LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II ACARA I KADAR AIR Rombongan 2 Kelompok 3 Penanggung Jawab : Raiga Oktabena Timoer (A1F017044) KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2019 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen. Setiap bahan pangan memiliki kadar air dengan persentase yang berbeda-beda. Air dalam bahan pangan terdapat dalam tiga bentuk keterikatan yaitu air bebas, air terikat secara fisika dan air terikat secara kimia. Kadar air bahan sering dihubungkan dengan mutu bahan pangan, sebagai pengukur bagian kering atau padatan, penentu indeks kestabilan selama penyimpanan, serta penentu mutu organoleptik terutama rasa dan keempukan. Analisis kadar air dalam bahan pangan sangat penting dilakukan baik pada bahan pangan kering maupun pada bahan pangan segar. Pada bahan pangan kering, kadar air sering dihubungkan dengan indeks kestabilan khususnya saat penyimpanan. Bahan pangan kering menjadi awet karena kadar airnya dikurangi sampai batas tertentu. Pada pangan segar, kadar air bahan pangan erat hubunganya dengan mutu organoleptiknya. Bahan pangan baik nabati maupun hewani memiliki kadar air yang berkaitan dengan hal tersebut. Ada beberapa metode untuk analisis kadar air antara lain metode pengeringan, metode destilasi dan metode kimiawi. Metode pengeringan menggunakan prinsip “termogravimetri” dengan alat pengeringan berupa oven. Metode pengeringan (termogravimetri) merupakan metode yang didasarkan atas prinsip penghitungan selisish bobot bahan sebelum dan sesudah pengeringan. Selisih bobot tersebut merupakan air yang teruapkan dan dihitung sebagai kadar air bahan. Metode oven dapat digunakan untuk semua produk pangan, kecuali produk yang mengandung komponen senyawa volatil atau produk yang terdekomposisi pada pemanasan 100oC. Prinsip metode ini adalah mengeringkan sampel dalam oven dengan suhu 100-105oC sampai bobot konstan dan selisih bobot awal dengan bobot akhir dihitung sebagai kadar air (Legowo dan Nurwantoro, 2004). B. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara analisis kadar air metode oven. II. TINJAUAN PUSTAKA Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0ºC). Air merupakan pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat “hidrofilik” (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tecampur dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat “hidrofobik” (takut air) (Wulanriky, 2011). Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam makanan. Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimia organisme hidup. Salah satu pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pabrik pengolahan bahan makanan adalah adanya sumber air yang secara kualitatif memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan pangan, air diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi atau buah, penentuan kualitas bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku proses, medium pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan mencuci bahan sisa (Sudarmadji,2003). Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi (Purnomo,1995). Air berwujud cair pada suhu 0-100oC dengan tekanan 1 atm. Perubahan suhu pada air menyebabkan air mengalami perubahan fisik. Apabila air dipanaskan, jumlah rata-rata air dalam satu kelompok molekul air menurun dan ikatan hidrogen putus kemudian terbentuk lagi secara cepat. Bila suhu pemanasan air makin tinggi maka molekul air akan bergerak dengan sangat cepat dan pada saat tekanan uap air melebihi tekanan atmosfer, beberapa molekul dapat terlepas dari permukaan dan membentuk gas. Perubahan fisik air dari cair menjadi gas inilah yang dijadikan prinsip pengeluaran air dari suatu bahan pangan terutama dalam penentuan kadar air pangan dengan metode pengeringan (Andarwulan, 2011). Menurut Sudarmadji (2010), air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu: 1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-pori yang terdapat dalam bahan. 2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorpsi) pada permukaan kolloid makromolekular seperti protein, pektin pati, selulosa. Selain itu air juga terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada di dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada pembekuan. 3. Air yang dalam keadaan terikat kuat, yaitu membentuk hidrat. Ikatanya bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air Bebas Air bebas ada didalam ruang antar sel, intergranular, pori-pori bahan, atau bahkan pada permukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai aktivitas air atau “water activity” yang diberi notasi Aw. Disebut aktivitas air, karena air bebas mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan. Didalam air bebas terlarut beberapa nutrient yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Adanya nutrient terlarut tersebut juga memungkinkan beberapa reaksi kimia dapat berlangsung. Oleh sebab itu, bahan yang mempunyai kandungan atau nilai Aw tinggi pada umumnya cepat mengalami kerusakan, baik akibat pertumbuhan mikroba pembusuk maupun akibat terjadinya reaksi kimia tertentu, seperti oksidasi dan reaksi enzimatik. Air bebas sangat mudah untuk dibekukan maupun diuapkan. Air Teradsorbsi Air yang terikat lemah atau air teradsorbsi terserap pada permukaan koloid makromolekul (protein, pati, dll) bahan. Air teradsorbsi juga terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Ikatan antara air dengan koloid merupakan ikatan hidrogen. Air teradsorbsi relatif bebas bergerak dan relatif mudah dibekukan ataupun diuapkan. Air Terikat Kuat Air terikat kuat sering juga disebut air hidrat, karena air tersebut membentuk hidrat dengan beberapa molekul lain dengan ikatan bersifat ionik. Air terikat kuat jumlahnya sangat kecil dan sangat sulit diuapkan dan dibekukan. Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak (Sudarmadji,2003). Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme dinyatakan dalam besaran aktivitas air (Aw = water activity). mikroorganisme memerlukan kecukupan air untuk tumbuh dan berkembang biak. Seperti halnya pH, mikroba mempunyai niali Aw minimum, maksimum dan optimum untuk tumbuh dan berkembang biak ( Ahmadi & Estiasih,2009). Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe, yaitu: a. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya. b. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dengan air minum. Air ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan Aw (water activity). Jika air tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar 3-7 % dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh. c. Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25 % dengan Aw (water activity) kira-kira 0,8% tergantung dari jenis bahan dan suhu. d. Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifatsifat air biasa dan keaktifan penuh (Winarno,1992). Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap 8 kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian dapat dibuat hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relative: Aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif pada hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara kadar air dan aktivitas air. Kurva sering disebut kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan lainnya. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw yang sama tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah (Wulanriky,2011). Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0 sampai 1. Nilai 0 berarti dalam makanan tersebut tidak terdapat air bebas, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut hanya terdiri dari air murni. Kapang, khamir, dan bakteri ternyata memerlukan nilai Aw yang paling tinggi untuk pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri dapat hidup adalah 0,86. Bakteri-bakteri yang bersifat halofilik atau dapat tumbuh pada kadar garam tinggi dapat hidup pada nilai Aw yang lebih rendah yaitu 0,75. Sebagian besar makanan segar mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada produk pangan tertentu supaya lebih awet biasa dilakukan penurunan nilai Aw. Cara menurunkan nilai Aw antara lain dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat air ( Ahmadi & Estiasih,2009). Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw : Aw = aktivitas air ERH =kelembaban relative seimbang 9 0,60-0,70. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan (Winarno,1992). Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbedabeda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisasisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan boiopolimer, dan sebagainya. Bahan pangan kita baik yang berupa buah, sayuran, daging, maupun susu, telah banyak berjasa dalam memenuhi kebutuhan air manusia. Buah mentah yang menjadi matang selalu bertambah kandungan airnya, misalnya calon buah apel yang hanya mengandung 10% air akan dapat menghasilkan buah apel yang kadar airnya 80%, nenas mempunyai kadar air 87% dan tomat 95%. Buah yang paling banyak kandungan airnya adalah semangka dengan kadar air 97%. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri. Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui bahwa kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikomsumsi. Dalam keadaan kesulitan bahan pangan dan air, manusia mungkin dapat tahan hidup tanpa makanan selama lebih dari 2 bulan, tetapi tanpa minum akan meninggal dunia dalam waktu kurang dari satu minggu Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut (Rohman, 2013). Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan basah. Kadar air merupakan pemegang peranan penting, aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (Andarwulan, 2011). Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2004). Ada beberapa metode untuk analisis kadar air antara lain metode pengeringan, metode destilasi dan metode kimiawi. Metode pengeringan menggunakan prinsip “termogravimetri” dengan alat pengeringan berupa oven. Metode pengeringan (termogravimetri) merupakan metode yang didasarkan atas prinsip penghitungan selisish bobot bahan sebelum dan sesudah pengeringan. Selisih bobot tersebut merupakan air yang teruapkan dan dihitung sebagai kadar air bahan. Metode oven dapat digunakan untuk semua produk pangan, kecuali produk yang mengandung komponen senyawa volatil atau produk yang terdekomposisi pada pemanasan 100oC. Prinsip metode ini adalah mengeringkan sampel dalam oven dengan suhu 100-105oC sampai bobot konstan dan selisih bobot awal denganbbobot akhir dihitung sebagai kadar air (Legowo dan Nurwantoro, 2004). Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan proses pengeringan. Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yang hilang, oleh karena itu sampel seharusnya mempunyai kestabilan panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen yang mudah menguap (Winarno, 2004). Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau thermogravitimetri yaitu mengupakan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dam cara ini relatif mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah atau vakum. Namun, terdapat kelemahan cara analisa kadar air dengan cara pengeringan, yaitu bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut hilang misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri. Kelemahan lain yaitu dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lainya, dan juga bahan yang mengandung zat pengikat air akan sulit melepaskan airnya walaupun sudah dipanaskan (Sudarmadji, 2010). Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan lebih bersifat hidroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan telah ditempatkan dalam ruangan tertutup kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyearapan air atau uap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silica gel, klorida, kalium hidroksid, kalium sulfat atau bariumoksida (Sudarmadji, 2010). Beberapa faktor yang dapat memengaruhi analisis air metode oven diantaranya adalah yang berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi oven, pengeringan sampel, dan perlakuan setelah pengeringan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi oven seperti suhu, gradien suhu, kecepatan aliran dan kelembaban udara adalah faktor-faktor yang sangat penting diperhatikan dalam metode pengeringan dengan oven (Andarwulan, 2011). III. METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan porselen, desikator, timbangan, oven, penjepit, pisau, mortar, dan alu. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kacang kedelai rebus, tempe, ikan nila, ikan kembung, ketela putih dan ketela ungu. B. Prosedur Kerja Sampel dihaluskan lalu ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukan kedalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya. Sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 100oC-105oC selama 3 jam sekali, lalu dilakukan pengamatan sebanyak 3 kali. Sampel didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sampel dipanaskan lagi dalam oven selama 2 jam lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. perlakuan ini diulangi hingga mendapatkan berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Dilakukan perhitungan kadar air pada sampel. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil No. Bahan Berat Berat Berat Cawan Awal Akhir Selisih Kadar Air 1. Kacang kedelai 40,4289 2,0306 0,9230 1,1076 54,54% 2. Tempe 63,8691 2,0012 0,6934 1,3078 65,35% 3. Ikan nila 39,2343 2,0215 0,3531 1,6684 82,53% 4. Ikan kembung 58,1779 2,0550 0,4101 1,6449 80% 5. Ketela Ungu 41,1021 2,0622 0,7521 1,3101 63,53% 6. Ketela putih 64,1246 2,0359 0,6746 1,3613 66,86% Perhitungan: Kadar Air = B – C X 100% B–A Keterangan: A : Berat Cawan B : Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram) C : Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (gram) 1. Kacang kedelai Kadar air: B – C X 100% B–A : 42,4595 – 41,3519 X 100% : 54,54% 42,4595 – 40,4289 2. Tempe Kadar air: B – C X 100% B–A : 65, 8703 – 64,5625 X 100% : 65,35% 65,8703 - 63,8691 3. Ikan Nila Kadar air: B – C X 100% B–A : 41,2558 – 39,5874 X 100% : 82,53% 41,2558 - 39,2343 4. Ikan Kembung Kadar air: B – C X 100% B–A : 60,2329 – 58.588 X 100% : 80% 60,2329 – 58,1779 5. Ketela ungu Kadar air: B – C X 100% B–A : 43,1643 – 41,8542 X 100% : 63,53% 43,1643 – 41,1021 6. Ketela putih Kadar air: B – C X 100% B–A : 66,1605 – 64,7992 X 100% : 66,86% 66,1605 – 64,1246 B. Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian dan analisis kadar air dari beberapa bahan, seperti kacang kedelai rebus, tempe, ikan nila, ikan kembung, ketela putih, dan ketela ungu. Bahan di haluskan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan komposisi yang berlebihan. Setelah bahan dihaluskan, bahan dimasukkan ke cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan yang digunakan adalah cawan porselen. Cawan porselen digunakan karena beratnya yang relatif konstan setelah pemanasan berulang-ulang dan harganya yang murah. Cawan yang sudah dimasuki sampel kemudian dikeringkan di dalam oven selama 3 jam dengan suhu 100ºC sampai diperoleh berat konstan yaitu selisihnya berat dari hasil pemanasan dengan berat awal adalah minimal 0,02 g. Jika selisih berat sampel tidak sampai 0,02 g maka pemanasan diulangi lagi. Dalam praktikum ini dilakukan 3 kali pengulangan pemanasan hingga dicapai berat konstan. Setelah keluar dari oven, selalu cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam desikator (penangas air) karena di dalam desikator terdapat zat penyerap air. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan lebih bersifat hidroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu, selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan harus ditempatkan dalam ruangan tertutup kering, misalnya dalam desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerapan air atau uap ini dapat menggunakan bahan, seperti silica gel, kapur aktif, asam sulfat, kalium hidroksida, kalium sulfat, atau barium oksida (Sudarmaji, 2010). Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yang hilang. Pada praktikum ini kadar air yang terbesar adalah ikan nila sebesar 82,53%, diikuti dengan ikan kembung sebesar 80%, ketela putih sebesar 66,86%, tempe sebesar 65,35%, ketela ungu sebesar 63,53%, dan kacang kedelai sebesar 54,54%. Pada ikan nila, hasil analisis kadar air menunjukan kadar air ikan nila sebesar 82,53% , sementara pada sumber pustaka diketahui bahwa kadar air ikan nila sebesar 70 – 80%. Pada ikan kembung, hasil analisis kadar air menunjukan kadar air ikan kembung sebesar 80%, sementara pada sumber pustaka diketahui bahwa kadar air ikan kembung sebesar 56,7%. Pada ketela putih, hasil analisis kadar air menunjukan kadar air ketela putih sebesar 66,86%, sementara pada sumber pustaka diketahui bahwa kadar air ketela putih sebesar 15,05%. Pada tempe, hasil analisis kadar air menunjukan kadar air tempe sebesar 63,53%, sementara pada sumber pustaka diketahui bahwa kadar air tempe sebesar < 65%. Pada ketela ungu, hasil analisis kadar air menunjukan kadar air ketela ungu sebesar 63,53%, sementara pada sumber pustaka diketahui bahwa kadar air ketela ungu sebesar 68,5%. Pada kacang kedelai, hasil analisis kadar air menunjukan kadar air kacang kedelai sebesar 54,54%, sementara pada sumber pustaka diketahui bahwa kadar air kacang kedelai sebesar 14%. Persentase kadar air terendah dimiliki oleh kacang kedelai, dimana kacang kedelai ini termasuk bagian serealia. Kadar air yang terkandung dalam benih serealia tersebut rendah, maka serealia tersebut memiliki daya simpan yang lama, selain itu dia lebih mampu mempertahankan viabilitas dengan kadar air yang dimiliki nya (Sudrajat,2009). Dari hasil penelitian, kadar air tertinggi adalah ikan nila. Hal ini menunjukkan bahwa ikan nila memiliki kandungan air yang tinggi,sehingga dia bersifat lebih cepat rusak karena semakin banyak fasilitas mikroba yang dapat tumbuh. V. PENUTUP A. Kesimpulan Pada praktikum analisis kadar air penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan proses pengeringan. Pengeringan dilakukan minimal 4 jam atau sesuai jenis bahan. Namun pada praktikum kadar air ini pengeringan dilakukan total 9 jam ,untuk mendapatkan berat konstan. Pada praktikum ini kadar air yang terbesar adalah kadar air dari ikan nila dengan nilai kadar air sebesar 82,53%, diikuti dengan ikan kembung sebesar 80%, ketela putih sebesar 66,86%, tempe sebesar 65,35%, ketela ungu sebesar 63,53%, dan kacang kedelai sebesar 54,54%. B. Saran Sebaiknya praktikan dapat lebih teliti dan hati-hati dalam melakukan praktikum, baik dalam penimbangan sebelum perlakuan, penghalusan bahan, dan penimbangan setelah perlakuan agar hasil yang diperoleh bisa lebih valid dan sesuai dengan pustaka yang ada. DAFTAR PUSTAKA Andarwulan,dkk. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta. Kusnandar, Feri. 2010. Pembekuan. Artikel. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. USU digital library, Sumatera Utara. Munzir. 2009. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Pustaka Giratuna, Bandung. Rohman, A. 2013. Analisa Komponen Makanan. Graha Ilmu, Yogyakarta. Sudarmadji, S. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta, Yogyakarta. Sudrajat, D. 2009. Pengembangan Standar Pengujian Kadar Air dan Perkecambahan Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan untuk Menunjang Program Penanaman Hutan di Daerah. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 28 Nomor 2 (13-19). LAMPIRAN FOTO No. 1. Gambar Keterangan Ikan nila dipotong dan diambil dagingnya sebanyak 2 gram. 2. Daging ikan nila dihaluskan menggunakan mortar dan alu. 3. Daging ikan nila yang telah halus ditimbang. 4. Kacang kedelai dihaluskan menggunakan mortar dan alu. 5. Bahan yang telah halus dimasukan ke dalam cawan porselen. 6. Bahan dalam cawan porselen dimasukan ke dalam oven. 7. Bahan yang telah kering di dinginkan dalam desikator. 8. Ikan kembung dipotong menjadi beberapa bagian dan diambil dagingnya 9. Ikan kembung utuh disiapkan 10. Ketela putih dikupas kulitnya dan dipotong menjadi beberapa bagian. 11. Ketela ungu dikupas kulitnya dan dipotong menjadi beberapa bagian.