BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Informasi 2.1.1. Pengertian Sistem Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 6), sistem adalah sekumpulan komponen terhubung yang berfungsi bersama untuk memperoleh sejumlah hasil tertentu. Sebuah sistem terdiri dari gabungan subsistem yang jangkauan atau ruang lingkupnya lebih kecil, tapi juga merupakan bagian dari sebuah supersistem yang lebih besar. 2.1.2. Pengertian Data dan Informasi Considine, Parkes, Olesen, Blount, dan Speer. (2012: 7) mendefinisikan data sebagai fakta-fakta mentah yang berhubungan atau menggambarkan sebuah kejadian. Data akan berguna bila diaplikasikan dengan serangkaian peraturan atau pengetahuan yang memungkinkan untuk mengubah data tersebut menjadi informasi. Sedangkan, menurut Laudon dan Laudon (2010: 46), data merupakan aliran fakta-fakta mentah mengenai suatu kejadian sebelum diolah menjadi sesuatu yang dapat dimengerti dan digunakan. Menurut Considine, Parkes, Olesen, Blount, dan Speer (2012: 7), informasi adalah data yang telah diproses menjadi output yang berguna dan dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dan dapat memicu aksi, juga dapat digunakan sebagai alat pemandu untuk mengambil keputusan. Laudon dan Laudon (2010: 46) menyatakan bahwa informasi adalah data yang telah dibentuk dan diolah menjadi bentuk yang dapat dimengerti dan digunakan oleh manusia. 2.1.3. Pengertian Sistem Informasi Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 7), sistem informasi merupakan sekumpulan komponen terkait yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyediakan sebagai keluaran informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah masalah. Salah satu masalah yang paling banyak diangkat untuk diselesaikan dengan sistem informasi adalah tugas bisnis. 7 8 2.1.4. Tipe-tipe Sistem Informasi Tipe-tipe sistem informasi menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 9) ada lima dan dapat dilihat dalam gambar berikut: Decision Support System (DSS) Excecutive Information System (EIS) Economic and Competitive Data Transaction Data Transaction Data Communication and Office Support System Management Information System (MIS) Transaction Processing System (TPS) Gambar 2.1 Tipe-tipe Sistem Informasi Sumber: Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 9) 2.2. Sistem Pendukung Keputusan 2.2.1. Keputusan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keputusan adalah perihal yg berkaitan dng putusan; segala putusan yang telah ditetapkan (sesudah dipertimbangkan, dipikirkan, dsb.); ketetapan; sikap terakhir (langkah yg harus dijalankan). 2.2.2. Jenis-jenis Keputusan Menurut Laudon dan Laudon (2010: 478), keputusan ada tiga jenis, yaitu: 1. Keputusan tidak terstruktur Untuk jenis keputusan ini, pembuat keputusan harus menyediakan penilaian, evaluasi, dan visi untuk menyelesaikan masalah. Keputusan-keputusan tersebut penting, tidak teratur, dan tak ada prosedur pasti dalam pembuatan keputusannya. 9 2. Keputusan Semiterstruktur Keputusan semi terstruktur memiliki karakteristik yang berada di tengah-tengah keputusan tidak terstruktur dan keputusan terstruktur. Hanya sebagian dari keputusan tersebut memiliki jawaban yang jelas dan terdapat prosedur penyelesaiannya. 3. Keputusan Terstruktur Keputusan terstruktur bersifat berulang dan rutin, serta terdapat prosedur yang jelas dalam menyelesaikannya. 2.2.3. Proses Pengambilan Keputusan Menurut Turban dan Aronson (2011: 41), pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan beberapa tindakan alternatif untuk mencapai satu atau lebih tujuan. Melihat dari tugas bagian manajerial yang melibatkan perencanaan, dan untuk merencanakan sesuatu dibutuhkan keputusan, disimpulkan dalam satu perusahaan bahwa pembuat keputusan adalah tingkat manajerial ke atas. Menurut Turban dan Aronson (2011: 8), para manajer biasanya mengambil keputusan dengan mengikuti proses yang terdiri dari empat langkah, yaitu: 1. Definisikan masalah (misal: situasi keputusan yang mungkin menghadapi kesulitan atau yang memiliki peluang). 2. Bangun model yang mendeskripsikan masalah sebenarnya atau dalam dunia nyata. 3. Identifikasikan solusi yang memungkinkan pada masalah yang dimodelkan dan evaluasi solusi tersebut. 4. Bandingkan, pilih, dan rekomendasikan solusi potensial bagi masalah tersebut. 2.2.4. Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Menurut Turban dan Aronson (2011: 75), Decision Support System (DSS) atau Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung pembuat keputusan manajerial dalam situasi keputusan semiterstruktur dan terstruktur. SPK berfungsi sebagai tambahan atau pendukung bagi pembuat keputusan, dapat memperluas pengetahuan dan kemungkinan, namun tidak menggantikan penilaian. Sistem ini ditujukan untuk keputusan yang membutuhkan penilaian dan keputusan yang dapat diolah dengan algoritma atau secara teknis. 10 2.2.5. Karakteristik Sistem Pendukung Keputusan Menurut Turban dan Aronson (2011: 77), karakteristik yang menyatakan suatu sistem merupakan SPK ada 14. Karakteristik dan kemampuan inti SPK teringkas dalam gambar berikut ini: 14. Berdiri sendiri, terintegrasi, dan berbasis web 1. Masalah-masalah semi terstruktur atau terstruktur 2. Mendukung manajer dari seluruh tingkatan 3. Mendukung individu dan kelompok 13. Akses data 12. Pemodelan dan analisis 4. Keputusan yang saling bergantung atau beruntutan Sistem Pendukung Keputusan 11. Mudah dikembangkan oleh pengguna 5. Mendukung rancangan intelijen, pilhan, dan implementasi 10. Manusia yang mengatur proses 6. mendukung variasi proses dan tipe keputusan 9. Keefektifan dan efisiensi 8. Interaktif, mudah digunakan 7. Dapat beradaptasi dan fleksibel Gambar 2.2 Karakteristik dan Kemampuan Inti SPK Sumber: Turban dan Aronson (2011: 77) 2.2.6. Klasifikasi Sistem Pendukung Keputusan Klasifikasi SPK bermacam-macam sesuai dengan tujuan dan strukturnya. Menurut Turban dan Aronson (2011: 79-81), Klasifikasi SPK termasuk dalam beberapa kategori di bawah ini. 1. Communications-driven and group DSS SPK yang termasuk jenis ini adalah SPK yang menggunakan komputer, kolaborasi, dan teknologi komunikasi untuk mendukung tugas kelompok yang dapat melibatkan maupun tak melibatkan pengambilan keputusan. 2. Data-driven DSS SPK jenis ini terutama berhubungan dengan data, memprosesnya menjadi informasi, dan menuajikannya untuk pengambil keputusan. Dalam SPK jenis ini, organisasi database memiliki peranan besar dalam struktur SPK. 11 3. Document-driven DSS SPK ini bergantung pada knowledge coding dan analisis. SPK jenis ini juga memiliki penekanan yang minimal terhadap pemanfaatan model matematis. Tujuan utama document-driven DSS ini adalah untuk menyediakan penunjang dalam mengambil keputusan dengan menggunakan dokumen dalam berbagai bentuk, yaitu: lisan, tertulis, dan multimedia. 4. Knowledge-deiven DSS, data mining, and management applications SPK jenis ini melibatkan aplikasi teknologi pengetahuan untuk membahas kebutuhan-kebutuhan dalam penunjang keputusan. 5. Model-driven DSS Penekanan utamanya adalah menciptakan satu atau lebih optimisasi atau model simulasi yang biasanya menyertakan aktivitas penting dalam formulasi model, pemeliharaan model, manajemen model dalam lingkungan komputasi terdistribusi, dan what-if analyses. Fokus dari sistem ini adalah menggunakan model-model untuk mengoptimalkan satu atau lebih tujuan (misalnya keuntungan). Selain kelima kategori tersebut, terdapat juga compound DSS. SPK ini terdiri dari dua atau lebih dari kategori-kategori yang telah disebutkan sebelumnya. Tabel 2.1 Tabel Kategori Decision Support System Orien- Kategori Tipe Tipe tasi Orientasi Task Akses data Operasi- Personil Pencarian Tidak onal non- sederhana teratur Data Sistem penyimpanan Pengguna Pola yang Waktu Digunakan manajer data Sistem Analisis ad Analisis Staf analis Manipulasi dan Tidak analisis hoc dari data Operasi- atau tampilan data teratur data files onal personil atau manajerial periodik Data Sistem Analisis ad Analisis, atau informasi hoc yang model analisis melibatkan lebih dari Staf analis Pemrograman Tidak perenca- laporan khusus, teratur, naan mengembangkan sesuai model-model permin- 12 satu database kecil taan Periodik dan modelmodel kecil Model Model akuntansi Perhitungan Perenca- Staf analis Memasukkan dasar yang naan, atau perkiraan memperkirak anggaran manajer aktivitas; an hasil menerima hasil mendatang moneter yang dengan dasar diperkirakan definisi sebagai keluaran akuntansi (output) Model Memperki- Perenca- represen- rakan tasional konsekuensi Staf analis Memasukkan Periodik naan, keputusan yang atau anggaran memungkinan; analisis dari aksi-aksi menerima hasil tidak tertentu yang beraturan diperkirakan (ad hoc) sebagai output Model Memperhi- Perenca- optimisasi tungkan Staf analis Batasan input Periodik naan, dan tujuan; atau solusi alokasi menerima analisis optimal dari sumber jawaban tidak kombinasi daya beraturan masalah (ad hoc) Model Melakukan Operasi- Personil Memasukkan Harian perusulan perhitungkan onal non- deskripsi atau manajer terstruktur dari periodik yang menghasil- situasi kan keputusan; keputusan