MODEL KISAPMAS KAWASAN INDUSTRI SAPI POTONG MILIK MASYARAKAT GRATI - KABUPATEN PASURUAN Diabstraksikan oleh; Prof Dr Ir Soemarno MS Bahan kajian MK. Metode Perencanaan dan Pengembangan Wilayah PM PSLP PPSUB 2010 I. PENDAHULUAN Usaha sapi potong merupakan usaha yang dianggap mempunyai tingkat produktivitas tinggi dan tingkat resiko relatif kecil kalau dikelola dengan baik. Usaha penggemukan sapi potong telah menjadi tradisi yang banyak dikenal di wilayah Pasuruan, Jawa Timur. Sapi potong dapat dipelihara oleh hampir setiap anggota masyarakat pedesaan, tidak memerlukan teknologi yang rumit dan dengan cara sederhana dapat berkembang dengan baik, asalkan kualitas sapi bibitnya cukup baik. Oleh karena itu untuk meningkatkan populasi, dan produksi sapi potong, diperlukan “Breeding center” untuk mendukung pengembangan Kawasan Industri Sapi Potong Milik Masyarakat (KISAPMAS). Obsesi: Menjadikan usaha penggemukan sapi potong menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat pedesaan secara berkelanjutan. Visi: mengembangkan kawasan sentra produksi sapi potong milik masyarakat yang berbasis IPTEK dan berbudaya “industri”. Misi: Menyediakan sapi bibit dan sapi bakalan unggul (PULISI = Sapi Unggul keturunan Limosin dan Simenthal) yang didukung dengan paket teknologi dan manajemen berpendampingan. II. KONSEPSI KELEMBAGAAN KISAPMAS 2.1. Konsepsi. Pengembangan komoditas sapi potong dapat dilakukan dengan sistem usahatani berkelompok (Kelompok Peternak Sapi Potong, KPSP) dan terpusat pada kawasan sentra produksi sapi potong yang terkait dengan kegiatan-kegiatan pendukungnya (cluster) secara terpadu, berskala ekonomi, berkelanjutan dengan kemandirian dan beroreantasi agribisnis serta berwawasan lingkungan. Penyediaan bibit yang berkualitas tinggi dikoordinasikan oleh Sentra Pembibitan Sapi Potong (SPSP), Breeding Center. Sistem pendampingan teknis dan manajerial diperlukan untuk memantau dan mengarahkan keberhasilan usaha penggemukan sapi oleh kelompok peternak. 1 RANCANGAN SISTEM KELEMBAGAAN KISAPMAS MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI DANA INVESTASI LITBANG DIKLAT Teknol dana Unit Usaha Pengelola SPSP Agri-info Teknologi & Informasi Pasar KASP Koperasi Agribisnis Sapi Potong Usaha Penggemukan Sapi Potong 1 KPSP = 20-25 RTP Industri Pupuk Organik limbah sapi Industri Perdagangan Packaging/Kemas Promosi Pemasaran Industri Pakan & Konsentrat 2 KETERKAITAN ANTAR CLUSTER DALAM KISAPMAS Cluster ALSINTAN KSP PAKAN TERNAK INDUSTRI PENGGEMUKAN / DAGING - Pupuk - Pestisida - Herbisida Bahan -Bahan penunjang Cluster Agrokimia LIMBAH USAHATANI Industri Silages Pakan ternak PRODUK SAPI/ DAGING Cluster pangan/ HEWANI PASAR Regional LIMBAH INDUSTRI Cluster Pemasaran & Transportasi Industri Pupuk Organik PROMOSI Kemas & Packaging SISTEM PERBANKAN DAN ASURANSI Pasar Nasional 3 2.2. Arah KISAPMAS diarahkan untuk berkembang menjadi sentra-sentra bisnis berbasis sapi potong yang berorientasi agribisnis dan keberlanjutan, serta didukung oleh Kapabilitas Breeding Center (SPSP) menyediakan sapi bibit yang bagus. (1) (2) (3) (4) (5) 2.3. Dasar Penentuan Lokasi Penentuan lokasi KISAPMAS ini dengan persyaratan sebagai berikut: Bahwa KISAPMAS mampu mendorong berkembangnya kelembagaan ekonomi rakyat yang mengakar dan mandiri. Mempunyai sumberdaya wilayah yang relatif siap dimanfaatkan dan potensinya memadai: lahan kering-kritis dan potensi pakan hijauan Adanya partisipasi aktif dari masyarakat (INDIVIDU dan BERKELOMPOK) yang telah familier dengan sapi potong dan teknologinya telah dikuasai. Memberikan hasil dengan nilai tambah yang memadai bagi masyarakat. Merupakan substitusi impor dan apabila mungkin diekspor. 2.4. Tujuan dan Sasaran. Berdasarkan konsepsi tersebut di atas, maka tujuan dan sasaran dari pengembangan KISAPMAS adalah sebagai berikut: (1) Tujuan a. Meningkatkan populasi sapi potong, produksi primer dan hasil sampingan, serta produkproduk ikutannya, yang dapat dipasarkan secara regional, bahkan kalau memungkinkan secara nasional. Kelembagaan yang dianggap mampu melaksanakan kegiatan ini adalah Rumah Tangga Peternak (RTP) dan Kelompok Peternak Sapi Potong (KPSP). b. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak melalui peningkatan skala usaha kecil menuju ke arah komersial dengan pendekatan Agribisnis. Kelembagaan yang mampu menfasilitasi kegiatan ini adalah Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP) yang mampu menjalin networking sinergis dengan pelaku agribisnis lainnya. c. Mendorong berkembangnya Sentra Pembibitan Sapi Potong (SPSP) dan sub-sentra (SubSPSP) pendukungnya yang mampu memberikan pelayanan inovasi teknologi serta informasi pasar. 4 (2) Sasaran. a. Sasaran Kualitatif. Secara kelembagaan sasaran KISAPMAS adalah berkembangnya kelompokkelompok peternak yang layak diberdayakan menuju usaha kelompok agribisnis yang mandiri dan kemudian berkembangnya ke arah terbentuknya Koperasi Peternak Sapi Potong yang profesional. (a) (b) (c) (d) b. Sasaran Kuantitatif. Sasaran kuantitatif KISAPMAS ini adalah sebagai berikut: Mengembangkan kelembagaan SPSP dan sub-SPSP yang mampu menghasilkan bibit sapi potong yang bagus dan didukung oleh sistem informasi teknologi dan informasi pasar yang memadai. Pengadaan Pejantan Sapi potong unggul sebagai sumber genetik. Selanjutnya bibit Sapi potong tersebut dikembangkan secara berkesinambungan di dalam SPSP dan Sub-SPSP, dan pada akhirnya digulirkan kepada RTP dan KPSP. Sasaran peternak ditetapkan secara bertahap, misalnya setiap tahapan 200 RTP, masingmasing menerima 1 ekor jantan untuk penggemukan atau 1 ekor betina sebagai induk untuk produksi anakan. 2.5. Tahapan Kemandirian Dalam rangka pembinaan kelembagaan kelompok peternak (KPSP) dalam lingkungan KISAPMAS sehingga dapat mencapai kemandirian, maka bantuan pendampingan teknis dan manajerial sangat diperlukan. Selanjutnya pemerintah hanya akan membina secara fungsional agar KPSP tersebut mencapai kemandirian bahkan dapat dikembangkan ke arah terbentuknya koperasi sapi potong, yang selanjutnya mampu melakukan kemitraan dengan mitra-usaha Swasta yang terkait. III. PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN SAPI POTONG 3.1. Pola Penyebaran Penyebaran Bibit Sapi potong dapat dilaksanakan melalui 2 pola, yaitu : (1) Gerakan pembangunan rumah kandang (Gerbang Rukan) yaitu penyebaran dan pengembangan ternak dengan sistem pemeliharaan dimana lokasi pemeliharaan berada dalam lahan pekarangan. Pola ini dapat dilakukan dengan melibatkan sejumlah RTP dan KPSP. (2) Gerakan pembangunan areal peternakan pedesaan (Gerbang Anak Desa) yaitu penyebaran dan pengembangan ternak dimana lokasi pemeliharaannya terpisah dengan pemukiman penduduk yang tergabung dalam suatu kelompok. Pola ini lebih sesuai bagi pengembangan SPSP dan Sub-SPSP. 3.2. Penyebaran Bibit Ternak 5 Penyebaran Sapi potong dapat ditempuh melalui dua tahap, yaitu : (1) Operasional Penyebaran Ternak a. Tahap produksi bibit Produksi bibit di SPSP dengan induk dan pejantan yang terpilih, selanjutnya bibit sapi dipelihara di Sub-SPSP. Adapun fungsi Sub-SPSP ini adalah : (a) Aklimatisasi atau penyesuaian kondisi dan lingkungan dalam upaya memperkecil tingkat kematian ternak sebelum disebarkan kepada RTP dan anggota KPSP. (b) Pembesaran bibit sampai umur tertentu sebelum disebarkan kepada peternak. (c) Pelayanan informasi (teknologi dan pasar) dan percontohan bagi masyarakat dan sekaligus sebagai tempat latihan kerja. (d) Mendampingi peternak dalam menjalankan usahanya. b. Tahap Penyebaran dan Pemberdayaan Tahap penyebaran dan pembinaan, yaitu penyebaran ternak kepada peternak yang bergabung dalam KPSP. Peternak-peternak anggota KPSP ini didampingi sehingga mampu menumbuhkan sentra produksi sapi potong. 3.3. Peternak Petani peserta proyek ditetapkan oleh Kepala Dinas /Instansi terkait dengan mengakomodasikan saran/masukan-masukan dari tokoh masyarakat setempat. (1) Syarat-syarat peternak peserta : a. Bertempat tinggal tetap di lokasi KISAPMAS disertai surat keterangan domisili Kepala Desa. b. Diutamakan belum mendapat ternak pemerintah. c. Bersedia menjadi anggota kelompok KPSP. d. Mempunyai pengalaman dan ketrampilan memelihara ternak dan sannggup melakukan usaha secara serius. e. Sanggup menyediakan kandang, pakan dan memelihara ternak dengan baik. f. Bersedia mengikuti petunjuk, bimbingan dan latihan dari Dinas dan instansi terkait. g. Mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas /Instansi Dati II untuk menjadi peserta proyek/penggaduh ternak dan menjadi anggota KPSP. h. Bersedia menandatangani Surat Perjanjian Kerja dengan Dinas /Instansi berwenang. (2) Adapun tugas dan syarat KPSP sebagai berikut : a. Peternak peserta proyek dikelompokkan dalam kelompok peternak (KPSP) yang terdiri dari 25 -30 RTP. b. Setiap KPSP membentuk pengurus yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara. c. Pengurus berkewajiban ikut membina dan mengaktifkan anggota kelompok serta mengkoordinasikan kegiatan pengembangan usahatani ternak dari anggotanya. d. Pengurus berkewajiban menyampaikan laporan perkembangan ternak dari anggotanya kepada petugas peternakan setempat. 6 e. Setiap anggota kelompok wajib mencatat perkembangan ternaknya pada kartu peternak dan data kesehatan ternak melalui kartu pelayanan kesehatan hewan seperti pada. (3) Peternak yang telah memenuhi persyaratan ditetapkan oleh Surat Keputusan Kepala Dinas Peternakan /Instansi berwenang Jawa Timur. 