BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam komunikasi

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam komunikasi, manusia menggunakan berbagai media untuk menyampaikan pesan.
Studi media massa mencakup pencarian pesan dan makna-makna dalam materinya, karena
sesungguhnya studi komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau makna. Dengan kata
lain, mempelajari media adalah mempelajari pesan dari mana asalnya, seperti apa, seberapa
jauh tujuannya, bagaimanakah ia memasuki materi media, dan bagaimana ia berkaitan
dengan pemikiran kita sendiri. Maka, metode penelitian dalam komunikasi seharusnya
mampu mengungkapkan makna yang terkandung dalam materi pesan komunikasi (Sobur,
2004:10). Salah satu media yang dapat digunakan adalah film yang lebih lanjut akan diteliti
dalam penelitian ini. Karena film merupakan salah satu penyampai pesan atau makna melalui
media massa dalam studi komunikasi.
Isu-isu social merupakan hal yang cukup menarik bagi para senias untuk diangkat ke
dalam sebuah film karena dianggap dekat dengan kehidupam masyarakat Salah satunya
adalah Film Dokumenter Cerita dari Tapal Batas. Pemilihan film ini sebagai objek penelitian
karena mencoba mengangkat isu perbatasan Indonesia dan Malaysia yang belakangan
kembali menjadi pemberitaan media.
Perbatasan negara merupakan manifestasi kedaulatan wilayah suatu negara. Perbatasan
suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, dan
juga, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Begitupun halnya Indonesia, di darat
Indonesia berbatasan dengan tiga negara, yaitu : Malaysia, Papua New Guinea dan Timor
Leste. Sedangkan di wilayah laut Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara, yaitu : India,
2
Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor
Leste dan Papua Nugini. Perbatasan laut ditandai oleh keberadaan 92 pulau-pulau terluar
yang menjadi lokasi penempatan titik dasar yang menentukan penentuan garis batas laut
wilayah.
Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal
dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan di
masa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat
karena merupakan daerah yang rawan keamanan telah menjadikan paradigma pembangunan
perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Hal ini
menyebabkan wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika
pembangunan.
Di Kalimantan Barat misalnya yang langsung berbatasan dengan Serawak Malaysia
Timur. Kondisi geografis dan topografi wilayah perbatasan Kalimantan Barat yang masih
terisolir, karena keterbatasan prasarana jalan, transportasi darat, sungai serta fasilitas publik
lainnya. Kondisi ini berdampak pada kondisi kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan,
kesehatan dan skill masyarakat daerah perbatasan yang masih tertinggal dibanding dengan
masyarakat daerah Serawak. Sehingga penduduk dalam melakukan aktivitas sosial ekonomi
cenderung ke Serawak, karena akses yang mudah serta ketersediaannya fasilitas yang lebih
baik.
Beberapa permasalahan yang terjadi antara Indoonesia dan Malaysia baik tentantang
batas wilayah maupun klaim beberapa kebudayaan Indonesia oleh Malaysia menyebabkan
sedikit ketegangan masyarakat Indonesia. Namun disisi lain melihat kehidupan masyarakat
Indonesia di perbatasan justru menggantungkan hidupnya pada Malaysia dimana hampir
3
seluruh aktifitas social ekonomi cenderung ke Malaysia karena akses yang lebih mudah dan
fasilitas yang baik.
Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas mengajak kita melihat kehidupan masyarakat
di wilayah Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat yang merupakan
wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia yang serba terbatas. Dituturkan oleh
narasumber yang mewakili permasalahan yang terjadi di wilayah tersebut. Yang pertama ada
kisah dari Bu Martini yang berprofesi sebagai guru di SDN Badat di dusun Badat Baru,
Entikong selain Ibu Martini tidak ada lagi guru lain yang mengajar di sana, jadi Guru Martini
dapat dikatakan bertindak sebagai staf pengajar, kepala sekolah, juru-kunci dan pesuruh.
dengan keadaan yang bisa dikatakan sama sekali tidak mudah.. Guru Martini tinggal di desa
Semangit. Untuk pergi mengajar, Guru Martini harus melalui jalan sungai selama 8-12 jam,
melewati 15 riam, termasuk Riam Pelanduk. Di riam tersebut, para penumpang perahu harus
turun dan ikut mendorong perahu agar dapat melalui riam.