menerima yang keputusan yang diusulkan diusulkan sebagai output Sumber: Turban dan Aronson (2011) 13 2.2.7. Komponen Sistem Pendukung Keputusan Dalam bukunya, Turban dan Aronson (2011: 85-88) menyatakan bahwa sebuah SPK dapat terdiri dari empat buah komponen, yaitu: 1. Subsistem Manajemen Data Termasuk basis data yang berisi data-data relevant untuk situasi yang terjadi dan dikelola dalam sebuah piranti lunak yang disebut database management system (DBMS). Subsistem ini adalah bagian yang menangani semua penyimpanan maupun pengelolaan data dalam SPK. 2. Subsistem Manajemen Model Subsistem Manajemen Model adalah sebuah paket piranti lunak yang meliputi model keuangan, statistik, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lainnya yang menyediakan kemampuan analitis bagi sistem dan manajemen piranti lunak yang layak. Piranti lunaknya sering disebut model database management system (MBMS). 3. Subsistem Antarmuka Subsistem antarmuka berfungsi sebagai penghubung pengguna dengan sistem. Pengguna dapat berkomunikasi dan memberi perintah pada sistem dengan menggunakan komponan-komponen yang disediakan pada antarmuka. 4. Subsistem Manajemen Berbasis Pengetahuan Subsistem ini dapat berdiri sebagai komponen sendiri atau mendukung komponen lain. Fungsinya adalah untuk menyediakan intelijen untuk kepentingan sang pengambil keputusan. Sebuah SPK harus memiliki tiga komponen utama, yaitu DBMS, MBMS, dam antarmuka. Subsistem manajemen berbasis pengetahuan merukapan pilihan opsional. 2.2.8. Analisis dan Perancangan Sistem Pendukung Keputusan 2.2.8.1. Analisis Sistem dan Perancangan Sistem Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 4) mendefinisikan analisis sistem sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mencari pengertian dan detil spesifik mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh sistem informasi. Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 4) pun mendefinisikan perancangan sistem sebagai sebuah proses spesifikasi detil mengenai cara implementasi komponen-komponen sistem informasi. 14 2.2.8.2. Konsep Object Oriented Analysis and Design Ketika semua jenis obyek melakukan pekerjaan di dalam sebuah sistem serta memperlihatkan interaksi pengguna yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, maka konsep tersebut dinamakan Object Oriented Analysis and Design (OOAD) atau analisis dan perancangan berorientasi obyek (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 60). 2.2.8.2.1. Objects, Attributes, Methods Satzinger, Jackson, Burd (2005: 60) menuliskan bahwa obyek sebagai suatu hal dalam sistem komputer dapat merespon pesan. Dua karakteristik dari obyek yaitu state dan behavior. State atau disebut juga attribute atau field digunakan untuk menyimpan informasi obyek. Behavior digunakan untuk menentukan tindakan (method) yang dilakukan obyek. Atribut merupakan karakteristik obyek yang memiliki nilai-nilai, seperti ukuran, bentuk, warna, lokasi, dan teks suatu tombol (button) atau label, sebagai contoh (Satzinger, Jackson, Burd, 2005: 62). Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 62), methods merupakan tingkah laku atau operasi yang mendeskripsikan hal-hal yang dapat dilakukan obyek. User interface object didefinisikan oleh Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 62) sebagai sebuah obyek yang dapat digunakan untuk berinteraksi oleh pengguna menggunakan sistem, seperti button, menu item, text box, atau label. 2.2.8.2.2. Class, Superclass, dan Subclass Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 63) mendefinisikan bahwa class adalah suatu jenis atau klasifikasi terhadap obyek yang memiliki kesamaan. Class bukanlah sebuah obyek yang real, melainkan lebih mengarah kepada konsep obyek. Atribut dan metode ditentukan ketika mendefinisikan sebuah kelas. Superclass atau disebut juga kelas induk, menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:67), merupakan kelas umum dalam suatu hirarki atau spesialisasi, yang dapat diperluas oleh sebuah subclass. Subclass atau disebut juga kelas anak, adalah kelas khusus dalam suatu hirarki generalisasi atau spesialisasi, yang berisi atribut dan metode tambahan yang membedakannya dari kelas yang lebih umum (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 67). 2.2.8.2.3. Encapsulation, Inheritance, dan Polymorphism Encapsulation ialah penggabungan atribut dan metode ke dalam sebuah unit dan menyembunyikan struktur internal dari obyek (Satzinger, Jackson, dan Burd 2005: 66). 