3.4. Forum Komunikasi Agribisnis (FORKA) Forum ini berfungsi untuk memantau dan mengendalikan perkembangan KISAPMAS sehingga mampu mencapai hasil yang diinginkan. Forum ini beranggotakan para ketua KPSP, perwakilan instansi pemerintah yang terkait, SPSP dan Sub-SPSP, suasta dan tokoh masyarakat. IV. KELOMPOK PETERNAK SAPI POTONG (KPSP) 4.1. Landasan PEMBENTUKAN KELOMPOK 4.1.1. Dasar Filosofis Manusia ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Sejak lahir manusia membutuhkan kasih sayang, persaudaraan dan kerjasama dengan orang lain untuk dapat berkembang. Pada sisi lain, setiap orang ingin agar kebutuhan ekonomi terpenuhi. Manusia mengejar kepuasan dan kemakmuran bagi diri sendiri. Naluri untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya juga menjadi fitrah manusia yang normal. Secara utuh manusia memang harus diterima dalam fitrahnya sebagai insan sosial yang haus kasih sayang dan persaudaraan, sekaligus juga makhluk ekonomi yang mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri. 4.1.2. Mengapa Kelompok diperlukan? Secara sendiri-sendiri tidak mudah bagi penduduk untuk mengembangkan kehidupan ekonomi keluarganya. Keterbatasan pengetahuan, kelangkaan sumberdaya dan sempitnya pelkuang, membelenggu mereka tetap dalam kemiskinannya. Kerjasama, saling membantu, terbukti dapat memeperkuat posisinya, meningkatkan kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain. Saling menolong dan bekerjasama memperkuat penum pukan sumber pelayanan ekonomi dan memperluas kesempatan untuk mencapai kemajuan. Oleh karenanya pendekatan kelompok diperlukan agar: a. memperoleh persahabatan dan kerjasama b. mewujudkan semangat saling membantu c. melatih diri berfikir bersama dan bermusyawarah d. mengembangkan sikap dan motivasi untuk maju e. belajar memimpin dan bertanggung-jawab f. belajar memutuskan tujuan dan rencana hidup yang jelas g. mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung h. mengembangkan usaha produktif 7 i. j. k. l. memperoleh pelayanan pinjaman untuk modal usaha meningkatkan pelayanan pihak lain (misalnya Bank) memperluas hubungan pergaulan dan kesempatan-kesempatan memperoleh bimbingan dan pembinaan. 4.2. Kelompok Sasaran Program POKSAR kegiatan adalah penduduk yang bermukim di KISAPMAS. Mereka merupakan kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan terbatas kemampuan serta aksesnya dalam mendapatkan pelayanan, pra-sarana, dan permodalan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya atau menghadapi masalah khusus dan mendesak yang segera memerlukan penanganan dan bantuan. 4.2.1. Pengertian kelompok Kelompok merupakan kumpulan penduduk setempat (RTP) yang menyatukan diri dalam usaha di bidang sosial-ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan, dan kegotong-royongan mereka. Kelompok merupakan milik anggota, untuk mengatasi masalah bersama serta mengembangkan usaha bersama anggota. Kelompok beranggotakan sekitar 20 – 25 RTP dan berada di desa/kelurahan, atau di bawah tingkat desa/ kelurahan. Dalam satu desa/kelurahan dapat tumbuh beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan. Kelompok dapat tumbuh dari kelompok tradisional yang telah ada, seperti kelompok adat/tradisional, dan kalau belum ada segera ditumbuhkan dan dibina secara khusus. Kelompok dapat dipandang sebagai wadah kebersamaan dalam mengelola kegiatan sosial-ekonomi. Dalam melaksanakan prinsip kebersamaan setiap anggota ikut bertanggungjawab, saling mempercayai dan saling melayani. Dalam kebersamaan terbuka peluang untuk menghimpun dana dari anggota, mengelola dana secara bersama oleh anggota, dan memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan seluruh anggota. Kebersamaan ini menunjukkan semangat dan kegiatan kooperatif yang menjadi dasar bagi gerakan koperasi yang mandiri dan handal. 4.2.2. Pembentukan kelompok Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan, penduduk miskin diharapkan membentuk kelompok. Pembentukan kelompok sebagai wadah kegiatan usahatani dimaksudkan agar penanganan penduduk miskin dapat terarah, interaksi di antara masyaraat dapat ditingkatkan dan kesetia-kawanan serta kegotong-royongan dapat dibangun dan dikembangkan. Kesatuan dan persatuan di dalam kelompok bermanfaat untuk mengenali permasalahan bersama serta merumuskan langkah penanganan masalah di antara anggota. Kehadiran kelompok memungkinkan terjadinya pengawasan pelaksanaan program oleh masyarakat sendiri. Ketetapan dalam penentuan kelompok sasaran program akan sangat menentukan keberhasilan program tsb. Oleh karena itu, pembentukan KUBA harus melibatkan pihak yang paling mengetahui mengenai penduduk yang tergolong miskin di lingkungan setempat. Pembentukan kelompok penduduk miskin yang menjadi sasaran program pertama-tama diprakarsai oleh para pemuka masyarakat setempat. Dalam rangka pembentukan kelompok, perlu dilakukan pendataan penduduk/keluarga miskin dengan memakai kriteria yang disepakati penduduk setempat dan dibahas dalam musyawarah /rmbug kelompok. Pendataan keluarga miskin dilaksanakan oleh 8 INSTANSI BERWENANG dan perangkatnya dan dilakukan sedini mungkin sehingga pada saat program dimulai, telah terbentuk kelompok. Pendataan keluarga sejahtera oleh BKKBN, jika telah dilakukan di desa yang bersangkutan dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan, sesuai dengan kondisi setempat. Pembentukan kelompok sebaiknya dilaukan pula melalui musyawarah desa/dusun dan disarankan pada daftar penduduk yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dalam pembentukan kelompok, rujukan berikut ini dapat digunakan: a. Pembentukan kelompok didasarkan pada kebutuhan keluarga miskin untuk meningkatkan kesejahteraan anggota b. Harus dihindari pembentukan kelompok yang dipaksakan c. Dalam wadah kelompok diselenggarakan kegiatan sosial ekonomi, yaitu usaha produktif, pemupukan modal dan tabungan, sehingga bermanfaat bagi semua anggota secara berkelanjutan d. Kelompok dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula disiapkan, ditumbuhkan dan dibina secara khusus oleh aparat desa/kelurahan dan masyarakat setempat. Dalam pembentukan kelompok, keluarga miskin dapat digolongkan menjadi ependuduk yang sudah mempunyai usaha produktif meskipun kecil- kecilan dan penduduk yang benar-benar tidak mempunyai pekerjaan tetap dan dengan demikian juga tidak mempunyai penghasilan tetap. Bagi mereka yang mempunyai usaha produktif, kelompok dibentuk dengan memilih pengurus yang kemudian bersama anggota merencanakan kegiatan simpan-pinjam dengan modal kerja dari berbagai sumber. Bagi penduduk lainnya diupayakan untuk menciptakan lapangan usaha dan lapangan kerja, dengan bantuan pendamping, baik yang ditugaskan oleh camat, dari aparat desa dan kalangan petugas lapangan berbagai instansi yang ada di desa, maupun dari kalangan masyarakat desa yang telah lebih sejahtera dan berhasil dalam kehidupan ekonominya. Untuk ini perlu ditemukenali kegiatan stimulan yang dapat membuka lapangan usaha dan lapangan kerja bagi warga pedesaan. 4.2.3. Pemberdayaan kelompok Untuk mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi, dalam kelompok perlu diupayakan peningkatan pendapatan, peningkatan keterbukaan wawasan dan sikap bekerjasama, dan peningkatan sifat demokratis- partisipatif dalam penyelenggaraan kelompok. Adanya upaya peningkatan pendapatan ditandai dengan dilenggarakannya pemupukan modal, tabungan, serta usaha produktif anggota. Adanya keterbukaan ditandai dengan kesediaan anggota kelompok untuk menerima gagasan dan kelembagaan baru. Adanya kegotong-royongan ditandai dengan upaya pemberian bantuan dari keluarga yang sudah sejahtera kepada keluarga yang belum sejahtera. Adanya demokrasi ditandai dengan kepemimpinan kelompok yang dipilih dari dan oleh anggota, dan pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Kelompok yang disiapkan dan dibina secara baik akan berfungsi sebagai wahana proses belajar-mengajar anggotanya,wahana untuk menajamkan masalah bersama yang dihadapi, wahana pengambilan keputusan untuk menentukan strategi menghadapi masalah bersama, dan wahana mobilisasi sumberdaya para anggota. Kelompok sebagaimana dimaksud belkum tentu telah ada di semua desa/kelurahan. Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan program KISAPMAS, perlu ditumbuh-kembangkan kelompok masyarakat dengan memanfaatkan kelompok tradidisonal yang sudah ada wahana kebersamaan penduduk miskin. 9 4.3. MANFAAT KPSP a. Meningkatkan kesejahteraan para anggota b. Mengembangkan sikap hidup hemat, ekonomis dan berpandangan ke depan c. Memberikan pelayanan modal kepada anggota d. Mengembangkan usaha produktif anggota e. Melatih diri berfikir dan bermusyawarah f. belajar memimpin dan mengembangkan tanggung-jawab g. Mengembangkan sikap dan kebiasaan menabung h. Meningkatkan kepercayaan pihak lain (seperti Bank). 4.4. PERSYARATAN PEMBENTUKAN KPSP Kelompok yang dicirikan oleh adanya sekelompok orang yang saling mengenal dan bersepakat untuk saling membantu satu sama lain akan lahir kalau syarat berikut ini terpenuhi: a. Adanya ikatan pemersatu yang jelas, yaitu salah satu atau beberapa unsur berikut ini: - Kesamaan tempat tinggal - Kesamaan tempat pekerjaan - Kesamaan jenis pekerjaan atau profesi - Kesamaan hobi atau kesenangan - Kesamaan organisasi - Kesamaan tempat asal (paguyuban) - Kesamaan status (pemuda, wanita, dll) b. Ada kesamaan kebutuhan ekonomi tertentu, seperti: - Kebutuhan modal usaha - Kebutuhan bahan baku atau barang dagangan tertentu - Kebutuhan sarana tempat usaha - Kebutuhan kelancaran penjualan barang produksi/jasa. c. Adanya pemrakarsa atau sekelompok kecil orang inti yang memiliki peranan paling berpengaruh dan dipercaya orang lain di sekelilingnya d. Ada orang yang dengan sukarela bersedia mengelola dan melakukan kegiatan pelayanan kepada para anggota e. Ada lembaga atau perorangan yang memberikan bimbingan dalam pengembangan program kegiatan kepada kelompok f. Ada tujuan bersma yang disepakati dan memberikan manfaat nyata kepada anggotanya. 