Kemudian berlanjut ke kisah dari Mantri Kusnadi yang mengabdi sebagai mantri desa
dengan cara berkeliling mengunjungi pasiennya. Mantri Kusnadi menempuh jarak puluhan
kilo untuk mencapai rumah-rumah warga yang terletak dipedalaman sekalipun. Ketiadaan
akses kesehatan membuat masyarakat sangat menggantungkan kondisi kesehatannya pada
Mantri Kusnadi.
Ada juga kisah Ella yang berasal dari Singkawang. Ketidakberdayaan ekonomi membuat
Ella dan teman-teman menjadi korban trafikking dengan iming-iming menjadi istri orang
kaya di negeri orang. Ada pula penuturan dari M. Lizet selaku kepala dusun badat baru yang
juga turut memaparkan kondisi masyarakat yang dipimpinnya.
4
Kisah-kisah yang dipaparkan dari narasumber di atas meupakan gambaran problematika
social yang diadapi masyarakat di perbatasan yang kemudian direpresentasikan ke dalam
film documenter Cerita Dari Tapal Batas. Dalam hal ini film digunakan sebagai media yang
merepresentasikan realitas social masyarakat. Namun representasi disini harus dilihat sebagai
upaya menyajikan ulang sebuah realitas. Dalam penelitian ini, realitas social masyarakat
yang ingin diteliti direpresentasikan melalui media, sebagaimana yang dibahasakan oleh MC.
Luhan, realitas oleh media tak bisa dilepaskan dari unsur- unsur second hand realit, dengan
kata lain film tidak akan pernah disajikan sebagai realitas aslinya.
Maksudnya film tersebut sudah dikonstruksi oleh pembuat film. Konstruksi yang
dimaksud yaitu adanya pembinaan atau penyusunan dari sebuah ide dan kreatifitas dari sang
sutradara yang pada akhirnya turut mempengaruhi bagaimana pesan dalam sebuah film
disajikan dan film sebagai bagian dari media massa memainkan peran untuk
mengkomunikasikan segala bentuk pesan tersebut.
Sobur (2006:127) mengatakan bahwa kekuatan dan kemampuan film menjangkau
banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli berpendapat bahwa film memiliki potensi
untuk mempengaruhi khalayaknya. Film bersifat dinamis, gambar yang muncul silih
berganti. Gambar film yang muncul silih berganti menunjukkan pergerakan yang ikonis bagi
realitas yang dipresentasikan. Keistimewaan film itu yang menjadi daya tarik langsung yang
sangat besar, yang sulit ditafsirkan. Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi
analisis semiotika. Semiotika adalah ilmu tentang tanda. Kata semiotika berasal dari bahasa
Yunani semeion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda (Sobur, 2004:16).
Van Zoest (Sobur,2004:128) mengemukakan bahwa film dibangun dengan tanda sematamata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk
5
mencapai efek yang diharapkan. Bagaimana mempelajari serta memaknai tanda-tanda yang
ditampilkan dalam film. Semiotika pun digunakan untuk menganalisa media dan untuk
mengetahui bahwa film merupakan fenomena komunikasi yang sarat akan tanda.
Film documenter Cerita Dari Tapal Batas mengajak kita untuk melihat realitas dan
problematika social yang mewarnai kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia
dan Malaysia melalui penggunaan tanda-tanda tertentu. Oleh karena itu, penulis merasa perlu
mengkaji lebih jauh film ini dalam skripsi dengan judul: Representasi Problematika Sosial
Masyarakat Di Perbatasan Dalam Film Dokumenter Cerita Dari Tapal Batas” (Analisis
Semiotika Film)
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang
ingin di teliti adalah:
1. Apa saja pesan yang disampaikan dalam film documenter Cerita Dari Tapal Batas
mengenai problematiaka social masyarakat di wilayah perbatasan?
2. Bagaimana problematika social masyarakat di perbatasan Indonesia dan Malaysia
direpresentasikan dalam film documenter Cerita Dari Tapal Batas?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pesan yang disampaikan dalam film documenter Cerita Dari
Tapal Batas mengenai problematiaka social masyarakat di wilayah perbatasan.
