1 ANALISI IKLAN TELEVISI DARI PERSPEKTIF SEMIOTIK (Studi kasus Iklan Three, alwayOn Versi perempuan) Oleh : Suwarno Pendahuluan Iklan televisi menarik bagi konsumen karena keunggulannya menyajikan audio dan visual secara bersamaan. Televisi sebagai media periklanan, merupakan salah satu media yang paling mudah untuk mempromosikan produk barang dan jasa kepada masyarakat. Televisi sebagai media iklan memberi dukungan yang besar bagi perusahaan dalam mempromosikan produk–produk yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan untuk memperoleh keuntungan perusahaan. Banyaknya bentuk dan jenis iklan di televisi, tim kreatif dan agency dituntut untuk selalu mencari ide dalam menciptakan iklan di televisi yang mudah diingat, memberikan respon yang positif atas citra atau image produk yang dipromosikan atau disampaikan kepada khalayak, karena sebagain besar masyarakat khususnya masyarakat Indonesia, televisi sudah merupakan bagian dari gaya hidup untuk memperoleh informasi–informasi yang aktual Begitu juga dengan Provider Three dari PT.Hutchinson Cp Telecommunications yang dalam mengenalkan produkproduknya memakai jasa media televisi yang ditayangkan beberapa stasiun televisi beberapa waktu yang lalu. Iklan three dengan ilustrasi seorang perempuan dengan tema kebebasan. Berikut ini narasi dan beberapa ilustrasi iklan tersebut” “Kebebasan itu, omong kosong.Katanya aku bebas berekspresi, tapi selama rok masih di bawah lutut.Hidup ini singkat, mumpung masih muda nikmati sepuasnya. Asal, jangan lewat dari jam 10 malam.Katanya, urusan jodoh sepenuhnya ada di tanganku. Asalkan sesuku, kalau bisa kaya, pendidikan tinggi, dari keluarga baik-baik. Katanya, jaman sekarang pilihan itu nggak ada batasnya.Selama, ikutin pilihan yang ada AlwaysOn, Bebas itu nyata” Iklan ini menampilkan seorang bintang perempuan dengan suara latar seperti pada narasi diatas. Dengan penggabungan narasi suara dan visualiasasi perempuan tersebut maka banyak menimbulkan penafsiran yang bermacammacam bagi masyarakat yang menontonya. Karena pesan-pesan yang disampaikan tersebut dapat berpengaruh terhadap perubahan nilai-nilai yang dianut baik dari sisi sosial budaya kemasyarakatan yang berkembang di masyarakat saat ini. maka iklan ini layak di kaji lebih dalam apa makna dari iklan ini di tunjau dari perspektif komunikasi. Teori Semiotik Dalam komunikasi periklanan, iklan tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar dengan citra bergerak (motion picture), warna dan bunyi-bunyi dimana perpaduan keseluruhan akan menghasilkan komunikasi periklanan yang efektif (Mulyana, 2007:68) Iklan itu sendiri merupakan suatu simbol yang divisualisasikan melalui berbagai aspek tanda komunikasi dan tersusun dalam struktur teks iklan. Tanda-tanda yang terdapat dalam suatu struktur teks iklan merupakan satu kesatuan sistem tanda yang terdiri dari tanda-tanda verbal dan non verbal berupa kata-kata, warna ataupun gambar serta memiliki makna tertentu yang disesuaikan dengan kepentingan produk yang akan dipasarkan atau yang akan diinformasikan. Pengaruh iklan yang begitu besar terhadap alam bawah sadar khalayak dimanfaatkan pengiklan untuk berbagai tujuan, mulai dari mengenalkan produk, meningkatkan penjualan sampai memperkuat citra produk atau perusahaan. Iklan sebagai proses pertukaran tanda dan makna adalah sistem tanda terorganisir menurut kode–kode yang merefleksikan nilai – nilai tertentu, sikap dan juga keyakinan tertentu. Setiap pesan dalam iklan dua tingkatan makna yang dinyatakan secara eksplisit di permukaan dan makna yang dkemukakan secara implisit di balik permukaan iklan. Dengan demikian, semiotika menjadi metode yang sesuai untuk mengetahui kontruksi makna yang terjadi dalam iklan dengan menekankan peran sistem tanda dengan konstruksi realitas, maka melaui semiotika ideologi - ideologi di balik iklan bisa dibongkar. Iklan merupakan bagian dari bentuk komunikasi yang divisualisasikan melalui berbagai aspek konsep tanda. Tanda-tanda tersebut tersusun di dalam sebuah struktur teks iklan dan memiliki makna tertentu. Makna dari tanda-tanda itu dapat dilihat dan ditentukan dengan menggunakan pola-pola interpretasi