4.5. PRINSIP DASAR: KPSP a. b. c. d. e. f. KPSP bekerja atas dasar dari, oleh dan untuk anggota Keanggotaan KPSP berdasarkan kesadaran, dan terbuka untuk umum KPSP bergerak dalam bidang sosial-ekonomi, khususnya pelayanan tabungan dan kredit bagi para anggota Menyelenggarakan pertemuan secara teratur Menyelenggarakan ependidikan serta pengembangan pengetahuan anggota secara terus menerus Manajemen KPSP Bersifat terbuka 10 4.6. KESEPAKATAN dalam PENGELOLAAN usaha Dalam rangka meningkatkan usaha bersama dalam KPSP, perlu diambil suatu kesepakatan bersama yang dapat dipakai sebagai ketentuan/ aturan yang harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Kesepakatan ini harus dibuat untuk menjaga dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Kesepakatan tersebut diambil atau diputuskan dalam rapat anggota, a.l. - Kesepakatan tentang besarnya pinjaman, simpanan, angsuran dll - Kesepakatan tentang jadwal pertemuan rapat anggota - Kesepakatan tentang musyawarah kelompok untuk pengambilan keputusan - Kesepakatan tentang pemanfaatan bantuan teknik. 4.7. PRINSIP DASAR ORGANISASI KPSP a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. Kekuasaan tertinggi dalam Kelompok berada pada rapat anggota (RA) Pengurus dan badan pemeriksa dipilih dari , oleh dan di dalam rapat anggota Pengurus dan badan pemeriksa hanya dapat diberhentikan melalui rapat anggota Pengurus dan badan pemeriksa bertanggung-jawab kepada rapata anggota Organisasi hanya dapat dibubarkan oleh rapat anggota Tugas dan wewenang pengurus diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Tugas tanggungjawab pengurus: mengelola organisasi usaha kelompok, melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama, dan mewakili KPSP di luar dan dihadapan pengadilan. Masa jabatan pengurus hendaknya diatur secara jelas, misalnya dua atau tiga tahun. Pengurus minimal eterdiri atas tiga orang, di antaranya sekretaris dan bendahara. Jika dipandang perlu pengurus dengan persetujuan RA dapat mengangkat seksi-seksi, seperti seksi kredit, seksi usaha, dll. Kewajiban anggota: menghadiri pertemuan anggota, menabung secara teratur, membayar kembali pinjaman sesuai dengan ketentuan, menghadiri/melibatkan diri dalam kegiatan Kelompok. 11 V. PENDAMPINGAN Usaha meningkatkan ekonomi rakyat melalui usaha penggemukan sapi potong ditempatkan secara utuh dalam konteks pembangunan masyarakat desa yang bertumpu pada peran-serta aktif masyarakat dan peningkatan produktivitas rakyat (people empowerment). Agar supaya usaha ini menjadi lebih efektif, maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak dan sektor secara terpadu dan terfokus sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah, terutama potensi pengembangan sapi potong. Program KISAPMAS ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan kelompok masyarakat pedesaan untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka keterisolasian dan kesempatan berusaha dengan melibatkan komoditas sapi potong. Program ini diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan kemandirian masyarakat perdesaan, dengan menerapkan prinsip-prinsip sekala ekonomi, usaha kelompok, keswadayaan dan partisipasi, serta menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif dalam bentuk Kelompok Peternak Sapi Potong (KPSP) dengan dukungan Breeding Center. Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, masyarakat perdesaan perlu dibina dan didampingi untuk mampu mengembangkan kelompok usaha bersama. Oleh karena itu masyarakat diberikan wewenang penuh untuk menjalankan usaha produktifnya. Dengan demikian sasaran pendampingan adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berusaha penggemukan sapi potong secara produktif dan ekonomis. Pendampingan masyarakat melalui KPSP memerlukan tenaga pendamping yang handal. Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, tenaga pendamping ini harus siap bekerja secara purna waktu. 5.1. Tenaga Pendamping 5.1.1. Pengertian Pendamping adalah tenaga lapangan pada tingkat desa yang berasal dari berbagai instansi pemerintah atau dari masyarakat, yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan untuk mengembangkan usaha penggemukan sapi potong. 5.1.2. Tugas Pendampingan Pendamping bertugas antara lain (1) mengarahkan penduduk yang bergabung dalam KPSP sehingga menjadi suatu kebersamaan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan, (2) sebagai pemandu (fasilitator), penghubung (komunikator), dan penggerak (dinamisator) dalam pembentukan KPSP dan pendamping pengelolaan kegiatan usaha agribisnis. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, pendamping dikoordinasikan oleh SPSP. Ruang lingkup tugas pendamping adalah sbb: a. Melalui prakarsa SPSP, pendamping memandu pembentukan KPSP melalui musyawarah Desa/ Adat. b. Mendampingi KPSP agar berfungsi sebagai wahana proses belajar mengajar proses alih teknologi, pengambilan keputusan, mobilisasi sumberdaya para anggota dan komunikasi antara anggota dengan para pendamping. c. Bersama aparat terkait menyusun rencana peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari para anggota dan pengurus KPSP. 12 d. Mengembangkan sistem informasi pasar hasil produksi dan sarana produksi, serta ketersediaan teknologi tepat guna. e. Meningkatkan kerjasama dengan para tokoh masyarakat, lembaga- lembaga pene-litian serta lembaga-lembaga suasta. f. Memantau permasalahan dan hambatan dalam pengembangan usaha para anggota KPSP g. Mengidentifikasi kebutuhan teknologi dan menginformasikannya ke lembaga-lembaga inovasi teknologi. 5.2. Kegiatan Utama Pendamping 5.2.1. Pemahaman Memahami berbagai Juknis dan Juklak dan berbagai pengarahan aparat terkait Memahami berbagai prosedur perkreditan formal melalui Koperasi/Bank Memahami aspirasi dan usaha KPSP yang akan didampingi Mengidentifikasi jenis sumberdaya yang ada pada masyarakat dan peluang-peluang berusaha e. Merumuskan kebutuhan KPSP, terutama untuk pengembangan usahanya. a. b. c. d. 5.2.2. Menyusun Jadwal Kerja Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pendamping perlu menyusun jadwal kerja. Caranya adalah sbb: a. Membaca serta memahami dahulu langkah-langkah kegiatan pendampingan b. Membahas dan menyusun rencana jadwal kerja dengan sesama pendamping c. Pendamping membicarakan serta menyepakati rencana jadwal kerja dengan SPSP. 5.2.3. Membantu Pendataan RTP Dalam rangka mengembangkan KPSP dan menggerakkan usaha kelompok, data tentang penduduk, keadaan sosial ekonomi masyarakat, jenis-jenis sumberdaya yang dimiliki perlu dikumpulkan melalui pengembangan sistem pendataan yang efisien. Sasaranannya adalah terciptanya bank data tentang masyarakat Desa, yang dapat dipergunakan untuk membuat perencanaan sesuai dengan keinginan kelompok dan evaluasi kemajuan KPSP. Dalam rangka pelaksanaan program KISAPMAS, maka penduduk desa baik pria maupun wanita perlu ditata dan disiapkan secara seksama. Pendataan didasarkan atas kriteria setempat yang telah disepakati bersama oleh Pemerintah Desa dan Tokoh Masyarakat serta BPD. Pendataan mereka meliputi aspek-aspek: (a) sumber-sumber pendapatan keluarga, (b) pemenuhan kebutuhan hidup minimal seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. 13 JADWAL KERJA PENDAMPING DESA : BULAN : NO KEGIATAN KECAMATAN: TAHUN LOKASI : WAKTU KETERANGAN Mengetahui Pendamping SPSP 1. ....................... 2. ....................... 3. ....................... 4. ....................... 5. dst Hasil pendataan RTP ini merupakan bahan yang akan dibahas dan dimusyawarahkan. Untuk itu pendamping harus melakukan hal-hal sbb: (a) menghimpun data penduduk desa yang ada di desa/dusun; (b) mengelompokkan data penduduk dalam kelompok penduduk berdasarkan jenis-jenis usaha yang telah ada dan kelompok penduduk yang belum mempunyai jenis usaha serta berdasarkan lokasi tempat tinggalnya. 5.2.4. Membantu Pembentukan KPSP Kelompok adalah kumpulan RTP setempat yang menyatukan diri dalam usaha agribisnis sapi potong untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan dan kegotongroyongan. Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya mempercepat penanggulanan kemiskinan, penduduk desa harus didorong membentuk kelompok usaha bersama. Pembentukan KPSP ini dapat diprakarsai oleh SPSP bersama-sama dengan tokoh masyarakat. Dalam membantu pembentukan KPSP tersebut maka perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu: (a). Pembentukan KPSP didasarkan pada kebutuhan RTP, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (b). Harus dihindari pembentukan KPSP yang dipaksakan oleh aparat pemerintah, termasuk aparat desa atau KOPERASI (c). Dalam wadah KPSP ini diselenggarakan usaha produktif agribisnis sapi potong, pemupukan modal dan penghimpunan tabungan sehingga memberikan manfaat secara ekonomis bagi semua anggota KPSP secara lestari dan berkelanjutan (d). KPSP dapat merupakan kelompok yang sudah ada, atau dapat pula disiapkan, ditumbuhkan, dan dibina secara khusus oleh aparat desa, organisasi kemasyarakatan, 14 perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat sesuai dengan ketentuan yang ada, yaitu anggotanya adalah RTP (e). Pada satu desa/kelurahan dapat dibentuk beberapa kelompok seusai dengan kebutuhan atau dengan mengembangkan kelompok yang ada. KPSP beranggotakan sekitar 25-30 RTP yang tinggal dalam satu hamparan. (f). Pendampingan terhadap KPSP disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Jumlah KPSP yang dibina dibatasi sebanyak-banyaknya 5 KPSP. 5.2.5. Membimbing Pengelolaan Usaha Anggota KPSP yang belum mempunyai usaha intensif memerlukan bimbingan dalam manajemen kegiatan. Manajemen usaha yang dipilih hendaknya berdasarkan; (a). Kesepakatan anggota KPSP; (b) berorientasi pada peningkatan pendapatan, (c) kemampuan anggota, (d) potensi sumberdaya alam yang mendukung, (e) usaha dapat beragam dalam konteks agribisnis sapi potong. Bagi anggota KPSP yang sudah mempunyai kegiatan produktif tetap maka pendamping membimbing guna meningkatkan mutu usaha dan penambahan modal. 