model kisapmas grati

advertisement
MODEL KISAPMAS
KAWASAN INDUSTRI SAPI POTONG MILIK MASYARAKAT
GRATI - KABUPATEN PASURUAN
Diabstraksikan oleh;
Prof Dr Ir Soemarno MS
Bahan kajian MK. Metode Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
PM PSLP PPSUB 2010
I. PENDAHULUAN
Usaha sapi potong merupakan usaha yang dianggap mempunyai tingkat produktivitas
tinggi dan tingkat resiko relatif kecil kalau dikelola dengan baik.
Usaha penggemukan sapi potong telah menjadi tradisi yang banyak dikenal di
wilayah Pasuruan, Jawa Timur. Sapi potong dapat dipelihara oleh hampir setiap anggota
masyarakat pedesaan, tidak memerlukan teknologi yang rumit dan dengan cara sederhana
dapat berkembang dengan baik, asalkan kualitas sapi bibitnya cukup baik. Oleh karena itu
untuk meningkatkan populasi, dan produksi sapi potong, diperlukan “Breeding center” untuk
mendukung pengembangan Kawasan Industri Sapi Potong Milik Masyarakat (KISAPMAS).
Obsesi:
Menjadikan usaha penggemukan sapi potong menjadi sumber mata
pencaharian utama bagi masyarakat pedesaan secara berkelanjutan.
Visi: mengembangkan kawasan sentra produksi sapi potong milik masyarakat yang
berbasis IPTEK dan berbudaya “industri”.
Misi: Menyediakan sapi bibit dan sapi bakalan unggul (PULISI = Sapi Unggul
keturunan Limosin dan Simenthal) yang didukung dengan paket teknologi dan
manajemen berpendampingan.
II. KONSEPSI KELEMBAGAAN KISAPMAS
2.1. Konsepsi.
Pengembangan komoditas sapi potong dapat dilakukan dengan sistem usahatani
berkelompok (Kelompok Peternak Sapi Potong, KPSP) dan terpusat pada kawasan sentra
produksi sapi potong yang terkait dengan kegiatan-kegiatan pendukungnya (cluster) secara
terpadu, berskala ekonomi, berkelanjutan dengan kemandirian dan beroreantasi agribisnis
serta berwawasan lingkungan. Penyediaan bibit yang berkualitas tinggi dikoordinasikan oleh
Sentra Pembibitan Sapi Potong (SPSP), Breeding Center. Sistem pendampingan teknis dan
manajerial diperlukan untuk memantau dan mengarahkan keberhasilan usaha penggemukan
sapi oleh kelompok peternak.
1
RANCANGAN SISTEM KELEMBAGAAN KISAPMAS
MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI
DANA INVESTASI
LITBANG
DIKLAT
Teknol
dana
Unit Usaha Pengelola SPSP
Agri-info
Teknologi &
Informasi Pasar
KASP
Koperasi Agribisnis
Sapi Potong
Usaha Penggemukan
Sapi Potong
1 KPSP = 20-25 RTP
Industri
Pupuk Organik
limbah sapi
Industri Perdagangan
Packaging/Kemas
Promosi
Pemasaran
Industri Pakan &
Konsentrat
2
KETERKAITAN ANTAR CLUSTER DALAM KISAPMAS
Cluster
ALSINTAN
KSP
PAKAN
TERNAK
INDUSTRI
PENGGEMUKAN /
DAGING
- Pupuk
- Pestisida
- Herbisida
Bahan -Bahan
penunjang
Cluster
Agrokimia
LIMBAH
USAHATANI
Industri
Silages
Pakan
ternak
PRODUK
SAPI/
DAGING
Cluster
pangan/
HEWANI
PASAR
Regional
LIMBAH
INDUSTRI
Cluster
Pemasaran &
Transportasi
Industri
Pupuk
Organik
PROMOSI
Kemas &
Packaging
SISTEM PERBANKAN DAN ASURANSI
Pasar
Nasional
3
2.2. Arah
KISAPMAS diarahkan untuk berkembang menjadi sentra-sentra bisnis berbasis sapi
potong yang berorientasi agribisnis dan keberlanjutan, serta didukung oleh Kapabilitas
Breeding Center (SPSP) menyediakan sapi bibit yang bagus.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
2.3. Dasar Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi KISAPMAS ini dengan persyaratan sebagai berikut:
Bahwa KISAPMAS mampu mendorong berkembangnya kelembagaan ekonomi rakyat
yang mengakar dan mandiri.
Mempunyai sumberdaya wilayah yang relatif siap dimanfaatkan dan potensinya
memadai: lahan kering-kritis dan potensi pakan hijauan
Adanya partisipasi aktif dari masyarakat (INDIVIDU dan BERKELOMPOK) yang telah
familier dengan sapi potong dan teknologinya telah dikuasai.
Memberikan hasil dengan nilai tambah yang memadai bagi masyarakat.
Merupakan substitusi impor dan apabila mungkin diekspor.
2.4. Tujuan dan Sasaran.
Berdasarkan konsepsi tersebut di atas, maka tujuan dan sasaran dari pengembangan
KISAPMAS adalah sebagai berikut:
(1) Tujuan
a. Meningkatkan populasi sapi potong, produksi primer dan hasil sampingan, serta produkproduk ikutannya, yang dapat dipasarkan secara regional, bahkan kalau memungkinkan
secara nasional. Kelembagaan yang dianggap mampu melaksanakan kegiatan ini adalah
Rumah Tangga Peternak (RTP) dan Kelompok Peternak Sapi Potong (KPSP).
b. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak melalui peningkatan skala usaha
kecil menuju ke arah komersial dengan pendekatan Agribisnis. Kelembagaan yang mampu
menfasilitasi kegiatan ini adalah Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP) yang mampu
menjalin networking sinergis dengan pelaku agribisnis lainnya.
c. Mendorong berkembangnya Sentra Pembibitan Sapi Potong (SPSP) dan sub-sentra (SubSPSP) pendukungnya yang mampu memberikan pelayanan inovasi teknologi serta
informasi pasar.
4
(2) Sasaran.
a. Sasaran Kualitatif.
Secara kelembagaan sasaran KISAPMAS adalah berkembangnya kelompokkelompok peternak yang layak diberdayakan menuju usaha kelompok agribisnis yang mandiri
dan kemudian berkembangnya ke arah terbentuknya Koperasi Peternak Sapi Potong yang
profesional.
(a)
(b)
(c)
(d)
b. Sasaran Kuantitatif.
Sasaran kuantitatif KISAPMAS ini adalah sebagai berikut:
Mengembangkan kelembagaan SPSP dan sub-SPSP yang mampu menghasilkan bibit
sapi potong yang bagus dan didukung oleh sistem informasi teknologi dan informasi
pasar yang memadai.
Pengadaan Pejantan Sapi potong unggul sebagai sumber genetik.
Selanjutnya bibit Sapi potong tersebut dikembangkan secara berkesinambungan di
dalam SPSP dan Sub-SPSP, dan pada akhirnya digulirkan kepada RTP dan KPSP.
Sasaran peternak ditetapkan secara bertahap, misalnya setiap tahapan 200 RTP, masingmasing menerima 1 ekor jantan untuk penggemukan atau 1 ekor betina sebagai induk
untuk produksi anakan.
2.5. Tahapan Kemandirian
Dalam rangka pembinaan kelembagaan kelompok peternak (KPSP) dalam
lingkungan KISAPMAS sehingga dapat mencapai kemandirian, maka bantuan pendampingan
teknis dan manajerial sangat diperlukan.
Selanjutnya pemerintah hanya akan membina secara fungsional agar KPSP tersebut
mencapai kemandirian bahkan dapat dikembangkan ke arah terbentuknya koperasi sapi
potong, yang selanjutnya mampu melakukan kemitraan dengan mitra-usaha Swasta yang
terkait.
III. PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN SAPI POTONG
3.1. Pola Penyebaran
Penyebaran Bibit Sapi potong dapat dilaksanakan melalui 2 pola, yaitu :
(1) Gerakan pembangunan rumah kandang (Gerbang Rukan) yaitu penyebaran dan
pengembangan ternak dengan sistem pemeliharaan dimana lokasi pemeliharaan berada
dalam lahan pekarangan. Pola ini dapat dilakukan dengan melibatkan sejumlah RTP dan
KPSP.
(2) Gerakan pembangunan areal peternakan pedesaan (Gerbang Anak Desa) yaitu
penyebaran dan pengembangan ternak dimana lokasi pemeliharaannya terpisah dengan
pemukiman penduduk yang tergabung dalam suatu kelompok. Pola ini lebih sesuai bagi
pengembangan SPSP dan Sub-SPSP.
3.2. Penyebaran Bibit Ternak
5
Penyebaran Sapi potong dapat ditempuh melalui dua tahap, yaitu :
(1) Operasional Penyebaran Ternak
a. Tahap produksi bibit
Produksi bibit di SPSP dengan induk dan pejantan yang terpilih, selanjutnya bibit
sapi dipelihara di Sub-SPSP. Adapun fungsi Sub-SPSP ini adalah :
(a) Aklimatisasi atau penyesuaian kondisi dan lingkungan dalam upaya memperkecil tingkat
kematian ternak sebelum disebarkan kepada RTP dan anggota KPSP.
(b) Pembesaran bibit sampai umur tertentu sebelum disebarkan kepada peternak.
(c) Pelayanan informasi (teknologi dan pasar) dan percontohan bagi masyarakat dan
sekaligus sebagai tempat latihan kerja.
(d) Mendampingi peternak dalam menjalankan usahanya.
b. Tahap Penyebaran dan Pemberdayaan
Tahap penyebaran dan pembinaan, yaitu penyebaran ternak kepada peternak yang
bergabung dalam KPSP. Peternak-peternak anggota KPSP ini didampingi sehingga mampu
menumbuhkan sentra produksi sapi potong.
3.3. Peternak
Petani peserta proyek ditetapkan oleh Kepala Dinas /Instansi terkait dengan
mengakomodasikan saran/masukan-masukan dari tokoh masyarakat setempat.
(1) Syarat-syarat peternak peserta :
a. Bertempat tinggal tetap di lokasi KISAPMAS disertai surat keterangan domisili Kepala
Desa.
b. Diutamakan belum mendapat ternak pemerintah.
c. Bersedia menjadi anggota kelompok KPSP.
d. Mempunyai pengalaman dan ketrampilan memelihara ternak dan sannggup melakukan
usaha secara serius.
e. Sanggup menyediakan kandang, pakan dan memelihara ternak dengan baik.
f. Bersedia mengikuti petunjuk, bimbingan dan latihan dari Dinas dan instansi terkait.
g. Mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas /Instansi Dati II untuk menjadi peserta
proyek/penggaduh ternak dan menjadi anggota KPSP.
h. Bersedia menandatangani Surat Perjanjian Kerja dengan Dinas /Instansi berwenang.
(2) Adapun tugas dan syarat KPSP sebagai berikut :
a. Peternak peserta proyek dikelompokkan dalam kelompok peternak (KPSP) yang terdiri
dari 25 -30 RTP.
b. Setiap KPSP membentuk pengurus yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
c. Pengurus berkewajiban ikut membina dan mengaktifkan anggota kelompok serta
mengkoordinasikan kegiatan pengembangan usahatani ternak dari anggotanya.
d. Pengurus berkewajiban menyampaikan laporan perkembangan ternak dari anggotanya
kepada petugas peternakan setempat.