terhadap tanda. “Tanda (sign) adalah sesuatu yang secara fisik dirasakan oleh pikiran kita ; merujuk kepada sesuatu yang lain dari tanda itu sendiri dan tergantung atas pengakuan dari penggunaan itu sendiri bahwa hal itu adalah tanda” (Fiske,1990:44). Pada dasarnya produk yang akan diiklankan tidak memiliki makna, tetapi kemudian agar produk memiliki nilai dalam benak konsumen, maka digunakanlah tanda-tanda periklanan yang berupa tanda-tanda non-verbal seperti kata-kata, warna ataupun gambar.Penggunaan kata-kata dan gambar semacam ini sudah lama diterapkan dalam periklanan dimana perpaduan antara keduanya dapat menjadikan komunikasi periklanan lebih efektif. Tradisi semiotik sebagai suatu studi mengenai simbol-simbol terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri (Littlejohn & Foss 53). Konsep pertama yang ada dalam tradisi ini adalah tanda, di mana tanda didefinisikan sebagai sebuah stimulus yang menandakan adanya suatu kondisi lain. Sementara, konsep selanjutnya adalah simbol yang biasanya berbentuk tanda yang kompleks dan memiliki banyak arti. Perbedaan mendasar di antara keduanya adalah tanda memiliki referensi yang jelas terhadap suatu obyek, sementara simbol tidak. Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda‟. Isi media, termasuk iklan, pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2001:87-88). Semiotika adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non-verbal sehingga miliki sifat komunikatif. Hal tersebut kemudian memunculkan suatu proses pemaknaan yang dilakukan oleh penerima tanda atas makna informasi atau pesan dari pengirim pesan (Piliang,2003:41-44). Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek yaitu konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan Suwarno, Komunikasi Strategis, 2013 2 tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda (Kriyantono, 2006:265). Tanda yang terdiri dari bunyi dan gambar disebut signifier atau penanda, dan konsep dari bunyi dan gambar tersebut disebut signified. Dalam komunikasi, seseorang memakai tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Misalnya ketika orang menyebut kata “dasar” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kemarahan (signified). Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan seperti dua sisi dari sehelai kertas (Sobur, 2003:46). Pemikir strukturalis yang mempraktikkan model linguistik dan semiologi adalah Roland Barthes (1915-1950). Dalam karyanya yang berjudul Elements of Semiology (1964) terdapat beberapa elemen yang dikemukakan Barthes tentang tanda dan pemaknaannya dalam semiotik, di antaranya adalah signifier dan signified serta denotasi dan konotasi. Barthes melengkapi penanda dan petanda dengan dua strata di mana penanda ataupun petanda juga memuat bentuk dan substansi (Kurniawan, 2001:56). Tanda-tanda dalam iklan itu sendiri terdiri dari petanda (signified) dan penanda (signifier). Sebagai tahap awal dalam penyusunan pesan dalam iklan ditentukan terlebih dahulu karakteristik tentang keunggulan produk sebagai petanda yang kemudian menjadi konsep atau tema iklan. Pada tahap berikutnya petanda tersebut diterjemahkan ke dalam penanda yang dapat berupa gambar, warna, figure seorang tokoh atau model dan sebagainya. Lalu menurut Eco tanda itu sendiri didefinisikan sebagai atas sesuatu yang atas dasar konvensi social yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Sobur:115). Sebagai media komunikasi antara desainer dan pemerhatinya, maka bahasa-bahasa iklan tidak terlepas dari proses yang terjadi dalam perancangannya. Salah satu dukungan teoritik proses perancangan iklan memanfaatkan pendekatan semiotika. Dalam bukunya yang berjudul: “Serba-serbi Semiotika”, Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest jelas mengungkapkan keberadaan bahasa rupa dalam subranah Komunikasi Visual sebagai salah satu ranah budaya dalam Semiotika (Sudjiman 1992:34,35). Terdapat iklan yang menyajikan informasi secara dingin dan sekadar berisi pokok-pokok pesan yang sifatnya persuasif; namun tidak jarang terdapat iklan yang demikian argumentatif. Iklan yang argumentatif, di samping bernilai informatif juga mengandung daya pikat tertentu