5.2.6. Membimbing Perencanaan Kegiatan Ushasa KPSP (a). Membantu KPSP dalam membahas sumberdaya alam dan manusia sesuai dengan pilihan terbaik bagi anggota berdasarkan kemampaun yang ada (b). Membantu menetapkan jenis kegiatan yang sesuai dengan prioritas kebutuhan dan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Dengan memperhatikan aspek alat, bahan. cara dan tempat. (c). Membantu KPSP membahas dan menyusun jadwal kegiatannya dengan mengisi KPSP1. (d). KPSP-1 seluruh kelompok dibahas dan disepakati dalam musyawarah SPSP untuk selanjutnya ditandatangani oleh Ketua SPSP. KPSP-1 diisi rangkap tiga yaitu lembar 1 untuk kelompok, lembar ke dua untuk SPSP, dan lembar ke tiga untuk Dinas. (e). Membantu Ketua KPSP untuk menyusun usulan kegiatan kelompok dengan mengisi formulir KPSP-2 sebagai bahan diskusi dalam forum SPSP. 5.2.7. Mengusahakan Bantuan Teknik Bantuan teknis dapat berupa : a. Bidang pengorganisasian permodalan, pengembangan usaha, pengembangan sumberdaya manusia, jaringan kerja; b. Bidang teknis sektor produksi sapi potong. 15 Formulir KPSP-1 DAFTAR USULAN KEGIATAN KELOMPOK 1. Nama KPSP : 2. Desa/Kelurahan : 3. Kecamatan : No Kegiatan 4. Kabupaten/Kodya: 5. Jadwal Anggaran Keterangan ..............., 200 .... Diketahui (SPSP) Disepakati Diusulkan (Pendamping) (Ketua KPSP) Dalam hal ini pendamping dapat melaksanakan langkah sebagaiberikut: a. Pendamping membuat daftar kebutuhan bantuan teknis dari hasil diskusi KPSP. b. Pendamping membuat daftar sumberdaya teknis yang ada di desa atau sekitarnya. c. Pendamping mengusahakan bantuan teknis dari instansi terkait melalui SPSP. 16 Formulir KPSP-2 DAFTAR USULAN KEGIATAN 1. DESA/KELURAHAN: 2. KECAMATAN : No Nama KPSP Kegiatan 4. Kabupaten/Kodya: 5. Sub-SPSP : Jadwal Anggaran Keterangan ..............., 200 .... Diketahui Disepakati Diusulkan (SPSP) (Pendamping) (Sub-SPSP) Penjelasan mengenai KPSP-2 a. KPSP-2 merupakan gabungan /rekapitulasi KPSP-1. b. Pendamping membantu Sub-SPSP dalam megisi formulir KPSP-2 c. KPSP-2 ditandatangani dan dibahas dalam forum diskusi SPSP d. KPSP-2 diisi rangkap lima, yaitu lembar 1 untuk Sub-SPSP, lembar-2 untuk KPSP, lembar-3 untuk SPSP, Lembar-4 untuk pendamping dan lembar-5 untuk Simpanan. 5.2.8. Membina Kegiatan Usaha Agribisnis Sapi Potong Dalam mengarahkan pelaksanaan kegiatan usaha harus diingat: a. Rencana kegiatan yang telah disusun atau disepakati sebelumnya. b. Situasi dan kondisi yang paling tepat c. Bersifat memotivasi atau mengajak, bukan menginstruksikan d. Tingkat perkembangan yang dicapai. Ada beberapa cara yang dapat dipilih mana yang sesuai dengan keperluan: a. Pengarahan langsung pada waktu usaha dilaksanakan b. Melalui pertmeuan-pertemuan dengan KPSP c. Melalui pertemuan umum seperti: musyawarah RT/RW, Sholat Jum'at, upacara perayaan dan semacamnya d. Menjembatani anggota dan KPSP yang memerlukan bantuan teknis yang dibutuhakan e. Pembinaan dapat juga berupa pemberian penghargaan bagi yang berhasil, memberi motivasi, melakkukan pembetulan jika ada kekeliruan dan sebagainya. 17 Jika terjadi masalah atau kemacetan usaha maka dibahas bersama cara pemecahan masalahnya. 5.2.9. Membina Mekanisme Perguliran a. Pada prinsipnya KPSP dapat menghimpun dan mengelola serta menggulirkoan dana kelompok sendiri secara berkelanjutan. Pertambahan kapital KPSP sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan usaha kelompok sehingga pengguliran antar anggota kelompok sesuai kebutuhannya dan kesepakatan KPSP. Usaha pengguliran dana KPSP harus didasarkan pada keterbukaan dan kesepakatan yang dipegang teguh oleh para anggotanya. b. Pembinaan pengguliran dana dapat dilakukan melalui cara a.l.: menabung, pemupukan modal. simpan pinjam, koperasi, dll. c. Pendamping perlu memahami kesepakatan dan mekanisme pengguliran dana, dalam hal ini membantu bagaimana caranya: peminjaman dana, penetapan besarnya bunga dan cara pembayaran, jangka waktu angsuran, jadwal angsuran, penetapan besarnya tabungan, dsb. Formulir KPSP-4 LAPORAN PENERIMAAN DAN PENGELUARAN DANA Nama Kelompok Jumlah Anggota Desa/Kelurahan KPSP: .......... Bulan ............................................... : : : PENERIMAAN TGL URAIAN 1 2 PENGELUARAN NILAI (Rp) 3 TGL URAIAN 4 NILAI (Rp) 5 .......,...................200.... Mengetahui/Mengesyahkan Ketua SPSP Pengurus KPSP (..................) (.......................) 6 MASALAH YANG DITEMUKAN DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA 7 18 Formulir KPSP -5 LAPORAN BULANAN PROGRAM KPSP : .......................... Bulan :.............. Kecamatan : Kabupaten/Kodya : Sub-SPSP : No Nama Kelompok Jumlah Keluarga Alokasi Dana Rp Penggunaan Dana Penerimaan Pengeluaran Masalah yang ditemukan dan alternatif pemecahannya ...........,.........20..... Mengetahui SPSP (................) Ketua kelompok (.................................) 5.2.10. Membimbing Penyusunan Catatan KPSP dan Pelaporan. Membantu penyusunan catatan pelaksanaan usaha dan kegiatan anggota/ KPSP yang dituangkan dalam formulir KPSP-4. Selanjutnya diserahkan kepada Kades/Lurah dengan mengisi formulir KPSP-5 untuk selanjutnya dikirim kepada SPSP. 19 VI. PENGORGANISASIAN KISAPMAS ini merupakan salah satu upaya terobosan baru dari Pemerintah, sehingga penanganannya diperlukan secara terpadu dari berbagai instansi terkait. Agar program tersebut dapat terlaksana sesuai dengan target dan sasaran yang diinginkan, maka dipandang perlu untuk dibentuk suatu Tim Pelaksanaan Koordinasi Tingkat Daerah. Dalam pelaksanaan kegiatan ini terlibat berbagai unsur terkait tingkat daerah sesuai dengan fungsinya masing-masing. Untuk itu perlu dilakukan koordinasi sejak perencanaan/persiapan, pelaksanaan dan pengawasan. 6.1. Kelembagaan dan Organisasi Kelembagaan yang ingin diwujudkan dalam kurun waktu umur proyek, direncanakan selama 5 tahun, yang meliputi : Rumah Tangga Peternak (RTP), Kelompok Peternak Sapi Potong (KPSP); Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP); SPSP (Sentra Pembibitan Sapi Potong) dan Sub-SPSP; Perusahaan Swasta/ Lembaga Pemasaran Pendamping ; Lembaga Keuangan/ Permodalan dan FORKA (Forum Komunikasi Agribisnis) Sapi Potong. 6.1.1. Organisasi Pelaku Usaha Agribisnis Dalam rangka menyusun model pembinaan KPSP digunakan disain sebagai berikut : 1. KONDISI SAAT INI 2. PELUANG PENGEMBANGAN 3. MODEL RANCANG-BANGUN EVALUASI KELAYAKAN 4. TEKNOLOGI 5. SOSIAL EKONOMI 6. REKAYASA KELEMBAGAAN ORGANISASI/ PRANATA 7. JASTIFIKASI KELEMBAGAAN 8. RANCANG-BANGUN SISTEM 20 (A). Kondisi Pada Saat Ini 1. Sosial Ekonomi a. Rataan pendapatan per kapita per tahun para peternak masih harus ditingkatkan untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik b. Fluktuasi pendapatan sangat tergantung pada dinamika pasar/harga daging di pasaran serta fluktuasi pasar/harga sapronak, terutama bibit dan pakan; c. Rataan anggota keluarga 4 - 5 orang, dengan 2 - 3 orang anak. a. b. c. d. e. a. b. c. d. 2. Teknologi Produksi Ukuran kandang sangat beragam dan kualitasnya sederhana Populasi ternak sapi potong 1-3 ekor setiap RTP Luas pekarangan 500-1000 m persegi untuk lokasi kandang dan ditanami dengan aneka tanaman tahunan Sasaran produksi : anakan dan daging Tenaga kerja keluarga: suami-istri, dan anak-anak . 3. Kelembagaan Produksi Primer: RTP dan KPSP Hubungan antara anggota KPSP dengan menerapkan filosofi "dol tinuku"; Usaha pemeliharaan dengan sistem kandang intensif; Setiap KPSP beranggotakan 20-25 RTP dan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang sekretaris dan seorang bendahara; KPSP ini sekarang belum membentuk Koperasi formal yang beranggotakan semua RTP (Rumah Tangga Peternak) (B). Permasalahan dan Peluang Pengembangan 1. Keterbatasan penguasaan informasi, modal dan teknologi mengakibatkan operasi pemeliharaan sangat terbatas dan hasil anakan dan daging masih relatif rendah. Peluang inovasi teknologi dapat dilakukan melalui pembinaan KPSP secara intensif sehingga mempunyai akses yang lebih besar terhadap kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh pemerintah atau investor swasta. 2. Fluktuasi harga sapi potong pada tingkat peternak masih cukup besar dan "bargaining power" dalam mekanisme pasar relatif sangat lemah , karena informasi pasar yang dikuasai sangat terbatas dan daerah pemasarannya sangat terbatas. Informasi pasar yang memadai diharapkan dapat memperbaiki situasi ini. Rintisan kemitraan dengan kelembagaan suasta yang bergerak dalam bidang pemasaran daging diharapkan dapat membantu peternak memasarkan hasil. Dalam kaitan ini perlu adanya lembaga pengumpul (pengepul) di desa sebagai "perwakilan" dari perusahaan suasta. Lembaga pengepul inilah yang berhubungan langsung dengan Koperasi atau kelompok peternak. 3. Salah satu kendala serius yang masih dihadapi para peternak ialah dalam pengadaan sapronak, terutama bibit yang bagus dan pakan konsentrat. Jalinan kemitraan juga perlu dikembangkan dengan melibatkan agen-agen dari produsen bahan pakan ternak. 