6
b. Untuk mengetahui representasi realitas kehidupan masyarakat di perbatasan
Indonesia dan Malaysia dalam film documenter Cerita Dari Tapal Batas.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa memberi kontribusi terhadap perkembangan teori
ilmu komunikasi khususnya studi pesan dalam analisis semiotika film. Selain itu
penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa
yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut tentang semiotika film.
b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan tentang kajian
semiotika film, khususnya yang mengangkat tema social yang terjadi di
masyarakat. Penelitian ini juga dijadikan sebagai salah satu syarat meraih gelar
kesarjanaan pada jurusan ilmu komunikasi, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik
Universitas Hasanuddin.
D. Kerangka Konseptual
Sebagai salah satu media komunikasi massa, film digunakan sebagai media yang
merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Cerita yang ditayangkan lewat film
dapat berbentuk fiksi atau non fiksi. Lewat film, informasi dapat dikonsumsi dengan lebih
menarik melalui tampilan audio visual, seingga media film banyak digemari karena
tampilannya yang menarik dan dapat dijadikan sebagai hiburan. Film sebagai salah satu
media komunikasi massa selalu merupakan potret dari masyarakat di mana film itu dibuat.
7
Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan
kemudian memproyeksikannya ke atas layar, (Sobur, 2006:127).
Turner (Sobur, 2006:127) menolak perspektif yang melihat film sebagai refleksi
masyarakat. Bagi Turner, perspektif ini sangat primitif dan menggunakan metafor yang tidak
memuaskan karena menyederhanakan setiap komposisi ungkapan, baik dalam film, prosa,
atau bahkan percakapan antara film dan masyarakat sesungguhnya terdapat kompetisi dan
konflik dari berbagai factor yang menentukan, baik bersifat kultural, sub-kultural, industrial,
serta institusional.
Makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat, menurut Turner, berbeda
dengan film sekedar sebagai refleksi dari realitas. Sebagai refleksi dari realitas film sekedar
“memindah” realitas ke layar tanpa mengubah realitas itu. Sementara itu, sebagai
representasi dari realitas film membentuk dan “menghadirkan kembali” realitas berdasarkan
kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari kebudayaannya. Setiap orang mempunyai
cara tersendiri dalam mengkonstruksi sebuah realitas yang ditampilkan dalam sebuah film.
Begitupun dalam penelitian ini, dalam film dokumenter Cerita Dari Tapal Batas yang
tidak terlepas dari realitas yang ada. Dilansir dari Wikipedia, film documenter adalah film
yang merepresentasikan kenyataan. Artinya film documenter menampilkan kembali fakta
yang ada dalam kehidupan. Dalam hal ini penulis cerita mencoba mengangkat realitas
massyarakat melalui penuturan narasumber yang telah dipilih dengan asumsi telah mewakili
permasalahan pokok di lingkungan tersebut. Tentu saja asumsi tesebut tidak lepas dari hasil
observasi yang telah dilakukan, dengan mengumpulkan fakta dan data di lokasi.
8
Untuk mendefinisikan konstruksi dan mengungkap makna dari realitas yang
ditampakkan, penulis menggunakan pendekatan analisis semiotika. Pendekatan semiotika
dipilih peneliti karena semiotika dianggap mampu untuk menjelaskan berbagai hal yang tidak
tampak dipermukaan, tapi lebih jauh dari itu, semiotika mampu untuk membongkar maknamakna yang tersembunyi dalam film. Semiotika adalah sebuah langkah atau cara yang bisa
diterapkan ketika kita ingin melihat lebih jauh bagaimana konstruksi makna maupun
konstruksi realitas dalam sebuah teks pada sebuah film.
Semiotika secara sederhana dipahami sebagai sebuah teori mengenai tanda atau sistem
tanda. Tanda adalah sesuatu hal yang memiliki makna tersendiri dan menjadi sebuah
komunikator karena tanda akan menyampaikan pesan-pesan kepada orang yang
membacanya. Melalui sistem makna, sebuah tanda dikenal dalam dua komponen, yaitu
signifier (penanda) yang adalah sebuah materi yang membawa makna, menunjuk pada
dimensi konkret dari tanda tersebut, dan signified (petanda) yang adalah sisi abstrak dari
tanda, dengan kata lain signified (petanda) adalah makna itu sendiri.
Adapun pendekatan semiotika yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendekatan dua
tahap Roland Barthes (1990; 123) berupa denotasi kemudian konotasi serta mitos dan
ideologi dibalik itu. Pendekatan Barthes dianggap mempunyai kelebihan sebab pendekatan
ini selalu berpretensi untuk menemukan sesuatu yang lebih dari sekedar bahasa (other than
language), sehingga lebih memungkinkan bagi upaya pembongkaran ideologi dalam teks dan
gambar film serta menitikberatkan pada “pesan tersembunyi” dari film.