6
e. Setiap anggota kelompok wajib mencatat perkembangan ternaknya pada kartu peternak
dan data kesehatan ternak melalui kartu pelayanan kesehatan hewan seperti pada.
(3) Peternak yang telah memenuhi persyaratan ditetapkan oleh Surat Keputusan
Kepala Dinas Peternakan /Instansi berwenang Jawa Timur.
3.4. Forum Komunikasi Agribisnis (FORKA)
Forum ini berfungsi untuk memantau dan mengendalikan perkembangan KISAPMAS
sehingga mampu mencapai hasil yang diinginkan. Forum ini beranggotakan para ketua KPSP,
perwakilan instansi pemerintah yang terkait, SPSP dan Sub-SPSP, suasta dan tokoh
masyarakat.
IV. KELOMPOK PETERNAK SAPI POTONG (KPSP)
4.1. Landasan PEMBENTUKAN KELOMPOK
4.1.1. Dasar Filosofis
Manusia ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Sejak lahir manusia membutuhkan kasih sayang, persaudaraan dan kerjasama dengan orang
lain untuk dapat berkembang. Pada sisi lain, setiap orang ingin agar kebutuhan ekonomi
terpenuhi. Manusia mengejar kepuasan dan kemakmuran bagi diri sendiri. Naluri untuk
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya juga menjadi fitrah manusia yang normal. Secara
utuh manusia memang harus diterima dalam fitrahnya sebagai insan sosial yang haus kasih
sayang dan persaudaraan, sekaligus juga makhluk ekonomi yang mengejar keuntungan bagi
dirinya sendiri.
4.1.2. Mengapa Kelompok diperlukan?
Secara sendiri-sendiri tidak mudah bagi penduduk untuk mengembangkan kehidupan
ekonomi keluarganya. Keterbatasan pengetahuan, kelangkaan sumberdaya dan sempitnya
pelkuang, membelenggu mereka tetap dalam kemiskinannya. Kerjasama, saling membantu,
terbukti dapat memeperkuat posisinya, meningkatkan kepercayaan diri dan kepercayaan
orang lain. Saling menolong dan bekerjasama memperkuat penum pukan sumber pelayanan
ekonomi dan memperluas kesempatan untuk mencapai kemajuan. Oleh karenanya
pendekatan kelompok diperlukan agar:
a. memperoleh persahabatan dan kerjasama
b. mewujudkan semangat saling membantu
c. melatih diri berfikir bersama dan bermusyawarah
d. mengembangkan sikap dan motivasi untuk maju
e. belajar memimpin dan bertanggung-jawab
f. belajar memutuskan tujuan dan rencana hidup yang jelas
g. mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung
h. mengembangkan usaha produktif
7
i.
j.
k.
l.
memperoleh pelayanan pinjaman untuk modal usaha
meningkatkan pelayanan pihak lain (misalnya Bank)
memperluas hubungan pergaulan dan kesempatan-kesempatan
memperoleh bimbingan dan pembinaan.
4.2. Kelompok Sasaran Program
POKSAR kegiatan adalah penduduk yang bermukim di KISAPMAS. Mereka
merupakan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan terbatas kemampuan serta
aksesnya dalam mendapatkan pelayanan, pra-sarana, dan permodalan untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya atau menghadapi masalah khusus dan mendesak yang segera
memerlukan penanganan dan bantuan.
4.2.1. Pengertian kelompok
Kelompok merupakan kumpulan penduduk setempat (RTP) yang menyatukan diri
dalam usaha di bidang sosial-ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan, dan
kegotong-royongan mereka. Kelompok merupakan milik anggota, untuk mengatasi masalah
bersama serta mengembangkan usaha bersama anggota. Kelompok beranggotakan sekitar 20
– 25 RTP dan berada di desa/kelurahan, atau di bawah tingkat desa/ kelurahan. Dalam satu
desa/kelurahan dapat tumbuh beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan. Kelompok dapat
tumbuh dari kelompok tradisional yang telah ada, seperti kelompok adat/tradisional, dan
kalau belum ada segera ditumbuhkan dan dibina secara khusus.
Kelompok dapat dipandang sebagai wadah kebersamaan dalam mengelola kegiatan
sosial-ekonomi. Dalam melaksanakan prinsip kebersamaan setiap anggota ikut bertanggungjawab, saling mempercayai dan saling melayani. Dalam kebersamaan terbuka peluang untuk
menghimpun dana dari anggota, mengelola dana secara bersama oleh anggota, dan memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan seluruh anggota. Kebersamaan ini menunjukkan
semangat dan kegiatan kooperatif yang menjadi dasar bagi gerakan koperasi yang mandiri
dan handal.
4.2.2. Pembentukan kelompok
Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat penanggulangan
kemiskinan, penduduk miskin diharapkan membentuk kelompok. Pembentukan kelompok
sebagai wadah kegiatan usahatani dimaksudkan agar penanganan penduduk miskin dapat
terarah, interaksi di antara masyaraat dapat ditingkatkan dan kesetia-kawanan serta
kegotong-royongan dapat dibangun dan dikembangkan. Kesatuan dan persatuan di dalam
kelompok bermanfaat untuk mengenali permasalahan bersama serta merumuskan langkah
penanganan masalah di antara anggota. Kehadiran kelompok memungkinkan terjadinya
pengawasan pelaksanaan program oleh masyarakat sendiri.
Ketetapan dalam penentuan kelompok sasaran program akan sangat menentukan
keberhasilan program tsb. Oleh karena itu, pembentukan KUBA harus melibatkan pihak
yang paling mengetahui mengenai penduduk yang tergolong miskin di lingkungan setempat.
Pembentukan kelompok penduduk miskin yang menjadi sasaran program pertama-tama
diprakarsai oleh para pemuka masyarakat setempat.
Dalam rangka pembentukan
kelompok, perlu dilakukan pendataan penduduk/keluarga miskin dengan memakai kriteria yang disepakati penduduk setempat dan
dibahas dalam musyawarah /rmbug kelompok. Pendataan keluarga miskin dilaksanakan oleh
8
INSTANSI BERWENANG dan perangkatnya dan dilakukan sedini mungkin sehingga pada
saat program dimulai, telah terbentuk kelompok. Pendataan keluarga sejahtera oleh
BKKBN, jika telah dilakukan di desa yang bersangkutan dapat digunakan sebagai salah satu
bahan acuan, sesuai dengan kondisi setempat.
Pembentukan kelompok sebaiknya dilaukan pula melalui musyawarah desa/dusun
dan disarankan pada daftar penduduk yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dalam
pembentukan kelompok, rujukan berikut ini dapat digunakan:
a. Pembentukan kelompok didasarkan pada kebutuhan keluarga miskin untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota
b. Harus dihindari pembentukan kelompok yang dipaksakan
c. Dalam wadah kelompok diselenggarakan kegiatan sosial ekonomi, yaitu usaha produktif,
pemupukan modal dan tabungan, sehingga bermanfaat bagi semua anggota secara
berkelanjutan
d. Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula disiapkan,
ditumbuhkan dan dibina secara khusus oleh aparat desa/kelurahan dan masyarakat
setempat.
Dalam pembentukan kelompok, keluarga miskin dapat digolongkan menjadi
ependuduk yang sudah mempunyai usaha produktif meskipun kecil- kecilan dan penduduk
yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan tetap dan dengan demikian juga tidak
mempunyai penghasilan tetap. Bagi mereka yang mempunyai usaha produktif, kelompok
dibentuk dengan memilih pengurus yang kemudian bersama anggota merencanakan kegiatan
simpan-pinjam dengan modal kerja dari berbagai sumber. Bagi penduduk lainnya
diupayakan untuk menciptakan lapangan usaha dan lapangan kerja, dengan bantuan
pendamping, baik yang ditugaskan oleh camat, dari aparat desa dan kalangan petugas
lapangan berbagai instansi yang ada di desa, maupun dari kalangan masyarakat desa yang
telah lebih sejahtera dan berhasil dalam kehidupan ekonominya. Untuk ini perlu
ditemukenali kegiatan stimulan yang dapat membuka lapangan usaha dan lapangan kerja bagi
warga pedesaan.
4.2.3. Pemberdayaan kelompok
Untuk mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi, dalam kelompok perlu
diupayakan peningkatan pendapatan, peningkatan keterbukaan wawasan dan sikap
bekerjasama, dan peningkatan sifat demokratis- partisipatif dalam penyelenggaraan
kelompok. Adanya upaya peningkatan pendapatan ditandai dengan dilenggarakannya
pemupukan modal, tabungan, serta usaha produktif anggota. Adanya keterbukaan ditandai
dengan kesediaan anggota kelompok untuk menerima gagasan dan kelembagaan baru.
Adanya kegotong-royongan ditandai dengan upaya pemberian bantuan dari keluarga yang
sudah sejahtera kepada keluarga yang belum sejahtera. Adanya demokrasi ditandai dengan
kepemimpinan kelompok yang dipilih dari dan oleh anggota, dan pengambilan keputusan
yang dilakukan secara musyawarah.
Kelompok yang disiapkan dan dibina secara baik akan berfungsi sebagai wahana
proses belajar-mengajar anggotanya,wahana untuk menajamkan masalah bersama yang
dihadapi, wahana pengambilan keputusan untuk menentukan strategi menghadapi masalah
bersama, dan wahana mobilisasi sumberdaya para anggota. Kelompok sebagaimana
dimaksud belkum tentu telah ada di semua desa/kelurahan. Oleh karena itu, dalam rangka
pelaksanaan program KISAPMAS, perlu ditumbuh-kembangkan kelompok masyarakat
dengan memanfaatkan kelompok tradidisonal yang sudah ada wahana kebersamaan
penduduk miskin.
9
4.3. MANFAAT KPSP
a. Meningkatkan kesejahteraan para anggota
b. Mengembangkan sikap hidup hemat, ekonomis dan berpandangan ke depan
c. Memberikan pelayanan modal kepada anggota
d. Mengembangkan usaha produktif anggota
e. Melatih diri berfikir dan bermusyawarah
f. belajar memimpin dan mengembangkan tanggung-jawab
g. Mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung
h. Meningkatkan kepercayaan pihak lain (seperti Bank).
4.4. PERSYARATAN PEMBENTUKAN KPSP
Kelompok yang dicirikan oleh adanya sekelompok orang yang saling mengenal dan
bersepakat untuk saling membantu satu sama lain akan lahir kalau syarat berikut ini
terpenuhi:
a. Adanya ikatan pemersatu yang jelas, yaitu salah satu atau beberapa unsur berikut ini:
- Kesamaan tempat tinggal
- Kesamaan tempat pekerjaan
- Kesamaan jenis pekerjaan atau profesi
- Kesamaan hobi atau kesenangan
- Kesamaan organisasi
- Kesamaan tempat asal (paguyuban)
- Kesamaan status (pemuda, wanita, dll)
b. Ada kesamaan kebutuhan ekonomi tertentu, seperti:
- Kebutuhan modal usaha
- Kebutuhan bahan baku atau barang dagangan tertentu
- Kebutuhan sarana tempat usaha
- Kebutuhan kelancaran penjualan barang produksi/jasa.
c. Adanya pemrakarsa atau sekelompok kecil orang inti yang memiliki peranan paling
berpengaruh dan dipercaya orang lain di sekelilingnya
d. Ada orang yang dengan sukarela bersedia mengelola dan melakukan kegiatan
pelayanan kepada para anggota
e. Ada lembaga atau perorangan yang memberikan bimbingan dalam pengembangan
program kegiatan kepada kelompok
f. Ada tujuan bersma yang disepakati dan memberikan manfaat nyata kepada anggotanya.