4. Khusus dalam kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan KPSP diperlukan suatu "Forum Komunikasi Agribisnis (FORKA)" yang beranggotakan wakil-wakil dan dinas/instansi terkait, Koperasi (KASP), Suasta, ketua-ketua KPSP dan tokoh 21 masyarakat. Fungsi dan tugas FORKA ini adalah membahas segenap permasalahan pengembangan usaha agribisnis sapi potong dan mencari alternatif penanganannya. (C). Disain Teknologi Usaha pemeliharaan sapi potong secara berkelompok disarankan dengan perbaikan paket teknologi alternatif sebagai berikut : 1. Sistem perkandangan permanen dengan pemberian pakan teratur 2. Menggunakan bibit /sapi bakalan yang bagus dan berkualitas dari SPSP 3. Pengawasan kesehatan dengan pengawasan ketat 4. Recording buku harian individu RTP dan pengawasan jadwal/periode usaha. (D). Kelayakan Disain 1. Kelayakan Teknis Kandang digunakan khusus untuk memelihara sapi potong. 2. Kelayakan Ekonomi Sekala ekonomi bagi rumah tangga peternak adalah 1-2 ekor (tahun I), tahun ke II menjadi 2-3 ekor, Tahun ke III menjadi 3-4 ekor dan tahun ke IV menjadi sekitar 4-5 ekor. Peningkatan produksi dan pendapatan mulai tahun ke III diharapkan telah cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga secara memadai (telah melampaui batas ambang kemiskinan); Fluktuasi pendapatan dan produksi hampir merata sepanjang tahun; Penyerapan tenaga kerja memungkinkan mempekerjakan tenagakerja luar keluarga ; Secara ekonomi layak. Beberapa faktor penunjang kelayakan ekonomi tersebut adalah : a. Menambah sasaran produksi, yaitu anakan, daging, kotoran /limbah kandang sebagai bahan pupuk organik. b. Meningkatkan hasil produksi secara bertahap setiap tahun hingga sasaran akhir tahun ke IV dengan sekala usaha 4-5 ekor setiap RTP. c. Mengurangi fluktuasi produksi dan pendapatan dengan jalan disiplin usaha dan pemantauan. d. Menciptakan adanya pola usaha bersama (KPSP) secara berkelompok dengan pangsa yang relatif sama. 3. Kelayakan Sosial Usaha pemeliharaan sapi potong oleh RTP dan KPSP telah lazim dilaukan dengan kerjasama yang serasi; dengan demikian proyek intensifikasi ini tidak akan menimbulkan konflik sosial dan mengganggu sistem kelompok yang telah serasi. (E). Rekayasa Kelembagaan 1. Peternak yang terikat pinjaman dengan pelepas uang harus melunasi untuk melepaskan ikatan tersebut; 2. Respon terhadap inovasi teknologi masih harus ditingkatkan, karena keterbatasan akses individu peternak terhadap peluang- peluang bisnis dan informasi pasar yang ada; 22 3. Respon terhadap KOPERASI yang ada umumnya rendah dan terkesan bahwa peran KOPERASI dalam membantu pemasaran hasil serta penyediaan modal belum banyak dirasakan oleh masyarakat peternak ; 4. Respon terhadap perkreditan formal rendah, hal ini disebabkan pengalaman sebelumnya dimana penyaluran kredit kurang aspiratif, terlalu birokratif, bunga tinggi dan tidak sesuai dengan kebutuhan peternak . Berdasarkan atas beberapa kendala tersebut, maka strategi rekayasa kelembagaan yang perlu disarankan adalah: 1. Menciptakan usaha berkelompok dari RTP yang memungkinkan berkongsi dengan pangsa yang relatif seimbang; 2. Meningkatkan peran serta PTL, PPL, dan tokoh masyarakat dalam pembinaannya; 3. Mengurangi bertahap ketergantungan peternak pada pedagang/ lembaga pemasaran sehingga meningkatkan posisi tawar-menawar dalam pemasaran hasil ; 4. Memperkenalkan skema gaduhan yang ditempuh dengan sistem bagi hasil, serta mengatur sistem bagi hasil yang lebih seimbang dengan melibatkan lembaga antara berupa Koperasi Agribisnis Sapi Potong. (F). Justifikasi Kelembagaan Ikatan antara sesama peternak dan antara peternak dengan tokoh masyarakat sangat kuat. Pada sisi lain keterbatasan penguasaan modal dan teknologi dirasakan sebagai kendala pokok bagi pengembangan agribisnis sapi potong. Oleh karena itu usaha yang sekarang dilakukan masih terkesan tradisional dengan sekala usaha yang relatif rendah. Sistem bagi hasil antar lembaga RTP – KPSP – KASP - SPSP dimaksudkan untuk mengurangi keterbatasan modal usaha. Dengan demikian perbankan formal, seperti Bank Jatim, sebagai penyedia fasilitas kredit diharapkan mampu menjalin kerjasama kemitraan dengan para peternak . 23 (G). Rancangan Sistem Kelembagaan 1. Organisasi Produsen Primer FORKA Sapi Potong Investor Pemerintah (Bank Jatim) konsultasi/investasi SPSP KOPERASI (KASP) kerjasama dlm.pemasaran ( PTL dan PPL) Tokoh Masyarakat bagi hasil produksi , Suasta/ , perwakilan Pedagang Produsen Sapronak kerjasama Penyuluhan DIKLAT Modal usaha 1 KPSP = 20-25 RTP Pemasaran hasil PRODUKSI dan SAPRONAK 24 2. Struktur Sistem Pendampingan FORKA Sapi Potong PPL tokoh masyarakat SPSP Koperasi Agribisnis Sapi Potong KASP KPSP 20-25 RTP KPSP 20-25 RTP Suasta / Mitra Pendamping ......... 3. Pranata Tugas dan tanggung-jawab masing-masing komponen organisasi yang diusulkan tersebut diuraikan sebagai berikut : a. Investor Pemerintah (SPSP): - Menyediakan fasilitas kredit bagi hasil dalam bentuk bibit sapi dan paket agribisnis semi intensif untuk RTP dan KPSP ; - Menjalin kerjasama kemitraan dalam permodalan dengan koperasi peternak dengan jalan menyediakan kemudahan-kemudahan birokrasi dan administrasi; - Menjalin kerjasama konsultatif dengan Koperasi peternak , khususnya dalam pelatihan manajemen permodalan bagi usaha agribisnis. b. Suasta: Pedagang Sapi / RPH/ Produsen Sapronak : - Diharapkan bersedia sebagai mitra kerja Koperasi Peternak atau KPSP ; - Menjalin kerjasama kemitraan dengan jalan menyediakan informasi-informasi pasar dan transfer teknologi inovatif . c. Petugas Teknis Peternakan / Penyuluh pertanian Lapangan (PTP/PPL) : - Bertanggung jawab terhadap adopsi teknologi untuk lebih meningkatkan akses RTP terhadap peluang-peluang ekonomi yang ada dan penguasaan teknologi; 25 - Menjalin kerjasama konsultatif dan kemitraan dengan instansi terkait dan tokoh masyarakat setempat dalam pelaksanaan transfer teknologi dan pembinaan pengelolaan usaha - - d. Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP) Mengawasi, mengkoordinasikan dan membina pelaksanaan sistem usaha agribisnis yang dilakukan oleh RTP dan KPSP Membantu RTP dan KPSP dalam operasionalisasi kegiatan pembinaan agribisnis sapi potong ; Membina mekanisme kerja bagi hasil sehingga dapat memenuhi aspirasi peternak dan mitra usahanya ; Menjalin kerjasama kemitraan dengan suasta pedagang / RPH dan produsen/pedagang SAPRONAK ; Membina dan mengembangkan mekanisme tabungan sukarela dari para peternak. e. Peternak Melaksanakan usaha agribisnis melalui RTP dan KPSP Menjalin kerjasama kemitraan dengan instansi/ investor melalui mekanisme "kerjasama yang saling menguntungkan"; Mengikuti pelatihan teknologi sebelum/selama operasionalisasi kegiatan; Memasarkan hasil produksinya kepada lembaga pemasaran yang bermitra dengan KPSP atau KASP Pengelolaan pemilikan alat produksi (jika kredit telah lunas), tetap berusaha secara kongsi di bawah pengawasan dan pembinaan Koperasi; Menjalin kerjasama dengan Koperasi melalui program tabungan bebas sebagai dana utuk perawatan alat-alat produksi. (H). Strategi Implementasi 1. Aspek Kelembagaan a. Pengaturan adanya usaha agribisnis sapi potong secara berkelompok (KPSP) dilakukan dengan sistem bagi hasil b. Sarana alat produksi dan SAPRONAK menjadi milik RTP yang berkelompok menjadi KPSP c. Pembagian hasil diatur sedemikian rupa, sehingga saling menguntungkan semua pihak secara proporsional d. Pada tahap awal, pemilihan kelompok sasaran perlu diarahkan pada pribadi-pribadi yang memiliki status sosial hampir sama/merata dan respon terhadap mekanisme pembinaan ; e. Perlu dijalin kerjasama kemitraan yang harmonis antara instansi pemerintah, investor suasta, pedagang/pengolah/produsen SAPRONAK, Koperasi dan tokoh masyarakat desa melalui forum komunikasi agribisnis (FORKA). Kunci keberhasilan pembinaan sangat tergantung pada peran serta semua pihak terkait, termasuk peternak. 2. Operasionalisasi Teknis 26 Rekapitulasi pengaturan teknis yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan skema bagi hail adalah sebagai berikut : a. Jumlah sapi bakalan awal yang dipelihara minimum 1-2 ekor setiap RTP ; b. Jumlah RTP dalam usaha kelompok ± 20-25 RTP; c. Ketentuan bagi hasil dan perguliran berdasarkan asas saling menguntungkan; d. Nilai kredit/modal yang diinvestasikan disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Operasionalisasi Pengorganisasian. Pengorganisasian yang perlu diakukan untuk menunjang program ini adalah : No. 1 2. Tahapan kegiatan Pengaturan kerjasama SPSP dengan Peternak Penentuan pedagang /lembaga pemasaran sebagai komponen pembinaan Pelaksana SPSP dan Dinas/Instansi FORKA 3. 4. 5. 6. 7. Pengaturan kerjasama antar kelembagaan Yang terkait Pelatihan PPL tentang teknologi yang akan diintroduksikan. Penentuan/seleksi RTP untuk usaha kelompok dalam KPSP Pelatihan RTP Peternak Operasionalisasi kegiatan usaha agribisnis secara berkelompok/berkongsi : a. Pemeliharaan sapi potong b. Pembeli hasil produksi c. Pengatur dan pengawas bagi hasil d. Pengawasan harga e. Pembelian Sapronak f. Penanggung jawab bagi hasil g. Penambahan modal usaha Pengaturan usaha bersama peternak setelah Kredit lunas FORKA SPSP/Dinas / BPTP Instansi/Tokoh masyarakat PPL / FORKA/ 8. RTP Pedagang/Pengepul Ketua KPSP Koperasi: KASP Koperasi; RTP Koperasi Koperasi Koperasi+KPSP (I). Enforcement dan Pemantauan Dalam rangka untuk mengamankan dan membantu kelancaran skema bagi hasil untuk RTP tersebut perlu dikembangkan pola insentif dan penalti yang melibatkan aparat pemerintahan desa, dan kelembagaan lain yang terkait. Dalam hubungan ini pendekatan persuasif sangat diperlukan. a. KPSP (Kelompok Peternak Sapi Potong) Kelompok peternak yang sudah terbentuk atau yang sedang dibentuk beranggotakan 20 - 25 orang peternak dipimpin seorang Ketua dan terdapat seorang Kontak Tani/Kontak Tani Andalan (KTA) serta didampingi/dibimbing oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), diharapkan kelompok ini tersebut mempunyai kegiatan : - Pertemuan rutin bulanan, inter dan antar kelompok sehingga dapat mewujudkan kerjasama, dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, saling tukar informasi/pengalaman, mencapai suara mufakat dalam segala hal (tekonologi budidaya/beternak, berhubungan dengan SPSP, pemasaran dll). - Setiap kelompok mampu memasarkan berbagai bentuk/macam-macam produk ternak. 