15 Tujuan dari enkapsulasi adalah agar informasi tidak dapat diakses sembarangan karena informasi data obyek tersebut tidak dapat terlihat dari luar. Inheritance, menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 66), merupakan suatu konsep bahwa satu kelas obyek berbagi beberapa karakteristik dengan kelas lainnya. Inheritance dilakukan dengan mendefinisikan kelas baru, namun dengan penurunan sifat dari kelas lain. Pada inheritance, atribut dan metode diwariskan pada kelas turunan atau kelas anak (subclass). Polymorphism, menurut, merupakan karakteristik dari obyek. Polymorphism ini memungkinkan obyek dapat merespon pesan yang sama dengan cara yang berbeda (Satzinger, Jackson, dan Burd 2005: 67). Polymorphism dilakukan dengan penggunaan nama yang sama dengan implementasi yang berbeda. 2.2.8.2.4. Unified Modeling Language (UML) Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 48), Unified Modeling Language adalah suatu standar model konstruksi dan notasi yang dikembangkan secara khusus untuk pengembangan berorientasi obyek. Model yang digunakan dalam pengembangan sistem meliputi representasi input, output, proses, data, obyek, interaksi obyek, lokasi, jaringan, dan perlatan. Model ini akan direpresentasikan dalam bentuk diagram yang dirancang sesuai notasi yang telah didefinisikan oleh unified modeling language. Contoh model-model komponen sistem yang menggunakan unified modeling language antara lain use case diagram, class diagram, activity diagram, sequence diagram, communication diagram, dan package diagram. Unified Process (UP) ialah metodologi yang digunakan dalam mengembangkan sistem berorientasi obyek. Ada enam disiplin utama yang digunakan dalam pengembangan UP. Keenam disiplin tersebut adalah business modeling, requirements, design, implementation, testing, dan deployment (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2006: 55). Dalam pengembangan sistem, diperlukan pemahaman lingkungan bisnis (business modeling), pendefinisian kebutuhan (requirements), perancangan solusi untuk porsi sistem yang memenuhi kebutuhan atau permintaan (design), penulisan dan integrasi kode komputer agar porsi sistem bekerja (implementation), dan menempatkan sistem yang telah diselesaikan dan diuji kedalam operasi bagi pengguna (deployment). 16 2.2.8.3. Alat Bantu Perancangan Sistem Pendukung Keputusan 2.2.8.3.1. Activity Diagram Activity diagram merupakan sebuah diagram alur yang mendeskripsikan aktivitas pengguna atau sistem, orang yang melakukan setiap aktivitas, kemudian alur aktivitas tersebut harus secara berurutan (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005: 144). 2.2.8.3.2. Class Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 309), class diagram adalah penggambaran dari struktur obyek suatu sistem atau menunjukkan obyek class yang dimiliki oleh suatu sistem serta hubungan struktur yang berada diantara mereka. 2.2.8.3.3. Use Case Diagram Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 52) mendefinisikan use case sebagai suatu aktivitas yang dilakukan sistem, biasanya aktivitas tersebut terjadi akibat adanya respon dari permintaan user. 2.2.8.3.4. Use Case Description Satzinger, Jackson, dan Burd (2005: 220), use case description merupakan deskripsi yang akan mendaftar detil-detil proses dari sebuah use case. Terdapat tiga jenis use case description, yaitu: 1. Brief Description Merupakan jenis deskripsi yang paling sederhana yang berupa penjelasan singkat dari sebuah use case. Biasanya dapat digunakan pada use case yang amat sederhana yang hanya memiliki satu skenario. 2. Intermediate Description Merupakan pengembangan dari brief description yang mengikutsertakan aliran internal aktivitas dalam use case. Intermediate description berisi mengenai alur utama (main flow) dan kondisi pengecualian (exception condition). Main flow mendaftar tahapan alur-alur yang terdapat dalam use case, sedangkan exception condition menjelaskan mengenai kondisi-kondisi yang perlu diantisipasi dari pengecualian tertentu yang mungkin muncul. 