yang mengkonotasikan serangkaian nilai tersembunyi. Terdapat kepercayaan mendasar yang menjadi titik tolak presuposisi bagi tiap proses representasi iklan. Apa yang tersimpan di balik iklan seringkali membentuk imaji tentang dunia sehari-hari yang ideal, sehingga seakan-akan memang seperti itulah seharusnya yang terjadi. Kendati demikian titik tolak tersebut seringkali tetap tersembunyi, kemunculannya tersirat dan tidak selamanya bergerak teratur di dalam jalinan pesan-pesan iklan. Di balik setiap pilihan tanda verbal maupun audiovisual (paradigma) yang dirangkai menjadi sebuah tayangan iklan (sintagma), sadar atau tidak sadar mengikutsertakan gagasan maupun keyakinan tersembunyi pelaku representasi. (Hernawan, 2008). Dalam komunikasi periklanan, tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komuniksi lainnya seperti gambar, warna, dan bunyi. Iklan dapat disampaikan melalui dua saluran media massa, yaitu: Media cetak, seperti surat kabar, majalah, brosur, dan papan iklan atau billbord. Media elektronika, seperti radio, televisi, dan film. Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, dapat melalui pengkajian sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga mengunakan tiruan indeks, namun biasanya terdapat dalam iklan radio, dan televisi. Pada dasarnya, lambang yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu yang verbal dan yang nonverbal. Lambang verbal merupakan bahasa yang sering digunakan seperti percakapan. Analisis Iklan Three Alwayon, Versi Perempuan Bahasa sejak lama diyakini mampu memanipulasi dan merekayasa manusia melalui permainanya. Persepse yang termanipulasi melahirkan perubahan perilaku yang bermuara pada termanipulasinya kehidupan. Mengingat iklan mewujud dalam bentuk bahasa, maka iklan memiliki kemampuan memanipulasi persepsi manusia melalui permainan image, simbol dan tandanya, sehingga mengubah perilaku manusia yang pada kahirnya mengubah dunia. Seperti bahasabahasa yang digunakan dalam iklan Three. Tentunya banyak menimbulkan persepsi aneka ragam terhadap penontonya yang pada khirnya dapat membentuk opini pada masyarakat. Berikut ini merupakan uraian yang mencoba di uraikan penulis dalam iklan Three, always on, versi perempuan. Gb. 1 “Kebebasan itu palsu. Katanya, hidup ini singkat (Gb1). Mumpung masih muda nikmati sepuasnya. Asal jangan lewat dari jam 10 malam”. Pesan yang hendak disampika kepada kita semua bahwa banyak provider lain yang melakukan promosi dengan bebas bicara sepuasnya, sms dan juga internetan, tapi ternyata ke bebasan itu tetap saja terbatas misalnya mulai dari jam 00.00-12.00, atau 12.00-22.00. disinilah three menyindir para provider tersebut. Gb. 2 “Kebebasan itu aneh. Katanya, aku bebas berekspresi (Gb.2). Tapi selama rok masih dibawah lutut”: jika kita melihat dari warna rok yang digunakan kita bisa samakan dengan warna dari logo provider dari (indosat, m3 =hijau ke kuning-kuningan, mentari = kuning), Pesan yang hendak disampaikan three mencoba menyindir provider tersebut yang yang mengumbar kata kebebasan dengan promosi yang mereka lakukan. Suwarno, Komunikasi Strategis, 2013 3 Gb.3 “Kebebasan itu ilusi. Katanya, urusan jodoh sepenuhnya ditanganku. Asalkan se suku, kalo bisa kaya” , “Kebebasan itu lucu. Katanya, bebas berteman dengan siapa saja. Asal orang tua suka” “Kebebasan itu fantasi. Katanya, urusan jodoh sepenuhnya ditangan. Asalkan dari keluarga terpandang dan kaya, berpendidikan” (Gb.3) , jika kita perhatikan ketiga kata-kata tersebut, pesan ini juga menyindir iklan dari provider XL, dimana ada seorang pria dari keluarga biasa-biasa saja dan dari daerah lain tetapi mencintai perempuan dari keluarga yang kaya raya dan berdomisili di medan, dengan kata lain laki-laki dan perempuan tersebut beda suku…dan laki-laki tersebut di beri syarat oleh bapa dari perempuan tersebut untuk membawa seribu mawar untuk mendapatkan anaknya. Gb.4 Gb.5 Versi awal berdurasi pendek tersebut mencoba membangun kesadaran manusia akan kebebasan dirinya. Selama manusia dianggap tidak menyadari bahwa kebebasan itu sebenarnya ada. Aturan dan syarat membuat mannusia berfikir bahwa kebebasan adalah ilusi, aneh, fantasi, palsu hanya teori. Dan dapat diartika bahwa dengan iklan ini kita akan berfikir itu tidak akan pernah ada, sehingga keberadaanya hanya omong kosong. Sampai akhirnya hadir profider Three dengan iklanya Always On versi (Gb.4) perempuan mengajak pemirsanya untuk memikirkan kebebasan melalui ungkapan “think again”.