27 - - - - Dengan adanya pendampingan dalam KPSP oleh Petugas Pendampingan, Mantri Ternak, Tim Teknis dan Motivator (Camat, Kades) setiap Anggota Kelompok dapat menyusun rencana usaha tani secara rasional dan dapat mengambil langkah keputusan dalam merancang usaha tani, yang pada akhirnya dapat terwujud peternak-peternak berwawasan Agribisnis, Kelompok yang mandiri serta mantap dalam berorganisasi. Setiap Kelompok melalui koperasi dapat manjalin kerjasama (membetuk pola kemitraan) dengan Perusahaan Swasta / BUMN/ Pembimbing lain dalam bentuk penyediaan saprodi/sapronak, bimbingan teknis, permodalan maupun jaminan pemasaran. Pola kemitraan ini mulai dirintis sejak tahun ke tiga atau apabila sudah mulai terjadi tandatanda kelebihan produksi di pasaran. Dan diharapkan yang menjembatani kemitraan adalah Dinas Peternakan Kabupaten, Tim Teknis atau Instansi terkait, sehingga dapat diwujudkan pola kemitraan yang saling menguntungkan dari kedua belah pihak (antara anak angkat dengan bapak angkat atau Perusahaan Inti dengan Plasma apabila memungkinkan) Dengan tersedianya paket dan berkembangnya teknologi beternak mulai dari pembibitan sampai dengan pasca panen yang telah sampai kepada peternak , diharapkan partisipasi aktif (mau dan mampu) Kelompok dan Anggotanya agar mampu memilih teknologi yang tersedia dengan daya dukung sumber daya alam yang dimiliki. Di dalam keterkaitan usahanya, budaya menabung/ menumpuk modal perlu ditumbuh kembangkan. b. Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP) Dengan adanya KASP diharapkan seluruh RTP dan KPSP menjadi anggota, dimana koperasi mempunyai fungsi memfasilitasi pengadaan sarana produksi, menampung produksi, dan membantu permodalan. Program utama pada saat ini ialah mendorong terbentuknya Koperasi Agribisnis Sapi Potong (KASP) secara profesional. Dengan demikian diharapkan KASP dapat meningkatkan fungsi dan kemampuannya dalam mendukung pengembangan agribisnis sapi potong, dalam hal : - Mempunyai tingkat kemampuan memberi pelayanan kepada Kelompok sesuai dengan usulan usaha penggemukan sapi. - Mempunyai tingkat kemampuan pelayanan Sapronak dengan prinsip 6 tepat (Jumlah, waktu, kualitas, kontiyuitas, tempat dan harga). - Mempunyai tingkat kemampuan menyusun rencana kebutuhan pelayanan bagi pengembangan usaha tani berkelompok, dan dapat menampung hasil produksi dari RTP dan KPSP. - Dengan pengalaman, kemampuan dan keberhasilan dalam berusaha tani, keterlibatan Koperasi dalam hal kepengurusan dan pelaksanaan fungsinya diharapkan dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan. c. KIOS (Tempat Palayanan Koperasi/TPK) Untuk membantu pelayanan fungsi Koperasi diharapkan terdapat KIOS atau TPK sebagai kepanjangan tangan Koperasi, paling sedikit ada satu unit di setiap kecamatan atau dapat berjumlah tertentu sesuai dengan kebutuhan kelompok tani. Adapun fungsi TPK, sebenarnya mirip dengan Koperasi namun TPK lebih spesifik yakni khusus memberi pelayanan yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis sapi potong, baik berupa pengadaan sapronak, menguapayakan pemenuhan kebutuhan peternak, menampung dan memasarkan hasil produk dari RTP dan KPSP. 28 d. Perusahaan Swasta/Lembaga Pemasaran / Pendamping lain. Dalam serangkaian Sistem Agribisnis, Sub Sistem Pemasaran yang mendukung, menjamin dan menjanjikan permintaan pasar sangat diperlukan keberadaannya. Hal ini diharapkan ada kerjasama dengan membentuk suatu pola kemitraan atau keterkaitan sinergis dalam mendukung keberhasilan pengem bangan sapi potong, antara lain meliputi : - Kerjasama antara Perusahaan Swasta / Pendamping lain dengan SPSP dan Koperasi secara saling menguntungkan mulai dari penyediaan saprodi/ sapronak sampai dengan pemasaran hasil. - Adanya pembinaan teknis dan manajerial yang diberikan mitra pendamping terhadap kelompok peternak, sehingga dapat terjamin kualitas, kuantitas maupun kontunyuitas dengan mengacu pada skala usaha (skala ekonomi) sesuai permintaan pasar. Pembentukan pola kemitraan / menjalin kerjasama ini dilaksanakan pada tahun ke tiga atau sudah mulai nampak tanda-tanda kelebihan produksi di pasaran atau dilaksanakan untuk mengantisipasi over produksi. Untuk mewujudkan terbentuknya pola kemitraan (Pola Bapak Angkat maupun Pola PIR), hendaknya Instansi Pemerintah dalam hal ini adalah Dinas Peternakan Jawa Timur/Tim Teknis/Instansi terkait dapat membuat suatu usulan/proposal kelayakan usaha dan perjanjian/ kontrak kerjasama yang saling menguntungkan. e. Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) Di wilayah Jawa Timur sudah dibentuk satu unit BIPP dan setiap kecamatan diharapkan ada satu unit BPP yang dapat berperan aktif dan dapat mendukung pengembangan agribisnis sapi potong serta dapat berfungsi sebagai : - Wahana informasi teknologi, tempat berlatih peternak, tempat merumuskan rencana kerja penyuluh, tempat pertemuan antara petani/ peternak, pedagang dan pengelola RPH. - Tempat koordinasi Kelompok Penyuluh, KTA dan Kelompok Peneliti (Kelompok Fungsional lain). - Simpul koordinasi sistem informasi manajemen pembangunan pertanian tingkat Kabupaten (BIPP) dan tingkat Kecamatan (BPP). - Tempat pengkajian dan rekomendasi teknologi spesifik lokasi. Dengan demikian diharapkan bahwa fungsi dan peran aktif BIPP/BPP dalam mendukung pengembangan agribisnis sapi potong dapat disusun kedalam program Penyuluh/ Perencanaan Penyuluhan yang siap dilaksanakan dan dapat diambil manfaat sebesarbesarnya oleh semua Pelaku Agribisnis utamanya Kelompok Peternak Sapi Potong. f. Lembaga Keuangan/Permodalan Ketersediaan dan peranan lembaga keuangan/ permodalan di wilayah sentra produksi, antara lain Bank Rakyat Indonesia (BRI) anak Cabang, Bank Pembangunan Daerah (BPD) kecamtan, BUMN, Swasta, Arisan tingkat peternak sangat dibutuhkan keber adaannya, terutama dalam penyediaan modal kredit lunak dan sekaligus dapat membina/ membimbing dalam hal penyusunan proposal kredit. 29 Peternak/Kelompok Tani dalam penyusunan proposal kredit sesuai yang diharapkan oleh Penyandang Modal, disamping diusahakan/dibina/dibimbing oleh Lembaga Keuangan tersebut juga dibantu oleh Penyuluh Pertanian/Dinas Peternakan/ Tim Teknis. 6.1.2. Kelembagaan Pemasaran Pasar, baik pasar desa, kecamatan dan pasar kabupaten secara fisik sementara tidak harus membangun pasar baru tetapi ikut memanfaatkan fasilitas yang ada, namun pada masa yang akan datang sejalan dengan berkembangnya produksi sapi potong perlu dibangun pasar yang baru dan memenuhi syarat : - Letak strategis atau terjangkau oleh pembeli. - Dekat dengan tempat produsen (RTP dan KPSP) atau mempertim-bangkan aspek aksesbilitas. - Bersih, nyaman dan menarik serta bebas dari banjir. Pasar diharapkan dapat berfungsi sebagai tempat pertemuan antara produsen dan konsumen (pedagang, perusahaan, RPH) untuk melakukan transaksi jual beli dengan jumlah, kualitas, kontinyuitas yang selalu terjamin serta harga yang tidak sering mengalami fluktuasi. Jenis pasar yang mungkin dapat dikembangkan, antara lain : - Pasar Umum - Pasar Hewan, khusus ternak sapi potong - Pasar Swalayan (supermaket), khusus untuk produk yang telah diolah dan atau dikemas. - Pasar bebas yang memang telah dirancang khusus untuk pemasaran produk-produk agribisnis sapi potong. Model Pemasaran, ada 2 yang dapat dipertimbangkan: - Perdagangan Langsung, yakni antara produsen dengan pengumpul/ pedagang/pengusaha dapat langsung mengadakan transaksi jual beli tanpa ada pengaruh dari pihak ke tiga. Perdagangan ini mempunyai keuntungan yang dapat memperpendek mata rantai tata niaga dari kemungkinan memberi keuntungan yang lebih baik. Pelaksanaan perdagangan seperti ini dapat berlangsung dengan baik apabila produksi masih belum nampak berkembang banyak atau masih belum terjadi over product (produksi berlebih). - Pemasaran melalui Bapak Angkat (BUMN/Perusahaan/ Pendamping lain) dengan Pola Kemitraan, yakni antara lain Produsen (RTP, KPSP) melalui Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) menjalin kerjasama dengan Koperasi (KASP) mendapat bimbingan dan pembinaan dari Bapak Angkat yang selanjutnya terjadi ikatan kerjasama dengan prinsip saling memperkuat, saling memerlukan dan saling menguntungkan. 