4.5. PRINSIP DASAR: KPSP
a.
b.
c.
d.
e.
f.
KPSP bekerja atas dasar dari, oleh dan untuk anggota
Keanggotaan KPSP berdasarkan kesadaran, dan terbuka untuk umum
KPSP bergerak dalam bidang sosial-ekonomi, khususnya pelayanan tabungan dan kredit
bagi para anggota
Menyelenggarakan pertemuan secara teratur
Menyelenggarakan ependidikan serta pengembangan pengetahuan anggota secara terus
menerus
Manajemen KPSP Bersifat terbuka
10
4.6. KESEPAKATAN dalam PENGELOLAAN usaha
Dalam rangka meningkatkan usaha bersama dalam KPSP, perlu diambil suatu
kesepakatan bersama yang dapat dipakai sebagai ketentuan/ aturan yang harus dipatuhi oleh
semua anggota kelompok.
Kesepakatan ini harus dibuat untuk menjaga dan menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan di kemudian hari. Kesepakatan tersebut diambil atau diputuskan dalam rapat
anggota, a.l.
- Kesepakatan tentang besarnya pinjaman, simpanan, angsuran dll
- Kesepakatan tentang jadwal pertemuan rapat anggota
- Kesepakatan tentang musyawarah kelompok untuk pengambilan keputusan
- Kesepakatan tentang pemanfaatan bantuan teknik.
4.7. PRINSIP DASAR ORGANISASI KPSP
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Kekuasaan tertinggi dalam Kelompok berada pada rapat anggota (RA)
Pengurus dan badan pemeriksa dipilih dari , oleh dan di dalam rapat anggota
Pengurus dan badan pemeriksa hanya dapat diberhentikan melalui rapat anggota
Pengurus dan badan pemeriksa bertanggung-jawab kepada rapata anggota
Organisasi hanya dapat dibubarkan oleh rapat anggota
Tugas dan wewenang pengurus diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
Tugas tanggungjawab pengurus: mengelola organisasi usaha kelompok, melakukan
segala perbuatan hukum untuk dan atas nama, dan mewakili KPSP di luar dan
dihadapan pengadilan.
Masa jabatan pengurus hendaknya diatur secara jelas, misalnya dua atau tiga tahun.
Pengurus minimal eterdiri atas tiga orang, di antaranya sekretaris dan bendahara.
Jika dipandang perlu pengurus dengan persetujuan RA dapat mengangkat seksi-seksi,
seperti seksi kredit, seksi usaha, dll.
Kewajiban anggota: menghadiri pertemuan anggota, menabung secara teratur, membayar
kembali pinjaman sesuai dengan ketentuan, menghadiri/melibatkan diri dalam kegiatan
Kelompok.
11
V. PENDAMPINGAN
Usaha meningkatkan ekonomi rakyat melalui usaha penggemukan sapi potong
ditempatkan secara utuh dalam konteks pembangunan masyarakat desa yang bertumpu pada
peran-serta aktif masyarakat dan peningkatan produktivitas rakyat (people empowerment).
Agar supaya usaha ini menjadi lebih efektif, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak
dan sektor secara terpadu dan terfokus sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah, terutama
potensi pengembangan sapi potong.
Program KISAPMAS ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan memperkuat
kemampuan kelompok masyarakat pedesaan untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan
membuka keterisolasian dan kesempatan berusaha dengan melibatkan komoditas sapi potong.
Program ini diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan
kemandirian masyarakat perdesaan, dengan menerapkan prinsip-prinsip sekala ekonomi,
usaha kelompok, keswadayaan dan partisipasi, serta menerapkan semangat dan kegiatan
kooperatif dalam bentuk Kelompok Peternak Sapi Potong (KPSP) dengan dukungan Breeding
Center.
Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, masyarakat perdesaan perlu dibina dan
didampingi untuk mampu mengembangkan kelompok usaha bersama. Oleh karena itu
masyarakat diberikan wewenang penuh untuk menjalankan usaha produktifnya. Dengan
demikian sasaran pendampingan adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk
berusaha penggemukan sapi potong secara produktif dan ekonomis.
Pendampingan masyarakat melalui KPSP memerlukan tenaga pendamping yang
handal. Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, tenaga pendamping ini harus siap
bekerja secara purna waktu.
5.1. Tenaga Pendamping
5.1.1. Pengertian
Pendamping adalah tenaga lapangan pada tingkat desa yang berasal dari berbagai
instansi pemerintah atau dari masyarakat, yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai
dengan kebutuhan untuk mengembangkan usaha penggemukan sapi potong.
5.1.2. Tugas Pendampingan
Pendamping bertugas antara lain (1) mengarahkan penduduk yang bergabung dalam
KPSP sehingga menjadi suatu kebersamaan yang berorientasi pada upaya perbaikan
kehidupan, (2) sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak
(dinamisator) dalam pembentukan KPSP dan pendamping pengelolaan kegiatan usaha
agribisnis.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, pendamping dikoordinasikan oleh
SPSP. Ruang lingkup tugas pendamping adalah sbb:
a. Melalui prakarsa SPSP, pendamping memandu pembentukan KPSP melalui musyawarah
Desa/ Adat.
b. Mendampingi KPSP agar berfungsi sebagai wahana proses belajar mengajar proses alih
teknologi, pengambilan keputusan, mobilisasi sumberdaya para anggota dan komunikasi
antara anggota dengan para pendamping.
c. Bersama aparat terkait menyusun rencana peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari
para anggota dan pengurus KPSP.
12
d. Mengembangkan sistem informasi pasar hasil produksi dan sarana produksi, serta
ketersediaan teknologi tepat guna.
e. Meningkatkan kerjasama dengan para tokoh masyarakat, lembaga- lembaga pene-litian
serta lembaga-lembaga suasta.
f. Memantau permasalahan dan hambatan dalam pengembangan usaha para anggota KPSP
g. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi dan menginformasikannya ke lembaga-lembaga
inovasi teknologi.
5.2. Kegiatan Utama Pendamping
5.2.1. Pemahaman
Memahami berbagai Juknis dan Juklak dan berbagai pengarahan aparat terkait
Memahami berbagai prosedur perkreditan formal melalui Koperasi/Bank
Memahami aspirasi dan usaha KPSP yang akan didampingi
Mengidentifikasi jenis sumberdaya yang ada pada masyarakat dan peluang-peluang
berusaha
e. Merumuskan kebutuhan KPSP, terutama untuk pengembangan usahanya.
a.
b.
c.
d.
5.2.2. Menyusun Jadwal Kerja
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pendamping perlu menyusun jadwal kerja.
Caranya adalah sbb:
a. Membaca serta memahami dahulu langkah-langkah kegiatan pendampingan
b. Membahas dan menyusun rencana jadwal kerja dengan sesama pendamping
c. Pendamping membicarakan serta menyepakati rencana jadwal kerja dengan SPSP.
5.2.3. Membantu Pendataan RTP
Dalam rangka mengembangkan KPSP dan menggerakkan usaha kelompok, data
tentang penduduk, keadaan sosial ekonomi masyarakat, jenis-jenis sumberdaya yang dimiliki
perlu dikumpulkan melalui pengembangan sistem pendataan yang efisien. Sasaranannya
adalah terciptanya bank data tentang masyarakat Desa, yang dapat dipergunakan untuk
membuat perencanaan sesuai dengan keinginan kelompok dan evaluasi kemajuan KPSP.
Dalam rangka pelaksanaan program KISAPMAS, maka penduduk desa baik pria
maupun wanita perlu ditata dan disiapkan secara seksama. Pendataan didasarkan atas kriteria
setempat yang telah disepakati bersama oleh Pemerintah Desa dan Tokoh Masyarakat serta
BPD. Pendataan mereka meliputi aspek-aspek: (a) sumber-sumber pendapatan keluarga, (b)
pemenuhan kebutuhan hidup minimal seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan
kesehatan.
13
JADWAL KERJA PENDAMPING
DESA
:
BULAN :
NO
KEGIATAN
KECAMATAN:
TAHUN
LOKASI
:
WAKTU
KETERANGAN
Mengetahui
Pendamping
SPSP
1. .......................
2. .......................
3. .......................
4. .......................
5. dst
Hasil pendataan RTP ini merupakan bahan yang akan dibahas
dan
dimusyawarahkan. Untuk itu pendamping harus melakukan hal-hal sbb: (a) menghimpun data
penduduk desa yang ada di desa/dusun; (b) mengelompokkan data penduduk dalam kelompok
penduduk berdasarkan jenis-jenis usaha yang telah ada dan kelompok penduduk yang belum
mempunyai jenis usaha serta berdasarkan lokasi tempat tinggalnya.
5.2.4. Membantu Pembentukan KPSP
Kelompok adalah kumpulan RTP setempat yang menyatukan diri dalam usaha
agribisnis sapi potong untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan dan kegotongroyongan. Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat penanggulanan
kemiskinan, penduduk desa harus didorong membentuk kelompok usaha bersama.
Pembentukan KPSP ini dapat diprakarsai oleh SPSP bersama-sama dengan tokoh masyarakat.
Dalam membantu pembentukan KPSP tersebut maka perlu memperhatikan beberapa
hal, yaitu:
(a). Pembentukan KPSP didasarkan pada kebutuhan RTP, yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota
(b). Harus dihindari pembentukan KPSP yang dipaksakan oleh aparat pemerintah, termasuk
aparat desa atau KOPERASI
(c). Dalam wadah KPSP ini diselenggarakan usaha produktif agribisnis sapi potong,
pemupukan modal dan penghimpunan tabungan sehingga memberikan manfaat secara
ekonomis bagi semua anggota KPSP secara lestari dan berkelanjutan
(d). KPSP dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula disiapkan,
ditumbuhkan, dan dibina secara khusus oleh aparat desa, organisasi kemasyarakatan,
14
perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat sesuai dengan ketentuan yang ada,
yaitu anggotanya adalah RTP
(e). Pada satu desa/kelurahan dapat dibentuk beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan
atau dengan mengembangkan kelompok yang ada. KPSP beranggotakan sekitar 25-30
RTP yang tinggal dalam satu hamparan.
(f). Pendampingan terhadap KPSP disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Jumlah
KPSP yang dibina dibatasi sebanyak-banyaknya 5 KPSP.
5.2.5. Membimbing Pengelolaan Usaha
Anggota KPSP yang belum mempunyai usaha intensif memerlukan bimbingan dalam
manajemen kegiatan.
Manajemen usaha yang dipilih hendaknya berdasarkan; (a).
Kesepakatan anggota KPSP; (b) berorientasi pada peningkatan pendapatan, (c) kemampuan
anggota, (d) potensi sumberdaya alam yang mendukung, (e) usaha dapat beragam dalam
konteks agribisnis sapi potong.
Bagi anggota KPSP yang sudah mempunyai kegiatan produktif tetap maka
pendamping membimbing guna meningkatkan mutu usaha dan penambahan modal.
5.2.6. Membimbing Perencanaan Kegiatan Ushasa KPSP
(a). Membantu KPSP dalam membahas sumberdaya alam dan manusia sesuai dengan pilihan
terbaik bagi anggota berdasarkan kemampaun yang ada
(b). Membantu menetapkan jenis kegiatan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan dan
kemampuan sumberdaya yang tersedia. Dengan memperhatikan aspek alat, bahan. cara
dan tempat.
