.475 / m3 Daftar Pertanyaan 1. Uraikan pengertian anda mengenai pengeringan alami 2. Sebutkan berbagai sasaran pengeringan alami 3. Sebutkan keunggulan dan kelemahan pengeringan alami 4. Urikan berbagai dasar proses pengeringan alami 5. Sebutkanlah berbagai pertimbangan dalam memilih lapangan pengeringan 6. Sebutkan berbagai cam dalam penumpukan kayu gergajian untuk pengeringan alami 7. Sebutkan berbagi cara perlindungan ujung kayu yang akan dikeringkan 8. Uraian cara merlindungi kayu setelah dikeringkan 9. Sebutkan berbagai cacat pengeringan alami, penyebab dan pencegahannya 10. Sebutkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap beaya pengeringan alami Universitas Gadjah Mada 22