30 VII. PUSAT PEMBIBITAN SAPI POTONG 7.1. PENDAHULUAN 7.1.1. Latar Belakang Pemberdayaan masyarakat yang bermukim di wilayah sekitar hutan dan perkebunan dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan maasyarakat memiliki arti yang sangat penting sebagai upaya untuk menjaga kelestarian dan kestabilan ekosistem. Pembangunan masyarakat di wilayah tersebut yang tidak terencana dan tertata secara baik, sehingga sebagian besar masyarakat yang bermukim di sekitar pinggiran hutan dan perkebunan memiliki penghasilan yang sangat rendah, dapat mengakibatkan ketimpangan dan kecemburuan sosial. Dampak negatif dari keadaan tersebut yang terjadi adalah adanya penjarahan dan perusakan secara besar-besaran terhadap tanaman hutan dan perkebunan hampir di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur seperti yang baru-baru berlalu. Kabupaten Pasuruan memiliki wilayah kehutanan dan perkebunan di kecamatankecamatan sebelah timur, selatan dan barat. Sampai saat ini diakui secara umum di Indonesia bahwa masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan (disamping juga masyarakat nelayan) adalah masyarakat yang berpenghasilan paling rendah dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Nampaknya pembangunan masyarakat yang berasaskan pemerataan dengan sistem atau pola yang diterapkan pada periode sebelumnya belum menjangkau kelompok masyarakat. Adanya penjarahan dan pengrusakan hutan dan /atau perkebunan milik pemerintah yang berlokasi di sekitar pemukiman penduduk mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi daerah dan negara baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun aspek lingkungan, meskipun sampai saat ini belum ditemukan data yang akurat mengenai besarnya kerugian dan luasnya wilayah hutan / kebun yang telah mengalami pengrusakan. Pembangunan Kawasan Industri Masyarakat (KIMAS) berbasis Pembibitan Sapi Potong ini adalah merupakan suatu kegiatan gerakan masyarakat menuju adanya transformasi orientasi pola hidup dari subsisten menuju pola industri di tingkat masyarakat dengan memanfaatkan dan sekigus memperbaiki keadaan lingkungan dengan selalu mengandalkan pola pikir atau orientasi ekonomi dan penyelamatan lingkungan. Kegiatan yang dimaksud juga berbasis pada usaha peternakan sapi potong, dimana usaha peternakan sapi potong merupakan usaha yang selalu berorientasi ekonomi dan perbaikan lingkungan. Disamping itu sapi potong merupakan salah satu komoditi unggulan Jawa Timur dan juga Kabupaten Pasuruan. Usaha perintisan pembibitan sapi potong untuk menghasilkan bibit sapi potong yang berciri khas Indonesia perlu dilakukan mengingat sampai saat ini belum ada rintisan untuk membentuk breed unggul sapi potong Indonesia yang sesuai kondisi lingkungan tropis Indonesia. Di sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan daging serta sapi bakalan yang akan digemukkan oleh feedloter sampai saat ini masih tergantung pada impor. Data Asosiasi Produsen Daging dan Feedloter Indonesia (APFINDO) menunjukkan bahwa tidak kurang dari 31 200 000 ekor sapi bakalan per tahun diimpor dari luar negeri, bahkan sumber lain menyebutkan sampai mencapai 400 000 ekor per tahun. Dengan asumsi harga sapi Rp 3 000 000,- per ekor maka setiap tahun Indonesia harus membayar sebesar Rp 600 milyard sampai Rp 1,2 trilyun untuk pembelian sapi bakalan tersebut. Pola Pemerintah mengenai pembibitan ternak sapi potong yang dipusatkan kepada masyarakat sebagai pemilik ternak dengan dibimbing oleh Pemerintah sampai saat ini belum mampu menjawab tantangan penyediaan bibit sapi bakalan, pemenuhan kebutuhan daging serta yang lebih penting lagi adalah belum adanya perbaikan mutu genetik ternak secara kontinyu. Sehingga kualitas sapi potong yang ada bukannya meningkat dari tahun ke tahun, namun justru dalam keadaan sebaliknya yaitu mengalami degradasi mutu genetik dan performans. Hal ini disebabkan bahwa sapi-sapi keturunan hasil persilangan melalui kawin suntik (F-1) pada umumnya dipilih oleh peternak untuk dipasarkan dan dipotong, karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bukan hasil kawin sunting (bukan persilangan). Pembangunan KIM yang berbasis pembibitan sapi potong ini memiliki makna yang penting dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkunan di Kabupaten Pasuruan, serta pemerataan pembangunan ekonomi masyarakat. Dalam jangka pendek kegiatan ini diharapkan dapat mendoron pemanfaatan sumberdaya wilayah dalam arti luas dan pengembangan infrastruktur penunjangnya secara optimal. 7.1.2. Identifikasi Masalah Beberapa permasalahan baik secara mikro dalam artian yang menyangkut kondisi lahan kehutanan dan perkebunan yang berbatasan dengan pemukiman penduduk dan kondisi taraf hidup masyarakat di sekitar kawasan hutan dan perkebunan meupun secara makro mengenai keadaan umum perkembangan sapi potong di Indonesia khususnya di Jawa Timur (secara kualitatif dan kuantitatif), dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Lahan kehutanan dan perkebunan yang berbatasan dengan pemukiman penduduk (data mengenai luas tidak dilaporkat) di Kabupaten Pasuruan saat ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan setelah mengalami periode penjarahan oleh penduduk. Rehabilitasi lahan dan konservasi lingkungan perlu segera dilakukan. 2. Secara umum kondisi masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan perkebunan dan perkebunan berpenghasilan rendah, sehingga perlu diberdayakan dengan memanfaatkan sumberdaya lingkungan yang ada agar berubah pola pikirnya ke arah usaha yang berorientasi ekonomi, dengaan selalu memperhatikan kestabilan dan kelestarian ekosistem. 3. Pembangunan peternakan sapi potong sampai saat ini belum berorientasi kepada perbaikan mutu genetik ternak secara terprogram dan berkelanjutan sehingga aplikasi kawin suntik menggunakan semen pejantan unggul yang berupaya meningkatkan mutu genetik ternak belum sampai kepada sasaran. 32 7.1.3. Tujuan dan Sasaran 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. Tujuan Mendirikan sentra pembibitan sapi potong disekitar kawasan hutan dan perkebungan untuk mendukung perbaikan ekonomi masyarakat, ekosistem yang lestari serta percepatan rehabilitasi dan konservasi lahan Membangun sistem rehabilitas dan konservasi lahan melalui pola biologis terpadu antara peternakan, pertanian dan proses biologis. Membangun sistem kawasan industri masyarakat sehingga masyarakat lebih mandiri berusaha serta mampu dengan sendirinya meningkatkan taraf hidup, pendapatan dan kesejahteraan. Membentuk sistem pemarasan hasil usaha di bidang peternakan sapi potong beserta hasil ikutannya, sehingga masyarakat akan dapat lebih memperoleh keuntungan dengan sistem yang terbentuk. 2. Sasaran Berdirinya dan berufungsinya sentra pembibitan sapi potong di sekitar kawasan hutan / perkebunan, yang mampu menghasilkan bibit baru unggul khas Indonesia yang mampu beradaptasi secara baik dengan kondisi lingkungan tropis, memiliki kemampuan reproduksi, produksi dan kualitas produk tinggi serta memiliki daya saing jual dan posisi tawar yang memadai. Terbentuknya kawasan industri masyarakat (KIM) di lingkungan sentra pembibitan sapi potong yang tertata secara optimal, yang merupakan sub sentra-sub sentra pembibitan sapi potong. KIM yang terbentuk ini akan mampu mendukung peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat untuk menuju lingkungan kesehatan lingkungan yang berkelanjutan. Pemanfaatan ruang-hutan, -perkebunan dengan segenap sumberdayanya sesuai dengan pengembangan pembibitan sapi potong beserta faktor pendukungnya. Terbentuknya jaringan pemasaran hasil usaha di bidang peternakan sapi potong dan usaha pendukungnya sehingga usaha ini akan berjalan lebih efisien. 3. Ruang Lingkup 3.1. Ruang Lingkup Kawasan Kegiatan pembangunan KISAPMAS yang berbasis usaha pembibitan sapi potong yang berwawasan ekonomi lingkungan ini mencakup usaha pendirian sentra pembibitan sapi potong (SPSP) dan sub sentra - sub sentra pembibitan dan peternakan sapi potong (SSPSP) yang kesemuanya berlokasi di wilayah pedesaan. SPSP didirikan di kawasan yang mudah terjangkau secara transportasi, fasilitas umum (listrik, air, telepon), sumberdaya masyarakat memadai serta akses bibit serta jalur pasar yang memungkinkan. Untuk keperluan tersebut ada beberapa alternatif wilayah seperti di Kecamatan Bangi, dan Grati. 33 SSPSP dibentuk di masyarakat yang bermukim di wilayah pedesaan di beberapa kecamatan Kabupaten Pasuruan. SSPSP ini merupakan kelompok petani ternak yang mendapat pengarahan dan bimbingan dari Tim pembangunan KIM-SPSP, dengan demikian kegiatan yang dilakukan oleh peserta dalam SSPSP ini akan selaras dengan program KIMSPSP yang telah ditentukan. SSPSP ini dibentuk agar para petani ternak mampu memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, misalnya hasil limbah pertanian, perkebunan, kehutanan beserta hijauan yang ada dalam system agroforestri. Berdasarkan kriteria tersebut maka beberapa lokasi yang memungkinkan adalah Kecamatan Bangil, Grati dan sekitarnya. Di masa mendatang dimungkinkan adanya pengembangan ke dalam wilayah yang lebih luas sehingga memungkinkan adanya lintas wilayah administratif (lintas wilayah kota atau kabupaten). Pasar induk untuk produk dari kegiatan SPSP yang berlokasi di dekat SPSP sehingga memudahkan akses informasi, transportasi dan akumulasi produk. Pasar induk ini dibentuk sesuai dengan kebutuhan program dan dapat juga dimanfaatkan oleh kahalayak umum yaitu masyarakat luas yang bukan termasuk dalam kegiatan SPSP. Dalam kaitannya antara batas administratif dengan faktor jarak geografis terhadap kemungkinan terbentuknya kawasan, ada kemungkinan akan dibentuk suatu sentra baru SPSP yang saling koordinatif dan dinamik. Sehingga diharapkan program ini akan menyebar ke wilayah-wilayah Kabupaten Pasuruan, di Jawa Timur secara meluas. Pola skematis ditampilkan dalam Gambar 1. 34 Wilayah Makro Kabupaten Pasuruan Jawa Timur KIM-SPSP berwawasan ekonomi - lingkungan di Kabupaten Pasuruan SSPSP Kec. SSPSP Kec. SSPSP Kec. PASAR INDUK PASAR REGIONAL, NASIONAL Gambar 1. Skema pengembangan KIM-SPSP dan SSPSP Kabupaten Pasuruan 3.1. Lingkup Materi Ruang lingkup materi yang akan dilakukan dalam kegiatan program kerja ini meliputi beberapa aspek : 1. Identifikasi potensi wilayah serta lokasi yang cocok untuk digunakan sebagai tempat untuk SPSP dan -SSPSP. 2. Pembangunan SPSP dan -SSPSP di Kabupaten Pasuruan. 35 3. Penentuan strategi breeding 4. Pembangunan kawasan pertanian terpadu yang mendukung penyediaan pakan ternak 5. Pembangunan pusat pengolahan dan pemrosesan pakan ternak untuk mendukung kontinyuitas penyediaan pakan ternak 6. Pembangunan pusat pengolahan dan pemrosesan kotoran ternak menjadi pupuk organik untuk mendukung kawasan pertanian terpadu. 