(Pennisetum purpuroides) Klasifikasi tanaman Rumput Raja adalah

advertisement
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumput Raja (Pennisetum purpuroides)
Klasifikasi tanaman Rumput Raja adalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Family : Graminae
Genus : Pennisetum
Spesies : Pennisetum purpuroides (Steins, 1988)
Morfologi
Rumput Raja (Pennisetum purpuroides) dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi Rumput Raja (Pennisetum purpuroides)
10
Rumput Raja pertama kali dikembangkan di Afrika Selatan pada
tahun 1932, sebagai rumput hibrida hasil turunan pertama (F1) dari kawin
silang antara Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dengan jenis rumput
asal tropik yaitu Pennisetum thypoides (Siregar, 1988). Rumput ini dapat
tumbuh di dataran rendah sampai tinggi (50 - 1200 mdpl), menyukai tanah
yang subur dan curah hujan di atas 1.000 mm tahun-1 dengan penyebaran
yang merata sepanjang tahun. Di lahan yang subur dengan pemupukan
intensif produksi rumput ini dapat mencapai 1076 ton hektar-1 tahun-1
rumput segar, dimana dengan rasio batang dan daun 48:52 (Siregar, 1988).
Rumput Raja termasuk tanaman berumur panjang, tumbuh tegak,
berbentuk rumpun, perakarannya dalam dan tingginya dapat mencapai 4
meter. Rumput ini berbatang tebal dan keras, dan setelah tua daunnya lebar
dan panjang dimana tulang daunnya keras. Rumput Raja memiliki batang
yang keras dengan daun berbulu kasar serta memiliki bercak berwarna hijau
muda.
Penanaman Rumput Raja dapat dilakukan dengan dua cara yaitu stek
dan sobekan. Menurut Siregar (1988) batang yang digunakan untuk stek
sebaiknya yang berumur cukup tua yaitu yang sudah berumur delapan
bulan, panjang stek kira-kira 25-30 cm dan memiliki dua mata tunas. Bila
menggunakan sobekan rumpun, maka dipilih rumput yang muda yang
tingginya 20-25 cm. Penanaman Rumput Raja dengan menggunakan stek
harus diperhatikan yaitu tunas jangan sampai terbalik. Stek dapat langsung
ditancapkan setengahnya ke dalam tanah tegak lurus atau miring dengan
jarak tanamnya 1 x 1 m, untuk penanaman dengan menggunakan sobekan
rumpun, perlu dibuat lubang sedalam 20 cm (Rukmana, 2005). Waktu
11
tanam yang baik adalah pada awal sampai pertengahan musim hujan.
Dengan perlakuan yang baik, maka rumput raja dapat dipanen 8-9 kali
setahun dan akan terus berproduksi selama 10 tahun (Siregar, 1988).
Produksi hijauan Rumput Raja dua kali lipat dari produksi Rumput
Gajah yaitu mencapai 200-250 ton rumput segar hektar-1tahun-1 (Rukmana,
2005). Rumput Raja mempunyai produksi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Rumput Gajah yang didukung dengan kandungan zat
yang cukup baik yaitu : berat kering 22,40%; protein kasar 13,50%; serat
kasar 34,10% (Siregar, 1994). Pertumbuhan Rumput Raja (P. purpureum x
P. thypoides) dapat mengalahkan Rumput Gajah (BPTHMT Baturaden,
1989).
2.1.1 TANAH
Penggunaan tanah sangat diperlukan dalam campuran media untuk
pembibitan sebagai media serapan hara tanaman, meskipun dalam jumlah
yang sedikit. Tanah merupakan komponen dalam bentuk padatan, udara dan
cairan. Tanah dalam bentuk padatan berupa tanah organik dan anorganik.
Tanah dalam bentuk cairan yaitu pori mikro yang berisi air yang diperlukan
oleh tanaman, sedangkan dalam bentuk gas yaitu pori makro yang diisi
udara yang dapat menjaga aerasi sehingga perakaran dapat tumbuh dengan
baik.
2.1.2 PUPUK KANDANG
Pupuk kandang adalah bahan organik yang telah mengalami
dekomposisi sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat fisik.
Menurut Hardjowigeno (1989) kompos adalah pupuk yang dibuat dari sisa-
12
sisa tanaman atau sisa hasil panen yang dibusukkan pada suatu tempat,
terlindung matahari dan hujan, serta diatur kelembabannya dengan
menyiram air apabila terlalu kering. Manfaat pupuk kandang antara lain:
menggemburkan
tanah,
menjadi
media
hidup
sejumlah
bakteri,
mengandung enzim untuk proses metabolisme tumbuhan dari hasil sekresi
bakteri dan dalam jangka panjang memperbaiki sifat fisik tanah (Sutono
dan Abdurachman, 1997).