(c). Membantu KPSP membahas dan menyusun jadwal kegiatannya dengan mengisi KPSP1.
(d). KPSP-1 seluruh kelompok dibahas dan disepakati dalam musyawarah SPSP untuk
selanjutnya ditandatangani oleh Ketua SPSP. KPSP-1 diisi rangkap tiga yaitu lembar 1
untuk kelompok, lembar ke dua untuk SPSP, dan lembar ke tiga untuk Dinas.
(e). Membantu Ketua KPSP untuk menyusun usulan kegiatan kelompok dengan mengisi
formulir KPSP-2 sebagai bahan diskusi dalam forum SPSP.
5.2.7. Mengusahakan Bantuan Teknik
Bantuan teknis dapat berupa :
a. Bidang pengorganisasian permodalan, pengembangan usaha, pengembangan sumberdaya
manusia, jaringan kerja;
b. Bidang teknis sektor produksi sapi potong.
15
Formulir KPSP-1
DAFTAR USULAN KEGIATAN KELOMPOK
1. Nama KPSP :
2. Desa/Kelurahan :
3. Kecamatan
:
No
Kegiatan
4. Kabupaten/Kodya:
5.
Jadwal
Anggaran
Keterangan
..............., 200 ....
Diketahui
(SPSP)
Disepakati
Diusulkan
(Pendamping)
(Ketua KPSP)
Dalam hal ini pendamping dapat melaksanakan langkah sebagaiberikut:
a. Pendamping membuat daftar kebutuhan bantuan teknis dari hasil diskusi KPSP.
b. Pendamping membuat daftar sumberdaya teknis yang ada di desa atau sekitarnya.
c. Pendamping mengusahakan bantuan teknis dari instansi terkait melalui SPSP.
16
Formulir KPSP-2
DAFTAR USULAN KEGIATAN
1. DESA/KELURAHAN:
2. KECAMATAN :
No
Nama KPSP
Kegiatan
4. Kabupaten/Kodya:
5. Sub-SPSP
:
Jadwal
Anggaran
Keterangan
..............., 200 ....
Diketahui
Disepakati
Diusulkan
(SPSP)
(Pendamping)
(Sub-SPSP)
Penjelasan mengenai KPSP-2
a. KPSP-2 merupakan gabungan /rekapitulasi KPSP-1.
b. Pendamping membantu Sub-SPSP dalam megisi formulir KPSP-2
c. KPSP-2 ditandatangani dan dibahas dalam forum diskusi SPSP
d. KPSP-2 diisi rangkap lima, yaitu lembar 1 untuk Sub-SPSP, lembar-2 untuk KPSP,
lembar-3 untuk SPSP, Lembar-4 untuk pendamping dan lembar-5 untuk Simpanan.
5.2.8. Membina Kegiatan Usaha Agribisnis Sapi Potong
Dalam mengarahkan pelaksanaan kegiatan usaha harus diingat:
a. Rencana kegiatan yang telah disusun atau disepakati sebelumnya.
b. Situasi dan kondisi yang paling tepat
c. Bersifat memotivasi atau mengajak, bukan menginstruksikan
d. Tingkat perkembangan yang dicapai.
Ada beberapa cara yang dapat dipilih mana yang sesuai dengan keperluan:
a. Pengarahan langsung pada waktu usaha dilaksanakan
b. Melalui pertmeuan-pertemuan dengan KPSP
c. Melalui pertemuan umum seperti: musyawarah RT/RW, Sholat Jum'at, upacara perayaan
dan semacamnya
d. Menjembatani anggota dan KPSP yang memerlukan bantuan teknis yang dibutuhakan
e. Pembinaan dapat juga berupa pemberian penghargaan bagi yang berhasil, memberi
motivasi, melakkukan pembetulan jika ada kekeliruan dan sebagainya.
17
Jika terjadi masalah atau kemacetan usaha maka dibahas bersama cara pemecahan
masalahnya.
5.2.9. Membina Mekanisme Perguliran
a. Pada prinsipnya KPSP dapat menghimpun dan mengelola serta menggulirkoan dana
kelompok sendiri secara berkelanjutan. Pertambahan kapital KPSP sangat bermanfaat bagi
pertumbuhan dan perkembangan usaha kelompok sehingga pengguliran antar anggota
kelompok sesuai kebutuhannya dan kesepakatan KPSP. Usaha pengguliran dana KPSP
harus didasarkan pada keterbukaan dan kesepakatan yang dipegang teguh oleh para
anggotanya.
b. Pembinaan pengguliran dana dapat dilakukan melalui cara a.l.: menabung, pemupukan
modal. simpan pinjam, koperasi, dll.
c. Pendamping perlu memahami kesepakatan dan mekanisme pengguliran dana, dalam hal
ini membantu bagaimana caranya: peminjaman dana, penetapan besarnya bunga dan cara
pembayaran, jangka waktu angsuran, jadwal angsuran, penetapan besarnya tabungan, dsb.
Formulir KPSP-4
LAPORAN PENERIMAAN DAN PENGELUARAN DANA
Nama Kelompok
Jumlah Anggota
Desa/Kelurahan
KPSP: ..........
Bulan ...............................................
:
:
:
PENERIMAAN
TGL
URAIAN
1
2
PENGELUARAN
NILAI (Rp)
3
TGL
URAIAN
4
NILAI (Rp)
5
.......,...................200....
Mengetahui/Mengesyahkan
Ketua SPSP
Pengurus KPSP
(..................)
(.......................)
6
MASALAH YANG
DITEMUKAN DAN
ALTERNATIF
PEMECAHANNYA
7
18
Formulir KPSP -5
LAPORAN BULANAN
PROGRAM KPSP
: ..........................
Bulan
:..............
Kecamatan
:
Kabupaten/Kodya
:
Sub-SPSP
:
No
Nama
Kelompok
Jumlah
Keluarga
Alokasi Dana
Rp
Penggunaan Dana
Penerimaan
Pengeluaran
Masalah yang ditemukan
dan alternatif pemecahannya
...........,.........20.....
Mengetahui
SPSP
(................)
Ketua kelompok
(.................................)
5.2.10. Membimbing Penyusunan Catatan KPSP dan Pelaporan.
Membantu penyusunan catatan pelaksanaan usaha dan kegiatan anggota/ KPSP yang
dituangkan dalam formulir KPSP-4. Selanjutnya diserahkan kepada Kades/Lurah dengan
mengisi formulir KPSP-5 untuk selanjutnya dikirim kepada SPSP.
19
VI. PENGORGANISASIAN
KISAPMAS ini merupakan salah satu upaya terobosan baru dari Pemerintah,
sehingga penanganannya diperlukan secara terpadu dari berbagai instansi terkait. Agar
program tersebut dapat terlaksana sesuai dengan target dan sasaran yang diinginkan, maka
dipandang perlu untuk dibentuk suatu Tim Pelaksanaan Koordinasi Tingkat Daerah.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini terlibat berbagai unsur terkait tingkat daerah sesuai
dengan fungsinya masing-masing. Untuk itu perlu dilakukan koordinasi sejak
perencanaan/persiapan, pelaksanaan dan pengawasan.
6.1. Kelembagaan dan Organisasi
Kelembagaan yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu umur proyek, direncanakan
selama 5 tahun, yang meliputi : Rumah Tangga Peternak (RTP), Kelompok Peternak Sapi
Potong (KPSP); Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP); SPSP (Sentra Pembibitan Sapi
Potong) dan Sub-SPSP; Perusahaan Swasta/ Lembaga Pemasaran Pendamping ; Lembaga
Keuangan/ Permodalan dan FORKA (Forum Komunikasi Agribisnis) Sapi Potong.
6.1.1. Organisasi Pelaku Usaha Agribisnis
Dalam rangka menyusun model pembinaan KPSP digunakan disain sebagai berikut :
1. KONDISI SAAT INI
2. PELUANG PENGEMBANGAN
3. MODEL RANCANG-BANGUN
EVALUASI KELAYAKAN
4. TEKNOLOGI
5. SOSIAL EKONOMI
6. REKAYASA KELEMBAGAAN ORGANISASI/
PRANATA
7. JASTIFIKASI KELEMBAGAAN
8. RANCANG-BANGUN SISTEM
20
(A). Kondisi Pada Saat Ini
1. Sosial Ekonomi
a. Rataan pendapatan per kapita per tahun para peternak masih harus ditingkatkan untuk
mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik
b. Fluktuasi pendapatan sangat tergantung pada dinamika pasar/harga daging di pasaran
serta fluktuasi pasar/harga sapronak, terutama bibit dan pakan;
c. Rataan anggota keluarga 4 - 5 orang, dengan 2 - 3 orang anak.
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
2. Teknologi Produksi
Ukuran kandang sangat beragam dan kualitasnya sederhana
Populasi ternak sapi potong 1-3 ekor setiap RTP
Luas pekarangan 500-1000 m persegi untuk lokasi kandang dan ditanami dengan aneka
tanaman tahunan
Sasaran produksi : anakan dan daging
Tenaga kerja keluarga: suami-istri, dan anak-anak .
3. Kelembagaan Produksi Primer: RTP dan KPSP
Hubungan antara anggota KPSP dengan menerapkan filosofi "dol tinuku";
Usaha pemeliharaan dengan sistem kandang intensif;
Setiap KPSP beranggotakan 20-25 RTP dan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
sekretaris dan seorang bendahara;
KPSP ini sekarang belum membentuk Koperasi formal yang beranggotakan semua RTP
(Rumah Tangga Peternak)
(B). Permasalahan dan Peluang Pengembangan
1. Keterbatasan penguasaan informasi, modal dan teknologi mengakibatkan operasi
pemeliharaan sangat terbatas dan hasil anakan dan daging masih relatif rendah. Peluang
inovasi teknologi dapat dilakukan melalui pembinaan KPSP secara intensif sehingga
mempunyai akses yang lebih besar terhadap kemudahan-kemudahan yang disediakan
oleh pemerintah atau investor swasta.
2. Fluktuasi harga sapi potong pada tingkat peternak masih cukup besar dan "bargaining
power" dalam mekanisme pasar relatif sangat lemah , karena informasi pasar yang
dikuasai sangat terbatas dan daerah pemasarannya sangat terbatas. Informasi pasar yang
memadai diharapkan dapat memperbaiki situasi ini. Rintisan kemitraan dengan
kelembagaan suasta yang bergerak dalam bidang pemasaran daging diharapkan dapat
membantu peternak memasarkan hasil. Dalam kaitan ini perlu adanya lembaga
pengumpul (pengepul) di desa sebagai "perwakilan" dari perusahaan suasta. Lembaga
pengepul inilah yang berhubungan langsung dengan Koperasi atau kelompok peternak.
3. Salah satu kendala serius yang masih dihadapi para peternak ialah dalam pengadaan
sapronak, terutama bibit yang bagus dan pakan konsentrat. Jalinan kemitraan juga perlu
dikembangkan dengan melibatkan agen-agen dari produsen bahan pakan ternak.
4. Khusus dalam kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan KPSP diperlukan suatu
"Forum Komunikasi Agribisnis (FORKA)" yang beranggotakan wakil-wakil dan
dinas/instansi terkait, Koperasi (KASP), Suasta, ketua-ketua KPSP dan tokoh
21
masyarakat. Fungsi dan tugas FORKA ini adalah membahas segenap permasalahan
pengembangan usaha agribisnis sapi potong dan mencari alternatif penanganannya.
