BAB II FILSAFAT, ILMU, DAN AGAMA A. ILMU DAN PENGETAHIJAN Meskipun pengetahuan merupakan sui generis (sesuatu yang paling sederhana dan mendasar) dan karenanya tidak dapat didefinisikan, namun sedapat mungkin perlu dibatasi setidaknya untuk menghindari terjadinya kejumbuhan arti pada dna istilah yang sebenarnya berbeda tersebut. Pengetahuan adalah hasil cerapan indra manusia terhadap semua fenomena disekitarnya. Produk aktivitas indra ini biasanya disebut pengetahuan biasa, knowledge atau common sense. Pendapat lain mengatakan pengetahuan adalah suatu proses ‘perolehan’ dan ‘penemuan’ melalui persepsi mental (’process of ‘obtaining’ and ‘finding’ through mental perception), suatu bentuk, suatu konsep atau makna suatu proses pembentukan mental dan imajinasi, dan atau pembuktian mental (a form, a concept or meaning a process of mental formation and imagination and or mental verification,). Dapatlah dikatakan, pengetahuan merupakan hasil tahu, hasil pemahaman. atau hasil cerapan indra manusia terhadap barang hal, atau sesuatu yang dihadapinya (objek). Objek di sini berupa benda-benda fisik-material dan hal-hal spiritual (rohani), yang pemahamannya dicapai melalui persepsi, baik indra maupun budi. Pengetahuan selanjutnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu pengetahuan pra-ilmiah (pengetahuan biasa, knowledge) dan pengetahuan ilmiah (ilmu., ilmu pengetahuan, science,). Bila pengetahuan biasa merupakan hasil eerapan indra manusia, maka ilmu lebih dari sekedar itu. Ilmu adalah pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu berobjek, bersistem, bermetode., dan kehenarannya bersitát universal. Ilmu dibedakan dengan pengetahuan biasa dalam hal ada tidaknya syarat-syarat tersebut.. Pengetahuan biasa -hasil eerapan indera manusia terhadap fenomena empirik- yang didapatkan dan objek yang jelas, memakai metode tertentu., dirangkum dalam sebuah sistem dan kebenarannya berlaku umum merupakan sebuah ilmu. Menurut Prof Dr. Ashley Montagu, Guru Besar Antropologi pada Rutgers University., “Science is a sistematized knowledge derived from observation, study and experimentation curried on order to determine the nature of principles of what being studied”. Suatu hal yang secara tegas membedakan ilmu dengan pengetahuan adalah ciri sistematis, sifat objektif, dan verifikatif. Ciri sistematis berarti bahwa berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan mempunyai hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur. Berlainan dengan pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah harus memiliki pertalian yang tertib menurut bagianbagian yang merupakan pokok soalnya. Ciri objektif dan ilmu berarti bahwa pengetahuan itu bebas dan prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi. Objektivitas ilmu mensyaratkan bahwa kumpulan pengetahuan adalah sesuai objeknya tanpa diserongkan oleh keinginan dan kecondongan yang subjektif dari penelaah. Ciri verifikatif mengandung pengertian bahwa ilmu senantiasa mengarah pada tercapainya kebenaram Ilmu dikembangkan untuk menemukan suatu nilai luhur: dalam kehidupan yang disebut kebenaran iimiah. Kebenaran ini dapat berupa asas-asas yang berlaku umum atau kaidah-kaidah universal mengenai pokok soal yang bersangkutan. Dengan memiliki pengetahuan ilmiah dan mencapai kebenaran, manusia berharap dapat membuat ramalan peristiwa mendatang dan menerangkan atau menguasai alam sekelilingnya. Uraian di atas setidaknya memberi gambaran yang lebih jelas tentang perbedaan pengetahuan biasa (knowledge) dengan ilmu (science). Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan pengetahuan biasa, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun dilanjutkan menjadi suatu pemikiran cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode. Terminologi ilmu dengan demikian mensyaratkan adanya aktivitas akal yang selalu merekonstruksi pengalaman indra menjadi susunan pengetahuan yang sistematis dan verificable (teruji kebenarannya). Science, yang dalam Bahasa lnggris dibedakan dan knowledge, menunjuk pada arti pengetahuan yang memenuhi sifat ilmiah --yaitu berobjek, bersistem, bermetode, dan kebenarannya universal-- dan, mampu menjawab pertanyaan ilmiah --yaitu pertanyaan deskriptif, kausal., normatif, dan esensial. Ini perlu dijelaskan terlebih dahulu, karena ada pendapat yang mengatakan bahwa ilmu Iebih luas maknanya daripada sains. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil cerapan indra manusia (hasil tahu manusia). Ilmu adalah pengetahuan yang memenuhi syarat ilmiah. Jadi pengetahuan dan ilmu dibedakan dalam hal ada tidaknya syarat ilmiah berikut. 1. Objek Baik ilmu maupun pengetahuan sama-sama memiliki objek. Namun berbeda dengan pengetahuan, ilmu selain berobjek materia --sasaran yang dikaji, materi yang diselidiki--, juga berobjek forma yaitu sudut pandang yang digunakan dalam pengkajian tersebut. Objek formalah yang membedakan ilmu satu dengan lainnya. Ilmu kedokteran dan psikologi misalnya, sama-sama berobjek materia manusia., namun objek forma kedokteran adalab segi kesehatan jasmani sedangkan psikologi mengkaji dan segi kesehatan mental. 2. Metode Metode adalah cara yang digunakan ilmu untuk mendapatkan kebenaran. Ada banyak metode di dalam ilmu., yang masing-masing berbeda antara Ilmu eksakta dan non-eksakta, berbeda lagi dalam ilmu-ilmu humaniora. 3. Sistematis Ilmu harus merupakan suatu yang bulat dan utuh, merupakan satu kesatuan, dimana antar bagiannya saling berhubungan, baik hubungan interelasi (saling hubungan), maupun interpendensi (saling ketergantungan). 4. Universal Kebenaran ilmu bersifat universal, dalam arti berlakunya tidak dibatasi oleh ruang, waktu, keadaan, situasi, dan kondisi tertentu. Ia secara menyeluruh berlaku dimana pun dan kapan pun. Selain itu pada ilmu juga dapat diajukan pertanyaan ilmiah: 1. “Bagaimana” --> pengetahuan deskriptif. 2. “Kemana” --> pengetahuan normatif. 3. “Mengapa” -> pengetahuan kausal. 4. “Apa” -> pengetahuan esensial atau filsafat. B. Sifat Kebenaran Ilmu, Filsafat, dan Agama Kebenaran ilmu bersifat relatif. Artinya dalam kurun waktu tertentu kebenarannya bersifat universal hingga tergugurkan teori lain. Misalnya teori Geosentris yang digantikan teori heliosentris., Relativitas Enstein yang mengoreksi teori-teori sebelumnnya, dan sebagainya. Kebenaran Filsafat bersifat spekulatif. Artinya pendapat filsuf berada di luar kriteria benar dan salah. Dua filsuf yang berbeda pandangan (beda waktu maupun tidak) tidak dapat diputuskan yang satu benar dan lainnya salah. Masing-masing memilliki peluang sama untuk benar maupun salah. Dalarn hal ini kebenarannya tergantung logis dan rasionalnya argumen yang diajukan.. Kebenaran Agama bersifat mutlak, pasti benar. Kemutiakan dernikian dimungkinkan karena bersangkutan dengan keyakinan pemeluknya dan berasal dan wahyu. C. Batas Wilayah Ilmu, Filsafat, dan Agama Ilmu dibatasi oleh ‘tembok-tembok’ spesisifikasinya. Di luar itu wewenang ilmu lain. Lebih dalam dari itu menjadi kajian filsafat. Jika ilmu tak dapat memberi jawaban, usaha selanjutnya dicari dalam/dengan filsafat. Bila juga tidak, dicari dengan agamalah (terminal terahir). Kebenaran ilmu, filsafat, dan agama secara sederhana dapat diilustrasikan berikut. Benda-benda langit ‘digantung’ oleh gravitasi masing-masing (fisika). Tentu ada kekuatan supranatural yang mengaturnya (filsafat). Dialah ALLAH Tuhan senu sekalian alam agama).