Lebih lanjut, signifikansi dua tahap (two order of signification) Barthes mengasumsikan
bahwa pesan medium tersusun atas seperangkat tanda untuk menghasilkan makna tertentu.
9
Makna tersebut bukanlah innate meaning (makna bawaan alamiah), melainkan makna yang
dihasilkan oleh system perbedaan atau hubungan tanda-tanda. Barthes menciptakan peta
tentang bagaimana tanda bekerja (Cobley & Jansz, dalam Sobur, 2004:69).
1.Signifier
(penanda)
2.Signified
(petanda)
3.Denotative Sign
(Tanda Denotatif)
4.CONNOTATIVE SIGNIVER
(PENANDA KONOTATIF)
5.CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PETANDA KONOTATIF)
6.CONOTATIF SIGN (TANDA KONOTATIF)
Gambar 1.1 Peta Tanda Roland Barthes
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan
petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif
(4). Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan
namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.
Barthes, seperti yang dikutip Fiske, menjelaskan: signifikansi tahap pertama merupakan
hubungan antara singnifier dan signified dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal.
Barthes menyebut hal tersebut sebagai denotasi yakni makna paling nyata dari tanda. Akan
tetapi pada saat bersamaan tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Denotasi
merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua.
Dalam hal ini denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sedangkan konotasi
identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ’mitos’ dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam
10
suatu periode tertentu. Pengertian mitos di sini tidaklah menunjuk pada mitologi dalam
pengertian sehari-hari seperti halnya cerita-cerita tradisional, melainkan sebuah cara
pemaknaan. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda pada
sistem pemaknaan tataran kedua
Barthes mengungkapkan bahwa makna pada tataran kedua merupakan hasil pertemuan
tanda yang ditampilkan dengan pemikiran subjektif atau setidaknya intersubjektif pengguna
yang dipengaruhi oleh perasaan dan kultural-kulturalnya. Setelah meneliti makna konotasi
yang ditampilkan, akan muncul keseluruhan struktur dalam film ini untuk mengungkapkan
ideologi melalui makna konotatif yang tersembunyi pada tataran makna tingkat kedua. Karena
itulah setiap film sebagai penyampai pesan dengan unsur teks merupakan pemaknaan ideologi
pribadi dari si pembuat film itu sendiri
Dalam film documenter Cerita dari Tapal Batas terdapat dua unsur yang mempermudah
penelitian semiotika ini, yaitu gambar dan teks. Kedua unsur ini (gambar dan teks) adalah
unsur yang memaparkan problematika sosial yang paling mudah diamati. Semiotika sebagai
alat analisis dapat digunakan untuk membongkar makna-makna yang tersembunyi dalam film.
Selain itu untuk memperkuat interpretsi penulis mengenai representasi peroblematika
sosial masyarakat di wilayah perbatasan dalam film documenter cerita dari tapal batas, penulis
menggunakan focus group discussion (FGD) sebagai metode penguat hasil penelitian. Metode
FGD digunakan dalam penelitian ini hanyalah sebatas memperkuat atau meng cross-check
data yang telah didapat dengan analisi semiotika serta memperkaya penelitian sehingga lebih
mendalam.
11
Secara ringas gambaran kerangka onseptual dalam penelitian ini sebagai berikut:
Film Dokumenter Cerita dari
Tapal Batas
Analisis Semiotika Roland
Barthes
Makna Denotasi
Makna Konotasi
Representasi Problematika
Sosial Masyarakat Di Wilayah
Perbatasan
Gambar 1.2 bagan kerangka konseptual
E. Definisi Operasional
1. problematika berasal dari bahasa inggris yaitu problematic yang artinya persooalan
atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia problema berarti hal yang belum
dapat dipecahkan yang menimbulkan permasalahan. Jadi problematika social
diartikan persoalan-persoalan social yang dihadapi masyarakat dan mempengaruhi
kehidupan seabagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu kondisi yang tidak
diinginkan dan karenanya perlu tindakan untuk mengatasi atau memperbaikinya.