(Gb.5) Slogan think again yang berarti pikirkan diajak untuk melihat lebih intens budaya yang kita anut, tentang kebaikan dan keburukan dan tentang seberapa luas kebebasan yang dapat diberikannya. Kemudian kita sebagai penikmat iklan atau pemirsa iklan kita digiring untuk menilai bahwa kultur yang kita anut ternyata membatasi perilaku manusia. Kebebasan itu tidak sekedar ada tapi nyata dan harus bisa dirasakan. Gb 6. Kemudian pada adegan selanjutnya three memberikan pesan yang nyata bahwa kebebasan itu nyata dengan program three Always ON, mobile internet (Gb.6). Ini dapat diartikan bawa masyarakat diberi kebebasan untuk berinternet melalui telepon seluler dengan hanya Rp. 50.000, 00 pengguna dapat mengakses internet dan 10 situs populer dengan kecepatan penuh. Dalam konteks berinternet, three mencoba menempelkan aturan atau syarat yang membatasi masyarakat kepada aturan provider telepon seluler lain yang membatasi penggunaanya dalam berinternet. Seolah bermaksud menyampaikan bahwa kebebasan berinternet yang ditawarkan perusahaan telepon seluler lain adalah ilusi, aneh, fantasi, palsu dan hanya teori, karena ada syarat yang membatasi. (Gb.7) Pada bagian akhir ditampil kan logo dari Three yang disertai dengan alamat situs three, Tri.co.id (Gb.7). Dalam hal ini dapat diartikan pesan yang disampaikan three bahwa masyarakat yang ingin lebih jelas tentang program Three bisa mengkases ke situs WWW. Tri.co.id. atau juga dapat menacapkan image ke masyarakat kalau mau akses internet pakailah selalu three. Dari sisi pesan non verbal yang hendak dikomunikasikan pada iklan ini khususnya dalam penekanan warna atau baju si model dalam iklan ini adalah sebagai berikut: Abu-abu menggambarkan ketidak pastian atau sebuah kegamangan yang diberikan dari provider lain dimana mereka mempromosikan produk mereka yang katanya murah tetapi nyatanya tidak.Baju warna biru yang digunakan oleh perempuan memberikan pesan untuk menyindir providerlain (XL). Payung kuning dan rok kuning memberikan pesan yang bertujuan untuk menyindir providerlain (indosat, mentari). Kesimpulan Dari analisis penulis diatas bahwa iklan three alwayOn, versi perempuan. Dalam menyampaikan produknya memakai jargon kebebasan dalam rangka mengenalkan produknya kemasyarakat utamanya adalah kebebasan perempuan yang selama ini perempuan di identikan dengan keterbasan. Serta pesan-pesan yang disampaikan juga diselipkan sindiran kepada operator seluler lain dengan harapan pengguna operator lain dapat berpindah ke operator three. Dalam mengkomunikasikan pesan-pesanya secara non verbal melalui tampilan logo yang mudah di ingat oleh masyarakat serta menggunakan warna-warna tertentu untuk menyampaikan pesan-pesan produk yang mereka jual. Suwarno, Komunikasi Strategis, 2013 4 DAFTAR PUSTAKA Amril Taufiq Gobel, Iklan Always On : Membangun Interaksi Dengan Kebebasan Yang Nyata, Http://Daengbattala.Com, 2012 Anang Hermawan, ”Membaca” Iklan Televisi: Sebuah Perspektif Semiotika, Http://Abunavis.Wordpress.Com, 2008 Eka Akbar Malik, Analisis Semiotik Iklan Korporat Telkomsel Versi “Paling Indonesia” Di Televisi Semiotic Analysis Of “Paling Indonesia” Version Of Telkomsel Corporate Advertisement On Television.www. pustaka.unpad.ac.id/ Littlejohn, Stephen W & Foos, Karen A, Teori Komunikasi, Theories Of Human Communication, Jakarta, Salemba Humanika, 2009 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset komunikasi, Rosda Karya 2006. Sobur Alex. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika & Analisa Framing, Remaja Rosdakarya, Bandung. 2009. Yoyoh Hereyah, Komodifikasi Budaya Lokal Dalam Iklan: Analisis Semiotik Pada Iklan Kuku Bima Energi Versi Tari Sajojo.www. pustaka.unpad.ac.id/ Freddy H. Istanto, Rajutan Semiotika Untuk Sebuah Iklan Studi Kasus Iklan Long Beach, NIRMANA Vol. 2, No. 2, Juli 2000 Suwarno, Komunikasi Strategis, 2013