(C). Disain Teknologi
Usaha pemeliharaan sapi potong secara berkelompok disarankan dengan perbaikan
paket teknologi alternatif sebagai berikut :
1. Sistem perkandangan permanen dengan pemberian pakan teratur
2. Menggunakan bibit /sapi bakalan yang bagus dan berkualitas dari SPSP
3. Pengawasan kesehatan dengan pengawasan ketat
4. Recording buku harian individu RTP dan pengawasan jadwal/periode usaha.
(D). Kelayakan Disain
1. Kelayakan Teknis
Kandang digunakan khusus untuk memelihara sapi potong.
2. Kelayakan Ekonomi
Sekala ekonomi bagi rumah tangga peternak adalah 1-2 ekor (tahun I), tahun ke II
menjadi 2-3 ekor, Tahun ke III menjadi 3-4 ekor dan tahun ke IV menjadi sekitar 4-5 ekor.
Peningkatan produksi dan pendapatan mulai tahun ke III diharapkan telah cukup
tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga secara memadai (telah melampaui batas
ambang kemiskinan); Fluktuasi pendapatan dan produksi hampir merata sepanjang tahun;
Penyerapan tenaga kerja memungkinkan mempekerjakan tenagakerja luar keluarga ; Secara
ekonomi layak.
Beberapa faktor penunjang kelayakan ekonomi tersebut adalah :
a. Menambah sasaran produksi, yaitu anakan, daging, kotoran /limbah kandang sebagai
bahan pupuk organik.
b. Meningkatkan hasil produksi secara bertahap setiap tahun hingga sasaran akhir tahun ke
IV dengan sekala usaha 4-5 ekor setiap RTP.
c. Mengurangi fluktuasi produksi dan pendapatan dengan jalan disiplin usaha dan
pemantauan.
d. Menciptakan adanya pola usaha bersama (KPSP) secara berkelompok dengan pangsa
yang relatif sama.
3. Kelayakan Sosial
Usaha pemeliharaan sapi potong oleh RTP dan KPSP telah lazim dilaukan dengan
kerjasama yang serasi; dengan demikian proyek intensifikasi ini tidak akan menimbulkan
konflik sosial dan mengganggu sistem kelompok yang telah serasi.
(E). Rekayasa Kelembagaan
1. Peternak yang terikat pinjaman dengan pelepas uang harus melunasi untuk melepaskan
ikatan tersebut;
2. Respon terhadap inovasi teknologi masih harus ditingkatkan, karena keterbatasan akses
individu peternak terhadap peluang- peluang bisnis dan informasi pasar yang ada;
22
3. Respon terhadap KOPERASI yang ada umumnya rendah dan terkesan bahwa peran
KOPERASI dalam membantu pemasaran hasil serta penyediaan modal belum banyak
dirasakan oleh masyarakat peternak ;
4. Respon terhadap perkreditan formal rendah, hal ini disebabkan pengalaman sebelumnya
dimana penyaluran kredit kurang aspiratif, terlalu birokratif, bunga tinggi dan tidak
sesuai dengan kebutuhan peternak .
Berdasarkan atas beberapa kendala tersebut, maka strategi rekayasa kelembagaan
yang perlu disarankan adalah:
1. Menciptakan usaha berkelompok dari RTP yang memungkinkan berkongsi dengan
pangsa yang relatif seimbang;
2. Meningkatkan peran serta PTL, PPL, dan tokoh masyarakat dalam pembinaannya;
3. Mengurangi bertahap ketergantungan peternak pada pedagang/ lembaga pemasaran
sehingga meningkatkan posisi tawar-menawar dalam pemasaran hasil ;
4. Memperkenalkan skema gaduhan yang ditempuh dengan sistem bagi hasil, serta
mengatur sistem bagi hasil yang lebih seimbang dengan melibatkan lembaga antara
berupa Koperasi Agribisnis Sapi Potong.
(F). Justifikasi Kelembagaan
Ikatan antara sesama peternak dan antara peternak dengan tokoh masyarakat sangat
kuat. Pada sisi lain keterbatasan penguasaan modal dan teknologi dirasakan sebagai kendala
pokok bagi pengembangan agribisnis sapi potong. Oleh karena itu usaha yang sekarang
dilakukan masih terkesan tradisional dengan sekala usaha yang relatif rendah.
Sistem bagi hasil antar lembaga RTP – KPSP – KASP - SPSP dimaksudkan untuk
mengurangi keterbatasan modal usaha. Dengan demikian perbankan formal, seperti Bank
Jatim, sebagai penyedia fasilitas kredit diharapkan mampu menjalin kerjasama kemitraan
dengan para peternak .
23
(G). Rancangan Sistem Kelembagaan
1. Organisasi Produsen Primer
FORKA
Sapi Potong
Investor
Pemerintah
(Bank Jatim)
konsultasi/investasi
SPSP
KOPERASI (KASP)
kerjasama
dlm.pemasaran
( PTL dan PPL)
Tokoh
Masyarakat
bagi
hasil
produksi
,
Suasta/ ,
perwakilan Pedagang
Produsen Sapronak
kerjasama
Penyuluhan
DIKLAT
Modal
usaha
1 KPSP = 20-25 RTP
Pemasaran
hasil PRODUKSI
dan
SAPRONAK
24
2. Struktur Sistem Pendampingan
FORKA
Sapi Potong
PPL
tokoh masyarakat
SPSP
Koperasi Agribisnis
Sapi Potong
KASP
KPSP
20-25 RTP
KPSP
20-25 RTP
Suasta /
Mitra
Pendamping
.........
3. Pranata
Tugas dan tanggung-jawab masing-masing komponen organisasi yang diusulkan
tersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Investor Pemerintah (SPSP):
- Menyediakan fasilitas kredit bagi hasil dalam bentuk bibit sapi dan paket agribisnis semi
intensif untuk RTP dan KPSP ;
- Menjalin kerjasama kemitraan dalam permodalan dengan koperasi peternak dengan jalan
menyediakan kemudahan-kemudahan birokrasi dan administrasi;
- Menjalin kerjasama konsultatif dengan Koperasi peternak , khususnya dalam pelatihan
manajemen permodalan bagi usaha agribisnis.
b. Suasta: Pedagang Sapi / RPH/ Produsen Sapronak :
- Diharapkan bersedia sebagai mitra kerja Koperasi Peternak atau KPSP ;
- Menjalin kerjasama kemitraan dengan jalan menyediakan informasi-informasi pasar dan
transfer teknologi inovatif .
c. Petugas Teknis Peternakan / Penyuluh pertanian Lapangan (PTP/PPL) :
- Bertanggung jawab terhadap adopsi teknologi untuk lebih meningkatkan akses RTP
terhadap peluang-peluang ekonomi yang ada dan penguasaan teknologi;
25
- Menjalin kerjasama konsultatif dan kemitraan dengan instansi terkait dan tokoh
masyarakat setempat dalam pelaksanaan transfer teknologi dan pembinaan pengelolaan
usaha
-
-
d. Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP)
Mengawasi, mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan sistem usaha agribisnis yang
dilakukan oleh RTP dan KPSP
Membantu RTP dan KPSP dalam operasionalisasi kegiatan pembinaan agribisnis sapi
potong ;
Membina mekanisme kerja bagi hasil sehingga dapat memenuhi aspirasi peternak dan
mitra usahanya ;
Menjalin kerjasama kemitraan dengan suasta pedagang / RPH dan produsen/pedagang
SAPRONAK ;
Membina dan mengembangkan mekanisme tabungan sukarela dari para peternak.
e. Peternak
Melaksanakan usaha agribisnis melalui RTP dan KPSP
Menjalin kerjasama kemitraan dengan instansi/ investor melalui mekanisme "kerjasama
yang saling menguntungkan";
Mengikuti pelatihan teknologi sebelum/selama operasionalisasi kegiatan;
Memasarkan hasil produksinya kepada lembaga pemasaran yang bermitra dengan KPSP
atau KASP
Pengelolaan pemilikan alat produksi (jika kredit telah lunas), tetap berusaha secara
kongsi di bawah pengawasan dan pembinaan Koperasi;
Menjalin kerjasama dengan Koperasi melalui program tabungan bebas sebagai dana utuk
perawatan alat-alat produksi.
(H). Strategi Implementasi
1. Aspek Kelembagaan
a. Pengaturan adanya usaha agribisnis sapi potong secara berkelompok (KPSP) dilakukan
dengan sistem bagi hasil
b. Sarana alat produksi dan SAPRONAK menjadi milik RTP yang berkelompok menjadi
KPSP
c. Pembagian hasil diatur sedemikian rupa, sehingga saling menguntungkan semua pihak
secara proporsional
d. Pada tahap awal, pemilihan kelompok sasaran perlu diarahkan pada pribadi-pribadi yang
memiliki status sosial hampir sama/merata dan respon terhadap mekanisme pembinaan ;
e. Perlu dijalin kerjasama kemitraan yang harmonis antara instansi pemerintah, investor
suasta, pedagang/pengolah/produsen SAPRONAK, Koperasi dan tokoh masyarakat desa
melalui forum komunikasi agribisnis (FORKA). Kunci keberhasilan pembinaan sangat
tergantung pada peran serta semua pihak terkait, termasuk peternak.
2. Operasionalisasi Teknis
26
Rekapitulasi pengaturan teknis yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan skema
bagi hail adalah sebagai berikut :
a. Jumlah sapi bakalan awal yang dipelihara minimum 1-2 ekor setiap RTP ;
b. Jumlah RTP dalam usaha kelompok ± 20-25 RTP;
c. Ketentuan bagi hasil dan perguliran berdasarkan asas saling menguntungkan;
d. Nilai kredit/modal yang diinvestasikan disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Operasionalisasi Pengorganisasian.
Pengorganisasian yang perlu diakukan untuk menunjang program ini adalah :
No.
1
2.
Tahapan kegiatan
Pengaturan kerjasama SPSP dengan Peternak
Penentuan pedagang /lembaga pemasaran sebagai komponen pembinaan
Pelaksana
SPSP dan Dinas/Instansi
FORKA
3.
4.
5.
6.
7.
Pengaturan kerjasama antar kelembagaan Yang terkait
Pelatihan PPL tentang teknologi yang akan diintroduksikan.
Penentuan/seleksi RTP untuk usaha kelompok dalam KPSP
Pelatihan RTP Peternak
Operasionalisasi kegiatan usaha agribisnis
secara berkelompok/berkongsi :
a. Pemeliharaan sapi potong
b. Pembeli hasil produksi
c. Pengatur dan pengawas bagi hasil
d. Pengawasan harga
e. Pembelian Sapronak
f. Penanggung jawab bagi hasil
g. Penambahan modal usaha
Pengaturan usaha bersama peternak setelah
Kredit lunas
FORKA
SPSP/Dinas / BPTP
Instansi/Tokoh masyarakat
PPL / FORKA/
8.
RTP
Pedagang/Pengepul
Ketua KPSP
Koperasi: KASP
Koperasi; RTP
Koperasi
Koperasi
Koperasi+KPSP
(I). Enforcement dan Pemantauan
Dalam rangka untuk mengamankan dan membantu kelancaran skema bagi hasil untuk
RTP tersebut perlu dikembangkan pola insentif dan penalti yang melibatkan aparat
pemerintahan desa, dan kelembagaan lain yang terkait. Dalam hubungan ini pendekatan
persuasif sangat diperlukan.
a. KPSP (Kelompok Peternak Sapi Potong)
Kelompok peternak yang sudah terbentuk atau yang sedang dibentuk beranggotakan
20 - 25 orang peternak dipimpin seorang Ketua dan terdapat seorang Kontak Tani/Kontak
Tani Andalan (KTA) serta didampingi/dibimbing oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL),
diharapkan kelompok ini tersebut mempunyai kegiatan :
- Pertemuan rutin bulanan, inter dan antar kelompok sehingga dapat mewujudkan
kerjasama,
dalam
menyelesaikan
berbagai
permasalahan,
saling
tukar
informasi/pengalaman, mencapai suara mufakat dalam segala hal (tekonologi
budidaya/beternak, berhubungan dengan SPSP, pemasaran dll).