3. Fully Developed Description Deskripsi jenis ini merupakan metode deskripsi paling formal dalam dokumentasi use case. Dengan menggunakan fully developed description, pihak-pihak yang terkait dengan perancangan akan memperoleh kemungkinan lebih besar untuk mengerti secara 17 sepenuhnya mengenai proses bisnis dan cara sistem mendukung proses tersebut. Elemenelemen dalam fully developed use case description adalah: Nama use case (use case name): nama use case yang dijelaskan. Skenario (scenario): skenario terjadinya use case tersebut. Kejadian pemicu (triggering event): kejadian yang memicu terjadinya porses use case tersebut. Deskripsi singkat(brief description): penjelasan singkat mengenai use case terkait. Aktor (actors): aktor-aktor yang terlibat dalam proses use case terkait. Use case yang berhubungan (related use cases): use case lain yang memiliki hubungan dengan use case yang dijelaskan. Biasanya yang bersifat <<includes>> atau <<extends>>. Pihak yang terkait (stakeholders): yaitu pihak-pihak yang akan berhubungan atau menggunakan hasil dari use case tersebut. Kondisi awal (preconditios): kondisi-kondisi yang harus terpenuhi sebelum use case dapat berjalan seperti kondisi dalam database, hubungan yang harus ada, atau value tertentu yang sudah harus ada, dll. Kondisi akhir (postconditions): kondisi-kondisi yang akan terjadi saat proses use case selesai. Aliran kejadian (flow of events): daftar aliran kejadian aktor dan sistem yang dituliskan secara berurutan. Kondisi pengecualian (exception conditions): kondisi-kondisi yang perlu diantisipasi dari pengecualian tertentu yang mungkin muncul. 4. Activity Diagram Description Activity diagram adalah cara lain untuk memberi deskripsi pada sebuab use case. Diagram ini dapat dipakai karena sifatnya yang visual dan menjelaskan peran dengan baik sehingga dapat membantu pengguna maupun pengembang (developer) dalam mendokumentasikan use case. 2.2.8.3.5. User Interface User interface merupakan bagian dari sistem informasi yang berhadapan langsung dengan pengguna. User interface membutuhkan interaksi pengguna untuk membuat input dan output (Satzinger, Jackson, dan Burd, 2005:442). Terdapat tiga aspek dalam user interface yaitu: fisik, persepsi, dan konseptual. Pada aspek fisik dapat disentuh secara langsung atau 18 fisikal oleh pengguna. Contohnya mouse, keyboard, touch screen, keypad, dan dokumen yang dicetak. Aspek persepsi seperti menu, windows, kotak dialog, tombol, garis, bentuk, suara, dan sebagainya. Aspek konseptual adalah fungsi logis dari sistem, seperti menghapus, mengupdate, mencetak, double-click, dan select-click-drag-drop. 2.3. Implementasi Implementasi dilakukan setelah program selesai dan sudah dilakukan pengujian. Fokus dari Implementasi proyek adalah untuk meng-install atau mengantarkan hal penting dari proyek tersebut yang tidak lain adalah berupa sistem informasi yang telah dirancang, dibuat, dan diuji (Marchewka, 2010: 364). Salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk merencanakan implementasi adalah dengan menggunakan gantt chart. Penggunaan gantt chart membantu visualisasi rencana waktu dan kegiatan dan dapat dibandingkan dengan realisasi rencana tersebut (Marchewka, 2010: 182). Tabel 2.2 Contoh Gantt Chartt Perencanaan Implementasi Tugas Kegiatan Waktu (dapat dalam satuan hari, minggu, bulan, dll) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A B C D E Sumber: Marchewka (2010: 183) 2.4. Pasar Modal 2.4.1. Pengertian Pasar Modal Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011: 1), pasar modal merupakan pasar atau tempat diperjualbelikannya berbagai instrumen keuangan. Instrumen-instrumen keuangan tersebut dapat berupa instrumen keuangan jangka panjang seperti utang, ekuitas (saham), instrumen derivarif, dan lainnya. Pasar modal juga merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain seperti pemerintah, dan sebagai sarana bagai kegiatan berinvestasi. Instrumen yang diperdagangkan ini disebut Efek. 19 2.4.2. Manfaat Keberadaan Pasar Modal Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011: 2-3), beberapa manfaat keberadaan pasar modal adalah sebagai berikut: 1) Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal. 2) Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi. 3) Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi negara. 4) Memungkinkan Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah. 5) Memungkinkan kepemilikan, keterbukaan, dan profesionalisme, menciptakan iklim usaha yang sehat. 6) Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik. 7) Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek. 8) Menjadi alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi. 9) Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses control sosial. 10) Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, mendorong pemanfaatan manajemen professional. 11) Sumber pembiayaan dana jangka panjang bagi emiten. 