Pengomposan merupakan dekomposisi bahan organik secara biologi
yang terjadi karena kegiatan jasad renik yang terkendali. Proses
pengomposan harus terkendali dengan cara menciptakan kondisi ideal
sehingga proses pembusukkan terjadi secara optimum (CPIS, 1992). Proses
pengomposan bisa berlangsung apabila bahan-bahan mentah telah dicampur
secara merata, pengomposan dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu : tahap
aktif, dan tahap pematangan. Pada tahap awal proses, oksigen dan senyawasenyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba
mesofilik, yang mengakibatkan suhu tumpukan kompos akan tinggi dan pH
kompos meningkat. Suhu akan meningkat menjadi 50° – 70° C, dan akan
tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang berperan aktif pada
kondisi ini adalah mikroba termofilik yaitu mikroba yang aktif pada suhu
yang tinggi.
Nisbah karbon dan nitrogen (C/N) dianggap sebagai faktor
terpenting yang mempengaruhi proses pengomposan. Pada proses
pengomposan, mikroorganime membutuhkan karbon sebagai sumber energi
untuk pertumbuhan dan nitrogen untuk sintesis protein. Menurut Gotaas
(1956), secara teoritis nisbah karbon dan nitrogen yang dibutuhkan oleh
13
mikroorganisme adalah 30 : 1. Penelitian McGauhey dan Golueke (1953)
menunjukkan bahwa kisaran optimum dari nisbah karbon dan nitrogen
adalah 26 – 35. Nisbah C/N diatas kisaran tersebut akan memperlambat
proses pengomposan, sedangkan nisbah C/N yang rendah mengakibatkan
kehilangan nitrogen sebagai ammonia.
Pupuk kandang yang baik adalah pupuk yang telah mengalami
pelapukan yang cukup dengan dicirikan warnanya telah berbeda dengan
warna aslinya, tidak berbau, dan kadar airnya rendah. Kandungan unsur
hara seperti N, P, K, Ca, dan Mg terdapat dalam jumlah yang relatif kecil,
tapi masih mengandung unsur yang tidak dimiliki pupuk anorganik. Unsur
tersebut yaitu unsur mikro seperti Fe, Mg, Cu, serta vitamin sebagai
pengatur tumbuh (Suriawiria, 2002).
Wibawa (1996) menyatakan bahan organik yang telah mengalami
pengomposan mempunyai peran penting bagi perbaikan mutu dan sifat fisik
tanah diantaranya memperbesar daya ikat tanah yang berpasir, memperbaiki
struktur tanah, memperbesar kemampuan tanah memegang air serta
memperbaiki drainase. Pupuk organik mempunyai kandungan unsur hara
yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan pupuk buatan, di samping itu
pupuk organik
dapat menambah unsur hara ke dalam tanah, dapat
mempertinggi humus, memperbaiki struktur tanah, dan mendorong
kehidupan jasad renik tanah. Pupuk organik merupakan pupuk yang ramah
lingkungan dibandingkan dengan pupuk anorganik. Pupuk anorganik dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan dan kandungan unsur hara mikronya
sedikit atau bahkan tidak ada (Novizan, 2002).
14
2.1.3 UREA
Urea merupakan pupuk nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman
untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang,
cabang, dan daun. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan
tanaman karena merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleat,
dengan demikian, nitrogen merupakan penyusun protoplasma secara
keseluruhan (Sarief, 1988). Pengaruh nitrogen dalam pertumbuhan daun
tidak hanya pada daun, sebab semakin tinggi pemberian nitrogen, semakin
cepat sintesis karbohidrat yang diubah menjadi protein dan protoplasma.
Kekurangan nitrogen menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, daun
menjadi hijau muda dan jaringan-jaringannya mati. Lingga dan Marsono
(2008) menyatakan pupuk urea termasuk pupuk yang higrokopis (menarik
uap air) pada kelembapan 73% sehingga urea mudah larut dalam air dan
mudah diserap oleh tanaman. Jika diberikan ke tanah, pupuk ini akan
mudah berubah menjadi amoniak dan karbondioksida yang mudah
menguap. Sifat lainnya ialah mudah tercuci oleh air sehingga pada lahan
kering pupuk nitrogen akan hilang karena erosi.
Pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tanah,
menaikkan bahan serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di
dalam tanah, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Sedangkan
pemberian pupuk urea dapat merangsang pertumbuhan secara keseluruhan
khususnya cabang, batang, daun dan berperan penting dalam pembentukan
hijau daun (Lingga dan Marsono, 2008).
15
2.2. Pemupukan
Pemupukan ialah usaha yang dilakukan untuk membuat tanah
menjadi lebih subur dan tanaman yang diatas tanah tersebut dapat
berproduksi sesuai dengan harapan kita. Pemupukan bertujuan untuk
menyediakan unsur hara bagi tanaman dan meningkatkan produktivitas
tanah (Sutedjo, 1999). Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik
diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan oleh rumput
raja supaya menghasilkan produksi dan kualitas yang optimal. Hal ini
disebabkan pupuk organik mempunyai kandungan hara yang diperlukan
oleh tanaman, lebih lengkap dan tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan. Unsur hara yang tersedia dalam tanah akan menentukan
produktivitas tanaman yang ada diatasnya.