- Setiap kelompok mampu memasarkan berbagai bentuk/macam-macam produk ternak.
27
-
-
-
-
Dengan adanya pendampingan dalam KPSP oleh Petugas Pendampingan, Mantri Ternak,
Tim Teknis dan Motivator (Camat, Kades) setiap Anggota Kelompok dapat menyusun
rencana usaha tani secara rasional dan dapat mengambil langkah keputusan dalam
merancang usaha tani, yang pada akhirnya dapat terwujud peternak-peternak berwawasan
Agribisnis, Kelompok yang mandiri serta mantap dalam berorganisasi.
Setiap Kelompok melalui koperasi dapat manjalin kerjasama (membetuk pola kemitraan)
dengan Perusahaan Swasta / BUMN/ Pembimbing lain dalam bentuk penyediaan
saprodi/sapronak, bimbingan teknis, permodalan maupun jaminan pemasaran. Pola
kemitraan ini mulai dirintis sejak tahun ke tiga atau apabila sudah mulai terjadi tandatanda kelebihan produksi di pasaran. Dan diharapkan yang menjembatani kemitraan
adalah Dinas Peternakan Kabupaten, Tim Teknis atau Instansi terkait, sehingga dapat
diwujudkan pola kemitraan yang saling menguntungkan dari kedua belah pihak (antara
anak angkat dengan bapak angkat atau Perusahaan Inti dengan Plasma apabila
memungkinkan)
Dengan tersedianya paket dan berkembangnya teknologi beternak mulai dari pembibitan
sampai dengan pasca panen yang telah sampai kepada peternak , diharapkan partisipasi
aktif (mau dan mampu) Kelompok dan Anggotanya agar mampu memilih teknologi yang
tersedia dengan daya dukung sumber daya alam yang dimiliki.
Di dalam keterkaitan usahanya, budaya menabung/ menumpuk modal perlu ditumbuh
kembangkan.
b. Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP)
Dengan adanya KASP diharapkan seluruh RTP dan KPSP menjadi anggota, dimana
koperasi mempunyai fungsi memfasilitasi pengadaan sarana produksi, menampung produksi,
dan membantu permodalan. Program utama pada saat ini ialah mendorong terbentuknya
Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP) secara profesional. Dengan demikian diharapkan
KASP dapat meningkatkan fungsi dan kemampuannya dalam mendukung pengembangan
agribisnis sapi potong, dalam hal :
- Mempunyai tingkat kemampuan memberi pelayanan kepada Kelompok sesuai
dengan usulan usaha penggemukan sapi.
- Mempunyai tingkat kemampuan pelayanan Sapronak dengan prinsip 6 tepat
(Jumlah, waktu, kualitas, kontiyuitas, tempat dan harga).
- Mempunyai tingkat kemampuan menyusun rencana kebutuhan pelayanan bagi
pengembangan usaha tani berkelompok, dan dapat menampung hasil produksi dari
RTP dan KPSP.
- Dengan pengalaman, kemampuan dan keberhasilan dalam berusaha tani,
keterlibatan Koperasi dalam hal kepengurusan dan pelaksanaan fungsinya
diharapkan dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.
c. KIOS (Tempat Palayanan Koperasi/TPK)
Untuk membantu pelayanan fungsi Koperasi diharapkan terdapat KIOS atau TPK
sebagai kepanjangan tangan Koperasi, paling sedikit ada satu unit di setiap kecamatan atau
dapat berjumlah tertentu sesuai dengan kebutuhan kelompok tani.
Adapun fungsi TPK, sebenarnya mirip dengan Koperasi namun TPK lebih spesifik
yakni khusus memberi pelayanan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis sapi
potong, baik berupa pengadaan sapronak, menguapayakan pemenuhan kebutuhan peternak,
menampung dan memasarkan hasil produk dari RTP dan KPSP.
28
d. Perusahaan Swasta/Lembaga Pemasaran / Pendamping lain.
Dalam serangkaian Sistem Agribisnis, Sub Sistem Pemasaran yang mendukung,
menjamin dan menjanjikan permintaan pasar sangat diperlukan keberadaannya. Hal ini
diharapkan ada kerjasama dengan membentuk suatu pola kemitraan atau keterkaitan sinergis
dalam mendukung keberhasilan pengem bangan sapi potong, antara lain meliputi :
- Kerjasama antara Perusahaan Swasta / Pendamping lain dengan SPSP dan Koperasi
secara saling menguntungkan mulai dari penyediaan saprodi/ sapronak sampai
dengan pemasaran hasil.
- Adanya pembinaan teknis dan manajerial yang diberikan mitra pendamping
terhadap kelompok peternak, sehingga dapat terjamin kualitas, kuantitas maupun
kontunyuitas dengan mengacu pada skala usaha (skala ekonomi) sesuai permintaan
pasar.
Pembentukan pola kemitraan / menjalin kerjasama ini dilaksanakan pada tahun ke
tiga atau sudah mulai nampak tanda-tanda kelebihan produksi di pasaran atau dilaksanakan
untuk mengantisipasi over produksi. Untuk mewujudkan terbentuknya pola kemitraan (Pola
Bapak Angkat maupun Pola PIR), hendaknya Instansi Pemerintah dalam hal ini adalah Dinas
Peternakan Jawa Timur/Tim Teknis/Instansi terkait dapat membuat suatu usulan/proposal
kelayakan usaha dan perjanjian/ kontrak kerjasama yang saling menguntungkan.
e. Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP)
Di wilayah Jawa Timur sudah dibentuk satu unit BIPP dan setiap kecamatan
diharapkan ada satu unit BPP yang dapat berperan aktif dan dapat mendukung pengembangan
agribisnis sapi potong serta dapat berfungsi sebagai :
- Wahana informasi teknologi, tempat berlatih peternak, tempat merumuskan
rencana kerja penyuluh, tempat pertemuan antara petani/ peternak, pedagang dan
pengelola RPH.
- Tempat koordinasi Kelompok Penyuluh, KTA dan Kelompok Peneliti (Kelompok
Fungsional lain).
- Simpul koordinasi sistem informasi manajemen pembangunan pertanian tingkat
Kabupaten (BIPP) dan tingkat Kecamatan (BPP).
- Tempat pengkajian dan rekomendasi teknologi spesifik lokasi.
Dengan demikian diharapkan bahwa fungsi dan peran aktif BIPP/BPP dalam
mendukung pengembangan agribisnis sapi potong dapat disusun kedalam program Penyuluh/
Perencanaan Penyuluhan yang siap dilaksanakan dan dapat diambil manfaat sebesarbesarnya oleh semua Pelaku Agribisnis utamanya Kelompok Peternak Sapi Potong.
f. Lembaga Keuangan/Permodalan
Ketersediaan dan peranan lembaga keuangan/ permodalan di wilayah sentra
produksi, antara lain Bank Rakyat Indonesia (BRI) anak Cabang, Bank Pembangunan Daerah
(BPD) kecamtan, BUMN, Swasta, Arisan tingkat peternak sangat dibutuhkan keber
adaannya, terutama dalam penyediaan modal kredit lunak dan sekaligus dapat membina/
membimbing dalam hal penyusunan proposal kredit.
29
Peternak/Kelompok Tani dalam penyusunan proposal kredit sesuai yang diharapkan
oleh Penyandang Modal, disamping diusahakan/dibina/dibimbing oleh Lembaga Keuangan
tersebut juga dibantu oleh Penyuluh Pertanian/Dinas Peternakan/ Tim Teknis.
6.1.2. Kelembagaan Pemasaran
Pasar, baik pasar desa, kecamatan dan pasar kabupaten secara fisik sementara tidak
harus membangun pasar baru tetapi ikut memanfaatkan fasilitas yang ada, namun pada masa
yang akan datang sejalan dengan berkembangnya produksi sapi potong perlu dibangun pasar
yang baru dan memenuhi syarat :
- Letak strategis atau terjangkau oleh pembeli.
- Dekat dengan tempat produsen (RTP dan KPSP) atau mempertim-bangkan aspek
aksesbilitas.
- Bersih, nyaman dan menarik serta bebas dari banjir.
Pasar diharapkan dapat berfungsi sebagai tempat pertemuan antara produsen dan
konsumen (pedagang, perusahaan, RPH) untuk melakukan transaksi jual beli dengan jumlah,
kualitas, kontinyuitas yang selalu terjamin serta harga yang tidak sering mengalami fluktuasi.
Jenis pasar yang mungkin dapat dikembangkan, antara lain :
- Pasar Umum
- Pasar Hewan, khusus ternak sapi potong
- Pasar Swalayan (supermaket), khusus untuk produk yang telah diolah dan atau dikemas.
- Pasar bebas yang memang telah dirancang khusus untuk pemasaran produk-produk
agribisnis sapi potong.
Model Pemasaran, ada 2 yang dapat dipertimbangkan:
- Perdagangan Langsung, yakni antara produsen dengan pengumpul/ pedagang/pengusaha
dapat langsung mengadakan transaksi jual beli tanpa ada pengaruh dari pihak ke tiga.
Perdagangan ini mempunyai keuntungan yang dapat memperpendek mata rantai tata niaga
dari kemungkinan memberi keuntungan yang lebih baik. Pelaksanaan perdagangan seperti
ini dapat berlangsung dengan baik apabila produksi masih belum nampak berkembang
banyak atau masih belum terjadi over product (produksi berlebih).
- Pemasaran melalui Bapak Angkat (BUMN/Perusahaan/ Pendamping lain) dengan Pola
Kemitraan, yakni antara lain Produsen (RTP, KPSP) melalui Tempat Pelayanan Koperasi
(TPK) menjalin kerjasama dengan Koperasi (KASP) mendapat bimbingan dan pembinaan
dari Bapak Angkat yang selanjutnya terjadi ikatan kerjasama dengan
prinsip saling
memperkuat, saling memerlukan dan saling menguntungkan.
30
VII. PUSAT PEMBIBITAN SAPI POTONG
7.1.
PENDAHULUAN
7.1.1. Latar Belakang
Pemberdayaan masyarakat yang bermukim di wilayah sekitar hutan dan perkebunan
dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan maasyarakat memiliki arti yang
sangat penting sebagai upaya untuk menjaga kelestarian dan kestabilan ekosistem.
Pembangunan masyarakat di wilayah tersebut yang tidak terencana dan tertata secara baik,
sehingga sebagian besar masyarakat yang bermukim di sekitar pinggiran hutan dan
perkebunan memiliki penghasilan yang sangat rendah, dapat mengakibatkan ketimpangan dan
kecemburuan sosial. Dampak negatif dari keadaan tersebut yang terjadi adalah adanya
penjarahan dan perusakan secara besar-besaran terhadap tanaman hutan dan perkebunan
hampir di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur seperti yang baru-baru berlalu.