2.4.3. Efek yang Diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin (2011: 5), efek-efek yang telah diterbitkan dan diperdagangkan di pasar modal Indonesia adalah: Saham (stock) Saham Preferen (preffered stock) Obligasi (bond) Obligasi Konversi (convertible bond) Right (right) Waran (warrant) Reksa dana Kontrak Berjangka Index Saham (Index Futures) Kotrak Opsi Saham (Single Stock Option) Surat Utang Negara (SUN) 20 Instrumen Syariah (obligasi syariah, reksa dana syariah) 2.5. Reksa dana 2.5.1. Pengertian Reksa Dana Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011: 165) reksa dana adalah salah satu alternatif investasi bagi masyarakat investor, khususnya investor kecil dan investor yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu reksa dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pasar investor lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 ayat 27 didefinisikan bahwa reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat investor untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi (fund manager). Reksa dana dalam istilah internasionalnya disebut dengan mutual funds (terjemahan literal: dana bersama). Menurut Bodie et al. (2009: G-8) adalah suatu badan usaha yang mengumpulkan dan mengelola dana milik lebih dari satu investor. Pengembalian reksa dana pada investor adalah sebuah fungsi langsung dari pendapatan dan capital gain (atau loss) dari portovolio investasi reksa dana tersebut (Macey, 2011). 2.5.2. Manfaat Reksa Dana bagi Investor Beberapa manfaat reksa dana bagi investor seperti yang dipaparkan oleh Darmadji dan Fakhruddin (2011: 166-167) antara lain: Walaupun investor tidak memiliki dana yang cukup besar, ia tetap dapat melakukan diversifikasi investasi dalam efek sehingga dapat memperkecil risiko. Mempermudah investor untuk melakukan investasi di pasar modal. Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi melalui reksa dana, investor tidak perlu memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah dikerjakan oleh manajer investasi. 21 2.5.3. Risiko Reksa Dana bagi Investor Selain memiliki manfaat atau keuntungan, Darmadji dan Fakhruddin (2011: 167) mengatakan bahwa reksa dana pun memiliki risiko tersendiri, yaitu: Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portofolio reksa dana tersebut. Risiko Likuiditas Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh manajer investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang dipegangnya. Manajer investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas penjualan kembali tersebut. Risiko Wanprestasi Merupakan risiko terburuk dari reksa dana. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan reksa dana tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan reksa dana, pialang, Bank Kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aset Bersih) reksa dana. 2.5.4. Jenis-jenis Reksa Dana Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2011: 168-170), dilihat dari bentuknya, reksa dana dapat dibedakan menjadi: 1) Reksa dana berbentuk Perseroan (corporate type) 2) Reksa dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (contractual type) Dilihat dari sifatnya, reksa dana dapat dibedakan menjadi: 1) Reksa dana Bersifat Tertutup (Closed-End-Fund) 2) Reksa dana Bersifat Terbuka (Open-End-Fund) Bila dilihat dari portfolio investasinya, reksa dana dapat dibedakan menjadi: 1) Reksa dana Pasar Uang (Money Market Funds) 2) Reksa dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds) 3) Reksa dana Saham (Equity Funds) 4) Reksa dana Campuran (Discretionary Funds) 22 Sedangkan, dilihat dari tujuan investasinya, reksa dana dapat dibedakan atas: 1) Growth Fund 2) Income Fund 3) Safety Fund 2.5.5. Nilai Aset Bersih Nilai Aset Bersih (NAB) atau Net Asset Value (NAV) menurut Hirt dan Block (2008: 440) jumlah nilai aset atau aktiva terbaru yang dimiliki sebuah dana dikurangi dengan kewajiban-kewajiban yang ada kemudian dibagi dengan jumlah unit penyertaan yang beredar. NAB merupakan alat ukur kinerja sebuah reksa dana. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang investasi dan mengumpulkan dana dari banyak investor tentu memerlukan cara untuk memisahkan klaim aset-aset di antara para investor. Untuk menghitung tingkat pengembalian reksa dana ini maka diperlukan penghitungan NAB. Cara menghitung NAB dan NAB per Unit Penyertaan adalah: 2.6. Manajemen Investasi 2.6.1. Pengertian Investasi Bodie et al. (2009: 1) menuliskan bahwa investasi adalah sebuah komitment sekarang dari uang atau sumber daya lain dengan harapan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Pengertian investasi menurut Hirt dan Block (2008: 5) tidak jauh berbeda. Investasi adalan sebuh komitmen dari dana masa sekarang dengan antisipasi bahwa sang pemegang akan menerima aliran dana