Banyaknya pupuk yang dipergunakan tergantung dari : macam
tanah, tanaman yang diusahakan, bentuk usaha tani, dan banyaknya pupuk
yang tersedia (Lingga dan Marsono, 2006). Pemberian pupuk harus tepat
karena fungsi pupuk tidak saja mengendalikan tetapi juga mengimbangi,
mendukung dan mengisi bersama unsur lain di dalam tanah (Sarief, 1985).
Untuk meningkatkan efisiensi pupuk kandang harus diperhatikan kehalusan
dan homogenitasnya, selanjutnya jumlah pemberiannya. Pemberian sedikit
tetapi sering, lebih baik daripada pemberian sekaligus dan banyak.
2.3. Teknik Pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan
yang dilakukan dengan cara pengawetan (Rukmana, 2005). Pengeringan
dapat menghasilkan produk dengan satu atau lebih produk, tergantung
16
tujuan produk yang diinginkan, misalnya bentuk fisik (bubuk, pipih atau
butiran), warna, rasa, dan strukturnya (Mujumdar, 2008). Salah satu tujuan
pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan
menyebabkan
mikroorganisme
pembusukan
dan
terhambat
kegiatan
atau
enzim
terhenti.
yang
dapat
Bahan
yang
dikeringkan biasanya mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Faktorfaktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 faktor, yaitu : faktor yang
berhubungan dengan udara pengering (suhu, kelembaban udara) dan faktor
yang berhubungan dengan sifat bahan (ukuran bahan, kadar air awal)
(Rukmana, 2005).
a. Pengeringan Matahari (Sun Drying)
Pengeringan matahari (sun drying) sering disebut juga sebagai
pengeringan alami (Rukmana, 2005). Pengeringan matahari merupakan
salah satu metode pengeringan tradisional, karena menggunakan panas yang
berasal dari sinar matahari langsung. Pengeringan ini sangat rentan terhadap
resiko kontaminasi lingkungan, sehingga bahan yang akan dikeringkan
harus dilindungi dari serangan serangga dan sebaiknya ditutup pada malam
hari. Pengeringan matahari juga sangat tergantung pada iklim dengan
matahari yang panas dan udara atmosfer yang kering (Frazier, 1988).
b. Pengeringan Oven (Oven Drying)
Oven
adalah
alat
untuk
memanaskan,
memanggang
dan
mengeringkan. Oven dapat digunakan sebagai alat pengering apabila
dengan kombinasi pemanas dengan humidity rendah dan sirkulasi udara
yang cukup. Pengeringan menggunakan oven (oven drying) lebih cepat
17
dibandingkan dengan pengeringan menggunakan matahari akan tetapi,
kecepatan pengeringan tergantung dari tebal bahan yang dikeringkan.
Kelebihan
pengeringan
menggunakan
oven
diantaranya
dapat
dipertahankan dan diatur suhunya selain itu, dapat melindungi bahan
pangan dari serangan serangga dan debu (Hui, 2007). Pengeringan dengan
menggunakan oven tidak disarankan untuk pengeringan bahan pangan
karena sulit untuk mengontrol suhu rendah dan pangan yang dikeringkan
lebih rentan hangus (Hughes and Willenberg, 1994).
2.4. Produksi Bahan Kering dan Kandungan Protein Kasar
Salah satu zat makanan yang menentukan kualitas hijauan adalah
produks bahan kering dan protein kasar. Produksi hijauan dapat dilihat
dalam bentuk berat kering tanaman. Kadar berat kering lazim dperoleh
dengan cara mengeringkan tanaman yang baru dipanen selama 24 jam
sampai 48 jam pada suhu 70°C sampai 80°C. Hijauan pakan yang berat
segarnya lebih rendah pada tengah hari mungkin mempunyai kadar berat
kering yang lebih besar, hal ini disebabkan tanaman mengalami fotosintesis
dan penyerapan garam mineral dari tanah pada pagi harinya (Salisbury dan
Ross, 1992). Hal ini terjadi apabila pemotongan dilakukan pada siang hari
atau sore hari.
Protein kasar merupakan senyawa organik yang mengandung unsur
karbon, nitrogen, oksigen, sulfur, dan fosfor yang merupakan zat makanan
utama (Yuliastuti dan Adhi, 2003). Protein kasar terdiri dari kumpulan
asam-asam amino, sedangkan tiap-tiap asam amino mempunyai fungsi
khusus dalam metabolsme (Tilman dkk,1998). Menurut Anggorodi (1979),
18
kualitas protein dalam bahan makanan dinyatakan tinggi atau rendah
tergantung dari asam-asam amino essensial yang terkandung dalam bahan
makanan tersebut. Whyte dkk (1968) menjelaskan bahwa nilai gizi hijauan
yang utama adalah kandungan proteinnya, maka kandungan protein kasar
dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menentukan nilai gizinya.
Tumbuh-tumbuhan mempunyai kesanggupan untuk membentuk asam
amino (protein) dari nitrogen, sulfur, fosfor, dan air yang berasal dari tanah
serta CO2 yang berasal dari udara (Anggorodi,1979).
Download