Kabupaten Pasuruan memiliki wilayah kehutanan dan perkebunan di kecamatankecamatan sebelah timur, selatan dan barat. Sampai saat ini diakui secara umum di Indonesia
bahwa masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan (disamping juga masyarakat
nelayan) adalah masyarakat yang berpenghasilan paling rendah dibandingkan dengan
kelompok masyarakat lainnya. Nampaknya pembangunan masyarakat yang berasaskan
pemerataan dengan sistem atau pola yang diterapkan pada periode sebelumnya belum
menjangkau kelompok masyarakat.
Adanya penjarahan dan pengrusakan hutan dan /atau perkebunan milik pemerintah
yang berlokasi di sekitar pemukiman penduduk mengakibatkan kerugian yang sangat besar
bagi daerah dan negara baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun aspek lingkungan,
meskipun sampai saat ini belum ditemukan data yang akurat mengenai besarnya kerugian dan
luasnya wilayah hutan / kebun yang telah mengalami pengrusakan.
Pembangunan Kawasan Industri Masyarakat (KIMAS) berbasis Pembibitan Sapi
Potong ini adalah merupakan suatu kegiatan gerakan masyarakat menuju adanya transformasi
orientasi pola hidup dari subsisten menuju pola industri di tingkat masyarakat dengan
memanfaatkan dan sekigus memperbaiki keadaan lingkungan dengan selalu mengandalkan
pola pikir atau orientasi ekonomi dan penyelamatan lingkungan. Kegiatan yang dimaksud
juga berbasis pada usaha peternakan sapi potong, dimana usaha peternakan sapi potong
merupakan usaha yang selalu berorientasi ekonomi dan perbaikan lingkungan. Disamping itu
sapi potong merupakan salah satu komoditi unggulan Jawa Timur dan juga Kabupaten
Pasuruan.
Usaha perintisan pembibitan sapi potong untuk menghasilkan bibit sapi potong yang
berciri khas Indonesia perlu dilakukan mengingat sampai saat ini belum ada rintisan untuk
membentuk breed unggul sapi potong Indonesia yang sesuai kondisi lingkungan tropis
Indonesia. Di sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan daging serta sapi bakalan yang akan
digemukkan oleh feedloter sampai saat ini masih tergantung pada impor. Data Asosiasi
Produsen Daging dan Feedloter Indonesia (APFINDO) menunjukkan bahwa tidak kurang dari
31
200 000 ekor sapi bakalan per tahun diimpor dari luar negeri, bahkan sumber lain
menyebutkan sampai mencapai 400 000 ekor per tahun. Dengan asumsi harga sapi Rp 3 000
000,- per ekor maka setiap tahun Indonesia harus membayar sebesar Rp 600 milyard sampai
Rp 1,2 trilyun untuk pembelian sapi bakalan tersebut.
Pola Pemerintah mengenai pembibitan ternak sapi potong yang dipusatkan kepada
masyarakat sebagai pemilik ternak dengan dibimbing oleh Pemerintah sampai saat ini belum
mampu menjawab tantangan penyediaan bibit sapi bakalan, pemenuhan kebutuhan daging
serta yang lebih penting lagi adalah belum adanya perbaikan mutu genetik ternak secara
kontinyu. Sehingga kualitas sapi potong yang ada bukannya meningkat dari tahun ke tahun,
namun justru dalam keadaan sebaliknya yaitu mengalami degradasi mutu genetik dan
performans. Hal ini disebabkan bahwa sapi-sapi keturunan hasil persilangan melalui kawin
suntik (F-1) pada umumnya dipilih oleh peternak untuk dipasarkan dan dipotong, karena
memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bukan hasil kawin sunting (bukan persilangan).
Pembangunan KIM yang berbasis pembibitan sapi potong ini memiliki makna yang
penting dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkunan di
Kabupaten Pasuruan, serta pemerataan pembangunan ekonomi masyarakat. Dalam jangka
pendek kegiatan ini diharapkan dapat mendoron pemanfaatan sumberdaya wilayah dalam arti
luas dan pengembangan infrastruktur penunjangnya secara optimal.
7.1.2. Identifikasi Masalah
Beberapa permasalahan baik secara mikro dalam artian yang menyangkut kondisi
lahan kehutanan dan perkebunan yang berbatasan dengan pemukiman penduduk dan kondisi
taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan hutan dan perkebunan meupun secara makro
mengenai keadaan umum perkembangan sapi potong di Indonesia khususnya di Jawa Timur
(secara kualitatif dan kuantitatif), dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Lahan kehutanan dan perkebunan yang berbatasan dengan pemukiman penduduk
(data mengenai luas tidak dilaporkat) di Kabupaten Pasuruan saat ini berada
dalam kondisi yang memprihatinkan setelah mengalami periode penjarahan oleh
penduduk. Rehabilitasi lahan dan konservasi lingkungan perlu segera dilakukan.
2. Secara umum kondisi masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan perkebunan
dan perkebunan berpenghasilan rendah, sehingga perlu diberdayakan dengan
memanfaatkan sumberdaya lingkungan yang ada agar berubah pola pikirnya ke
arah usaha yang berorientasi ekonomi, dengaan selalu memperhatikan kestabilan
dan kelestarian ekosistem.
3. Pembangunan peternakan sapi potong sampai saat ini belum berorientasi kepada
perbaikan mutu genetik ternak secara terprogram dan berkelanjutan sehingga
aplikasi kawin suntik menggunakan semen pejantan unggul yang berupaya
meningkatkan mutu genetik ternak belum sampai kepada sasaran.
32
7.1.3. Tujuan dan Sasaran
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
1. Tujuan
Mendirikan sentra pembibitan sapi potong disekitar kawasan hutan dan perkebungan
untuk mendukung perbaikan ekonomi masyarakat, ekosistem yang lestari serta percepatan
rehabilitasi dan konservasi lahan
Membangun sistem rehabilitas dan konservasi lahan melalui pola biologis terpadu antara
peternakan, pertanian dan proses biologis.
Membangun sistem kawasan industri masyarakat sehingga masyarakat lebih mandiri
berusaha serta mampu dengan sendirinya meningkatkan taraf hidup, pendapatan dan
kesejahteraan.
Membentuk sistem pemarasan hasil usaha di bidang peternakan sapi potong beserta hasil
ikutannya, sehingga masyarakat akan dapat lebih memperoleh keuntungan dengan sistem
yang terbentuk.
2. Sasaran
Berdirinya dan berufungsinya sentra pembibitan sapi potong di sekitar kawasan hutan /
perkebunan, yang mampu menghasilkan bibit baru unggul khas Indonesia yang mampu
beradaptasi secara baik dengan kondisi lingkungan tropis, memiliki kemampuan
reproduksi, produksi dan kualitas produk tinggi serta memiliki daya saing jual dan posisi
tawar yang memadai.
Terbentuknya kawasan industri masyarakat (KIM) di lingkungan sentra pembibitan sapi
potong yang tertata secara optimal, yang merupakan sub sentra-sub sentra pembibitan sapi
potong. KIM yang terbentuk ini akan mampu mendukung peningkatan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat untuk menuju lingkungan kesehatan lingkungan yang
berkelanjutan.
Pemanfaatan ruang-hutan, -perkebunan dengan segenap sumberdayanya sesuai dengan
pengembangan pembibitan sapi potong beserta faktor pendukungnya.
Terbentuknya jaringan pemasaran hasil usaha di bidang peternakan sapi potong dan usaha
pendukungnya sehingga usaha ini akan berjalan lebih efisien.
3. Ruang Lingkup
3.1. Ruang Lingkup Kawasan
Kegiatan pembangunan KISAPMAS yang berbasis usaha pembibitan sapi potong
yang berwawasan ekonomi lingkungan ini mencakup usaha pendirian sentra pembibitan sapi
potong (SPSP) dan sub sentra - sub sentra pembibitan dan peternakan sapi potong (SSPSP)
yang kesemuanya berlokasi di wilayah pedesaan. SPSP didirikan di kawasan yang mudah
terjangkau secara transportasi, fasilitas umum (listrik, air, telepon), sumberdaya masyarakat
memadai serta akses bibit serta jalur pasar yang memungkinkan. Untuk keperluan tersebut
ada beberapa alternatif wilayah seperti di Kecamatan Bangi, dan Grati.
33
SSPSP dibentuk di masyarakat yang bermukim di wilayah pedesaan di beberapa
kecamatan Kabupaten Pasuruan. SSPSP ini merupakan kelompok petani ternak yang
mendapat pengarahan dan bimbingan dari Tim pembangunan KIM-SPSP, dengan demikian
kegiatan yang dilakukan oleh peserta dalam SSPSP ini akan selaras dengan program KIMSPSP yang telah ditentukan. SSPSP ini dibentuk agar para petani ternak mampu
memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, misalnya hasil limbah pertanian, perkebunan,
kehutanan beserta hijauan yang ada dalam system agroforestri. Berdasarkan kriteria tersebut
maka beberapa lokasi yang memungkinkan adalah Kecamatan Bangil, Grati dan sekitarnya.
Di masa mendatang dimungkinkan adanya pengembangan ke dalam wilayah yang lebih luas
sehingga memungkinkan adanya lintas wilayah administratif (lintas wilayah kota atau
kabupaten).
Pasar induk untuk produk dari kegiatan SPSP yang berlokasi di dekat SPSP sehingga
memudahkan akses informasi, transportasi dan akumulasi produk. Pasar induk ini dibentuk
sesuai dengan kebutuhan program dan dapat juga dimanfaatkan oleh kahalayak umum yaitu
masyarakat luas yang bukan termasuk dalam kegiatan SPSP.
Dalam kaitannya antara batas administratif dengan faktor jarak geografis terhadap
kemungkinan terbentuknya kawasan, ada kemungkinan akan dibentuk suatu sentra baru SPSP
yang saling koordinatif dan dinamik. Sehingga diharapkan program ini akan menyebar ke
wilayah-wilayah Kabupaten Pasuruan, di Jawa Timur secara meluas. Pola skematis
ditampilkan dalam Gambar 1.
34
Wilayah Makro Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur
KIM-SPSP berwawasan
ekonomi - lingkungan di
Kabupaten Pasuruan
SSPSP Kec.
SSPSP Kec.
SSPSP Kec.
PASAR INDUK
PASAR
REGIONAL,
NASIONAL
Gambar 1. Skema pengembangan KIM-SPSP dan SSPSP Kabupaten Pasuruan
3.1. Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang akan dilakukan dalam kegiatan program kerja ini meliputi
beberapa aspek :
1. Identifikasi potensi wilayah serta lokasi yang cocok untuk digunakan sebagai tempat
untuk SPSP dan -SSPSP.
2. Pembangunan SPSP dan -SSPSP di Kabupaten Pasuruan.
35
3. Penentuan strategi breeding
4. Pembangunan kawasan pertanian terpadu yang mendukung penyediaan pakan ternak
5. Pembangunan pusat pengolahan dan pemrosesan pakan ternak untuk mendukung
kontinyuitas penyediaan pakan ternak
6. Pembangunan pusat pengolahan dan pemrosesan kotoran ternak menjadi pupuk organik
untuk mendukung kawasan pertanian terpadu.