3.3. Rentang Waktu Kegiatan Program pembibitan sapi potong dan pembangunan masyarakat merupakan program jangka panjang. Untuk menghasilkan keturunan dari induk awal yang dipelihara memerlukan waktu 2 tahun, sedangkan agar anak yang dihasilkan dapat memberikan keturunan maka diperlukan waktu hampir 3 tahun. Di sisi lain, untuk mengintroduksi IPTEK terhadap perubahan pola pikir atau pola hidup pada masyarakat agar betul-betul menjadi suatu kebiasaan diperlukan waktu yang cukup lama (sekitar 2 tahun). Berdasarkan pertimbangan di atas maka program ini akan diimplementasikan dalam waktu berjangka selama minimal 2 tahap dan setiap tahapan memerlukan waktu 5 tahun. 7.2. KERANGKA PENGEMBANGAN Sistem pengelolaan usaha peternakan yang saat ini diterapkan nampak kurang adanya keharmonisan keterlibatan masyarakat sehingga masyarakat kurang merasa ikut bertanggung jawab terhadap terjaminnya kelestarian lingkungan yang berkesinambungan, namun mereka ikut memiliki sehingga pada akhirnya mereka melakukan pengambilan sebagian kekayaan alam secara tidak terprogram. Dampak yang nyata adalah ketidak teraturan lahan, serta besarnya investasi (materi dan waktu) yang harus dikeluarkan untuk malakukan pengembalian keadaan perekonomian wilayah. Implementasi kebijaksanaan di bidang perbaikan mutu genetik ternak sampai saat ini hasilnya nampak belum optimal. Berbagai kendala dan faktor penyebab dapat diinventarisir di masyarakat dan pemerintah. Salah satu sebab utamanya adalah kurang adanya sistem breeding secara terencana dan sistematis dalam waktu yang cukup dan berkesinambungan untuk membentuk bibit breed khusus sapi potong Indonesia dengan mutu genetik unggul dan mampu beradaptasi secara optimal di lingkungan tropis Indonesia. Program kegiatan pembangunan Kawasan Industri Masyarakat- Pembibitan Sapi Potong merupakan salah satu alternatif untuk mengantisipasi dan meredam keinginan masyarakat untuk mengambil sebagian produks hutan dan perkebunan, serta menghasilkan bibit baru sapi Indonesia yang nantinya akan mengantisipasi untuk mampu mengatasi semakin menurunnya mutu genetik sapi potong yang ada. 36 7.3. METODOLOGI Pembangunan SPSP dan SSPSP dalam memberdayakan masyarakat di pinggiran wilayah hutan dan perkebunan serta sumberdaya alam yang ada menggunakan pendekatan dalam suatu pandangan bahwa wilayah beserta daya dukung yang ada di dalamnya merupakan suatu kesatuan ekosistem yang saling berinteraksi dan secara normal berada dalam suatu keseimbangan. Adanya ketimpangan baik fisik maupun fisiologis akan menyebabkan teracamnya keseimbangan ekosistem yang ada. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka pembangunan SPSP dan SSPSP adalah pendekatan wilayah, pembuatan dan implementasi sistem pertanian terpadu yang mendukung penyediaan pakan ternak, pengadaan prasarana dan sarana pembibitan sapi ptong, unit pengolahan limbah, unit pemrosesan pakan ternak, unit pasar serta pembinaan masyarakat yang terlibat. 7.3.1. Pendekatan wilayah Kegiatan ini merupakan kegiatan pendahuluan yang ditujukan untuk menentukan lokasi sentra dan sub sentra SPSP serta menentukan model dan jenis komoditi tanaman pertanian yang cocok untuk mendukung keberhasilan program yang dilaksanakan. Kegiatan dilakukan melalui survai di wilayah kabupaten Pasuruan. 7.3.2. Model dan Implementasi Agroforerstri Kegiatan ini dilakukan untuk menetapkan komoditi tanaman, dan akan ditentukan dalam suatu model tanaman lorong. Model tanaman lorong yang dimaksud meliputi tanaman keras (tanaman hutan), tanaman naungan pakan ternak, tanaman pertanian (tanaman pangan) penghasil limbah pakan ternak (seperti jagung, kedelai dan kacang tanah), serta rumput yang ditanam di sela-sela tanaman keras atau tanaman naungan pakan ternak. 7.3.3. Sarana dan Prasarana Bibit Sapi Potong Kegiatan ini mencakup pengandaan bibit induk sapi potong (sapi bangsa PO) serta perkandangan beserta perlengkapan penunjangnya. Model pengembangan yang dilakukan adalah sebagian besar sapi akan diletakkan pada sentra pembibitan dan sebagian akan ditempatkan pada peternak, dengan imbangan yang proporsional. Imbangan yang dimaksud adalah sebagai berikut : Tahun I : 80 % sapi di SPSP, 20 % SSPSP Tahun II : 70% sapi di SPSP, 30% SSPSP Tahun III : 60% sapi di SPSP, 40% SSPSP tahun IV : 50% sapi di SPSP, 50% SSPSP Untuk selanjutnya dilakukan seleksi baik sapi yang diseleksi sebagai bibit maupun di culling untuk digemukkan, dipasarkan untuk tujuan potong. 37 7.3.4. Pengolahan Limbah Peternakan Limbah utama peternakan adalah berupa kotoran sapi dan juga sisa-sisa pakan yang tidak ikut dikonsumsi ternak. Seekor sapi dewasa setiap hari minimal menghasilkan kotoran sebanyak 5 kg. Dengan demikian setiap 100 ekor sapi akan dihasilkan minimal 15 ton per bulan. Bahan ini akan diolah menjadi pupuk organik baik sebagai bokhasi maupun pupuk kascing sehingga akan lebih memberikan manfaat yang besar, untuk kelangsungan usaha pertanian terpadu. 7.3.5. Pengolahan Pakan Ternak Unit ini diperlukan mengingat wilayah di Pasuruan memiliki dua musim yang menyolok yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada musim hujan tanaman tumbuh dengan subur sehingga persediaan pakan ternak melimpah dan berlebihan. Pada musim kemarau sering terjadi kekurangan pakan ternak. Untuk mengatasi hal tersebut maka adalah unit pengolahan pakan ternak akan mengolah dan mengawetkan hijauan sehingga dapat dipergunakan selama musim kemarau. Saat ini telah dihasilkan formula pakan ternak jadi atau complete feed yang tersusun oleh beberapa komponen dasar yaitu sumber serat, sumber energi, sumber protein dan sumber mineral. 7.3.6. Pasar Induk Pasar induk dibentuk untuk memudahkan dan menstabilkan harga produk, serta untuk memotong / memperpendek jalur pemasaran produk sehingga petani lebih dapat merasa diuntungkan. Pembentukan pasar induk dilakukansesuai dengan kebutuhan, dan dapat dipergunakan baik oleh anggotan SSPSP maupun yang bukan termasuk anggota SSPSP. Pasar induk KISAPMAS ini dilengkapi dengan sistem informasi sehingga akan memperlancar kegiatan usaha dan akses ke luar daerah baik regional maupun nasional. 7.3.7. Program Breeding dan Produksi Sapi Bibit Program ini ditujukan untuk menghasilkan jenis sapi potong lokal Jawa Timur (Indonesia) dengan karakteristik mempunyai potensi produksi : berat badan yang tinggi, efisiensi menggunakan pakan berserat kasar tinggi, tahap terhadap penyakit dan lingkungan panas. Potensi produksi berat badan yang tinggi dimaksudkan bahwa sapi hasil pemuliaan ini akan memiliki berat lahir, berat sapih dan berat dewasa yang lebih tinggi dari pada sapi lokal (sapi PO) saat ini. Untuk tujuan diatas, maka sapi lokal yang ada saat ini (betina induk) akan dikawinkan (disilangkan) dengan bibit penjantan unggul impor. Melalui persilangan ini diharapkan bahwa selain potensi berat badan yang meningkat maka proporsi genetik untuk sifat tahan terhadap panas, penyakit dan efiisiensi penggunaan pakan berserat dapat ditingkatkan. Keturunan selanjutnya dikawinkan dengan jenis sapi pedaging yang memiliki performans eksterior (warna kulit, bentuk tubuh) yang disukai oleh masyarakat Indonesia khususnya Jawa Timur (misalnya sapi Limosin atau Simenthal). Melalui persilangan ini 38 diharapkan bahwa empat karakteristik seperti tersebut di atas dapat diperoleh dan dipertahankan. Secara skematis program pemuliaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Sapi PO betina x Pej. Unggul (PU) Sapi POPU x PU (POPU = 50%, 50% PU) Sapi betina POPUPU x Penj. Lims. (PL) POPUPU = 25%PO, 75% PU) Sapi POPUPUPL (12.5%PO, 12,5% PU, 50% PL) Gambar 2. Skema pola program pembibitan sapi potong untuk menghasilkan breed sapi potong lokal 7.3.8. Pola Hubungan Hubungan kerja antara sentra pembibitan sapi (SPSP) dengan anggota Sub sentra (SSPSP) didasarkan atas pola hubungan kebersamaan dan saling menguntungkan. SPSP merupakan usaha industri pokok yang nantinya akan menangani dan membina SSPSP, menyelenggarakan kegiatan usaha dan hubungan pasar. SPSP juga akan menangani pertanian terpadu yang mendukung penyediaan pakan ternak, pengolahan pakan ternak, pengolahan limbah peternakan untuk menjadi pupuk organik serta fasilitas pemasaran. Sapi-sapi hasil persilangan selalu dilakukan seleksi untuk menentukan keunggulan setiap generasi. Sapi yang terseleksi akan dijadikan sebagai bibit untuk generasi berikutnya, sedangkan yang tidak ikut terseleksi akan digemukkan dan dipasarkan sebagai ternak potong. Skema hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. 39 Manajemen sarana, prasarana dan Teknologi LITBANG KIM-SPSP Sub-SPSP SSPSP SSPSP Sapi Keturunan Pertanian terpadu SELEKSI Pengolahan pakan ternak Penggemukan Pengolahan limbah menjadi pupuk Pasar Regional Pasar Nasional (Pasar global) Gambar 3. Skema pola hubungan antara SPSP dan Sub-SPSP 40 7.4. KEBUTUHAN INVESTASI PENDUKUNG Untuk mewujudkan kegiatan program pembangunan Kawasan Industri Masyarakat Sentra Pembibitan Sapi Potong beserta pemberdayaan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan, maka beberapa komponen biaya memerlukan biaya investasi baik berupa barang langsung maupun dalam bentuk rupiah. Beberapa komponen biaya adalah sebagai berikut : 1. Ternak sapi induk (bangsa PO) dewasa sebanyak 500 ekor, yang akan digunakan sebagai stok induk untuk menghasilkan keturunan F-1 setelah mengalami persilangan dengan pejantan unggul 2. Lahan untuk program pertanian terpadu (tanaman tegakan, tanaman pangan dan rumput), dibutuhkan lahan seluas 200 Ha yaitu lahan kawasan hutan PT. Perhutani 3. Bangunan kandang beserta perlengkapannya; merupakan sarana pendukung yang meliputi kandang untuk induk, kandang perkakwinan, peralatan tempat minum, tempat pakan dan sistem saluran air dan pembuangan kotoran. 4. Peralatan untuk pemrosesan pakan ternak 5. Peralatan transportasi atau alat angutan, yang digunakan untuk mengangkut pakan ternak atau hasil yang diperoleh 6. Peralatan operasional.