yang lebih besar di masa depan. Menurut Hirt dan Block, investasi terbagi menjadi dua bentuk yaitu aset finasial dan aset nyata. Aset finansial adalah aset-aset berbentuk surat berharga seperti saham dan obligasi, dan sejenisnya. Aset nyata contohnya berupa tanah, bangunan, mesin, dan lain-lain. 23 2.6.2. Pengertian Manajemen Investasi Menurut Manurung (2008: 101) manajemen atau pengelolaan investasi adalah sebuah proses mengelola uang. Proses ini sering juga disebut pengelolaan atau portofolio. Menurut Bodie et al. (2009: G-9), manajemen portofolio adalah proses mengombinasikan sekuritas dalam sebuah portofolio yang dibentuk berdasarkan preferensi dan kebutuhan investor, mengawasi portofolio tersebut, dan melakukan evaluasi terhadap performanya. Untuk menciptakan portofolio yang optimum, tidak akan berhasil bila dengan hanya menyatukan sekuritas dengan tingkat pengembalian yang diharapkan yang tinggi. Brown dan Reilly (2009: 35) mengatakan bahwa proses mengelola portofolio investasi tidak akan pernah berhenti. Ketika dana yang ada sudah diinvestasikan sesuai rencana, tugas yang sesungguhnya dimulai saat melakukan evaluasi performa dan membarui portofolio sesuai dengan perubahan lingkungan (pasar) dan sesuai dengan kebutuhan investor. 2.6.3. Proses Manajemen Investasi Proses manajemen investasi menurut adalah Brown dan Reilly (2008: 35) dengan tahapan-tahapan yang digambarkan sebagai berikut: Pembentukan kebijakan investasi Meneliti keadaan keuangan kini dan masa yang akan datang, ekonomi, politik, dan sosial Mengimplementasikan rencana dengan membentuk portofolio Mengawasi, membarui sesuai kebutuhan investor, keadaan lingkungan, mengukur dan mengevaluasi kinerja portofolio Gambar 2.3 Proses Manajemen Investasi Sumber: Brown dan Reilly (2008: 35) 24 2.6.4. Teori Portofolio Teori Portofolio adalah teori yang berhubungan dengan pemilihan portofolio yang dapat memaksimalkan pengembalian yang diharapkan sesuai dengan tingkat risiko yang dapat diterima. Hirt dan Block (2008: 200) menyimpulkan sebuah portofolio yang optimum terdiri dari kombinasi investasi yang masing-masing memiliki karakteristik risiko-pengembalian individual yang diinginkan. 2.6.5. Menghitung Tingkat Pengembalian yang Didapat Untuk menghitung tingkat pengembalian investasi masa lampau, ada berbagai cara yang dapat dihitung. Namun, menurut Brown dan Reily (2009. 10), cara yang paling sering digunakan adalah: Atau Ri = tingkat pengembalian investasi i 2.6.6. Mengukur Tingkat Pengembalian yang Diharapkan Menurut Brown dan Reily (2009: 10), untuk menghitung tingkat pengembalian yang diharapkan dari sebuah aset, digunakan rumus sebagai berikut: 25 Keterangan: E(Ri) = pengembalian yang diharapkan dari aset i Pi = probablilitas aset i Ri = pengembalian yang memungkinkan dari aset i Brown dan Reily (2009: 183-184) menuliskan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu portofolio adalah rata-rata tertimbang dari tingkat pengembalian yang diharapkan milik aset individu dalam portofolio. Di mana: Wi = bobot aset dalam portofolio atau persentase portofolio dalam aset i Ri = tingkat pengembalian yang diharapkan dari aset i 2.6.7. Mengukur Risiko Portofolio Seperti tertulis dalam oleh Brown dan Reily (2009: 184), pengukuran risiko dalam investasi biasanya menggunakan varians dan standar deviasi. Untuk menghitung varians dan standar deviasi portofolio, diperlukan perhitungan varians aset individu dan kovarians antara dua aset terlebih dahulu. Cara menghitung varians dari aset individu adalah: Di mana: Ri = tingkat pengembalian yang memungkinkan dari aset i R(Ri) = tingkat pengembalian yang diharapkan dari aset i Pi = probabilitas dari tingkat pengembalian yang memungkinkan dari Ri Standar deviasi merupakan akar dari varians, sehingga bila diterjemahkan menjadi rumus menjadi: 26 Sementara, untuk menghitung kovarians atau hubungan pergerakan antara dua aset adalah: Sedangkan standar deviasi portofolio adalah: Di mana: σport = standar deviasi portofolio wi = bobot aset individu dalam portofolio = varians dari tingkat pengembalian aset i Covij = kovarians antara tingkat pengembalian i dan j (Covij= riσiσj) 2.6.8. Capital Asset Pricing Model Capital Asset Pricing Model memungkinkan investor untuk menentukan tingkat pengembalian untuk aset-aset berisiko. Teori portfolio memiliki fleksibilitas dan framework yang tepat dalam perkembangan asset pricing (Yu, 2012). Menurut Brown dan Reilly (2008: 206), yang memungkinkan perkembangan CAPM adalah konsep aset bebas risiko. Menurut Brown dan Reily (2009: 15), Real Risk Free