3.3. Rentang Waktu Kegiatan
Program pembibitan sapi potong dan pembangunan masyarakat merupakan program
jangka panjang. Untuk menghasilkan keturunan dari induk awal yang dipelihara memerlukan
waktu 2 tahun, sedangkan agar anak yang dihasilkan dapat memberikan keturunan maka
diperlukan waktu hampir 3 tahun. Di sisi lain, untuk mengintroduksi IPTEK terhadap
perubahan pola pikir atau pola hidup pada masyarakat agar betul-betul menjadi suatu
kebiasaan diperlukan waktu yang cukup lama (sekitar 2 tahun). Berdasarkan pertimbangan di
atas maka program ini akan diimplementasikan dalam waktu berjangka selama minimal 2
tahap dan setiap tahapan memerlukan waktu 5 tahun.
7.2. KERANGKA PENGEMBANGAN
Sistem pengelolaan usaha peternakan yang saat ini diterapkan nampak kurang adanya
keharmonisan keterlibatan masyarakat sehingga masyarakat kurang merasa ikut bertanggung
jawab terhadap terjaminnya kelestarian lingkungan yang berkesinambungan, namun mereka
ikut memiliki sehingga pada akhirnya mereka melakukan pengambilan sebagian kekayaan
alam secara tidak terprogram. Dampak yang nyata adalah ketidak teraturan lahan, serta
besarnya investasi (materi dan waktu) yang harus dikeluarkan untuk malakukan
pengembalian keadaan perekonomian wilayah.
Implementasi kebijaksanaan di bidang perbaikan mutu genetik ternak sampai saat ini
hasilnya nampak belum optimal. Berbagai kendala dan faktor penyebab dapat diinventarisir
di masyarakat dan pemerintah. Salah satu sebab utamanya adalah kurang adanya sistem
breeding secara terencana dan sistematis dalam waktu yang cukup dan berkesinambungan
untuk membentuk bibit breed khusus sapi potong Indonesia dengan mutu genetik unggul dan
mampu beradaptasi secara optimal di lingkungan tropis Indonesia.
Program kegiatan pembangunan Kawasan Industri Masyarakat- Pembibitan Sapi
Potong merupakan salah satu alternatif untuk mengantisipasi dan meredam keinginan
masyarakat untuk mengambil sebagian produks hutan dan perkebunan, serta menghasilkan
bibit baru sapi Indonesia yang nantinya akan mengantisipasi untuk mampu mengatasi
semakin menurunnya mutu genetik sapi potong yang ada.
36
7.3. METODOLOGI
Pembangunan SPSP dan SSPSP dalam memberdayakan masyarakat di pinggiran
wilayah hutan dan perkebunan serta sumberdaya alam yang ada menggunakan pendekatan
dalam suatu pandangan bahwa wilayah beserta daya dukung yang ada di dalamnya
merupakan suatu kesatuan ekosistem yang saling berinteraksi dan secara normal berada
dalam suatu keseimbangan. Adanya ketimpangan baik fisik maupun fisiologis akan
menyebabkan teracamnya keseimbangan ekosistem yang ada.
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka pembangunan SPSP dan SSPSP
adalah pendekatan wilayah, pembuatan dan implementasi sistem pertanian terpadu yang
mendukung penyediaan pakan ternak, pengadaan prasarana dan sarana pembibitan sapi
ptong, unit pengolahan limbah, unit pemrosesan pakan ternak, unit pasar serta pembinaan
masyarakat yang terlibat.
7.3.1. Pendekatan wilayah
Kegiatan ini merupakan kegiatan pendahuluan yang ditujukan untuk menentukan
lokasi sentra dan sub sentra SPSP serta menentukan model dan jenis komoditi tanaman
pertanian yang cocok untuk mendukung keberhasilan program yang dilaksanakan. Kegiatan
dilakukan melalui survai di wilayah kabupaten Pasuruan.
7.3.2. Model dan Implementasi Agroforerstri
Kegiatan ini dilakukan untuk menetapkan komoditi tanaman, dan akan ditentukan
dalam suatu model tanaman lorong. Model tanaman lorong yang dimaksud meliputi
tanaman keras (tanaman hutan), tanaman naungan pakan ternak, tanaman pertanian (tanaman
pangan) penghasil limbah pakan ternak (seperti jagung, kedelai dan kacang tanah), serta
rumput yang ditanam di sela-sela tanaman keras atau tanaman naungan pakan ternak.
7.3.3. Sarana dan Prasarana Bibit Sapi Potong
Kegiatan ini mencakup pengandaan bibit induk sapi potong (sapi bangsa PO) serta
perkandangan beserta perlengkapan penunjangnya. Model pengembangan yang dilakukan
adalah sebagian besar sapi akan diletakkan pada sentra pembibitan dan sebagian akan
ditempatkan pada peternak, dengan imbangan yang proporsional. Imbangan yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
Tahun I : 80 % sapi di SPSP, 20 % SSPSP
Tahun II
: 70% sapi di SPSP, 30% SSPSP
Tahun III
: 60% sapi di SPSP, 40% SSPSP
tahun IV
: 50% sapi di SPSP, 50% SSPSP
Untuk selanjutnya dilakukan seleksi baik sapi yang diseleksi sebagai bibit maupun di culling
untuk digemukkan, dipasarkan untuk tujuan potong.
37
7.3.4. Pengolahan Limbah Peternakan
Limbah utama peternakan adalah berupa kotoran sapi dan juga sisa-sisa pakan yang
tidak ikut dikonsumsi ternak. Seekor sapi dewasa setiap hari minimal menghasilkan kotoran
sebanyak 5 kg. Dengan demikian setiap 100 ekor sapi akan dihasilkan minimal 15 ton per
bulan. Bahan ini akan diolah menjadi pupuk organik baik sebagai bokhasi maupun pupuk
kascing sehingga akan lebih memberikan manfaat yang besar, untuk kelangsungan usaha
pertanian terpadu.
7.3.5. Pengolahan Pakan Ternak
Unit ini diperlukan mengingat wilayah di Pasuruan memiliki dua musim yang
menyolok yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada musim hujan tanaman tumbuh
dengan subur sehingga persediaan pakan ternak melimpah dan berlebihan. Pada musim
kemarau sering terjadi kekurangan pakan ternak. Untuk mengatasi hal tersebut maka adalah
unit pengolahan pakan ternak akan mengolah dan mengawetkan hijauan sehingga dapat
dipergunakan selama musim kemarau. Saat ini telah dihasilkan formula pakan ternak jadi
atau complete feed yang tersusun oleh beberapa komponen dasar yaitu sumber serat, sumber
energi, sumber protein dan sumber mineral.
7.3.6. Pasar Induk
Pasar induk dibentuk untuk memudahkan dan menstabilkan harga produk, serta untuk
memotong / memperpendek jalur pemasaran produk sehingga petani lebih dapat merasa
diuntungkan. Pembentukan pasar induk dilakukansesuai dengan kebutuhan, dan dapat
dipergunakan baik oleh anggotan SSPSP maupun yang bukan termasuk anggota SSPSP.
Pasar induk KISAPMAS ini dilengkapi dengan sistem informasi sehingga akan
memperlancar kegiatan usaha dan akses ke luar daerah baik regional maupun nasional.
7.3.7. Program Breeding dan Produksi Sapi Bibit
Program ini ditujukan untuk menghasilkan jenis sapi potong lokal Jawa Timur
(Indonesia) dengan karakteristik mempunyai potensi produksi : berat badan yang tinggi,
efisiensi menggunakan pakan berserat kasar tinggi, tahap terhadap penyakit dan lingkungan
panas. Potensi produksi berat badan yang tinggi dimaksudkan bahwa sapi hasil pemuliaan ini
akan memiliki berat lahir, berat sapih dan berat dewasa yang lebih tinggi dari pada sapi lokal
(sapi PO) saat ini. Untuk tujuan diatas, maka sapi lokal yang ada saat ini (betina induk) akan
dikawinkan (disilangkan) dengan bibit penjantan unggul impor. Melalui persilangan ini
diharapkan bahwa selain potensi berat badan yang meningkat maka proporsi genetik untuk
sifat tahan terhadap panas, penyakit dan efiisiensi penggunaan pakan berserat dapat
ditingkatkan. Keturunan selanjutnya dikawinkan dengan jenis sapi pedaging yang memiliki
performans eksterior (warna kulit, bentuk tubuh) yang disukai oleh masyarakat Indonesia
khususnya Jawa Timur (misalnya sapi Limosin atau Simenthal). Melalui persilangan ini
38
diharapkan bahwa empat karakteristik seperti tersebut di atas dapat diperoleh dan
dipertahankan. Secara skematis program pemuliaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2
berikut ini.
Sapi PO betina x Pej. Unggul (PU)
Sapi POPU x PU
(POPU = 50%, 50% PU)
Sapi betina POPUPU x Penj. Lims. (PL)
POPUPU = 25%PO, 75% PU)
Sapi POPUPUPL
(12.5%PO, 12,5% PU, 50% PL)
Gambar 2. Skema pola program pembibitan sapi potong untuk menghasilkan
breed sapi potong lokal
7.3.8. Pola Hubungan
Hubungan kerja antara sentra pembibitan sapi (SPSP) dengan anggota Sub sentra
(SSPSP) didasarkan atas pola hubungan kebersamaan dan saling menguntungkan. SPSP
merupakan usaha industri pokok yang nantinya akan menangani dan membina SSPSP,
menyelenggarakan kegiatan usaha dan hubungan pasar. SPSP juga akan menangani pertanian
terpadu yang mendukung penyediaan pakan ternak, pengolahan pakan ternak, pengolahan
limbah peternakan untuk menjadi pupuk organik serta fasilitas pemasaran.
Sapi-sapi hasil persilangan selalu dilakukan seleksi untuk menentukan keunggulan
setiap generasi. Sapi yang terseleksi akan dijadikan sebagai bibit untuk generasi berikutnya,
sedangkan yang tidak ikut terseleksi akan digemukkan dan dipasarkan sebagai ternak potong.
Skema hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
39
Manajemen sarana, prasarana dan Teknologi
LITBANG
KIM-SPSP
Sub-SPSP
SSPSP
SSPSP
Sapi Keturunan
Pertanian terpadu
SELEKSI
Pengolahan pakan
ternak
Penggemukan
Pengolahan limbah menjadi
pupuk
Pasar
Regional
Pasar Nasional
(Pasar global)
Gambar 3. Skema pola hubungan antara SPSP dan Sub-SPSP
40
7.4. KEBUTUHAN INVESTASI PENDUKUNG
Untuk mewujudkan kegiatan program pembangunan Kawasan Industri Masyarakat Sentra Pembibitan Sapi Potong beserta pemberdayaan masyarakat yang bermukim di sekitar
kawasan hutan, maka beberapa komponen biaya memerlukan biaya investasi baik berupa
barang langsung maupun dalam bentuk rupiah. Beberapa komponen biaya adalah sebagai
berikut :
1. Ternak sapi induk (bangsa PO) dewasa sebanyak 500 ekor, yang akan digunakan sebagai
stok induk untuk menghasilkan keturunan F-1 setelah mengalami persilangan dengan
pejantan unggul
2. Lahan untuk program pertanian terpadu (tanaman tegakan, tanaman pangan dan rumput),
dibutuhkan lahan seluas 200 Ha yaitu lahan kawasan hutan PT. Perhutani
3. Bangunan kandang beserta perlengkapannya; merupakan sarana pendukung yang meliputi
kandang untuk induk, kandang perkakwinan, peralatan tempat minum, tempat pakan dan
sistem saluran air dan pembuangan kotoran.
4. Peralatan untuk pemrosesan pakan ternak
5. Peralatan transportasi atau alat angutan, yang digunakan untuk mengangkut pakan ternak
atau hasil yang diperoleh
6. Peralatan operasional.
Download