2. Dalam penelitian ini representasi film dimaknai sebagai upaya menyajikan ulang
sebuah realitas. Representasi dari realitas film membentuk dan “menghadirkan
12
kembali” realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideologi dari
kebudayaannya
3. Perbatasan adalah wilayah yang merupakan pemisah antara dua Negara. Wilayah
perbatasan dalam penelitian ini adalah kecamatan etikong Kalimantan barat Indonesia
yang berbatasan dengan wilayah serawak Malaysia.
4. Analisis Semiotika adalah suatu ilmu atau metode yang digunakan untuk mengenali
dan memaknai tanda-tanda atau simbol-simbol yang direpresentasikan dalam film
documenter cerita dari tapal batas yang berupa gambar-gambar dan dialog
5. Denotatif dalam film adalah proses menguraikan dan memahami makna yang coba
disampaikan oleh sesuatu yang tampak secara nyata yang biasa dikenal sebagai tanda.
6. Konotatif dalam film adalah proses pemaknaan yang coba disampaikan oleh sesuatu
yang tidak tampak secara nyata, dalam hal ini biasa disebut tataran semiologis tingkat
dua.
F. Metode Penelitian
1. Waktu dan Objek Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama kurang lebih 2 bulan yaitu bulan Juli dan
Agustus 2015. Objek penelitian yaitu sebuah film dokumenter yang berdurasi 60
menit mengambil latar belakang kehidupan masrakat di wilayah Entikong,
Kalimantan Barat yang berbatasan lansung dengan Serawak Malaysia.
2. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini memungkinkan
penulis untuk melakukan pengamatan dan analisis secara mendalam terhadap topik
13
yang akan diteliti.. Dalam ilmu sosial metode kualitatif bersifat interpretative dengan
memberikan ruang penafsiran yang lebih bebas terhadap sebuah objek penelitian.
Penelitian ini lebih menitik beratkan pada proses bukan pada hasil, karena itu bisa
disebut pula penelitian interpretatif. Karena semua data hasil yang dikumpulkan
merupakan hasil interpretasi terhadap data dari subjek penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui observasi atau pengamatan secara menyeluruh pada
objek penelitian yaitu dengan menonton film documenter Cerita Dari Tapal Batas.
Melalui pengamatan tersebut peneliti mengidentifikasi sejumlah gambar dan suara
yang terdapat pada shot dan scene yang di dalamnya terdapat unsur tanda yang
menggambarkan realitas social masyarakat di Perbatasan Indonesia dengan Malaysia.
Melakukan FGD (Fokus Group Discution) untuk menyamakan interpretasi penulis
agar tidak subjektif. Kemudian untuk pemaknaannya akan melalui proses interpretasi
sesuai dengan tanda-tanda yang ditunjukkan dengan menggunakan analisis semiotika.
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer
Pengumpulan data berupa teks film documenter Cerita Dari Tapal Batas yang
terdiri dari video film serta sejumlah data-data yang berkaitan dengan produksi
film.
14
b. Data Sekunder
Penelitian pustaka (library research), dengan mempelajari dan mengkaji
literature-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti untuk
mendukung asumsi sebagai landasan teori bagi permasalahan yang dibahas.
4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan análisis data dalam pendekatan deskriptif kualitatif.
Sebagai pisau análisis peneliti menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes,
yaitu análisis tentang hubungan tanda dan análisis mitos. Dalam pendekatan
semiotika Roland Barthes ini ada tiga tahap analisis yang digunakan, yaitu:
a. Identifikasi tanda dan corak gejala social dalam gambar dan teks yang dihasilkan
oleh masing-masing tanda tersebut.
b. Deskripsi makna denotative, yakni menguraikan dan memahami makna
denotative yang coba disampaikan oleh sesuatu yang tampak secara nyata atau
materil dari tanda. Di sisni film documenter Cerita Dari Tapal Batas
dideskripsikan dengan penekanan pada penceritaan kembali isi pesan film.
c. Deskripsi makna konotatif, yakni menjelaskan dan memaknai konotatif yang
dibentuk dari kesatuan tanda dalam deskripsi denotatif sehingga tercipta
pemaknaan pada tataran kedua, yaitu sebuah film menciptakan mitologi dan
ideology sebagai sistem konotasi. Apabila dalam denotasi teks mengekspresikan
makna alamiah, maka dalam level konotasi mereka menunjukkan ideology atau
sebuah makna yang tesembunyi. Semiotika berusaha menganalisis teks film
15
sebagai keseluruhan struktur dan memahami makna yang konotatif dan
tersembunyi.
Download