Rate (RFR) atau suku bunga bebas risiko adalah tingkat suku bunga dasar dengan asumsi bahwa tidak ada inflasi maupun ketidakpastian akan aliran-aliran di masa yang akan datang. Menurut Brown dan Reily (2009: 17), Risk Premium atau premium risiko adalah kenaikan dalam tingkat pengembalian dengan pengembalian dari suku bunga bebas risiko. Dari definisi tersebut maka disimpulkan bahwa: 27 Di mana: RP = risk premium (premium risiko) RFR = risk-free rate (tingkat suku bunga bebas risiko) E( ) = expected return of market (return atau pengembalian pasar yang diharapkan) Dengan memperhitungkan aset bebas risiko, maka perhitungan pengembalian yang diharapkan menjadi sebagai berikut: Di mana: E(R) = expected return (return atau pengembalian yang diharapkan) β = beta saham Bila diintegrasikan dengan pemium risiko, maka perhitungan pengembalian yang diharapkan dalam CAPM menjadi: Beta sendiri merupakan pengukuran risiko sistematik. Cederburg dan Doherty (2013) menyatakan estimasi beta mempunyai isi prediktif yang penting untuk pengembalian saham pada masa yang akan datang. 2.6.9. Evaluasi Performa Portofolio Evaluasi performa portofolio dilakukan untuk mengukur kinerja portofolio investasi yang telah dibentuk. Cara paling dasar adalah untuk menghitung pengembalian historis, namun risiko pun perlu dipertimbangkan (Brown dan Reilly, 2009: 937-938). 2.6.10. Growth Stock dan Value Stock Saham-saham dengan tingkat pengembalian yang diharapkan lebih tinggi dari sahamsaham serupa dengan karakteristik risiko yang sama dikelompokkan sebagai growth stock. Penyebab terjadinya hal ini adalah karena pasar yang menilainya terlalu rendah dibandingkan dengan saham-saham lainnya (Brown dan Reilly, 2009: 454). 28 Ada pula saham-saham yang dinilai lebih rendah selain karena alasan mengenai potensi pertumbuhan pendapatan. Biasanya para analis menilai saham-saham tersebut dengan priceearning ratio atau price-book value ratio yang rendah. Saham-saham seperti ini disebut value stock (Brown dan Reilly, 2009: 456). 2.6.11. Analisis Teknis Analisis teknis adalah analisis yang bersifat teknik (berbasiskan rumus atau hitungan teknis) yang digunakan dalam investasi. Analisis teknis ini biasanya didasari oleh satu asumsi yang paling besar, yaitu tren (Kirkpatrick II dan Dahlquist, 2011: 9). 2.6.11.1. Relative Strength Index Relative Strength Index (RSI) diformulasikan oleh J. Welles Wilder pada Juni 1981. Perhitungan RSI didasarkan dari kekuatan sebuah issue terhadap perubahan harga masa lalunya dengan membandingkan hari-hari gain dan loss (Kirkpatrick II dan Dahlquist, 2011: 434-437). Di mana RS adalah relative strength dan cara menghitungnya adalah: Bila hasil yang keluar menunjukkan angka di bawah 30, maka saham tersebut dikatakan telah mencapai titik oversell sehingga merupakan saat yang baik untuk membeli saham. Namun, sebaliknya bila angka yang keluar menunjukkan angka di atas 70, maka saham tersebut dikatakan mencapai titik overbought sehingga merupakan saat yang baik untuk menjualnya. 2.6.11.2. Moving Average Concergence Divergence Moving Average Concergence Divergence merupakan perpaduan dari dua buah Exponential Moving Average (EMA) dengan hari yang berbeda. MACD amat berguna pada trending market karena sifat ketidakterbatasannya (Kirkpatrick II dan Dahlquist, 2011: 432433). 29 Konsepnya standarnya yaitu dengan mengurangkan EMA 12 hari (fastEMA) dengan EMA 26 hari (slowEMA). Lalu ditambahkanlan garis sinyal dengan EMA 9 hari (signalEMA). Namun, penggunaan hari yang diinginkan tidaklah harus 12, 26, dan 9. Pengguna indikator dapat menyesuaikannya dengan penggunaan hari lain sesuai dengan strateginya. Weight adalah smoothing constant yang nilainya tetap. Cara mendapatkan weight adalah: 2.7. Kerangka Pikir Untuk memudahkan dalam melakukan penelitian, maka dibuatlah kerangka berpikir sederhana yang menggambarkan langkah-langkah penelitian secara singkat. 30 Mengumpulkan data dan informasi mengenai bahan atau acuan referensi mengenai teori yang bersangkutan Memilih dan memproses teori yang akan digunakan Mengumpulkan data mengenai perusahaan beserta prosedur berjalan Menjelaskan mengenai langkah-langkah pembentukan dan pembaruan portofolio serta bentuk portofolio yang digunakan Menggambarkan proses berjalan dengan activity diagram Melakukan analisis mengenai prosedur berjalan Mengidentifikasi kelemahan atau masalah yang ada Mencari solusi guna menangani kelemahan atau masalah yang ada Merancang sistem pendukung keputusan dengan alat bantu diagram Mengemukakan simpulan dan saran Gambar 2.4 Kerangka Pikir